Anda di halaman 1dari 12

TUGAS TERSTRUKTUR ILMU NUTRISI TERNAK

“PENCERNAAN KARBOHIDRAT DALAM RUMEN”

Oleh :

Nama : Aprilan Pardamean Hutagalung


NIM : D1A018017
Kelas :A
Mata Kuliah : Ilmu Nutrisi Ternak

LABORATORIUM ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karbohidrat adalah zat organik utama yang mengandung zat karbon, hidrogen, dan
oksigen yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan biasanya mewakili 50% sampai 70% dari
jumlah bahan kering dalam bahan makanan ternak. Biasanya karbohidrat terdapat di dalam
biji, buah, dan akar tumbuhan. Karbohidrat bisa berada di dalam tumbuhan atas hasil dari
proses fotosintesis yang terjadi di dalam klorofil daun tumbuhan.
Karbohidrat memiliki fungsi utama sebagai sumber energi, cadangan makanan, dan
materi pembangun pada semua makhluk hidup. Maka dari itu karbohidrat sangat diperlukan
oleh tubuh ternak agar dapat tumbuh sehat dan produktif dalam menghasilkan hasil ternak.
Karbohidrat dalam bahan makanannya dapat ditemui dalam berbagai bentuk yaitu
monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Karbohidrat yang sering ditemui di bahan pakan
ternak adalah dalam bentuk monosakarida seperti glukosa dan polisakarida yaitu selulosa
atau serat kasar. Tiap bahan pakan memiliki konsentrasi karbohidrat serta kecernaan yang
berbeda-beda. Maka dari itu sebagai mahasiswa peternakan, penting sekali menguasai ilmu
tentang karbohidrat dan metabolismenya agar dapat memberikan pakan untuk ternak dengan
kualitas komposisi karbohidrat yang baik.
Karbohidrat dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Monosakarida
2. Oligosakarida
3. Polisakarida
Monosakarida termasuk gula sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bagian yang
lebih kecil. Contohnya :triosa (C3h6O3), tetrosa (C4H6O4), heksosa (C6H12O6) dan
sebagainya.
Oligosakarida merupakan senyawa yang jika dihidrolisis menghasilkan dua sampai
enam gula monosakarida. Contohnya adalah disakarida, trisakarida,tetrasakarida. Disakarida
yang penting contohnya sukrosa, maltose dan laktosa. Sukrosa banyak terdapat dalam biet,
tebu, nanas, dan buah-buahan. Maltose merupakan hasil hidrolisis dari amilum oleh enzim
amylase, sdangkan laktosa banyak terdapat pada air susu. Conth trisakarida adalah rafinosa
dan gentianosa. Skiosa adalah contoh dari tetrasakarida. Monosakarida dan oligosakarida
dapat membentuk Kristal, larutan dalam air dan mempunyai rasa manis.
Polisakarida termasuk karbohidra yang jika dihidrolisis menghasilkan sejumlah
monosakarida. Contohnya: pati (amilum), dekstrin, glikogen, selulosa, inulin,pectin dan kitin.
Karbohidrat yang termasuk polisakarida tidak berasa, tidak larut dalam air dab berupa
senyawa amorf dengan bobot molekul tinggi.
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum(perut
jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam), dengan ukuran yang bervariasi
sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan
sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan
makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga
terjadi proses pembusukan dan peragian (fermentasi).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana rumen mencerna Karbohidrat?


2. Apa saja yang produk akhhir dari pencernaan Karbohidrat?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui fungsi karbohidrat pada ruminansia!


2. Mengetahui proses pencernaan karbohidrat dalam rumen!
II. PEMBAHASAN

Sapi merupakan ternak ruminansia yag memiliki sistem pencernaan yang sempurna.
Proses pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan
proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Lambung pada sapi dibedakan menjadi empat
bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Hal tersebut sesuai dengan Muslim
(2014), yang menyatakan bahwa Perut ternak ruminansia dibagi menjadi empat bagian yaitu
retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu) dan abomasum (perut
sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminansia, rumen dan retikulum sering dipandang
sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku
karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar.
Rumen (perut besar) ternak ruminansia didalamnya terdapat berjuta-juta mikroba
yang hidup bersimbiosis dengan ternak inang dan sangat berguna dalam proses pencernaan.
Dengan mikroba-mikroba tersebut, ternak ruminansia mampu memanfaatkan bahan makanan
berkadar serat tingi seperti rumput-rumputan dan dedaunan menjadi makanan. Menurut
Muslim (2014), bahwa Pada ternak ruminansia terdapat empat jenis mikroba yang
menguntungkan yaitu bakteri, protozoa, jamur (fungi), dan virus pada kondisi ternak yang
sehat. Dari keempat jenis mikroba tersebut, bakteri mempunyai jenis dan populasi tertinggi.
Cacahan sel pergram isi rumen mencapai 1010–1011, sedangkan populasi tertinggi kedua
yaitu protozoa yang mencapai 105-106 cacahan sel pergram isi rumen.
Mikroba rumen memiliki sifat saling ketergantungan dan berintegrasi satu sama
lainnya. Interaksi mikroba memberikan kestabilan dan adaptasi yang baik dalam rumen.
Mikroorganisme saling berperan dalam beradaptasi dengan pakan yang berbeda faktor dan
pembandingnya. Jenis dan jumlah mikrobia yang masuk kedalam karakteristik cairan rumen
yaitu protozoa, bakteri, dan jamur (fungi).
Rumen sapi memiliki bagian bagian didalamnya. Struktur histologi lambung pada
sapi terdiri atas empat lapisan yaitu tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan
tunika serosa. Mukosa adalah lapisan terdalam saluran cerna. Lapisan ini terdiri dari
epitelium, lamina propria dan muskularis mukosa. Submukosa terletak di bawah mukosa.
Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat padat ireguler dengan banyak pembuluh darah dan limfe.
Muskularis adalah lapisan otot polos tebal yang terletak di bawah submukosa. Lapisan serosa
adalah lapisan terluar dari bagian lambung serta bersambungan dengan mesenterium dan
lapisan rongga abdomen (Colville dan Bassert, 2015). Hal tersebut sesuai dengan Agravion
(2018), bahwa struktur histologi rumen sapi yaitu terdiri dari tunika mukosa, tunika
submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa.
Rumen adalah bagian yang mempunyai volume sekitar 70 – 75% dari total saluran
pencernaan. Peranan rumen sangat penting karena 60-90% dari kecernaan total berlangsung
di dalam organ tersebut. Dalam rumen, pakan akan mengalami degradasi oleh aktivitas
mikroorganisme sekitar 20 jam sejak pertama didegradasi, yang selanjutnya produk dari
degradasi ini akan difermentasikan (Kustantinah et al., 1993).
Hijauan atau bahan kasar yang lain, merupakan sumber energi yang potensial bagi
ternak ruminansia. Sekitar 75% karbohidrat dalam ransum ruminansia berasal dari hijauan
dalam bentuk serat kasar, yang sebagian besar yaitu sekitar 60 sampai 75% akan tercerna
dalam proses pencernaan fermentatif di dalam rumen. Masing-masing ransum atau bahan
makanan mempunyai laju kecepatan dan atau produk fermentasi yang berbeda-beda.
Berbagai faktor: konsumsi bahan kering, komposisi ransum, komposisi kimia bahan makanan
atau ransum, bentuk fisik ransum dan kondisi faali ternak percobaan, akan berinteraksi dan
menentukan pola fermentasi di dalam rumen, yang selanjutnya akan menentukan pula produk
metabolisme-nya (Suwandyastuti Rimbawanto, 2015).
Tingginya masukkan karbohidrat mudah terfermentasi ke dalam rumen menyebabkan
terjadinya penurunan pH rumen, tetapi dilain pihak kondisi ini sangat mendukung untuk
pertumbuhan yeast secara optimal (Williams, 1988). Penambahan yeast dalam ransum,
diharapkan mempunyai peran ganda yaitu : (1) meningkatkan populasi mikroba dalam rumen
dan (2) dapat meningkatkan pH rumen (Harrison et al., 1988), akibat pemberian konsentrat.
Dengan demikian maka tingginya proporsi asetat dalam cairan rumen ternak percobaan
merupakan fenomena faali yang wajar, sesuai dengan pendapat Istasse dan Orskov (1983),
yang menyatakan bahwa degradasi serat kasar dapat berlangsung secara optimal, apabila pH
rumen dapat dipertahankan tidak kurang dari 6,5.
Sistem formulasi pakan yang sekarang populer untuk ruminansia sebagian
berdasarkan atas suplai nitrogen dan energi dalam rumen. Shabi et al. 1998(dalam
Hidratininggrum dkk, 2011) menyatakan bahwa aktivitas mikroba akan optimal dalam
memanfaatkan nitrogen pakan jika tersedia energi yang cukup dan sesuai fermentabilitasnya
dengan nitrogen tersebut. Metabolisme mikroba di dalam rumen diatur oleh jumlah dan
kecepatan degradasi karbohidrat dan protein. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
karakteristik fisik dan kimia pakan.
Produk akhir dari fermentasi karbohidrat di dalam rumen adalah asam lemak
terbang/volatile fatty acids (VFA) dengan komponen utama terdiri atas asam asetat, propionat
dan butirat, yang merupakan sumber energi bagi ternak ruminansia. Selain karbohidrat, pakan
ternak ruminansia juga mengandung protein, baik protein murni maupun non protein nitrogen
(NPN). Menurut Tamminga (1979), protein tersebut di dalam rumen akan mengalami
perombakan secara hidrolisis oleh enzim protease menjadi peptida dan asam-asam amino,
yang sebagian besar akan didegradasi dan dideaminasi menjadi asam-asam organik yaitu
VFA, NH3, CO2, dan CH4.
Konsentrasi NH3 yang diperlukan untuk laju sintesis protein mikroba yang
maksimum berkisar antara 3 - 8 mg/100 ml cairan rumen (Purbowati, 2014). Seluruh protein
yang berasal dari pakan, pertama kali dihidrolisis oleh mikroba rumen menjadi peptida dan
asam-asam amino. Asam amino kemudian difermentasi lebih lanjut melalui deaminasi
menjadi asam α-keto yang kemudian mengalami dekarboksilasi menjadi CO2, amonia, dan
asam lemak rantai pendek.
Beberapa asam amino dapat langsung digunakan oleh bakteri untuk sintesis protein
tubuhnya, tetapi amonia merupakan jumlah nitrogen larut yang utama dalam cairan rumen
yang dibutuhkan oleh bakteri rumen untuk sintesis protein tubuhnya sepanjang kerangka
karbon dari karbohidrat yang mudah dicerna seperti pati atau gula tersedia. Konsentrasi
amonia dalam cairan rumen tergantung dari kelarutan dan jumlah protein pakan untuk ternak,
serta laju degradasi protein pakan, waktu pengosongan rumen, laju penggunaan nitrogen oleh
biomas mikroba rumen, dan absorbsi amonia.
Amonia yang Pemberian Pakan Serat Sisa Tanaman Pertanian (Jerami Kacang Tanah,
Jerami Jagung, Pucuk Tebu) terbentuk dari proses deaminasi dikombinasikan dengan asam
organik α-keto menjadi asam amino baru yang dapat dipakai untuk sintetis protein mikrobia
(Chuzaimi, 1994). Kondisi fermentasi (pH, N-NH3, dan VFA) di dalam rumen sangat
dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Komposisi kimia dan bentuk fisik
dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan mempengaruhi retensi dan kecernaan digesta dari
rumen dan reticulum. Pakan berserat yang mempunyai kecernaan rendah akan mengalami
perombakan secara perlahan-lahan karena kontak secara fisik pertama yang berjalan lambat.
Kondisi ini mengakibatkan kerja enzim tertunda dan terjadi retensi di dalam rumen, sehingga
hanya partikel kecil saja yang dapat keluar dari rumen. Digesta dalam rumen akan tinggal
lebih lama bila pakan banyak mengandung serat yang berkadar selulosa tinggi, yang
menunjukkan adanya hubungan antara kecernaan, konsumsi pakan dan waktu tinggal pakan
di dalam rumen (Usman, 2013).
Mikroba dapat memanfaatkan amonia yang harus disertai dengan sumber energi yang
mudah difermentasi (Sutardi, 1980). Ranjhan, 1980 (Dalam Putri dkk, 2013) menyatakan
bahwa peningkatan jumlah karbohidrat yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi
amonia karena terjadi kenaikan penggunaan amonia untuk pertumbuhan protein mikroba.
Kondsi yang ideal adalah sumber energi tersebut dapat difermentasi sama cepatnya dengan
pembentukan amonia sehingga pada saat amonia terbentuk terdapat produksi fermentasi asal
karbohidrat yang akan digunakan sebagai sumber dan kerangka karbon dari asam amino
protein. Sehingga peningkatan energi tidak dapat memperbaiki konsentrasi amonia.
Sebagian besar senyawa karbohidrat dalam pakan (pati, selulosa, hemiselulosa dan
pektin) difermentasi oleh mikroba rumen dan diubah menjadi VFA, sehingga produksi VFA
akan meningkat. Sebaliknya, produksi asetat dan butirat diindikasikan belum mencapai
kondisi maksimal (Pamungkas et al., 2008). Van Soest (dalam Putri dkk, 2013) menyatakan
bahwa sebagian besar konsentrat berupa karbohidrat non struktural. Pencernaan karbohidrat
non struktural di dalam rumen lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan karbohidrat
struktural, sehingga karbohidrat non struktural memberikan kontribusi produksi VFA yang
lebih tinggi.
Kandungan VFA merupakan hasil aktivitas bakteri dalam melakukan fermentasi di
dalam rumen, sehingga jika bakteri semakin banyak akan menghasilkan VFA yang semakin
banyak pula. Volatile fatty acids (VFA) yakni asam asetat, propionat, butirat, kemudian CO2,
CH4 dan kadang-kadang laktat dan suksinat serta H2 merupakan produk akhir dari degradasi
karbohidrat. Volatile fatty acids (VFA) merupakan sumber energi utama bagi ternak
ruminansia. Asam asetat dan butirat merupakan sumber energi untuk oksidasi yang bersifat
ketogenik, sedangkan asam propionat digunakan untuk proses glukoneogenesis atau bersifat
glukogenik.
Menurut Suharti (2018), bahwa Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau
tidaknya ransum tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Oleh sebab itu, produksi VFA di
dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas ransum. VFA
(Volatile Fatty Acid) merupakan produk akhir fermentasi utama yang berfungsi sebagai
sumber energi bagi ternak ruminansia dan merupakan sumber kerangka karbon bagi
pembentukan protein mikroba. VFA sangat penting karena sebagai sumber energi yang
memenuhi sekitar 50 sampai 70% dari kebutuhan energi ternak ruminansia. Produksi VFA
yang tinggi merupakan kecukupan energi bagi ternak.
Asam lemak merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia yang sebagian
besar penyerapannya terjadi di dalam rumen, segera setelah berlangsung proses fermentasi
karbohidrat. Disamping itu, sebagian asam lemak, terutama yang berantai cabang, seperti
valerat dan formiat akan dipergunakan oleh mikroba rumen sebagai sumber karbon untuk
sintesis protein mikroba maupun untuk sumber energi dalam proses sintesis tersebut. Oleh
karena itu, pengukuran asam lemak dalam rumen tidak mutlak mencerminkan hasil proses
fermentasi, tetapi lebih tepat sebagai produk metabolisme rumen. Proses fermentasi, sintesis
dan penyerapan di dalam rumen selalu terjadi secara simultan, sehingga masing-masing
proses sulit dipisahkan secara tepat. Hal inilah yang mungkin menyebabkan produksi asam
lemak selalu beragam dan berfluktuasi (Suwandyastuti Rimbawanto, 2015).
Lemak yang merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat adalah sumber energi
dengan nilai kalori sekitar 2,25 kali lebih tinggi dibandingkan karbohidrat. Beta oksidasi
lemak dapat menghasilkan energi dalam bentuk FADH2 dan NADH dan berperan dalam
proses elektron transpor sehingga menghasilkan energi yang tinggi. Oksidasi lengkap dari
asam palmitat (C16) dapat menghasilkan FADH2 dan NADH yang setara dengan 129 ATP.
Pada ternak ruminansia, kandungan lemak dalam pakan disarankan tidak melebihi 5%
karena kandungan lemak yang tinggi akan mempengaruhi aktivitas mikroba rumen yaitu
menurunkan populasi mikroba pencerna serat. Bahan pakan yang mengandung alkohol juga
dapat menjadi sumber energi bagi ternak. Penelitian mengenai pemanfaatan lemak dalam
pakan diarahkan untuk membuat lemak sebagai sumber energi yang terlindungi dari
degradasi (oksidasi) di dalam rumen yaitu melalui proteksi atau coating menjadi sumber
lemak by-pass rumen (Haryanto, 2012).
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Sekitar 75% karbohidrat dalam ransum ruminansia berasal dari hijauan dalam
bentuk serat kasar, yang sebagian besar yaitu sekitar 60 sampai 75% akan
tercerna dalam proses pencernaan fermentatif di dalam rumen.
2. Produk akhir dari fermentasi karbohidrat di dalam rumen adalah asam lemak
terbang/volatile fatty acids (VFA) dengan komponen utama terdiri atas asam
asetat, propionat dan butirat, yang merupakan sumber energi bagi ternak
ruminansia. Selain karbohidrat, pakan ternak ruminansia juga mengandung
protein, baik protein murni maupun non protein nitrogen (NPN).
DAFTAR PUSTAKA

Agravion, R., D. Masyitha., Zainuddin., M. Jalaluddin., Nazaruddin, dan A. Sayuti. 2018.


Studi Histologis Lambung Sapi Aceh. JIMVET. 2(1) : 262-267.

Chuzaimi, S. 1994. Potensi jerami padi sebagai pakan ternak ditinjau dari kinetika degradasi
dan retensi jerami di dalam rumen. Disertasi. Fakultas Peternakan, UGM, Yogyakarta

Colville, T, dan J. M. Bassert. 2015. Clincal Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. 3th ed. Elsevier, United State of America.

Fariani, A., S. Susantina, dan Muhakka. 2014. Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia
Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Ogan
Komering Ulu Timur Sumatera Selatan. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 3(1) : 37-46.

Harrison, G.A., Hemken, R.W., Dawson, K.A., Harmon, R.J. and Barker, K.B., 1988.
Influence of Addition of Yeast Culture Supplement to Diets of Lactating Cows on
Ruminal Fermentation and Microbial Populations. J. Dairy Sci. 71 : 2967.

Haryanto, B. 2015. Perkembangan Penelitian Nutrisi Ruminansi. WARTAZOA Vol. 22(4) :


169-177

Hindratiningrum, N., M.Bata dan S. A. Santosa. 2011. Produk Fermentasi Rumen dan
Produksi Protein Mikroba Sapi Lokal yang Diberi Pakan Jerami Amoniasi dan
Beberapa Bahan Pakan Sumber Energi. Agripet :11 (2): 29-34

Istasse, L. and Orskov, E.R., 1983. The Correlation Between Extent of pH Depression and
Degradability of Washed Hay in Sheep Given Hay and Concentrate. Proc. Nutr. Soc.
42 : 32A.

Kustantinah., Z. Bachrudin dan H. Hartadi. 1993. Evaluasi pakan berserat pada ruminansia.
Kumpulan makalah Kelompok A/1 Bidang Pakan dan Nutrisi. Fakultas Peternakan
UGM, Yogyakarta.

Muslim, G., J. E. Sihombing., S. Fauziah., A. Abrar, dan A. Fariani. 2014. Aktivitas Proporsi
Berbagai Cairan Rumen dalam Mengatasi Tannin dengan Tehnik In Vitro. Jurnal
Peternakan Sriwijaya. 3(1) : 25-36.

Pamungkas, D., Y. N. Anggraeni, Kusmartono dan N. H. Krishna. 2008. Produksi asam


lemak terbang dan ammonia rumen Sapi Bali pada imbangan daun Lamtoro (L.
leucocephala) dan pakan lengkap yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 197-204.

Purbowati, E., E. Rianto., W. S. Dilaga., C. M. S. Lestari, dan R. Adiwinarti. 2014.


Karakteristik Cairan Rumen, Jenis, dan Jumlah Mikrobia dalam Rumen Sapi Jawa
dan Sapi Peranakan Ongole. Buletin Peternakan. 38(1) : 21-26.

Putri, L. D. N. A., E. Rianto dan M. Arifin. 2013. Pengaruh Imbangan Protein Dan Energi
Pakan Terhadap Produk Fermentasi Di Dalam Rumen Pada Sapi Madura Jantan.
Animal Agriculture Journal. 2(3): 94-103

Suharti, S., D. N. Aliyah, dan Suryahadi. 2018. Karakteristik Fermentasi Rumen In vitro
dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Nabati pada Buffer yang Berbeda.
Jurnal Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. 16(3) : 56-64.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid I Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Suwandyastuti, S.N.O., dan E. A. Rimbawanto. 2015. Produk Metabolisme Rumen pada Sapi
Perah Laktasi. Agripet.15 (1):1-6

Tamminga, S. 1979. Protein degradation in the forestomach of ruminants. J. Anim. Sci. 47 :


1615-1630.

Usman,Y. 2013. Pemberian Pakan Serat Sisa Tanaman Pertanian (Jerami Kacang Tanah,
Jerami Jagung, Pucuk Tebu) Terhadap Evolusi pH, N-NH3 dan VFA Di dalam
Rumen Sapi. Agripet. 13(2): 53-58

Williams, P.E.V., 1988. Understanding the Biochemical Mode of Action of Yeast Culture.
In : T.P. Lyons (Ed) Biotechnology in the Feed Industry. pp 79-99. Alltech. Technical
Publication. Nicholasville, Kentucky.

Anda mungkin juga menyukai