200110130238
Nabila Nuzul
200110130245
Nadia Nurjannah
200110130248
200110130257
Uus Usman
200110130272
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ternak ruminansia adalah suatu ternak yang mempunyai lambung lebih
dari satu (poligastrik) dan proses pencernaannya mengalami ruminasi. Salah satu
keunggulan ternak ruminansia adalah mapu memamfaatkan Nitrogen yang bukan
berasal dari protein untuk membentuk protein seperti Non Protein Nitrogen
(NPN). Saluran pencernaan ternak ruminansia terdiri dari ; mulut, esophagus,
lambung, usus halus, usus besar (colon ) dan rectum.
Ruminansia
mempunyai
kemampuan
yang
unik
yakni
mampu
mengkonversi pakan dengan nilai gizi rendah menjadi pangan berkualitas tinggi.
Proses konversi ini disebabkan oleh adanya proses Microbial fermentation atau
fermentasi microbial yang terjadi dalam rumen. Proses ini mengekstraksi zat
makanan dari pakan menjadi pangan tersebut melalui berbagai proses
metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme. Populasi mikroba yang terdiri
atas bacteria, protozoa, fungi dan kapang melakukan fermentasi yang dikenal
dengan enzymatic transformation of organic substances, karena mikroba tersebut
menghasilkan berbagai enzim.
Mirkrobial rumen ini juga dapat menguntungkan dan merugikan, selain itu
terdapat buffer saliva untuk memudahkan dalam pencernaan pakan. Kegunaan
dari saliva dan mikroba rumen sangat menunjang pertumbuhan dari ternak
ruminansia itu sendiri. Maka dari itu sangat penting untuk mempelajari proses
pencernaan fermentatif pada rumen untuk dapat memaksimalkan proses
fermentatif dalam rumen tersebut.
digesta
Apa saja keuntungan dan kerugian adanya proses pencernaan fermentatif
dalam rumen
Bagaimana sistem buffering dari saliva yang terjadi
partikel digesta
Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian adanya proses pencernaan
II
PEMBAHASAN
2.1.
Rumen
Pencernaan fermentatif merupakan proses yang dapat meningkatkan
pencernaan bahan makanan dalam rumen, karena pada ternak ruminansia
pencemaan makanan sangat tergantung pada aktifitas mikroorganisme. Aktifitas
mikroorganisme rumen dipengaruhi oleh kandungan zat-zat makanan dalam
ransum (Oh dkk., 1969).
Menurut (Aurora, 1989), rumen merupakan tabung besar dengan berbagai
kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Isi
rumen pada ternak ruminansia berkisar antara 10-15% dari berat badan ternak
tersebut. Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan mikroorganisme yang paling
sesuai dan dapat hidup serta ditemukan di dalamnya. Tekanan osmosis pada
rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 3242C, pH dalam rumen kurang lebih tetap yaitu sekitar 6,8 dan adanya absorbsi
asam lemak dan amonia berfungsi untuk mempertahankan pH. Proses pencernaan
dalam rumen ini sangat bergantung pada species-species bakteri dan protozoa
yang berbeda dan saling berinteraksi melalui hubungan simbiosis.
Adanya mikroba dan aktifitas fermentasi di dalam rumen merupakan salah
satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak ruminansia dengan
ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang
masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang dapat
dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang dimana aktifitas mikroba
tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi (Yan Offer dan
Robert 1996).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang
mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids =
VFAs) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam
isobutirat dan asam isovalerat. VFAs diserap melalui dinding rumen dan
mikroba.Temperatur
di
dalam
rumen
berkisar
antara
38O
42O sedangkan pH rata ratanya 6.8 atau berkisar antara 6 7. Mikroba yang ada
di dalam rumen terdapat pada partikel makanan, dalam cairan rumen dan
menempel pada dinding rumen.
Penurunan konsentrasi amonia dalam rumen dapat dilihat dari penurunan
konsumsi pakan akibat menurunnya proses perombakan komponen pakan oleh
mikroba. Konsentrasi amonia untuk degradasi optimum pakan berserat harus di
atas 200 mg/liter cairan rumen. Pemberian urea dalam air minum hanya dapat
dilakukan jika konsentrasi amonia cairan rumen sangat rendah (<50 mg/liter) dan
amonia diasumsikan sebagai faktor pembatas utama penurunan pertumbuhan dan
aktivitas mikroba. Pemanfaatan amonia sangat tergantung pada ketersediaan
faktor lain seperti kerangka karbon yang berasal dari karbohidrat mudah
terfermentasi.
Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri
dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi
tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston dan Leng 1987).
2.1.1. Bakteri
Bakteri memiliki populasi terbanyak antara 10 9-1010 sel/mil cairan rumen
ukurannya berkisar antara 0.3-50 m. Bakteri tersebut berbentuk spiral
(Streptococcus) dan yang berbentuk batang (Eubakterium) dan bakteri yang
berbentuk bulat.Bakteri bentuk batang dan spiral hidup secara anaerob sedangkan
bentuk coccus gram negative ada yang hidup aerob. Selain itu ada juga bakteri
fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup pada kondisi sedikit oksigen misalnya
streptococcus. Jenis-jenis bakteri pada rumen dibedakan berdasarkan substrat
yang didegradasi. Yaitu bakteri Selulolitik, bakteri Hemiselulolitik, bakteri
amilolitik, bakteri proteolitik, bakteri lipolitik, bakteri methanogenik,bakteri
ureolitik, Sugar Untilizer Bacteria (bakteri pemakai gula),danAcid Utilizer
Bacteria (Bakteri Pemakai Asam).
2.1.2. Protozoa Rumen
Berdasarkan fungsinya terdapat beberapa kelompok protozoa yaitu
kelompok protozoa pencerna protein (misal Ophryoscolex caudatus), pencerna
selulosa, hemiselulosa dan pati (antara lain Diplodonium ostracodinium).
Kelompok protozoa pencerna selulosa, glukosa, pati dan sukrosa antara lain
diplodinium polyplastron.
Kelompok protozoa pencerna gula, glukosa, pati dan pectin antara lain
isotricha intestinalis. Kelompok protozoa pencerna maltosa, glukosa, selobiose
antara lain dasytricha ruminantrium. Kelompok protozoa pencerna maltosa, pati
dan sukrosa antara lain Entodinnium caudatum.
Protozoa hidup anaerob oleh karena itu apabila kadar oksigen dalam
oksigen tinggi maka protozoa akan mati karena tidak dapat membuat ciestee.
Populasi protozoa tertinggi apabila makanan yang dikonsumsi ternak mengandung
banyak gula terlarut yaitu mencapai 4x106 sel/ml cairan rumen. Apabila
kekurangan gula terlarut popolasi akan mencapai titik terendah yaitu 10 5 sel/ml
(Preston dan Leng, 1987) oleh karena itu total biomassa protozoa hampir sama
dengan total biomasa bakteri.
Populasi yang terbanyak adalah ciliate yaitu berkisar antara 10 5
106 sel/ml (pada kondisi ternak sehat), sedangkan populasi flagelata berkisar
antara 102-104 sel/ml, dengan ukuran berkisar antara 4,0 sampai 15,0 m.
Protozoa dibagi berdasarkan morfologinya, yaitu :
2.1.3. Fungi
Fungi rumen bersifat anaerob yang terdapat dalam rumen sebagian besar
mencerna serat kasar. Populasinya berjumlah 103-105 sel/ml cairan rumen.
Meskipun populasinya sedikit, namun sangat berperan dalam mencerna serat
kasar. Fungi Rumen sangat efektif mdalam melonggarkan ikatan jaringan tanaman
dan diperkirakan menjadi mikroba rumen pertama yang mencerna struktur
tanaman.
Fungi akan memecah ikatan hemiselulosa-lignin dan melarutkan
pelindung lignin, tapi tidak mendegradasi lignin. Komponen tanaman dari
berbagai hijauan menyebabkan peningkatan yang besar populasi fungi.Secara in
vitro, perkembangan aktivitas fungi rumen dihambat oleh bakteri rumen karena
pemanfaatan N dan asam laktat oleh bakteri.
Fungi terdiri dari Yeast (ragi) seperti Saccharomyces dan Mould (Jamur).
Untuk hidupnya, jamur seperti Neocallimastix frontalis, Piramonas communis,
dan Sphaeromonas communis, membutuhkan kondisi anaerob.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Populasi Mikroba Rumen
Beberapa faktor telah diketahui sebagai kendala terhadap populasi
mikroba rumen. Faktor-faktor tersebut antara lain: suhu, komposisi gas, pengaruh
osmotik dan ionik, keasaman, tersedianya nutrisi dan keluarnya cairan atau
masuknya aliran ke rumen. Lambung ruminansia secara umum dapat dipandang
sebagai wahana yang idealbagi pertumbuhan mikroorganisme karena adanya
faktor:
(VFA) serta konsentrasi bikarbonat dan fosfat yang disekresikan oleh hewan yang
bersangkutan dalam bentuk saliva. Konsentrasi VFA pada umumnya menurun
dengan menignkatnya keasaman rumen. Untuk menjaga agar pH rumen tidak
menurun atau meningkat secara drastis maka perlu adanya hijauan didalam
ransum dalam proporsi yang memadai ( 40 persen dari total ransum atau dengan
kadar serat kasar sekitar 20 persen) dimana 70 persen dari serat kasar ini harus
dalam bentuk polisakarida berstruktur untuk dapat merangsang produksi saliva
selama proses ruminasi.Akibat terjadinya perubahan keasaman rumen, komposisi
mikroba akan berubah.
Apabila pH rumen mendekati 6, jumlah bakteri asam laktat (misalnya
gram positif batang) akan meningkat sehingga konsentrasi asam laktat didalam
rumen akan meningkat.
2.1.4.3 Komposisi gas
Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 persen
CO2; 26,76-27 persen CH4; 7 persen N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Karena
kondisi anaerob didalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka
produksi CO2 pada proses fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi
anaerob.
Mekipun O2 juga dijumpai didalam rumen terutama pada bagian saccus
dorsalis, tekanan O2 pada digesta rumen sangat kecil. Oksigen yang masuk
kedalam rumen melalui proses menelan akan segera digunakan oleh bakteribakteri fakultatif anaerobic seperti Sterptococcus bovis. Salah satu akibat dari
proses ini adalah redox potensial (EH) didalam rumen akan selalu konstan dan
rendah yaitu berkisar antara -250 mV sampai dengan -450 mV. Peranan hidrogen
dalam proses produksi methana adalah sebagai sumber elektron, sehingga
rendahnya kadar H2 didalam rumen merupakan petunjuk adanyaaktivitas
menggunakan H2 untuk mengurangi CO2menjadi CH. Disamping itu, karena
untuk membentuk 1 mol CH4 diperlukan 4 mol H2, maka laju penggunaan H2
adalah empat kali laju produksi methana, sehingga H 2 didalam rumen tidak pernah
terakumulir.
2.1.4.4 Nutrisi
Komposisi pakan sangat menentukan terhadap hasil akhir fermentasi serta
laju pengenceran (dilution rate) isi rumen. Jika ransum basal mengandung serat
kasar tinggi maka bakteri selulolitik akan dominan karena kehadirannya
menentukan terjadinya proses fermentasi selulosa. Sebaliknya protozoa akan
berkurang jumlahnya. Jamurrumen karena sifatnya adalah selulolitik akan
meningkat jumlahnya pada kondisi ini. Keadaan yang sebaliknya akan terjadi jika
proporsi konsentrat meningkat dalam pakan.Dengan meningkatnya frekuensi
makan (karena bertambahnya frekuensi suplai makan) fluktuasi pH rumen akan
berkurang. Hal ini akan meningkatkan populasi mikroba. Peningkatan populasi
protozoa dari 1,15 x 106 menjadi 3,14 x 106 telah dilaporkan jika frekuensi
pemberian pakan ditingkatkan dari satu kali menjadi empat kali sehari. Konsumsi
sukarela (voluntary intake) ransum dapat ditingkatkan tiga sampai empat kali
kebutuhan hidup pokok apabila konsentrat diberikan dalam ransum. Dengan
meningkatnya konsumsi, volume rumen dan sekresi saliva ke rumen serta laju
pengeluaran digesta dari rumen akan meningkat.
2.1.4.5 Faktor-Faktor Lain
Pemberian antibiotika dalam ransum akan menurunkan populasi bakteri.
Demikian pula pemberian bahan detergent akan dapat mematikan protozoa. Bahan
detergent seperti Manoxol OT, Aerosol OT dan Alkanate lazim digunakan sebagai
bahan untuk defaunasi. Bahan anti jamur seperti Actidions juga telah dilaporkan
dapat mematikan jamur rumen, meskipun penelitian lain gagal menggunakan
Actidions untuk menghilangkan jamur dari dalam rumen.
Tiap individu mempunyai variasi jenis dan jumlah mikroba yang berbeda.
Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal tingkah laku
makan dan minum atau adanya perbedaan dalam hal volume rumen serta laju
pengeluaran isi rumen ke alat pencernaan lainnya.
Seperti dijelaskan dimuka bahwa mikroba rumen membutuhkan zat-zat
essensial tertentu untuk pertumbuhan. Penggunaan polisakarida oleh protozoa
akan berakibat pengurangan substrat bagi bakteri sehingga populasi bakteri
pemakai polisakarida akan menurun bila kondisi ini terjadi di dalam rumen.
faktor
menjaga agar pH rumen tidak menurun atau meningkat secara drastis maka perlu
adanya hijauan di dalam ransum dalam proporsi yang memadai ( 40 persen dari
total ransum atau dengan kadar serat kasar sekitar 20 persen) dimana 70 persen
dari serat kasar ini harus dalam bentuk polisakarida berstruktur untuk dapat
merangsang produksi saliva selama proses ruminasi.
c) Pengaruh osmotik dan ionic
Pada umumnya tekanan osmotik isi rumen adalah hipotonik terhadap
tekanan osmosis darah, akan tetapi akan terjadi fluktuasi sebagai akibat
mengkonsumsi pakan. Osmolalitas isi rumen akan cenderung menjadi
hipertonik pada
setelah makan,
sebaliknya
akan menjadi
hipotonik setelah minum. Pada umumnya tekanan osmotik isi rumen adalah
hipotonik terhadap tekanan osmosis darah, akan tetapi akan terjadi fluktuasi
sebagai akibat mengkonsumsi pakan. Osmolalitas isi rumen akan cenderung
menjadi hipertonik pada saat beberapa jam setelah makan, sebaliknya akan
menjadi hipotonik setelah minum.
d) Komposisi Gas
Komposisi gas di dalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35
%CO2;26,76-2% CH4; 7% N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Karena kondisi anaerob
di dalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka produksi CO 2
pada proses fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi anaerob.
e) Tekanan Permukaan
Tekanan permukaan cairan rumen biasanya diantara 45-59 dynes/cm.
Belum banyak informasi yang diperoleh tentang pengaruh tekanan permukaan
terhadap perubahan populasi mikroba rumen. Namun demikian kasus terjadinya
kembung (bloat) adalah erat kaitannya dengan perubahan tekanan permukaan.
f). Variasi Harian
Konsentrasi mikroba rumen akan berfluktuasi sepanjang hari. Beberapa
faktor penyebabnya antara lain : makanan, kelaparan (starvation) dan pengenceran
(dilutionrate) cairan rumen. Fluktuasi protozoa mungkin erat kaitannya dengan
perubahan pH rumen disamping faktor lainnya.
g) Nutrisi
Enersi yang diperlukan mikroba diperoleh dari proses fermentasi
polimertanamanterutama selulosa dan pati dengan menghasilkan VFA, CH 4 dan
CO2. Sedangkan untuk proses biosintesis diperoleh dari protein yaitu dari unsurunsur C, H, O, N dan S.
2.2.
rata-rata ukuran partikel dari sejumlah pakan atau komposisi sampel (McEllhiney,
1994). Ukuran partikel dapat ditentukan dengan menggunakan metode tyler sieve
(Henderson dan Perry, 1976) dan median particle size (Giger-Reverdin, 2000).
Ukuran partikel mempengaruhi luas permukaan yang tersedia bagi penempatan
dan multiplikasi mikro-organisme rumen (Giger-Reverdin, 2000) Weston (2002)
menambahkan bahwa partikel yang lolos dari saringan 1200 m memiliki laju
dipengaruhi
beberapa
faktor
yaitu;
ketersediaan
energi
mudah
2.3.
Ruminansia
Keuntungan Pencernaan Fermentatif :
dalam usus
Mampu menampung lebih banyak makanan
Dapat mencerna makanan yang mengandung serat kasar yang tidak dapat
protein
Dapat meningkatkan nilai hayati protein
2.4.
pH jika penambahan sedikit asam maupun sedikit basa. Buffer dibuat dari asam
lemah dengan garam dari basa konjugasinya atau basa lemah dengan garam dari
asam konjugasinya. Kebutuhan buffer kadang menyulitkan karena hampir setiap
analisa membutuhkan kondisi pH tertentu yang relatif stabil. Dalam memilih
buffer yang harus diperhatikan adalah pH optimum serta sifat-sifat biologisnya.
Banyak jenis buffer yang mempunyai impact terhadap sistem biologis, aktivitas
enzim, substrate, atau kofaktor (Riyadi, 2009).
Larutan penyangga ada dua yaitu larutan penyangga yang bersifat asam
dan larutan penyangga pada kondisi basa. Buffer asam adalah larutan yang
mempertahankan pH pada daerah asam yakni pH<7. Jika larutan mengandung
konsentrasi molar yang sebanding antara asam dan garam, maka campuran
tersebut akan memiliki pH 4,76. Contohnya adalah campuran asam etanoat dan
natrium etanoat dalam larutan. Sedangkan buffer basa adalah larutan yang dapat
mempertahankan pH pada kondisi basa yakni pH>7. Jika keduanya dalam
keadaan perbandingan molar yang sebanding, larutan akan memiliki pH 9,25.
Contohnya adalah campuran larutan amonia dan larutan amonium klorida. (Clark,
2007).
Larutan buffer adalah larutan yang mengandung asam lemah atau basa
lemah
dan
garamnya.
Larutan
buffer
mempunyai
kemampuan
dalam
III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S. P dalam
OH.H.K. Longhurst, W.M. and Jones, M.B. 1969. Reaction Nitrogen intake to
Rumen Microba Activity and Consumption Quality Roughoge by sheep.
Animal Sci, 28 : 272.
Preston dan Leng. 1987. Management and Feeding of Buffalo. VikasPubl House
put. New Delhi.
Reksohadiprodjo, S dalam Usman Yunasari 2015. Serat dan sifat menciri
fisiokimia hijauan pakan. Dalam: Kursus Singkat Teknik Evaluasi Pakan
Ruminansia. Fakultas Peternakan, UGM, Yogyakarta.
Riyadi, Wahyu. 2009. Berbagai Larutan Buffer. Sciencebiotech.net (diakses
tanggal 1 Maret 2016).
Rohimah, 2010. Buffer. http://www.scribd.com (diakses tanggal 1 Maret 2016)
Schneider, B. H & William. P. F dalam Marpaung Corry A. 2011. The Evaluation
of Feeds Through Digestibility Experiments. The University of Georgia
Press, Athens.
Tomaszewska, M.V., Mastika, I.M., Djajanegara, A., Susan Gardier., dan Tantan,
R.W dalam Usman Yunasari. 2015. Produksi Kambing dan Domba di
Indonesia. Editor. Sebelas Maret University Press, Dirjen P.T. Australian
International Development Assistance Bureau and Small Ruminant
Collaborative Research Support Program, Surakarta.
Van Soest, P. J dalam Marpaung Corry A. 2011. Nutritional Ecology of the
Ruminant. 2nd ed. Cornell University Press, Ithaca, New York