Anda di halaman 1dari 8

A.

Peranan Mikroba Rumen

Adanya mikroba dan aktifitas fermentasi di dalam rumen merupakan salah

satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak ruminansia dengan

ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk

ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh

mikroba maupun induk semang dimana aktifitas mikroba tersebut sangat tergantung

pada ketersediaan nitrogen dan energy (Offer dan Robert, 1996). Kelompok utama

mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan

jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang

dikonsumsi ternak (Preston dan Leng, 1987).

Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang

mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids = VFA’s)

yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat

dan asam isovalerat. VFA’s diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai

sumber energi oleh ternak. Sauvant dan Milgen (1995) menyebutkan bahwa 2/3 – 3/4

bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein

mikroba. Produk akhir fermentasi protein akan digunakan untuk pertumbuhan

mikroba itu sendiri dan digunakan untuk mensintesis protein sel mikroba rumen

sebagai pasokan utama protein bagi ternak ruminansia. Menurut Aurora (1995)

sekitar 47% sampai 71% dari nitrogen yang ada di dalam rumen berada dalam

bentuk protein mikroba.


Bakteri

Bakteria dalam rumen dengan bantuan enzim-enzimnya melaksanakan proses

fermentasi. Bakteria Butyrivibrio fibrisalvens dan Bacterioides ruminicola dapat

memfermentasi saponin, glikosida, polisakarida dan berbagai gula. Hasil akhir

fermentasi dapat berupa asam-asam lemak volatil, CO2 hidrogen dan metan

(Siswanto, 2017). Yokoyama dan Johnson (1988), mengklasifikasikan bakteri

menjadi 8 kelompok didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dan hasil akhir

fermentasi. Berikut contoh-contoh species bakterinya:

1. Bakteri Selulolitik

Bakteri yang mempunyai kemampuan untuk memecah selulosa dan mampu

bertahan pada kondisi yang buruk pada saat makanan yang mengandung serat

kasar yang tinggi. Contoh : Bacteroides sussinogenes (bentuk batang),

Ruminococcus albus (bentuk bulat).

2. Bakteri Proteolitik

Mempunyai kemampuan untuk memecah protein, asam amino dan peptida

lain menjadi amonia (Orskov, 1982). Contoh : Bacteroides ruminocola,

Selenomonas ruminantium.

3. Bakteri Methanogenik

Merupakan bakteri yang dapat mengkatabolisasi alkohol dan asam organik

menjadi methan dan karbondioksida (Tjandraatmaja, 1981). Contoh:

Methanobacterium formicium, Methanobrevibacter ruminantium.


4. Bakteri Amilolitik

Merupakan bakteri yang dapat memfermentasikan amilum . Bakteri jenis ini

relatif lebih tahan terhadap perubahan pH dibandingkan dengan bakteri

selulolitik, dapat bekerja pada pH 5,7-7,0 (Orskov, 1982). Contoh:

Clostridium lochheaddii, Streptococcus bovis, Bacteroides amylophilus.

5. Bakteri yang memfermentasikan gula

Bakteri yang memfermentasikan amilum, sebagian besar mampu

memfermentasikan gula sederhana . Contohnya : Eurobacterium ruminantium,

Lactobacillus ruminus.

6. Bakteri Lipolitik

Merupakan bakteri rumen yang dapat menghidrolisis lemak menjadi gliserol

dan asam lemak. Hal ini dapat berlangsung karena adanya enzim lipase yang

dapat memecah lemak (Tamminga dan Doreau, 1991). Contohnya:

Anaerovibrio livolytica, Veillonella alcalescens.

7. Bakteri pemanfaat Asam Contohnya : Selonomonas dan Veillonella

alcalescens.

8. Bakteri Hemiselulotitik

Hemiselulosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam tanaman yang tidak

larut dalam air tetapi larut dalam asam dan alkali. Hemiselulosa ini terdapat

dalam tanaman yang menjadi pakan temak dalam jumlah besar. Contohnya :

Ruminococcus sp, Butyrivibrio fibriosolvens.


Protozoa dan Jamur

Meskipun dianggap tidak banyak berperan, akan tetapi kemungkinan protozoa

mempunyai andil dalam proses fermentasi karena memiliki kemampuan

mendegradasi komponen utama pakan. Salah satu protozoa bersilia yang memiliki

peran penting dalam rumen adalah Diploplastron affine. Protozoa tersebut umum

terdapat pada hewan ternak dan memiliki kemampuan mencerna selulosa serta

karbohidrat asal bijian (Wereszka and Michałowski, 2012). Lebih lanjut, holotrich

protozoa, meskipun dalam jumlah yang sedikit juga memiliki enzim yang

bertanggung jawab untuk degradasi selulosa dan hemiselulosa. Selain hal tersebut

diatas, Nagaraja (2016) menyatakan bahwa Holotrichid bersilia adalah protozoa

pengguna utama gula terlarut sedangkan sebagian besar entodiniomorph

memanfaatkan berbagai macam substrat. Hampir semua jenis entodiniomorph mampu

mencerna partikel tanaman pakan serta memanfaatkan karbohidrat dari dinding sel.

Beberapa contoh spesies protozoa dan jamur diantaranya :

1. lsotricha intestinalis (memfermentasi gula, pati dan pektin)

2. Dasytricha ruminantium (pencerna pati, maltosa, dan glukosa)

3. Entodinium caudatum dan Diplodinium sp.

Sedangkan jamur Neocalimastik sp dan Orpinomyces kelompok fungsi

selulolitik (Winugroho dkk., 1997). Fungi memiliki peran dalam fermentasi rumen

yaitu sebagai pencerna pakan berserat karena fungi membentuk koloni pada jaringan

selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman, sehingga

pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen (Kamra, 2005).
B. Populasi dan Spesies Dominan

Secara umum terdapat empat jenis mikroorganisme rumen, yaitu bakteri (10 10-

1011 sel/ml), protozoa (104-106/ml, fungi anaerob (103-105 zoospora/ml), dan

bakteriofag (108-109 /ml) (Kamra, 2005).

Ada tiga macam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen, yaitu bakteri,

protozoa dan sejumlah kecil jamur. Volume dari keseluruhan mikroba diperkirakan

meliputi 3,60% dari cairan rumen (Bryant, 1970) . Bakteri merupakan jumlah besar

yang terbesar sedangkan protozoa lebih sedikit yaitu sekitar satu juta/ml cairan rumen

. Jamur ditemukan pada ternak yang digembalakan dan fungsinya dalam rumen

sebagai kelompok selulolitik (Mc Donald, 1988). bakteri merupakan biomassa

mikroba yang terbesar di dalam rumen, berdasarkan letaknya dalam rumen, bakteri

dapat dikelompokkan menjadi

a. Bakteri yang bebas dalam cairan rumen (30% dari total bakteri).

b. Bakteri yang menempel pada partikel makanan (70% dari total bakteri) .

c. Bakteri yang menempel pada epithel dinding rumen dan bakteri yang

menempel pada protozoa (Preston dan Leng, 1987) .

Jumlah bakteri di dalam rumen mencapai 1-10 milyar/mI cairan rumen.

Selanjutnya (Yokoyama dan Johnson, 1988) menyatakan bahwa terdapat tiga bentuk

bakteri yaitu bulat, batang dan spiral dengan ukuran yang bervariasi antara 0,3-50

mikron. Kebanyakan bakteri rumen adalah anaerob, hidup dan tumbuh tanpa

kehadiran oksigen. Walaupun demikian masih terdapat kelompok bakteri yang dapat

hidup dengan kehadiran sejumlah kecil oksigen, kelompok ini dinamakan bakteri
fakultatif yang biasanya hidup menempel pada dinding rumen tempat terjadi difusi

oksigen ke dalam rumen (Czerkawski, 1988).

Secara normal jumlah protozoa bersilia adalah 105 per ml pada pakan berserat

kasar tinggi, namun jumlah ini meningkat menjadi 106 per ml pada rumen yang telah

beradaptasi dengan sumber pakan yang banyak mengandung gula-gula terlarut.

Protozoa bersifat anaerob dan apabila kadar oksigen maupun nilai pH isi rumen tinggi

maka protozoa tidak dapat membentuk cyste untuk mempertahankan diri dari

lingkungan yang tidak sesuai sehingga dengan cepat akan mati.


DAFTAR PUSTAKA

Yokoyama, M. T. and Johnson, K.A. 1988. Microbiology of The Rumen and Intestin.

Prentice Hall. New Jersey.

Siswanto. 2017. Diktat Fisiologi Veteriner II :Pencernaan. Laboratorium Fisiologi

Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Bali.

Wereszka, K., & Michałowski, T. (2012). The ability of the rumen ciliate protozoan

Diploplastron affine to digest and ferment starch. Folia Microbiologica, 57(4), 375–

377.

Nagaraja, T. G. (2016). Microbiology of the rumen. in rumenology (pp. 39–61).

Cham: Springer International Publishing.

Winugroho, M., Yantyati. W., Suharyono, Typuk Artiningsih, Yeni. W. dan Cornelia

Hendratno. 1997. Laporan Riset Unggulan Terpadu III. Balitnak Ciawi. Bogor.

Bryant, M.P. 1967. Microbiology of the Rumen In Sweeson, M.J. 1970. Duke,s

physiology of the Domestic Animal, Cornell University Press, London .

McDonald, P. Edwards, R.A. Greenhalq, J.F.D. Animal Nutrition. 4 th ed Longman

Scientific and tehnical, Hongkong .

Preston and Leng. 1987. Matching Ruminant Produktion Systems With Available

Resource in the Tropik and Sub Tropik Penambul Books Armidale. New South

Wales, Australia.

Czerkawski, J.W. 1988. An Introduction to Rumen Studies. 1 st. ed. Studies

Pergamon Press. New York.

Kamra, D.N. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Journal Current Science. 89(1) :

124-135.
Offer, Y., and Robert. 1996. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia.

[Online]. Tersedia http://Jajo66.wordpress.com. (Diakses tanggal 5 April 2020).

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta.

Sauvant, D dan J. van Milgen. 1995. Dynamic aspects of carbohydrate and protein

breakdown and the associated microbial matter synthesis. In : Ruminant Physiology :

Digestion, Metabolism, Growth and Reproduction (Engelhardt et al, Ed). Proc. of the

eight International Symposium on Ruminant Physiology. Stuttgart Germany. 7187.

Anda mungkin juga menyukai