ProgramStudi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan
Abstrak
Superovulasi adalah salah satu prosedur pemberian hormon pada ternak betina sehingga menghasilkan beberapa oosit atau sel telur, dimana secara normal hanya dihasilkan satu oosit pada setiap estrus. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari respon ovariumterhadap rangsang superovulasi yang diberi penyuntikan PMSG dan HCG. Hasil pengamatan menunjukkan dalam percobaan pemberian 50 PMSG dan 50 HCG IU dapat menyebabkan terjadinya perkembangan folikel dan superovulasi. Berat uterus dan ovarium yang diberi hormon PMSG dan HCG 50 IU sebesar 10,03, keadaan uterus lebih bengkak, berlemak dan berisi embrio dan berwarna lebih merah (+++) akibat terjadinya vaskularisasi.
Kata Kunci : PMSG, HCG, Spermatozoa, Ovarium dan Superovulasi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tingkat kelahiran ditentukan oleh banyaknya ova yang diovulasikan, fertile serta mampu berkembang dan berimplantasi, kemudian dapat bertahan hidup selama masa bunting hingga akhirnya lahir menjadi individu baru. Derajat ovulasi dipengaruhi oleh tingkat gonadotropin di dalamdarah, oleh karena itu untuk meningkatkan ova yang dihasilkan oleh seekor induk, dapat dilakukan denga penyuntikan gonadotropin selama masa proestrus, hal ini disebut superovulasi (Effendi dan Moerfiah, 2014). Superovulasi dapat meningkatkan hasil embrio normal lima kali lipat pada sapi, kambing, domba dan kelinci. Superovulasi dipengaruhi oleh spesies, bangsa, berat badan, siklus birahi, umur, interval beranak, musim kawin, dan nutrisi (Effendi dan Moerfiah, 2014).. Beberapa keuntungan dari superovulasi : memperpendek selang generasi, tes keturunan, penggunaan betina superior, dan meningkatkan jumlah anak per ekor induk dan transfer embrio. Kelemahannya, rendahnya ova yang dihasilkan dan derajat fertilisasi. Sedangkan jumlah sel telur yang diovulasikan sesudah penyuntikan gonadotropin, juga tergantung pada potensi hormone yang dipakai, perbandingan FSH dan LH serta frekuensi penyuntikan yang berturut- turut dan dosis hormon (Effendi dan Moerfiah, 2014). Superovulasi didahului dengan penyuntikan PMSG atau FSH secara sabkutan atau intra muskuler, untuk merangsang pertumbuhan folikel. Perlakuan ini sering dikombinasikan dengan penyuntikan LH atau HCG secara intravenous (Effendi dan Moerfiah, 2014). Pada kelinci penyuntikan LH dilakukan 65 sampai 72 jamatau 3 hari setelah penyuntikan PMSG. Penyuntikan PMSG sebaiknya dilakukan dalamfase proestrus. Bila dilakukan pada akhir fase, folikel menyebabkan terlambatnya peningkatan jumlah folikel yang dapat berovulasi, disamping itu respon PMSG sendiri berkurang. Penyuntikan 100 IU PMSG intar muskuler menyebabkan superovulasi pada kelinci. Penggunaan kombinasi PMSG-LH atau PMSG HCG untuk superovulasi pada sapi Jurnal Biologi Reproduksi Hewan 2
perah diperoleh hasil dengan tingkat ovulasi 79% dengan 50 mg LH dan hanya 16% dengan 1500 IU HCG, kombinasi PMSG-HCG dan FSH-LH, kecuali dengan dosis LH tinggi. Pemberian gonadotropin yang berulang-ulang dapat menurunkan respon superovulasi pada kelinci, domba, sapi perah, dan sapi daging. Penurunan respon ini disebabkan terbentuknya antibodi (Effendi dan Moerfiah, 2014).
Tujuan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari respon ovariumterhadap rangsang superovulasi yang diberi penyuntikan PMSG dan HCG.
TINJAUAN PUSTAKA Superovulasi Superovulasi adalah salah satu prosedur pemberian hormon pada ternak betina sehingga menghasilkan beberapa oosit atau sel telur, dimana secara normal hanya dihasilkan satu oosit pada setiap estrus. Pada domba, kambing atau sapi rata-rata diperoleh 12 ovulasi setelah induksi superovulasi. Tujuan utama superovulasi adalah meningkatkan jumlah oosit yang dilepaskan dan jumlah embrio yang potensial (Solihati, 2006). Hormon yang biasa digunakan untuk merangsang pertumbuhan folikel dan ovulasi adalah pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle stimulating hormon (FSH). Target organ superovulasi adalah ovarium dimana terdapat folikel yang didalamnya mengandung oosit (Solihati, 2006). Dasar fisiologis dari superovulasi dan sinkronisasi estrus adalah penghambatan pada pelepasan LH dari adenohipofisa yang membuka dan menghambat pematangan folikel de Graaf atau penyingkiran corpus luteumsecara mekanik, manual atau secara fisiologik dengan pemberian preparat-preparat luteolitik (Purnama, 2003). Pada ternak sapi dilakukan sinkronisasi estrus untuk keperluan inseminasi buatan (IB) secara masal, sehingga tidak diperlukan pengamatan birahi. Selain itu berguna untuk programtransfer embrio (TE) dalam sinkronisasi estrus pada induk donor dan induk penerima (Campbell, 2010). Langkah kunci dalam pelaksanaan transfer embrio adalah tersedianya sel telur atau embrio dalamjumlah yang banyak. Untuk meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan setiap siklusnya maka perlu dilakukan induksi superovulasi (Siregar dkk, 2012). Secara konvensional, induksi superovulasi dilakukan menggunakan hormon gonadotropin yakni pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle stimulating hormone (FSH). Kedua hormon ini biasanya menghasilkan respons yang rendah yang ditandai dengan rendahnya kualitas embrio (Siregar dkk., 2004). Pemakaian FSH dalam pelaksanaan superovulasi, dari beberapa penelitian mempunyai respon yang sangat baik, namun mengingat waktu paruh biologiknya sangat singkat +2-5 jam, sehingga penyuntikan perlu dilakukan secara berulang kali (Hernawan, 2003). Sedangkan PMSG memiliki aktivitas biologis ganda, yaitu serupa dengan FSH dan LH. PMSG memiliki pengaruh yang ditumbulkan oleh antara lain : merangsang follikel, menunjang produksi estrogen, ovulasi, luteinisasi, dan merangsang sintesis progesteron pada ternak dihipofisektomi (Hernawan, 2003).
BAHAN DAN METODE KERJA Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan ini dilaksanakan pada tanggal 18- 21 juni 2014 di LaboratoriumBiologi FMIPA Universitas Pakuan. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain spuit, timbangan ohaus dan satu set alat bedah. Bahan yang digunakan yaitu folligon (serum gonadotropin atau PMSG), dan kelinci (Oryctolagus cuniculus) betina dewasa. Metode Kerja Induk kelinci betina disuntik dengan PMSG 50 IU dan 100 IU secara intramuskuler, lalu tiga hari kemudian suntik dengan LH 50 IU secara intar venous/ intramuskuler. Kemudian lakukan pembedahan. Ovarium dan oviduk dilokalisir dan dipisahkan dengan menarik secara hati-hati keluar menggunakan alat dengan ujung yang tumpul. Jurnal Biologi Reproduksi Hewan 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Percobaan Suntikan PMSG + HCG Terhadap Respon Superovulasi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) No Dosis Penyuntikan Berat Ovarium dan Uterus Perkembangan Folikel Keadaan Uterus 1 NaCl Fisiologis Kontrol (-) 0,82 Corpus Luteum: 0 Pucat Corpus Rubrum: 0 Folikel : 0 Vaskularisasi : - 2 PMSG 50 IU + HCG 50 IU 10,03 Folikel De Graff : 5 Bengkak Berlemak Berisi Embrio Corpus Luteum: 8 Corpus Rubrum: 8 Folikel Sekunder : 6 Vaskularisasi : +++
Berdasarkan tabel diatas parameter keberhasilan dari superovulasi dapat dilihat dari beberapa faktor. Salah satu faktor yang diperiksa untuk menentukan faktor keberhasilan superovulasi adalah penghitungan corpus luteum (CL). Penghitungan corpus luteum sering dipakai penelitian mengenai superovulasi untuk mengukur keberhasilan superovulasi. Corpus Luteum merupakan kelanjutan rongga folikel berovulasi yang mengalami proses luteinisasi yang membentuk tenunantenunan dan mensekresikan hormon progesteron, sehingga dengan menghitung jumlah Corpus Luteumyang ada dapat diketahui tingkat keberhasilan hormon gonadotropin dalammenginduksi folikel-folikel yang berovulasi pada usaha superovulasi (Hernawan, 2003). Berdasarkan hasil pengamatan didapat bahwa dengan pemberian 50 IU PMSG dan 50 HCG dapat mempercepat perkembangan folikel dan vaskularisasi sehingga corpus luteum yang dihasilkan lebih banyak. Hasil yang didapat pada percobaan ini adalah vaskularisasi pada dinding-dinding uterus menyebabkan terjadinya pembengkakan, berlemak, berwarna lebih merah (+++) serta berisi embrio. Terdapat perkembangan folikel dimana terdapat 5 buah folikel de graff, 6 buah folikel sekunder, 8 buah corpus luteum yang berwarna bening dan 8 buah corpus rubrumyang terdapat bintik merah yang menandakan terjadinya ovulasi. Bobot berat uterus dan ovariumsebesar 10,03 berbeda dengan pemberian NaCl fisiologis (Kontrol Negatif) yang tidak mengalami perkembangan folikel dan tidak terjadi vaskularisasi (-). Hal ini menyebabkan keadaan uterus pucat, dan hanya memiliki berat uterus dan ovum sebesar 0,82 gram. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atau sangat berbeda nyata dengan dilakukannya pemberian PMSG dan HCG untuk perkembangan folikel dan ovulasi pada kelinci (Oryctolagus cuniculus). Faktor yang lainnya adalah jumlah embrio yang didapat setelah diflushing. Efisiensi dari superovulasi sendiri terpengaruhi oleh adanya abnormalitas yang muncul, seperti adanya folikel anovulatorik atau folikel sisa atau yang tidak terovulasikan dari superovulasi (Hernawan, 2003). Jurnal Biologi Reproduksi Hewan 4
Gambar 1. A. Uterus dengan pemberian NaCl Fisiologis (Kontrol (-)) B. Uterus dengan pemberian PMSG dan HCG 50 IU (Sumber : Ikhsan, 2014)
KESIMPULAN Salah satu faktor yang diperiksa untuk menentukan faktor keberhasilan superovulasi adalah penghitungan corpus luteum (CL). Penghitungan corpus luteum sering dipakai penelitian mengenai superovulasi untuk mengukur keberhasilan superovulasi. Corpus Luteum merupakan parameter tingkat keberhasilan hormon gonadotropin dalam menginduksi folikel-folikel yang berovulasi. Dalampercobaan pemberian 50 PMSG dan 50 HCG IU dapat menyebabkan terjadinya perkembangan folikel dan superovulasi, Hormon PMSG memiliki fungsi yang sama seperti FSH sedangkan hormon HCG memiliki fungsi yang sama dengan LH. Berat uterus dan ovarium yang diberi hormon PMSG dan HCG 50 IU sebesar 10,03, keadaan uterus lebih bengkak, berlemak dan berisi embrio dan berwarna lebih merah (+++) akibat terjadinya vaskularisasi.
DAFTAR PUSTAKA Campbell, N. A., J ane, B.R., Urry, L.A., Mitchell, L.C. Steven, A.W., Peter, V.M., Robert, B.J. 2010. Biology. J akarta: Erlangga.
Effendi, E. M., dan Moerfiah. 2014. Penuntun Praktikum Reproduksi Hewan. Bogor : ProgramStudi Biologi FMIPA Universitas Pakuan.
Hernawan, Elvia. 2003. Peningkatan Kinerja Reproduksi Pada fase Kebuntingan Melalui Teknik Superovulasi pada Ternak Domba. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Purnama, R.D. 2003. Pemanfaatan ekstrak hipotalamus Kelinci Untuk superovulasi dan sinkronisasi Estrus Pada kelinci rex. dalam Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Bogor : Balai Penelitian Ternak.
Siregar, T.N. Maikhar, G.E. J ulia, M. Budianto, P. Yusmaidi, dan Rina, A.B. 2012. Kehadiran Folikel Dominan Saat Inisiasi Superovulasi Menurunkan Respons Superovulasi Sapi Aceh. dalam Jurnal Kedokteran Hewan. (September, VI). No.2. Aceh : Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Siregar, T.N., N. Areuby, G. Riady, dan Amiruddin. 2004. Efek pemberian PMSG terhadap respons ovarium dan kualitas embrio kambing lokal prepuber. dalam Media Kedokteran Hewan 20 (3) Aceh : Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. hal 108-112.
Solihati, N. Tita, D.L. Kundrat, H. Rangga, S. dan Lia, J.N. 2006. Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak. dalam Jurnal Ilmu Ternak. (Desember, VI) No.2. Bandung : Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. A B