Anda di halaman 1dari 3

Prinsip Dasar Sinkronisasi Estrus pada Sapi Potong

Sinkronisasi estrus merupakan usaha untuk menyeragamkan terjadinya

gejala estrus dan ovulasi pada ternak dengan memanipulasi siklus reproduksi

betina menggunakan preparat hormon. Prinsip sinkronisasi estrus adalah

memperpanjang atau memperpendek masa hidup corpus luteum (CL) atau fase

luteal. Salah satu metode sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal

biasanya menggunakan sediaan hormon prostaglandin (PGF2α) dengan

melisiskan CL, sehingga estrus kembali terjadi. Terdapat berbagai macam sediaan

hormon PGF2α yang ada di pasaran dengan berbagai macam zat aktif seperti

luprostiol, tiaprost, dinoprost, fenprostale, dan cloprostenol. Dari berbagai macam

sediaan tersebut hanyalah cloprostenol yang memiliki dosis paling sedikit

dibandingkan dengan yang lainnya untuk menimbulkan estrus dengan baik.

Prinsip dasar dari sinkronisasi estrus adalah memanipulasi dari fenomena

siklus berahi, baik dengan cara menghambat sekresi LH ataupun memperpendek

masa hidup dari corpus luteum yang berujung pada berahi dan ovulasi. Prinsip

sinkronisasi estrus adalah pengendalian panjang siklus estrus yang dapat

dilakukan melalui dua metode, yaitu: memperpanjang masa luteal dan

memperpendek fase luteal (Ismaya, 2014). Sinkronisasi estrus bertujuan untuk

mengatur waktu IB sesuai ketersediaan waktu, tenaga, dan menginduksi terjadinya

birahi, teknik sinkronisasi sangat cocok di daerah yang ketersediaan pakannya

berlangsung musiman, maka teknik ini dapat membantu mengatur waktu bunting

sesuai ketersediaan pakan, disamping itu dapat pula mengatur waktu produksi

sesuai permintaan pasar (Kune dan Solihati, 2007).


Metode sinkronisasi berahi dapat dilakukan dengan menggunakan preparat

hormon seperti prostaglandin dan progesteron. Prostaglandin F2α (PGF2α)

bersifat luteolitik yang berperan untuk meregresikan corpus luteum (CL),

mengakibatkan penghambatan yang dilakukan hormon progesteron yang

dihasilkan oleh CL terhadap gonadotropin menjadi hilang. Akibat yang

ditimbulkannya adalah terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel dalam

ovarium. Toelihere (1995) menyatakan bahwa efek pemberian PGF2α akan

menurunkan level progesteron dan akan memberikan rebound effect terhadap

pelepasan hormon gonadotropin (FSH = follicle stimulating hormone dan LH =

luteinizing hormone, Dengan teknik ini permasalahan deteksi berahi dapat

dieliminir, sehingga pelaksanaan inseminasi buatan dapat dioptimalisasi. Usaha

ini bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan

resipien sehingga mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi

kelompok ternak, serta mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan (IB),

mengurangi waktu dan memudahkan observasi deteksi berahi, dapat menentukan

jadwal kelahiran yang diharapkan, menurunkan usia pubertas pada sapi dara,

penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator karena dapat mengawinkan

ternak pada suatu daerah pada saat yang bersamaan.

Daftar Pustaka

Balumbi, Musthamin. 2017. Respons dan Karakteristik Estrus Setelah

Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein.

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.


Ismaya. 2014. Biokteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi Dan Kerbau. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Kune, P., dan Nurcholidah S. 2007. Tampilan Berahi dan Tingkat Kesuburan Sapi

Bali Timor yang Diinseminasi. Jurnal Ilmu Ternak. 7(1):1-5.

Toelihere. M.R. 1995. Fisiologi Reproduksi Ternak. Penerbit Angkasa Bandung,

Bandung.

Anda mungkin juga menyukai