Anda di halaman 1dari 14

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruminansia menurut kata asalnya berasal dari bahasa latin, yaitu ruminae yang berarti

mengunyah kembali, sehingga ruminansia merupakan hewan mamalia yang memamah

biak atau mengunyah kembali. Spesies ternak ruminansia bagi manusia dirasakan sangat

penting keberadaannya, utamanya dalam memanfaatkan bahan pakan berserat, produsen

protein hewani, dan ternak kerja. Hewan ternak yang temasuk golongan ruminnsia adalah

sapi, kambing, domba, dan kerbau.

Ciri lain dari ternak ruminansia adalah terbaginya lambung ruminansia menjadi 4

kompartemen, yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Setiap masing masing

kompartemen memiliki fungsi yang berbeda. Diantara 4 kompartemen tersebut, rumen

menjadi kompartemen yang paling sering disoroti dalam bidang penelitian.

Peranan rumen dalam lambung ruminansia sangatlah penting, karena terdapat

mikroba didalamnya yang dapat memfermentasikan bahan pakan, sehingga memudahkan

ternak dalam mencerna bahan pakan yang diberikan. Oleh karena itu ternak ini biasa

disebut dengan bioindustri melalui suatu peristiwa bioproses. Berdasarkan paparan diatas,

sebagai mahasiswa peternakan sudah seharusnya kita mengetahui anatomi dari ternak

ruminansia, terutama antomi dan kondisi rumen ruminansia.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perkembangan rumen dan anatomi rumen ?

2. Bagaimana lingkungan rumen ?

3. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi ekosistem rumen?

4. Bagaimana gerakan dan frekuensi digesta dalam rumen?

5. Bagaimana proses metabolik hasil digesta rumen?

1.3 Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui perkembangan rumen dan anatomi rumen ?
2. Mengetahui lingkungan rumen ?

3. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi ekosistem rumen?

4. Mengetahui gerakan dan frekuensi digesta dalam rumen?

5. Mengetahui proses metabolik hasil digesta rumen?


TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Faktor Yang mempengaruhi Ekosistem Rumen

Kondisi rumen sangat penting agar proses pencernaan pakan di dalam rumen dapat

optimal. Hal ini karena proses pencernaan ruminansia tidak terlepas dari peran mikrobia

rumen yang sangat membantu dalam proses pencernaan dan penyediaan zat makanan dan

energi bagi ternak ruminansia tersebut. Jumlah mikrobia yang terdapat di dalam cairan rumen

yang dibedakan menjadi protozoa, bakteri dan fungi. (Purbawati, 2014).

Metabolisme mikroba di dalam rumen diatur oleh jumlah dan kecepatan degradasi

karbohidrat dan protein. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan kimia

pakan. (Hindratiningrum, 2011). Mikroba rumen memiliki peranan penting dalam proses

metabolisme pakan bagi ruminansia. Beberapa spesies mikroba rumen mampu menghasilkan

enzim selulase dan hemiselulase yang dapat mencerna dinding sel tanaman. Hal tersebut yang

membedakan ruminansia dengan ternak lainnya karena dapat memanfaatkan tanaman yang

mengandung serat tinggi. Mikroba rumen merupakan salah satu sumber utama protein bagi

ternak ruminansia sehingga keberadaanya sangat menentukan efisiensi pemanfaatan protein.

(Mayasari, 2014).

Peningkatan produktivitas ruminansia juga sangat tergantung dari tingkat kecernaan

pakan dan aktivitas fermentasi di rumen. Perkembangan dan pertumbuhan mikroba rumen

yang sempurna membutuhkan berbagai unsur mineral, antara lain S (belerang). Unsur S

diperlukan mikroba untuk pembentukan asam amino cystein dan cystin. Apabila pakan

ruminansia kekurangan unsur S, menyebabkan jumlah mikroba dalam rumen berkurang.

(Uhi, 2005).

Isi rumen (ruminal contents) adalah makanan yang belum dicerna secara sempurna

pada lambung pertama ruminansia dan mengandung saliva, mikroba anaerob, selulosa,

hemiselulosa, protein, lemak, karbohidart, mineral dan vitamin (Van Soest, 1982). Isi rumen

yang merupakan limbah rumah potong hewan bila tidak ditangani dengan baik dapat

mencemari lingkungan, sebaliknya isi rumen berpotensi sebagai feed additive. Menurut Gohl

(1981) isi rumen dapat mencapai 8-10% dari berat sapi atau kerbau yang dipuasakan
sebelum dipotong. Jovanovic dan Cuperlovic (1977) menyatakan mikrobia rumen dapat
meningkatkan nilai gizi bahan makanan karena adanya enzim yang dihasilkan oleh mikroba

sehingga akan meningkatkan daya cerna.

Kualitas isi rumen dipengaruhi oleh jenis makanan, mikrobia rumen dan lamanya

makanan dalam rumen. (Barnet dan Nair, 1961). Menurut Jovanovic dan Cuperlvic (1977)

kualitas isi rumen tidak begitu bervariasi antara hewan yang dipotong dari berbagai tempat,

sebab hewan dipuasakan terlebih dahulu sehingga adanya variasi dari ransum akan teratasi.

Di dalam rumen, organisme akan memfermentasi karbohidrat yang spesifik dengan

menggunakan enzim untuk mendegradasi substrat sebagai sumber energi.


PEMBAHASAN

A. Cairan Rumen

Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kondisi kantong yang dan mencampur

pakan hasil fermentasi mikroba. Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan hanya

mikroorganisme yang paling sesuai dapat hidup di dalamnya. Tekanan osmosis dalam rumen

mirip dengan tekanan aliran darah dan suhunya 38-420C. Ternak dewasa, volume rumen

mempunyai proporsi lebih besar daripada bobot badan. Ternak muda, rumen belum berkembang

dan masih didominasi oleh abomasum. Perkembangan bakteri rumen terjadi karena adanya

kontaminasi dari lingkungan dan kontak langsung induknya sehingga dengan demikian,

perkembangan populasi bakteri rumen akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur

ternak. Pemberian hijauan dan pakan berserat tinggi pada ternak ruminansia akan menstimulasi

perkembangan rumen. Rumen (sapi, kambing, domba dan ruminansia lainnya) dipadati oleh

mikroorganisme yang menghasilkan selulase sehingga dapat memecah selulosa, dan

menghasilkan D-glukosa, yang kemudian akan difermentasi menjadi asam lemak berantai

pendek, karbondioksida, dan gas metan.

B. Mikroba Rumen

a. Jenis jenis mikroba rumen

Secara garis besar terdapat 4 kelompok utama mikroba rumen, yaitu: bakteri,

protozoa, jamur dan virus. Secara kuantitatif golongan terakhir belum diketahui. Disamping

itu terdapat sejumlah amoeba yang juga belum diketahui secara pasti populasinya.

Mikroba rumen mampu mencerna pakan yang mampu mencerna pakan serat kasar yang

tinggi menjadi VFA yaitu asam asetat, propionat, butirat, valerat, dan asam isobutirat.

1. Bakteri

Bakteri rumen mempunyai fungsi penting dalam proses degradasi pakan. Beberapa

spesies bakteri rumen yang mampu mendegradasi selulose dan hemiselulosa dalam pakan

a. Bakteri Selulolitik

Bakteri selulolitik menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glukosida β

1.4,sellulosa dan dimer selobiosa, karena tidak ada organisme yang mampu mencerna serat
maka selulosa sangat tergantung pada bakteri yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan
pakan. Bakteri selulolitikakan dominan apabila makanan utama ternak berupa serat

kasar.Contoh: Ruminicoccus flavefaciens dan Ruminicoccus albus.

b. Bakteri Hemiselulolitik

Hemiselulosa berbeda dengan selulosa terutama dalam kandungan pentosa,gula

heksosa serta biasanya asam uronat. Hemiselulosa merupakan struktur polisakarida yang

penting dalam dinding sel tanaman. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisa selulosa

biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa.Contoh bakteri hemiselulolitik antara lain:

Butyrivibrio fibriosolven dan Bacteriodes ruminicola

c. Acid Utilizer Bacteria (bakteri pemakai asam)

Beberapa jenis bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat. Jenis lainnya

dapat menggunakan asam suksinat, malat dan fumarat yang merupakan hasil akhir fermentasi

oleh bakteri jenis lainnya. Asam oksalat yang bersifat racun pada mamalia akan dirombak

oleh bakteri rumen, sehingga menyebabkan ternak ruminansia mampu mengkonsumsi

tanaman yang beracun bagi ternak lainnya sebagai bahan makanan. Contoh:

Propionibacterium dan Selemonas lactilytica.

d. Bakteri Amilolitik

Bakteri yang berperan penting dalam menceerna pati. Contoh: Bacteriodes

amylophilus dan Bacteroides ruminicola.

e. Sugar Untilizer Bacteria (bakteri pemakai gula)

Hampir semua bakteri pemakai polisakarida dapat memfermentasikan disakarida dan

monosakarida. Tanaman muda mengandung karbohidrat siap terfermentasi dalam konsentrasi

yang tinggi yang segera akan mengalami fermentasi begitu sampai diretikulo-rumen.

f. Bakteri Proteolitik

Bakteri proteolitik merupakan jenis bakteri yang paling banyak terdapat pada saluran

pencernaan makanan mamalia termasuk karnivora (carnivora). Didalam rumen, beberapa

spesies diketahui menggunakan asam amino sebagai sumber utama energi. Contoh:

Bacteroides amylophilus,Clostridium sporogenes, dan Bacillus licheniformis.

g. Bakteri Methanogenik
Sekitar 25 persen dari gas yang diproduksi didalam rumen adalah gas methan.Contoh:

Methanobacterium ruminantium dan Methanobacterium formicium.

h. Bakteri Lipolitik

Enzim lipase bakteria dan protozoa sangat efektif dalam menghidrolisa lemakdalam

chloroplast. Contoh: Anaerovibrio lipolytica dan Selemonas ruminantium var. Lactilytica.

2. Protozoa

Populasi protozoa di dalam rumen berbanding lurus dengan produksi gas metan.

Karakteristik fermentasi di rumen yang mengarah pada sintesis propionat lebih

menguntungkan, karena propionat mampu mengurangi energi yang terbuang menjadi metana.

Protozoa mengandung nucleus (eukaryotic), uniseluler dan bergerak menggunakan silia atau

flagela. Jumlah protozoa dalam rumen berkisar 105 – 106/ml cairan rumen (Hungate, 1966)

dan ukuran diameternya berkisar antara 5-250 μm. Aktifitas protozoa rumen yang

mendegradasi hemicellulose menyebabkan perenggangan ikatan lignin dengan komponen

karbohidrat lainnya, seperti cellulose yang memungkinkan fermentasikarbohidrat tersebut

oleh mikrobial-enzymes. Sebagian besar komponen pakan yang dikonsumsi oleh protozoa

rumen difermentasi menjadi H2, CO2, asamasetat dan asam butirat. Sebagian besar protozoa

yang terdapat didalam rumen adalah cilliata meskipun flagellata juga banyak dijumpai.

Cilliata ini merupakan nonpathogen dan anaerobicmichroorganism. Pada kondisi rumen

yang normal dapat dijumpai ciliata sebanyak 105 -106 perml isi rumen. Protozoa sebagai

sumber protein dengan keseimbangan kandungan asam amino yang lebih baik dibandingkan

dengan bakteri sebagai makanan ternakruminansia. Selain itu ciliata/protozoa juga menelan

partikel-partikel pati sehingga memperlambat terjadinya fermentasi. Sepanjang hanya spesies

tertentu dari ciliata ini yang mampu mencerna selulosa dengan hasil akhir berupa asam lemak

terbang (VFA). Tidak seperti bakteri rumen, ciliata dapat diklasifikasikan atas dasar

morfolginya karena ukuran selnya cukup besar yaitu antara 200 - 200 mm.

Repoduksi dan siklus hidup protozoa dapat secara seksual dan aseksual. Aseksual

dengan pembelahan biner, skizogami, dan budding. Pembelahan biner atau ganda biasanya

terjadi pada flagelata, amoeba, dan ciliata. Pembelahan ganda yaitu pembelehan berulang-
ulang dimana sitoplasma mengelilingi inti kemudian sitoplasma membelah. Budding adalah
sel anak yang kecil memisahkan diri dari induknya lalu tumbuh menjadi individu baru.

Reproduksi secara dengan cara singami dan konjugasi. Singami dengan persatuan dua gamet,

sedangkan konjugasi adalah penggabungan secara temporer dua individu dari spesies yang

sama untuk melakukan pertukaran materi inti. Pada singami terbentuk dua gamet haploid

yang berkembang menjadi zigot. Pada konjugasi setelah pertukaran inti maka inti makro

berregenerasi dan inti mikro membelah beberapa kali. Kemudian bagian tersebut memisah,

bakal inti bergabung dan terjadi regenerasi inti.

Peran ciliata di dalam rumen adalah untuk mempertahankan pH melalui pengamanan

pakan yang mudah difermentasi (Readly Fermentable Carbohydrate atau RFC). Ciliata

biasanya langsung menumpuk karbohidrat di dalam tubuhnya, sehingga laju konversi RFC

yang terlalu cepat oleh aktivitas fermentasi bakteri menjadi asam laktat dapat dicegah oleh

ciliata. Laju konversi RFC yang terlalu cepat dapat menurunkan pH, karena penurunan pH

secara drastis berpengaruh terhadap populasi mikroba rumen.

Ciliata rumen dapat dibedakan menjadi 2macam yaitu:

a) Oligotrichia

Mempunyai ukuran sel lebih kecil dan hanya memiliki cilia disekitar prostoma

(mulut). Jenis ini hanya sedikit sekali menggunakan gula terlarut sebagai makananannya,akan

tetapi butir-butir pati akan menjadi sasaran utama. Beberapa spesies juga memangsa

amilopektin dari Holotricha disamping ada pula yang secara aktif menelan serat kasar

tanaman dan mencerna selulosa. Hasil penelitian terakhir meragukan kemampuan protozoa

rumen untuk dapat mencerna selulosa. Pencernaan selulosa dapat dilakukan karena protozoa

memangsa bakteri dan bakteri inilah yang akan menghasilkan enzim selulase didalam tubuh

protozoa sehingga selulosa yang dimangsa dapat dicerna. Bakteri selulolitik hidup secara

simbiosis dengan Oligotricha didalam selnya. Contoh: Diplodinium dentatum dan

Entodinium caudatum.

b) Holotricha

Mempunyai ukuran sel lebih besar dengan cilia menutupseluruh tubuh. Ciri-cirinya

pergerakannya yang cepat, bentuk sel umumnya oval. Dapat menggunakan glukosa, fruktosa,
sukrosa dan pektin. Karbohidrat akan disimpan dalam bentuk amilopektin. Jenis ciliata rumen
ini mempunyai peranan penting dalam metabolisme karbohidrat dengan jalanmenelan gula

segera setelah masuk ke rumen dan menyimpannya dalam bentuk amilopektin, yang

selanjutnya akan melepaskan kembali senyawa ini kedalam cairanrumen pada saat populasi

Holotricha mengalami lisis atau pada fase pertumbuhannya. Mekanisme ini mempunyai

pengaruh positif terhadap tersedianya karbohidrat dapat terfermentasi (fermentable

carbohydrate) bagi bakteri rumen, terutama apabila tidakterdapat lagi karbohidrat dalam

makanan misalnya pada saat ternak beristirahat. Contoh: Isotricha intestinalis dan Isotricha

prostoma.

3. Jamur

Kenyataan bahwa mikrooganisme ini selalu banyak terdapat dalam rumen ternak

ruminansia yang diberi ransum basal dengan kandungan serat kasar tinggi (misalnya jerami),

menunjukkan bahwa mikroorganisme ini mempunyai peranan pentingdalam pencernaan serat

kasar. Dalam rumen fungi mempunyai siklus hidup yang terdiri atas phase bergerak zoospora

dan phase vegetatif sporocyst. Zoospora melekat pada permukaan partikel pakan dan dalam

waktu 15 menit, spora tersebut tumbuh membentuk mycelium menghasilkan rhizoid. Rhizoid

akan mempenetrasi jaringan partikel pakan yang memungkinkan fungi rumen mendapatkan

sumber nutrient untuk tumbuh. Jamur rumen merenggangkan ikatan hemiselulosa-lignin

komplek dan melepas lignin-karbohidrat komplek.

Salah satu ciri khas jamur rumen ini bila dibandingkan dengan jenis jamur lainnya

adalah kebutuhannya akan kondisi absolut anaerobik (strictly anaerobic) untukpertumbuhan

dan terbentuknya senyawa hidrogen (H) dalam proses fermentasiselulosa. Siklus kehidupan

mikroorganisme ini dilaporkan berlangsung antara 24 – 30jam, menandakan bahwa jamur

rumen sangat erat kaitannya dengan material yangsukar dicerna. Contoh: Neocallimastix

frontalis dan Piromonas communis.

b. Interaksi antar mikroba rumen

a). Interaksi antar Bakteri

Interaksi antar bakteri terjadi baik pada bakteri yang terdapat/menenmpel padapartikel

digesta maupun yang terdapat pada ephitelium rumen. Bentuk hubungan inibiasanya bersifat
mutualisme dimana hasil hasil fermentasi oleh satu jenis bakteri akandigunakan oleh bakteri
jenis lainnya untuk pertumbuhannya.Contoh hubungan ini adalah proses fermentasi selulosa

menjadi VFA dimanaterjadi interaksi antar bakteri penghasil hidrogen dan bakteri pemakai

hidrogen.Jenis interaksi ini hampir seluruhnya menguntungkan, sehingga sangat kecil

kemungkinan untuk dilakukan manipulasi akan interaksi yang ada kecuali penghambatan

methanogenesis.

b). Interaksi antara Protozoa-Bakteri

Protozoa memangsa bakteri yangterdapat pada cairan rumen dan mencernanya

sebagai sumber asam amino bagipertumbuhannya, akibatnya biomassa bakteri akan

berkurang sehingga laju kolonisasi partikel makanan didalam rumen akan berkurang pula.

Pengaruh ini mungkin kurang nyata pada ternak ruminansia dengan pakan basal yang

mengandung banyak partikel terlarut misalnya gula, pati dan sebagainya. Akan tetapi jika

pakan basal adalah limbah pertanian, maka pengaruh penurunan biomassa bakteri akibat

dimangsa oleh protozoa akan kelihatan nyata sekali dengan diperpanjangnya lag phase yakni

suatu keadaandimana tidak terjadi pencernaan sama sekali.

Seperti telah disebutkan dimuka, kehadiran protozoa dalam jumlah/populasi tinggi

akan membantu pencegahan terjadinya acidosis apabila ransum basal berupagula terlarut atau

pati, karena protozoa akan menelan partikel gula dan pati sehingga fermentasi kedua senyawa

oleh bakteri tersebut dapat ditunda sampai senyawa tersebut dilepas kembali pada saat

terjadinya lysis atau pecahnya sel protozoa akibat terlalu banyak menyimpan amilopektin.

Diperkirakan tiap ekor protozoa dapat memangsa bakteri dengan kecepatan antara 130 -

21200 bakteri/protozoa/jam pada kondisi kepadatan bakteri 109 sel/ml. Pencernaan bakteri

dalam sel protozoa dapat berkisar antara 345 – 1200bakteri/protozoa/jam. Jumlah ini akan

setara dengan 2,4 - 45 persen bakteri bilakonsentrasi protozoa mencapai 106/ml isi rumen

domba. Kondisi optimal terjadinya predasi adalah pH rumen sekitar 6,0 dan akan menurun

apabila pH lebihtinggi atau lebih rendah dari 6,0.

c). Interaksi antara Bakteri-Jamur dan Protozoa

Populasi jamur rumen (zoospores) meningkat setelah defaunasi. Sebagai akibat

meningkatnya populasi jamur rumen setelah proses defaunasi,daya cerna serat kasar akan
meningkat secara nyata 6 – 10 unit/24 jam. Disamping itujumlah bakteri juga meningkat
apabila protozoa dihilangkan dari rumen sehingga padakondisi pakan dengan kandungan

protein rendah tapi kandungan enersi tinggi, diperolehkenaikan produksi wool serta bobot

badan. Defaunasi memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi penggunaan enersiyang

digunakan untuk proses sintesis protein mikrobial. Meskipun demikian peningkatanlaju aliran

protein mikroba ke dalam duodenum diperoleh melalui proses multiplikasihasil protein

mikroba akibat meningkatnya jumlah bahan organik yang terfermentasi di dalam rumen. Dari

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi antar mikroba rumen sangat kompleks dan

tidak menguntungkan bagi hewan inang. Protozoa denganpopulasi yang besar akan

mengurangi produktivitas ternak, melalui penurunan ratioantara asam amino dengan enersi

pada hasil pencernaan yang terserap. Hal inidisebabkan kehadiran protozoa dalam jumlah

besar akan mengurangi biomassa bakteridan juga jamur didalam rumen ternak yang diberi

pakan basal limbah pertanian ataudengan kadar serat kasar tinggi. Dalam kondisi ini laju

pencernaan serat kasar akan menurun.

C. Digesta Rumen

Isi rumen kaya akan nutrisi, limbah ini sebenarnya sangat potensial bila dimanfaatkan

sebagai pakan ternak. Kandungan rumen sapi meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat

kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, air 10,92%. Isi

rumen dapat dimanfaatkan sebagai starter apabila diproses terlebih dahulu, mengingat

kandungan yang kaya akan mutrisi dan mikroorganisme. Starter isi rumen dapat

dimanfaatkan untuk biakan bakteri/mikroba di dalamnya sebagai starter pembuat

kompos/pupuk organik dan fermentasi limbah hasil pertanian seperti jerami.

D. Aliran Udara Rumen

Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 % CO2;26,76-2%

CH4; 7% N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Karena kondisi anaerob didalam rumen

merupakan faktor yang sangat penting maka produksi CO2 pada proses fermentasi sangat

menentukan terciptanya kondisi anaerob. Kemudian tekanan permukaan cairan rumen

biasanya diantara 45 - 59 dynes/cm. Belum banyak informasi yang diperoleh tentang

pengaruh tekanan permukaan terhadap perubahan populasi mikroba rumen. Namun demikian
kasus terjadinya kembung (bloat)adalah erat kaitannya dengan perubahan tekanan
permukaan. Pada umumnya tekanan osmotik isi rumen adalah hipotonik terhadap tekanan

osmosis darah, akan tetapi akan terjadi fluktuasi sebagai akibat mengkonsumsi

pakan.Osmolalitas isi rumen akan cenderung menjadi hipertonik pada saat beberapa jam

setelah makan, sebaliknya akan menjadi hipotonik setelah minum.


DAFTAR PUSTAKA

Bryant, M .P . 1967 . Microbiology of the Rumen In Sweeson, M .J . 1970 . Duke,s

Physiology of the Domestic Animal, Cornell University Press, London.

Fajar, A. P. 2013. Amonia Cairan Rumen, pH dan Urea Plasma Darah Kambing Kacang

Jantan yang Mendapatkan Wafer Pakan Komplit Mengandung Tongkol Jagung.

Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hassanudin.

Hendrawan S. Mikrobiologi Rumen. Bahan Kuliah Nutrisi Ruminansia Jurusan Nutrisi &

Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya- Malang.

Hidratiningrum, N., Bata, M., dan Santosa, S. A. 2011. Produk Fermentasi Rumen dan

Produksi Protein Mikroba Sapi Lokal yang Diberi Pakan Jerami Amoniasi dan

Beberapa Bahan Pakan Sumber Energi. Agripet. Vol. 11(2): 29-34.

Ismartoyo. 2011. IlmuNutrisiRuminansia. Buku Ajar, Jurusan Nutrisi dan Makan Ternak

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Khasanah U. 2009. Identifikasi Ciliata di Dalam Rumen Sapi Brahman Cross, Peranakan

Ongole, Sumba Ongole dan Frisien Holstein Lampung. Skripsi. Program Studi

Biologi Fakultas Sains dan Tekhnologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Mayasari, I., Kusmartono, dan Marjuki. 2014. Pengaruh Penambahan Daun Tanaman Pohon

dalam Pakan Berbasis Ketela Pohon (Manihot Utilissima) terhadap Produksi Gas,

Konsentrasi N-NH3 dan Efisiensi Sintesis Protein Mikroba secara In-Vitro. Fakultas

Peternakan. Universitas Barawijaya.

Muhtarudin dan Liman. 2006. Penentuan Tingkat Penggunaan Mineral Organik Untuk

Memperbaiki Bioproses Rumen pada Kambing Secara In-Vitro. Jurnal Ilmu-Ilmu

Pertanian Indonesia. Vol. 8(2): 132-140.

Nugroho, P.C . 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan.

Prihartini1, I & Khusnul, K. 2011. Produksi Probiotik Rumen Berbasis Bakteri Lignichloritik

dan Aplikasinya pada Ternak Sapi Perah. Jurnal Gamma Volume 7, Nomor 1,
September 2011: 27 – 31.
Purbawati, E. 2014. Karakteristik Cairan Rumen, Jenis, dan Jumlah mikroba Dalam Rumen

Sapi Jawa dan Peranakan Ongole. Buletin Peternakan. Vol. 38(1) : 21-26.

Suwandi. 1997. Peranan Mikroba Rumen Pada Ternak Ruminansia. Lokakarya Fungsional

Non Peneliti. 15-19

Uhi, H. T., dkk. 2005. Pengujian in Vitro Gelatin Sagu, Sumber NPN, Mineral Kobalt dan

Seng pada Cairan Rumen Domba. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 5(2): 53-57.

Anda mungkin juga menyukai