Anda di halaman 1dari 5

Peranan Hormon Progesteron dalam Siklus Reproduksi

Ternak Betina

Sinkronisasi estrus merupakan suatu cara untuk menimbulkan gejala birahi atau estrus
secara bersama-sama, atau dalam selang waktu yang pendek dan dapat diramalkan pada
sekelompok hewan. Tujuan sinkronisasi birahi adalah untuk memanipulir proses reproduksi,
sehingga hewan akan terinduksi birahi proses ovulasinya, dapat diinseminasi serentak dan
dengan hasil fertilitas yang normal. Penggunaan teknik sinkronisasi birahi akan mampu
meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, disamping juga
mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan dan meningkatkan fertilitas kelompok
(Sujarwo, 2009).
Dengan penyerentakan berahi dimaksudkan untuk pengendalian siklus etrus berahi
sedemikian rupa sehingga periode estrus pada banyak hewan betina terjadi serentak pada hari
yang sama atau dalam waktu 2 atau 3 hari. Sinkronisasi estrus mempunyai beberapa keuntungan
praktis bagi peternak terutama dalam peternakan sapi potong yang diperlihara secara ekstensif di
lapangan dan perkawinannya dilaksanakan melalui inseminasi buatan memakai bibit-bibit
unggul yang diinginkan. Disamping itu penggunaan teknik penyerentakan berahi pada
peternakan-peternakan sapi perah, babi dan domba juga dapat memberi arti ekonomi yang tidak
kecil. Konsentrasi periode berahi dalam 2 atau 3 hari akan menghemat tenaga kerja;
memungkinkan inseminasi pada banyak hewan betina (terutama babi) dengan semen seekor
pejantan unggul pada satu waktu tertentu, anak-anak yang lahir tidak perlu dipisahkan menurut
kelompok-kelompok umur selama pertumbuhan dan penggemukan karena semuanya mempunyai
umur yang hampir sama, waktu partus dan pemasaran dapat lebih dikonsentrasikan pada waktu
tertentu sesuai dengan keinginan peternak dan disesuaikan pula dengan permintaan pasaran dan
menurut pertimbangan-pertimbangan ekonomis. Dalam program pemisahan embrio, tehnik
sinkronisasi estrus dapat dipakai menyerentakkan stadium siklus berahi antara hewan pamberi
(donor) dan hewan penerima (recipient). Supaya suatu program pengendalian siklus berahi dapat
berhasil maka suatu angka konsepsi yang tinggi harus dicapai pada ovulasi yang diserentakkan.
Penggunaan hormon Progesteron Dalam Deteksi Kebuntingan
Uji progesteron bertujuan untuk memeriksa kadar progesteron dalam

tubuh ternak betina. Progesteron adalah salah satu hormon steroid yang
dihasilkan tubuh ternak betina. Pada hewan betina hormon ini berfungsi antara

lain pada siklus estrus, untuk menyiapkan uterus untuk implantasi sel telur yang

telah dibuahi. Pada siklus estrus normal, kadar progesteron dalam darah

sebelum terjadi pelepasan sel telur < 5 ng/mL, kemudian setelah terjadi

pelepasan sel telur akan meningkat > 5 ng/mL, terus meningkat sampai 6-10 hari,

untuk kemudian menurun jika tidak terjadi bunting .

Uji progesteron biasanya dilakukan untuk mengetahui apakah ada siklus

menstruasi normal. Uji progesteron juga sering dilakukan untuk ternak yang

diberi obat untuk merangsang pelepasan sel telur, untuk memantau keberhasilan

terapi dan untuk mengetahui kapan pelepasan sel telur terjadi. Bagi peternak
yang menginginkan informasi “kapan terjadi pelepasan sel telur” ini sangat

penting. Uji progesteron juga dilakukan jika terjadi dugaan adanya kebuntingan

di luar kandungan. Untuk ternak yang tergolong resiko tinggi, uji ini kadang

dilakukan untuk memantau perkembangan fetus dan plasentanya.

Uji kebuntingan mendeteksi keberadaan beta-hCG (human Chorionic

Gonadotropin), suatu hormon yang dihasilkan oleh embrio segera setelah terjadi

konsepsi yang kemudian dilanjutkan oleh sel sinsitiotrofoblast (bagian dari

plasenta). Keberadaan hormon hCG hampir selalu mengindikasikan terjadinya

kebuntingan. Salah satu fungsi hormon ini adalah membantu menjaga keadaan

uterus agar sesuai untuk kebuntingan, dengan antara lain merangsang

pengeluaran hormon progesteron (Itulah kenapa, jika terjadi kebuntingan,

hormon progesteron akan meningkat sesuai dengan umur kebuntingan, dan akan

mencapai 100-200 ng/mL ketika kebuntingan akhir).

Peranan Hormon Progesteron Dalam sinkronisasi Birahi

Pemakaian progesteron dalam sinkronisasi estrus pertama kali dilapor oleh

Ulberg, Christian dan Casida(1951) yang menyatakan bahwa apabila dimulai kira-

kira 15 hari sesudah akhir estrus, penyuntikan 50 mg progesteron dalam minyak

setiap hari atau 500 mg dalam bentuk “repositor” setiap 10 hari akan

menghambat estrus dan ovulasi pada sapi. Estrus terjadi dalam waktu 4-6 hari,

rata-rata 5,2 hari, sesudah penghentian penyuntikan. Menurut Trimberger dan


Hansel (1955) penyuntikan progesteron 50-100 mg setiap hari dari hari ke 15 –

hari ke 19 siklus birahi akan menyebabkan estrus normal pada 14 dari 25 sapi

yang disuntik dalam waktu rata-rata 4,6 hari sesudah penghentian penyuntikan

dan hanya 50 % yang mempunyai korpora lutea normal.

Suntikan-suntikan progesteron tidak selalu memberi respon yang seragam

karena perbedaan-perbedaan individual dalam kadar penyerapan hormon

tersebut, dan kadar penghambatan dan pemulihan kembali dari hambatan

sesudah persediaan hormon didalam tubuh habis (Toelihere, 1979).

Progesteron merupakan blokterhadap pembebasan hormon gonadotropin, yang menyebabkan


hewan tetap berada dalam keadaan anesterus karena tidak terjadi pertumbuhan folikel. Jika
progesteron digunakan untuk penyerentakan berahi, dosisnya berayun antara 12.5 sampai 60 mg,
dan disuntikkan secara intramuskuler tiap hari. Berahi akan muncul 3 sampai 6 hari setelah
suntikan dihentikan. Hasilnya terjadi konsepsi 25 sampai 70% bila sapi yang berahi
diinmseminasi.
Pemberian progesteron dengan menyelipkan spons yang mengandung progesteron ke dalam
vagina selama 10 sampai 14 hari menghasilkan angka konsoopsi yang rendahbila hewan
dikawinkan kepada periode berahi setelah spons ditarik keluar.
Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk
mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya
menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan
PGF2a . Prosedur yang digunakan adalah :
1. Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali.
Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan.
2. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang
waktu 11-12 hari. Penyuntikan PGF2a pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal
daripada donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah diberi hormon
gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu 36 - 60 jam setelah penyuntikan PGF2a ,
sedangkan pada resipien berahi biasanya timbul 48 - 96 jam setelah penyuntikan PGF2a
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium, sebagian
diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga diproduksi di plasenta. Progesteron
menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik (fase sekresi) pada endometrium uterus,
yang mempersiapkan endometrium uterus berada pada keadaan yang optimal jika terjadi
implantasi.
Selain dengan penyuntikan, penggunaan hormone progesterone sebagi sinkronisasi siklus
hormone juga dapat menggunakan alat yang menunjang diantara adalah
1. Progesteron releasing intravaginal Device (PRID)

Merupakan implant intra vaginal terbuat dari silicon dan berbentuk spral. Progesteron sintetik
tersimpan di dalam implan tersebut dan akan dibebaskan secara pelanpelan lewat selaput lendir
vagina. Pemasangan implan intravagina biasanya selama 15 hari, dan birahi akan timbul pada
waktu 48-72 jam setelah pengambilan implan. Angka birahi yang ditimbulkan dapat mencapai
100%, namun angka konsepsi dari inseminasi pertama masih cukup rendah yaitu sekitar 45%.
Beberapa sifat yang tidak disukai dari penggunaan PRID untuk sinkronisasi antara lain mudah
lepas sebelum waktunya dan ada kecenderungan iritasi selaput lendir vagina sehingga mudah
menyebabkan vaginitis.
2. Controlled Internal Drug Releasing (CIDR)
Juga merupakan implant yang berbenuk huruf T dan terbuat dari silicon, yang nanti bentukan
T tersebut akan dimasukkan ke dalm kornue uteri. Impaln ini diinsersikan selam 15 hari, dan
biasanya menghasilkan angka konsepsi 58-66 %. Progesteron yang terkandung di dalamnya (1,9
gram) merupakan progesteron alam, sehingga mudah dideteksi dalam darah dan mempunyai
waktu paruh yang sangat pendek, sifat ini adalah memberikan respon pembebasan gonadotrophin
yang lebih nyata. Sifat lain yang disukai dari CIDR adalah dapat dipakai berulang-ulang, sampai
5 kali dengan fertilitas yang sama, karena kandungan progesteronnya yang tinggi (Sujarwo,
2009).
Induksi Ovulasi dengan Kombinasi Progesteron dengan Estrogen
Suatu kombinasi progesteron dan estrogen telah berhasil digunakan untuk induksi ovulasi
pada sapi anestrus. Estrogen konyugat (5 mg estradiol valerat) mengikuti perlakuan progesteron
selama 7 sampai 12 hari dalam bentuk implan telinga atau melalui spiral intravagina. Untuk
memperbesar respon kombinasi estrogen dengan progesteron dapat dilakukan dengan
penyuntikan 400-800 IU pada akhir perlakuan progesteron. Secara alamiah hormon estrogen
dihasilkan oleh folikel yang masak, apabila hormon ini mencapai level maksimal, maka ternak
menunjukkan gejala –gejala berahi. Estrogen bersifat feedback positif terhadap pusat preovulasi
di hipotalamus (Hafez, et al., 2008).
Beberapa metoda perlakuan hormon dengan progesteron, estrogen dan kombinasi
progesteron dengan estrogen telah berhasil mensinkronkan berahi, tetapi metode ini terlalu
banyak menghabiskan waktu dan ketepatan waktu berahi serta tingkat fertilitas masih kurang
memenuhi harapan penggunaannya.
Penerapan bioteknologi reproduksi yang sedang berkembang yaitu sinkronisasi ovulasi menjadi
salah satu upaya lain dalam meningkatkan jumlah populasi sapi. Sinkronisasi ovulasi telah
dilaksanakan dengan menggunakan perlakuan hormone GnRH, dalam merangsang terjadinya
ovulasi dan penentuan waktu tepat Inseminasi Buatan (IB). Penelitian yang dilakukan
Stevenson, et al., (2004), pada sapi perah yang diberikan perlakuan Heatsynch (sinkronisasi
berahi) menunjukkan 89,21 % ovulasi dengan rata – rata waktu 37 – 76 jam

Anda mungkin juga menyukai