ProgramStudi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan
Abstrak
Teknologi untuk reproduksi hewan ternak saat ini sedang marak dilakukan oleh para peneliti untuk meningkatan produksi hewan ternak yang unggul dan berkualitas. Teknologi yang digunakan salah satunya adalah Inseminasi buatan. Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh berbagai bahan pengencer terhadap daya tahan spermatozoa, untuk mengetahui berapa lama daya tahan hidup spermatozoa dan untuk mengetahui berapa lama spermatozoa yang dapat digunakan untuk inseminasi setelah perlakuan pengenceran. Hasil dari percobaan ini menunjukkan pemberian bahan pengencer yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda pula terhadap daya tahan hidup semen. Daya tahan hidup semen setelah pengenceran yang terendah yaitu dengan menggunakan bahan pengencer NaCl fisiologis, sedangkan daya tahan hidup semen setelah pengenceran yaitu dengan menggunakan bahan pengencer campuran air kelapa dan kuning telur. Begitu pula untuk keperluan inseminasi buatan lebih baik menggunakan pengencer dari campuran air kelapa dan kuning telur di bandingkan dengan larutranNaCl fisiologis.
Kata Kunci : Evaluasi, Spermatozoa, Pengenceran, Progresif, dan Inseminasi Buatan.
PENDAHULUAN Latar Belakang Teknologi untuk reproduksi hewan ternak saat ini sedang marak dilakukan oleh para peneliti untuk meningkatan produksi hewan ternak yang unggul dan berkualitas. Teknologi yang digunakan salah satunya adalah Inseminasi buatan (Effendi dan Moerfiah, 2014). Inseminasi buatan dilakukan dengan menggunakan semen dari pejantan yang unggul untuk mendapatkan keturunan yang lebih unggul. Semen yang diperoleh dari pejantan harus di evaluasi terlebih dahulu agar dapat diketahui kualitas dari semen tersebut. Penggunaan semen yang digunakan untuk proses inseminasi buatan ini diharapkan dapat mengefisienkan secara maksimal, agar semen yang didapat bisa digunakan untuk membuahi beberapa betina. Namun, semen hanya dapat hidup di luar tubuh 2 jam. Maka dari itu perlu dilakukanya usaha untuk memperpanjang usia semen yang hidup dengan dilakukannya pengenceran dengan bahan yang mendukung kebutuhan nutrisi semen tersebut (Ward 2008).
Tujuan Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh berbagai bahan pengencer terhadap daya tahan spermatozoa, untuk mengetahui berapa lama daya tahan hidup spermatozoa dan untuk mengetahui berapa lama spermatozoa yang dapat digunakan untuk inseminasi setelah perlakuan pengenceran.
TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi Semen Berbagai cara telah dilakukan untuk mengevaluasi semen yaitu dengan cara Penilaian ini dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Penilaian secara makroskopik antara lain; volume semen, warna dan bau, konsistensi atau derajat kekentalan, warna atau Jurnal Biologi Reproduksi Hewan 2
konsistensi, dan derajat keasaman atau pH. Penilaian secara mikroskopik terdiri dari; gerakan massa, derajat dan presentase motilitas sperma (gerakan individu), konsentrasi sperma, pewarnaan differensial (penentuan presentase sperma hidup) (Campbell, et all 2010). Semen segar yang tidak diencerkan tidak boleh dibiarkan lebih dari dua jam. Untuk evaluasi atau pemeriksaan rutin mengenai motilitas dan konsentrasi spermatozoa harus berlangsung paling lama 15 menit (Lake, 2010).
Pengenceran Semen Pengenceran semen ini menggunakan semen segar yang sudah dilakukan di uji kualitas dari semen tersebut. J ika kualitasnya memuaskan, semen segar yang baru di tampung dan sudah dinilai tersebut dapat diencerkan dengan suatu bahan pengencer yang memadai pada suhu antara 21 0 C dan 31 0 C untuk disimpan di dalam lemari pendingin (3 0 C sampai 5 0 C) agar tahan lama hidup untuk dipakai sewaktu-waktu bila ada panggilan inseminasi. Spermatozoa di dalam semen encer dapat tahan hidup 7 14 hari tetapi untuk inseminasi buatan sebaiknya dipakai semen yang disimpan kurang dari 14 hari.
Bahan Pengencer Semen Suatu bahan pengencer atau pengawet semen harus memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut: 1. Bahan pengencer harus menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber energi spermatozoa 2. Melindungi spermatozoa dari cold shock. 3. Menyediakan suatu penyanggah (buffer) untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme sperma. 4. Mempertahankan tekanan osmotis dan keseimbangan elektrolit yang sesuai. 5. Mencegah pertumbuhan kuman. 6. Memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina dapat diinseminasi dengan suatu ejakulat.
Di samping fungsi tersebut di atas, suatu bahan pengencer harus pula memenuhi syarat- syarat berikut : 1. Bahan pengencer harus murah, sederhana, praktis dibuat, tetapi mempunyai daya preservasi tinggi. 2. Mengandung unsur-unsur yang hampir sama sifat fisik dan khemik dengan semen, tidak boleh mengandung zat-zat toksik atau bersifat racun baik terhadap sperma maupun terhadap saluran kelamin hewan betina. 3. Tetap mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi sperma. Pengencer tidak boleh terlampau kental, karena akan menghalangi pertemuan antara sperma dan ovumsehingga menghambat fertilisasi. 4. Memberi kemungkinan penilaian sperma sesudah pengenceran. Syarat tersebut terakhir sulit dipenuhi oleh susu pengencer karena spermatozoa tertutup oleh butir-butir lemak sehingga tidak jelas terlihat dan pergerakannya agak dibatasi.
BAHAN DAN METODE KERJA Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada tanggal 30 mei hingga 11 juni 2014 di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Pakuan.
Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan pada percobaan ini antara lain objek glass, es batu, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet ukur, gelas ukur dan mikroskop binokuler. Sedangkan bahan yang dipergunakan antara lain sperma segar (Anas mosha), eosin dan bahan pengencer (air kelapa, kuning telur, NaCl fisiologis, dan susu sapi).
Metode Kerja Semen segar itik segar (Anas mosha) di evaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui kualitas dari spermatozoa tersebut. J ika dalam evaluasi tersebut sperma menunjukkan hasil yang baik maka dilanjutkan dengan pengenceran semen. Kemudian membuat 4 bahan pengencer yang terdiri dari; a. Pengenceran menggunakan NaCl fisiologis. b. Pengenceran menggunakan susu sapi. c. Pengenceran menggunakan air kelapa + kuning telur. Pembuatan bahan pengencer ini yaitu menggabungkan air kelapa dan kuning telur dengan perbandingan 4:1. Jurnal Biologi Reproduksi Hewan 3
d. Pengenceran menggunakan NaCl fisiologis + kuning telur. Pembuatan bahan pengencer ini yaitu menggabungkan kuning telur dan larutan NaCl fisiologis dengan perbandingan 1:4. Setelah bahan pengencer dibuat maka larutkan semen itik sebanyak 0,25 ml pada masing-masing bahan. Kemudian periksa dievaluasi kembali hingga semen tersebut mati.
HASIL DAN PEMBAHASAN Semen itik yang digunakan pada percobaan ini memiliki kualitas yang baik. Hal ini dikarenakan pada hasil evaluasi sebelum dilakukannya pengenceran yang di tunjukkan pada hari ke-0. Pada hari ke-0 pH semen masih dalam keadaan basa, dan pada pergerakan masa spermatozoa menunjukkan hasil yang sangat baik (+++), data progresif menunjukkan 90% spermatozoa yang masih hidup. Hasil dari percobaan pengenceran sperma itik ini yaitu adanya perubahan pH (tabel 1), gerakan masa (tabel 2), dan progresif (tabel 3).
Hasil Pemeriksaan pH Setelah Pengenceran Setelah dilakukannya pengenceran dapat dilihat adanya penurunan pH pada semen yang telah di encerkan dengan empat macambahan pengencer (tabel 1). Lake (1971) menyatakan bahwa spermatozoa unggas dapat bertahan pada pH terendah dengan rataan 6,8. Namun percobaan ini terhenti setelah spermatozoa mati atau dikatakan tidak hidup lagi pada pH berada di angka 6, hal ini di karenakan derajat keasaman (pH) sangat mempengaruhi daya tahan hidup spermatozoa. Perubahan pH disebabkan oleh metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerob yang menghasilkan asamlaktat yang semakin meningkat.
Tabel 1. Data pH Spermatozoa
Dari hasil percobaan, bahan pengencer NaCl fisiologis terjadi perubahan pH menjadi asam (pH 6) pada hari ke-4, dan pada bahan pengencer susu sapi pH menjadi asam pada hari ke- 5, sedangkan bahan pengencer air kelapa dan kuning telur perubahan pH terjadi pada hari ke- 2, namun pada bahan pengencer NaCl fisiologis dan kuning telur perubahan pH semen pada hari ke-4.
Hasil Pemeriksaan Pergerakan Masa Sperma Semen yang bagus, pada pengamatan di bawah mikroskop, akan memberikan tampilan kumpulan sperma bergerak bergerombol dalam jumlah besar sehingga membentuk gelombang atau awan yang bergerak (Toelihere, 2008). Semen yang telah diencerkan menggunakan bahan pengencer yang berbeda akan menunjukkan pergerakan masa yang berbeda pula, hal ini karena adanya perbedaan reaksi yang dihasilkan oleh semen yang diberi bahan pengencer yang berbeda.
Tabel 2. Data Pergerakan Masa Spermatozoa
Pada hari ke-0 pergerakan masa spermatozoa umumnya dikategorikan sangat baik (+ + +). Namun setelah diencerkan, terjadi perubahan atau penurunan gerakan masa spermatozoa. Semen yang diencerkan dalam larutan NaCl fisiologis mengalami penurunan pergerakan masa lebih cepat karena kurangnya nutrisi yang digunakan oleh spermatozoa. Sedangkan semen yang diencerkan dalam susu sapi mempunyai penurunan pergerakan yang lebih lambat yaitu hingga 7 hari, karena ada asupan nutrien yang digunakan oleh spermatozoa tersebut. Namun pada bahan pengencer air kelapa dan kuning telur, penurunan pergerakan masa spermatozoa lebih lama hingga 11 hari, dan pada bahan pengencer NaCl fisiologis dengan kuning telur, terjadi penurunan pergerakan masa 10 hari. Jurnal Biologi Reproduksi Hewan 4
Pernurunan pergerakan masa spermatozoa dipengaruhi oleh keadaan pH, tersediannya nutrisi, dan lamanya penyimpanan semen.
Hasil Pemeriksaan Progresif (%) Sperma Presentase progresif spermatozoa ini digunakan untuk melihat motilitas dari spermatozoa yang hidup dalam bahan pengencer, ini digunakan untuk mengetahui berapa lama semen dapat disimpan dan digunakan untuk keperluan inseminasi buatan. Menurut standar Balai Inseminasi Buatan Lembang motilitas individu di atas 40% masih layak digunakan untuk IB (Nurfirman, 2001).
Tabel 3. Data Presentase Progresif Spermatozoa
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat presentase progresif pada bahan pengencer NaCl fisiologis menunjukkan bahwa umur semen dapat mencapai 5 hari, namun untuk keperluan inseminasi buatan hanya dapat digunakan ketika penyimpanan maksimal 3 hari setelah pengenceran. Hal ini dikarenakan pengencer NaCl fisiologis hanya sebagai buffer dan termasuk garam sederhana dengan kemampuan terbatas, serta sifat kimiawi spermatozoa yang menghasilkan metabolisme sel yang dapat menjadi racun bagi kehidupannya. Pada bahan pengencer susu sapi menunjukkan bahwa semen dapat hidup hinggal tujuh hari, namun semen yang dapat digunakan untuk keperluan inseminasi buatan maksimal pada umur 4 hari, dengan kata lain 1 hari lebih lama dari bahan pencer NaCl fisiologis. Bahan Pengencer NaCl fisiologis dan kuning telur dapat memperpanjang umur hidup semen hingga 10 hari, namun kualitas sperma yang baik untuk keperluan inseminasi buatan hanya dapat disimpan hingga 7 hari. Hal ini dikarenakan bahan yang terdiri dari buffer (NaCl fisiologis) yang mengandung elektrolit saja dan penyedia nutrisi bagi semen (kuning telur). Akan tetapi bahan pengencer air kelapa dan kuning telur lebih dapat memperpanjang umur hidup semen hingga 1 hari, dan dapat menyimpan lebih lama untuk keperluan inseminasi buatan selama 8 hari. Hal ini disebabkan bahan yang digunakan merupakan penyedia nutrisi bagi semen yang berasal dari kuning telur dan air kelapa. Kuning telur mengandung glukosa, protein dan vitamin yang larut dalam air pada kuning telur dapat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai sumber makanan untuk metabolisme spermatozoa (Salisbury dan Vandemark, 1985). Kemudian kandungan gula yang terdapat dalam air kelapa dapat berperan sebagai sumber energi bagi spermatozoa dan juga bersifat sebagai buffer.
Penggunaan Bahan Pengenceran Semen Untuk Inseminasi Buatan Bahan pengencer se men merupakan bahan yang digunakan sebagai penyedia nutrisi bagi semen yang masih hidup. Bahan yang digunakan untuk pengenceran semen mempunyai kelebihan masing-masing, hal ini dikarenakan perbedaan kandungan nutrisi dalam bahan pengencer semen tersebut. Dari percobaan ini diketahui penggunaan bahan pengencer semen menghasilkan reaksi yang berbeda-beda terhadap spermatozoa yang hidup. Bahan pengencer NaCl fisiologis dapat digunakan untuk keperluan inseminasi buatan dengan penyimpanan maksimal 3 hari. Sedangkan bahan pengencer susu sapi dapat dipakai untuk keperluan inseminasi buatan hingga penyimpanan 4 hari. Namun bahan pengencer NaCl fisiologis dengan kuning telur dapat digunakan penyimpanan yang lebih lama yaitu hingga 7 hari. Kemudian bahan pengencer air kelapa dengan kuning terlur dapat disimpan lebih lama hingga 8 hari untuk keperluan inseminasi buatan. Akan tetapi penyimpanan semen yang lebih lama akan semakin meningkatkan tingkat kematian spermatozoa karena rusaknya Jurnal Biologi Reproduksi Hewan 5
membran plasma yang berakibat pada terganggunya suplai energi spermatozoa sehingga menurunkan motilitas. J umlah spermatozoa yang mati akan memengaruhi spermatozoa yang masih hidup selama proses penyimpanan (Solihati dkk, 2006).
KESIMPULAN Pemberian bahan pengencer yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda pula terhadap daya tahan hidup semen. Daya tahan hidup semen setelah pengenceran yang terendah yaitu dengan menggunakan bahan pengencer NaCl fisiologis, sedangkan daya tahan hidup semen setelah pengenceran yaitu dengan menggunakan bahan pengencer campuran air kelapa dan kuning telur. Begitu pula untuk keperluan inseminasi buatan lebih baik menggunakan pengencer dari campuran air kelapa dan kuning telur dibandingkan dengan larutran NaCl fisiologis.
DAFTAR PUSTAKA Campbell, N. A., J ane, B.R., Urry, L.A., Mitchell, L.C. Steven, A.W., Peter, V.M., Robert, B.J . 2010. Biology. J akarta: Erlangga.
Effendi, E. M., dan Moerfiah. 2014. Penuntun Praktikum Reproduksi Hewan. Bogor : ProgramStudi Biologi FMIPA Universitas Pakuan.
Lake, P. E., 2010. The Male in Reproduction. In : D.J . Bell and B.M. Freeman (Ed). Physiology and Biochemistry of Domestic Fowl. London : Academic Press. p : 246-267.
Nurfirman. 2001. Efektifitas Medium Beltsville Poultry Semen Extender (BPSE) terhadap Kualitas Semen Cair Ayam Lokal. http://repository.ipb.ac.id.
Salisbury, G.W dan N.L Van Demark, 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi buatan pada sapi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Solihati, N., Idi, R., Setiawan, R., Asmara, I.Y. dan Sujana, B. I., 2006. Pengaruh Lama Penyimpanan Semen Cair Ayam Buras pada Suhu 5 C Terhadap Periode Fertil dan Fertilitas Sperma. dalam Jurnal Ilmu Ternak. 6 (1) : 7-11.
Toelihere, M. R., 2008. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa.
Ward, J and Royer, L. 2008. Physiology at a Glance. England : Second edition Oxford.