Anda di halaman 1dari 15

4

MAKALAH BIOLOGI

ILMU NUTRISI TERNAK ( NON RUMINANSIA DAN RUMINANSIA)

ENERGI METABOLISME PADA UNGGAS

DOSEN PENGAMPU : Dein Iftitah

Disusun Oleh :

Muhamad Abdu rohman ( 220311016)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

TAHUN 2022/2022
5

PERBEDAAN TERNAK RUMINANSIA DAN NON


RUMINANSIA (UNGGAS)

Ternak dapat berupa binatang yang telah mengalami domestikasi. Ternak dapat
dibagi menjadi ternak rumniansia, non ruminansia (unggas) dan pseudoruminan
(kuda dan kelinci). ayam, angsa, kalkun, atau itikdapat digolongkan kedalam ternak
non ruminansia (unggas) dan untuk sapi, kambing, domba, kuda, dan kerbau masuk
kedalam ternak ruminansia. Kali ini saya akan membahas tentang perbadaan antara
ternak ruinansia dan ternak non ruminansia(unggas). Perbedaan antara ternak
ruminansia dan non ruminansia (unggas) dapat dilihat dari sistem pencernaannya,
kebutuhan nutrisi, pakan serta cara memanfaatkan pakan tersebut untuk
berproduksi.

1. PENGERTIAN RUMINANSIA DAN NON RUMINANSIA


a. Ruminansia

Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari


ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal
dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau
memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan
memamah biak. Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan
tanaman, sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose,
hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat
kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric
animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
6

abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam


mencerna serat kasar.

Ruminansia mempunyai kemampuan yang unik yakni mampu


mengkonversi pakan dengan nilai gizi rendah menjadi pangan berkualitas
tinggi. Proses konversi ini disebabkan oleh adanya
proses Microbial fermentation atau fermentasi microbial yang terjadi
dalam rumen. Proses ini mengekstraksi zat makanan dari pakan menjadi
pangan tersebut melalui berbagai proses metabolisme yang dilakukan oleh
mikroorganisme. Populasi mikroba yang terdiri atas bacteria, protozoa, fungi
dan kapang melakukan fermentasi yang dikenal
dengan enzymatic transformation of organic substances, karena mikroba
tersebut menghasilkan berbagai enzim (Steve Bartle, 2006). Peranan
mikroorganisme dalam saluran pencernaan ruminansia sangat penting,
karena untuk merombak selulosa diperlukan enzim selulase yang hanya
dibentuk dalam tubuh mikroorganisme. Melalui proses simbiose mutualisme,
mikroorganisme memanfaatkan sebagian bahan yang diambil ruminansia
sebagai induk semang dan digunakan untuk perkembangbiakan
mikroorganisme, selanjutnya mikroorganisme membantu memfermentasi
bahan tersebut yang menghasilkan bahan lain yang mampu dimanfaatkan
oleh induk semang. Mikroorganisme ini yang terdiri atas bakteri, protozoa,
dan jamur, dapat merupakan sumber protein berkualitas tinggi bagi induk
semang

b. Non Ruminansia (unggas)

Ternak nonruminansia tergolong pada ternak monogastrik, yaitu


ternak yang memiliki lambung tunggal. Sistem perncernaan ternak ini tidak
sempurna dibandingkan dengan ternak ruminansia.

2. PAKAN

Bahan pakan biasanya dibedakan untuk ternak ruminansia dan non


ruminansia, karena adanya perbedaan dalam system pencernaan kedua jenis
ternak tersebut. Berbeda halnya dengan ternak ruminansia, ternak non
ruminansia mempunyai kemampuan yang sangat terbatas dalam mencerna
7

bahan pakan berserat kasar tinggi. Pakan untuk ternak ruminansia adalah hijauan
sedangkan untuk ternak non ruminansia (unggas) berupa biji-bijian.

Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara ternak non-ruminansia


dan ruminansia dalam menggunakan zat makanan sebagai sumber energi.
Sumber energi utama untuk ternak non-ruminansia (seperti unggas, babi) adalah
BETN, sedangkan sumber energi utama untuk ternak ruminansia adalah serat
kasar.

Perbedaan dasar antara ternak ruminansia dan non ruminansia pada


metabolisme sumber energi berupa karbohidrat dan protein, oleh karena adanya
mikroorganisme (bakteri, protozoa dan fungi) di dalam rumen dan retikulum
ruminansia. Pada ruminansia, karbohidrat mengalami fermentasi oleh mikroba
membentuk VFA (volatile fatty acids = asam lemak terbang) dan produk ini
merupakan energi utama untuk ruminansia.

Perbedaan antara ruminansia dan non-ruminansia dalam metabolisme


energi yang berasal dari lemak adalah ternak non-ruminansia hanya dapat
memanfaatkan senyawa lemak sederhana (trigliserida), sedangkan ruminansia
dapat memanfaatkan senyawa yang lebih kompleks seperti fosfolipid (lesitin).
Pada ternak non-ruminansia, trigliserida dimetabolis menjadi asam-asam lemak
bebas dan bersama-sama garam-garam empedu membentuk misel, terus masuk
ke usus dalam bentuk trigliserida dan bergabung bersama β-lipoprotein
membentuk kilomikron, kemudian masuk ke saluran limpa

Pada ruminansia, lesitin dimetabolis menjadi lisolesitin, bersama asam-


asam lemak bebas yang berasal dari metabolisme senyawa lemak sederhana dan
garam-garam empedu bergabung membentuk misel, terus masuk ke usus dalam
bentuk lesitin dan bergabung bersama trigliserida dan lipoprotein membentuk
kilomikron, kemudian masuk ke saluran limpa
8

3. MEKANISME PENCERNAAN

a. Ruminansia

Pakan yang telah dikunyah di dalam mulut masuk ke dalam rumen


melalui esophagus makanan disimpan sementara dirumen. Selanjutnya,
makanan menuju retikulum dan dicerna di dalamnya. Makanan yang telah
dicerna kemudian dikeluarkan kembali ke mulut. Didalam mulut dikunyah
kembali dan ditelan lagi ke retikulum, proses ini disebut memamah biak.
Selanjutnya makanan masuk ke omasum, di sini terjadi proses penyerapan
air. Selanjutnya makanan diteruskan ke abomasum (perut masam), makanan
yang sudah dicerna di abomasum akan akan diteruskan ke usus halus. Di usus
halus terjadi proses penyerapan sari-sari makanan, sisa-sisa makanan yang
tidak diserap dikirim ke usus besar. Setelah mengalami penyerapan air, sisa
makanan berupa ampas dikeluarkan melalui anus.

b. Non Ruminansia (unggas)

Unggas mengambil makanannya dengan paruh dan kemudian terus


ditelan. Makanan tersebut disimpan dalam tembolok untuk dilunakkan dan
dicampur dengan getah pencernaan proventrikulus dan kemudian digiling
dalam empedal. Tidak ada enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh empedal
unggas. Fungsi utama alat tersebut adalah untuk memperkecil ukuran
partikel-partikel makanan.
9

Dari empedal, makanan bergerak melalui lekukan usus yang disebut


duodenum, yang secara anatomis sejajar dengan pankreas. Pankreas tersebut
mempunyai fungsi penting dalam pencernaan unggas seperti halnya pada
spesies-spesies lainnya. Alat tersebut menghasilkan getah pankreas dalam
jumlah banyak yang mengandung enzim-enzim amilolitik, lipolitik dan
proteolitik. Enzim-enzim tersebut berturut-turut menghidrolisa pati, lemak,
proteosa dan pepton. Empedu hati yang mengandung amilase, mamasuki
pula duodenum.

Bahan makanan bergerak melalui usus halus yang dindingnya


mengeluarkan getah usus. Getah usus tersebut mengandung erepsin dan
beberapa enzim yang memecah gula. Erepsin menyempurnakan pencernaan
protein, dan menghasilkan asam-asam amino, enzim yang memecah gula
mengubah disakharida ke dalam gula-gula sederhana (monosakharida) yang
kemudian dapat diasimilasi tubuh. Penyerapan dilaksanakan melalui villi usus
halus.

Unggas tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke


dalam kloaka dan dikeluarkan bersama-sama feses. Warna putih yang
terdapat dalam kotoran ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan
nitrogen urine mammalia kebanyakan adalah urine. Saluran pencernaan yang
relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan yang cepat
(lebih kurang empat jam).
2.1 Metabolisme Karbohidrat pada Ruminansia

Metabolisme adalah sejumlah proses yang meliputi sintesis dan


perombakan dalam organisme hidup (Tillman dkk., 1991). Sapi perah
membutuhkan nutrien utama yaitu karbohidrat, protein dan lemak sebagai
bahan bakar pembentukan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok
dan produksi susu (Frandson, 1996). Karbohidrat yang dimakan oleh
ruminansia khususnya sapi perah dapat berupa karbohidrat non-struktural
(pati) dan karbohidrat struktural (selulosa dan hemiselulosa). Selulosa hanya
dapat dicerna oleh ternak ruminansia, karena pada ternak ruminansia
terdapat bakteri selulolitik yang dapat mencerna selulosa (Anggorodi, 1995).
10

Sekitar 75% karbohidrat dalam ransum ruminansia berasal dari


hijauan berbentuk serat kasar, 60 - 75% akan tercerna dalam proses
pencernaan fermentatif di rumen. Masing-masing jenis karbohidrat akan
menghasilkan produk fermentasi rumen yang spesifik (Suwandyastuti dan
Rimbawanto, 2015). Selulosa hanya dapat dirombak menjadi selobiosa oleh
mikroorganisme rumen

(Anggorodi, 1995). Selobiosa kemudian dihidrolisis menghasilkan


glukosa (Tillman dkk., 1991). Secara biokimiawi propionat dibentuk melalui 2
cara yaitu jalur reduksi langsung (tidak acak) yang melibatkan siklus acrylate
dan jalur asam dicarboxylate (acak) melalui interaksi mikroorganisme rumen
yang melibatkan pembentukan oksaloasetat dan suksinat (Cerrilla dan
Martinez, 2003). Jalur asam dicarboxylate (acak) melibatkan suksinat sebagai
produk antara yang tidak terakumulasi rumen, Propionibacteria dan
Veillonela alcalescens mengubah suksinat menjadi propionat, sedangkan jalur
reduksi langsung (tidak acak) mengubah laktat menjadi propionat dengan
bantuan Clostridium propionicum dan Propionibacteria elsdenii melalui siklus
acrylate (Arora, 1989).

Pemecahan karbohidrat di dalam rumen terjadi melalui dua tahap


yaitu pemecahan karbohidrat menjadi glukosa dan pemecahan glukosa
menjadi piruvat yang kemudian diubah menjadi asam lemak. Karbohidrat
difermentasikan oleh mikroorganisme menjadi piruvat di dalam rumen. Asam
piruvat yang dihasilkan akan diubah menjadi volatil fatty acids (VFA), yang
terdiri dari asam asetat, asam propionat dan asam butirat (Russel dan Gahr,
2000). Metabolisme energi dalam ternak ruminansia dipengaruhi oleh VFA
(Tillman dkk., 1991). Produksi VFA pada ruminansia mutlak memerlukan
sumber karbohidrat yang ada di dalam ransum, karena bahan ini merupakan
sumber energi yang potensial yang menstimulir pembentukan propionat
(Arora, 1989).

Kecernaan karbohidrat kompleks di dalam rumen yang cukup tinggi


akan menghasilkan produk fermentasi yang bersifat ketogenik sehingga
11

menghasilkan asam asetat dan butirat, sedangkan fermentasi senyawa


glukogenik di dalam rumen akan menghasilkan produk fermentasi utama
berupa asam propionat (Suwandyastuti dan Rimbawanto, 2015). Asam
propionat diabsorbsi dari rumen ke sirkulasi portal dan dibawa ke hati,
kemudian asam propionat di dalam hati akan mengalami oksidasi (Tillman
dkk., 1991). Proses metabolisme karbohidrat pada ruminansia ditampilkan
pada Ilustrasi 1.

Ilustrasi 1. Metabolisme Karbohidrat Ruminansia (Czerkawski, 1986)


12

2.2. Plasma Glukosa

Plasma glukosa merupakan hasil utama glukoneogenesis dalam hati.


Glukosa adalah prekusor utama penyusun laktosa susu (Arora, 1989). Glukosa
digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi dan pemeliharaan sel-sel tubuh
terutama darah dan saraf, prekusor berbagai komponen sel, pembentukan
beberapa komponen air susu dan pembentukan 2 karbon unit pembentukan
lemak

(Parakkasi, 1988). Kadar plasma glukosa normal pada sapi perah berkisar
antara 40 – 100 mg/dl (Weiss dan Wardrop, 2010). Proses glukoneogenesis
ditampilkan pada Ilustrasi 2.

Ilustrasi 2. Proses Glukoneogenesis (McDonald dkk., 2011)


13

Sebagian besar VFA diabsorbsi di retikulo-rumen secara pasif melalui


dinding rumen, kemudian VFA mengalami metabolisme VFA yang membantu
memelihara konsentrasi antara retikulo-rumen dan plasma darah. Asam
propionat dibawa ke hati dan diubah menjadi glukosa, yang dapat disimpan
dalam bentuk glikogen, atau diubah menjadi L-gliserol-3-fosfat dan
digunakan untuk sintesis trigliserida (Chuzaemi, 2012). Glukosa merupakan
sumber karbohidrat untuk sintesis glikogen dan laktosa (Tillman dkk., 1991).
Glukosa dibawa ke jaringan untuk dapat digunakan sebagai sumber energi,
sumber untuk mereduksi koenzim nikotinamida adenosin dinuklotida fosfat
(NADPH) di dalam sintesis asam lemak dan untuk sintesis glikogen
(Suwandyastuti dan Rimbawanto, 2015).

2.3. Laktosa Susu

Komponen makro penyusun susu antara lain lemak dan solid non fat
(SNF) yang terdiri dari protein, laktosa, mineral, vitamin dan bahan lainnya.
Laktosa susu merupakan gula yang hanya terdapat pada susu yang
menyebabkan susu terasa manis (Tillman dkk., 1991). Pembentukan laktosa
dipengaruhi oleh asam propionat yang utamanya berasal dari pakan
konsentrat atau pakan yang mengandung sumber energi yang tinggi (Arora,
1989). Salah satu sumber energi yang berasal dari konsentrat yaitu pati. Pati
tersebut nantinya akan difermentasi menjadi asam propionat yang akan
digunakan untuk pembentukan glukosa melalui proses glukoneogenesis di
hati. Glukosa dalam darah digunakan sebagai bahan baku pembentukan
laktosa susu (Ramli dkk., 2009). Syarat mutu susu segar berdasarkan SNI
3141-2011 yaitu mengandung laktosa minimal sebesar 4,0 % (SNI, 2011).

Pembentukan laktosa hanya terdapat di sel-sel kelenjar mammae pada


masa laktasi. Sintesis laktosa dilakukan di sel sekretoris kelenjar ambing
tepatnya di apparatus Golgi (Larson, 1985). Glukosa akan diserap oleh dinding
usus halus dan mengalami proses kondensasi. Proses kondensasi glukosa
sebagian menghasilkan glukosa dan galaktosa. Glukosa dan galaktosa
disalurkan oleh pembuluh darah menuju sel sekretoris ambing untuk diubah
14

menjadi laktosa susu (Tillman dkk., 1991). Kadar laktosa akan menghasilkan
tekanan osmosis dalam sel aveoli yang mampu menarik air lebih banyak dari
darah untuk menciptakan tekanan yang sama, hal tersebut dapat
menunjukkan bahwa kadar laktosa berpengaruh terhadap produksi susu
(Adiarto, 1995). Laktosa susu dapat menentukan tinggi rendahnya produksi
susu. Hal tersebut karena laktosa susu membuat tekanan osmosis pada sel
tidak seimbang sehingga air dan garam-garam mineral disekresikan dalam
lumen, serta aliran darah menuju sel epitel menjadi naik hingga tekanan
seimbang (Wattiaux, 2000). Proses biosintesis laktosa ditampilkan pada
Ilustrasi 3.

Ilustrasi 3. Biosistesis Laktosa Susu (Tillman dkk., 1991)


15

2.4. Kunyit dan Daun Pepaya

Kunyit merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang memiliki ciri


batang semu tersusun dari kelopak yang saling menutupi, tinggi batang
mencapai 0,75 m sampai 1 m, daun tumbuh berjumbai dengan permukaan
kasar sepanjang 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm, bunga berbentuk kerucut
runcing dan memiliki warna putih, rimpang bercabang membentuk rumpun
(Said, 2007). Komponen kimia yang terdapat dalam kunyit diantaranya
minyak atsiri, pati, zat pahit, resim, selulosa dan beberapa mineral.
Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3 – 5%, sementara komponen utama
pati berkisar 40 – 50% dari berat kering kunyit (Winarto, 2004). Kurkumin,
salah satu komponen kunyit, yang dapat mencegah abnormalitas pada
kelenjar mammae (Ide, 2011).

Minyak atsiri dapat berfungsi sebagai antibakteri yang mampu


mengganggu dan membunuh bakteri patogen dan antiinflamasi atau
antiradang, serta mengandung senyawa antioksidan yang dapat menangkal
radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Nurhayati, 2015). Pengurangan
bakteri patogen dapat meningkatkan bakteri amilolitik yang mencerna pati
dalam menghasilkan propionat sebagai bagian dari VFA. Kunyit sebagai
antibakteri dan antioksidan lebih efektif jika digabungkan dengan Zn-organik
dalam stabilitas membran ambing dan sistem imunitas sapi (Tanuwiria dkk.,
2006). Selain itu, kunyit juga mengandung saponin yang dapat digunakan
sebagai agen pengurang populasi protozoa (defaunasi) yang menyebabkan
turunnya populasi protozoa sehingga populasi bakteri dalam rumen
meningkat (Suhartati, 2005). Penekanan jumlah protozoa rumen akan
menyebabkan peningkatan jumlah bakteri amilolitik. Bakteri amilolitik ini
akan meningkatkan pencernaan pati dalam menghasilkan propionat sebagai
bagian dari VFA (Kurihara dkk., 1978).

Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman yang berasal dari


Meksiko bagian Selatan dan bagian Utara dari Amerika Selatan, namun
tanaman pepaya saat ini telah tersebar ke daerah tropis seperti Indonesia
16

(Mardiana, 2012). Daun pepaya mengandung berbagai macam zat, antara lain
vitamin A yang jumlahnya sangat besar, vitamin B1 0,15 mg/100 g, vitamin C
140 mg/100 g, kalori 79 kal/100 g, protein, lemak, karbohidrat, kalium, fosfor,
besi dan air (Thomas,

1989). Kandungan protein tinggi, lemak tinggi, vitamin, kalsium dan


zat besi dalam daun pepaya berfungsi untuk pembentukan hemoglobin dalam
darah sehingga diharapkan O2 dalam darah juga meningkat. Selain itu, daun
pepaya juga mengandung enzim papain dan kalium. Fungsi enzim papain
berguna untuk memecah protein yang dikonsumsi sedangkan kalium berguna
untuk memenuhi kebutuhan kalium dimasa menyusui (Turlina dan Wijayanti,
2015). Daun pepaya memiliki kandungan senyawa aktif berupa saponin dan
flavonoid (Sutarpa dan Sutama, 2008). Senyawa saponin merupakan senyawa
antimikroba, sedangkan flavonoid merupakan senyawa antiinflamsi atau anti
radang (Suhartati, 2005).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa daun


pepaya merupakan suplemen yang memiliki potensi meningkatkan produksi
susu (Entin, 2002). Pada penelitian secara in vitro penambahan bahan ektrak
kunyit dan ekstrak daun pepaya masing-masing sebanyak 0,015% dari bobot
badan dapat meningkatkan kadar propionat rumen dari 2,54 mMol/l menjadi
4,24 mMol/l (Ramandhani dkk., 2018). Propionat akan dibawa menuju ke hati,
dimana akan terjadi proses glukoneogenesis yang nantinya akan
menghasilkan glukosa (Suhendra dkk., 2015). Semakin meningkatnya kadar
propionat akan meningkatkan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah
yang meningkat akan meningkatkan laktosa, hal tersebut karena glukosa
merupakan prekusor laktosa

(Arora, 1989).
17

2.5. Zn dan Se Proteinat

Kebutuhan ternak ruminansia akan Zn yaitu 40 - 50 mg/kg BK


(NRC,2001). Zn merupakan mineral mikro yang berperan dalam fungsi
berbagai enzim dan proses metabolisme yang berhubungan dengan
metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi dan sintesis protein, sintesis
asam nukleat, transpor CO2 dan reaksi lainnya (Linder, 1992).
Mineral Zn proteinat adalah salah satu bentuk mineral Zn organik
yang mempunyai ketersediaan (avaibilitas) yang tinggi (Indriani dkk., 2013).
Zn organik berperan dalam pertahanan dari luar yaitu mengurangi
kemungkinan masuknya bakteri melalui ambing. Mineral Zn dapat pula
memberikan tingkat efisiensi penggunaan pakan yang baik, sehingga
diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ternak (Widyari dkk., 2015).
Zn merupakan mineral mikro yang berperan dalam fungsi berbagai enzim
dan proses metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat
dan energi, degradasi dan sintesis protein, sintesis asam nukleat, transpor CO 2
dan reaksi lainnya (Linder, 1992). Pada penelitian secara in vitro dengan
penambahan dosis mineral mikro organik 2 kali dari rekomendasi NRC
memberikan efek negatif untuk pertumbuhan mikroba rumen pada kambing
sehingga menurunkan konsentrasi VFA (Muhtarudin dan Liman, 2006),
namun kekurangan Zn dapat menurunkan nafsu makan dan menurunkan
sistem kekebalan tubuh (Widyari dkk., 2015).

Penambahan mineral Se pada sapi perah mampu menurunkan jumlah


bakteri kelenjar ambing dan meningkatkan kemampuan neutrophil dalam
membunuh bakteri kelenjar ambing (Swecker dkk., 1995). Mineral Se
berfungsi sebagai antioksidan aktif, sedangkan mineral Zn berfungsi dalam
meningkatkan sistem imunitas pada sapi perah dan dapat menurunkan resiko
buruk akibat penyakit mastitis (Tasripin, 2009). Se memiliki peran sebagai
antioksidan dengan cara menghilangkan peroksida, karena proksida yang
diproduksi kemungkinan akan membentuk ion radikal bebas yang berpotensi
menyebabkan kerusakan oksidatif pada membran sel (Dilaga, 1992).
18

Kebutuhan mineral Se pada ternak ruminansia sebesar 0,3 mg/kg (NRC,


2001).

Anda mungkin juga menyukai