Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era sekarang ini, penggunaan pupuk organik makin meningkat sejalan dengan
berkembangnya pertanian organik. Untuk menyediakan pupuk organik dalam jumlah besar
diperlukan tenaga yang banyak sehingga akan meningkatkan biaya tenaga kerja, meskipun
pupuk organik dapat diproduksi sendiri oleh petani. Agar aplikasi pupuk organik lebih hemat
dan penggunaan tenaga kerja lebih murah, salah satu alternatifnya adalah dengan
meningkatkan kandungan haranya, terutama hara makro seperti nitrogen, kalium, dan fosfor.
Pada kotoran ternak, baik feses maupun urine, kadar nitrogen dapat ditingkatkan melalui
pengkayaan dengan menggunakan mikroba pengikat nitrogen, dan untuk hara kalium dengan
menggunakan mikroba fermenter Rummino bacillus. anaktptph-agriculture.blogspot.com
memberikan satu solusi dalam penangulangan bahan kimia yang telah memasuki dalam fase
yang tinggi.
Hasil samping dari aktivitas pemotongan hewan terdapat limbah isi rumen, darah, serpihan
daging dan lemak yang terbuang bersama air cucian ruang proses, serta kotoran hewan (feses)
dan sisa pakan dari kandang pemeliharaan sementara (Wahyono dkk, 2013). Pengomposan
merupakan pengolahan dan daur ulang limbah organik yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Pengomposan. Proses pengomposan akan mengubah limbah organik menjadi
lebih aman dan stabil untuk diaplikasikan sebagai pupuk organik (Suntoro,2003). Isi rumen
limbah RPH berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik skala besar karena
jumlahnya yang cukup banyak (Setyorini, 2015).
Menurut Djaja dkk, (2003), limbah yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pupuk oraganik
adalah limbah yang memiliki C/N rasio awal yang optimal, porositas bahan yang baik, serta
ukuran partikel dan kadar air yang optimal. Menurut Sweeten and Auvermann (2008) dalam
Setyorini (2015), kondisi awal rasio C/N yang ideal untuk proses pengomposan adalah 20-30.
Limbah isi rumen sapi memiliki C/N rasio antara 6,44–13,71 (Wulandari, 2014). Kondisi awal
C/N rasio yang rendah dari kondisi ideal memerlukan waktu pengomposan lebih panjang.

1
Penambahan sampah organik pasar pada pengomposan limbah isi rumen RPH diharapkan akan
mengoptimalkan proses pengomposan sehingga dihasilkan pupuk organik atau kompos
berkualitas baik. Masalah yang belum diketahui adalah variasi komposisi dari bahan-bahan
tersebut serta metode pengomposan yang ideal untuk memproduksi pupuk organik agar sesuai
Standar Nasional Indonesia (SNI) 197030-2004 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 70 tahun
2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji variasi komposisi limbah RPH (isi rumen,
kotoran dan sisa pakan) dan sampah organik pasar, serta metode pengomposan yang baik untuk
menghasilkan pupuk organik yang sesuai dengan SNI No. 197030-2004 dan Peraturan Menteri
Pertanian No. 70 tahun 2016.
Rumen adalah salah satu bagian lambung ternak ruminansia atau hewan memamah biak
seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Rumen terdiri dari bahan pakan yang biasanya
dimakan oleh ternak yang berupa rumput/hijauan lainnya, dan pakan penguat (konsentrat).
Produksi isi rumen sapi di Indonesia pada tahun 2012 mecapai 240 juta liter, karena baunya
kuat, dan kandungan air yang tinggi sehingga sulit penanganannya, selain itu hasil pencernaan
hewan ruminansia juga menghasilkan gas metana. Hewan –hewan ini memecah selulosa yang
terkandung dalam rumput menjadi molekul yang dapat diserap oleh rumen dengan bantuan
mikrobia anaerob. Selama ini isi rumen hanya dibuang dan sebagian kecil saja yang
memanfaatkannya sebagai kompos. Saat ini jumlah sapi yang dipotong setiap tahun tidak
kurang dari 1,75 juta ekor, dimana sekitar 1,5 juta ekor berasal dari sapi lokal, dan sisanya
adalah sapi impor. Dengan jumlah cairan rumen mencapai 31 liter/ekor, maka potensi cairan
rumen sapi mencapai 54,25 juta liter/tahun (Berutu, 2007). Penelitian Sinaga (2011)
menyatakan bahwa salah satu limbah rumah pemotongan hewan (RPH) dapat digunakan
sebagai bioaktivator, yaitu isi rumen sapi. Di dalam rumen tersebut terjadi proses fermentasi
oleh mikroorganisme (bakteri, protozoa, yeast, fungi). Isi rumen merupakan salah satu limbah
potong hewan yang belum dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja,
sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan (Darsono, 2011). Limbah isi rumen sangat
potensial bila dimanfaatkan sebagai bahan pakan karena isi rumen disamping merupakan
bahan pakan yang belum tercerna juga terdapat organisme rumen yang merupakan sumber
vitamin B.

2
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh rumen sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik ?
2. Apakah rumen dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanaman ?

1.3 Tujuan Penelitian


Bedasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh rumen sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organic.
2. Mengetahui pemanfaatan rumen untuk meningkatkan kesuburan tanaman.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Rumen Sapi


Rumen adalah struktur sistem pencernaan seperti lambung hewan-hewan tertentu yang
ditandai sebagai ruang pra-pencernaan bagi simbiosis mikroorganisme hidup kritis untuk memulai
pemecahan makanan khususnya hewan. Biasanya hewan yang memiliki anatomi perut seperti ini
disebut ruminansia, dan sebagian besar adalah herbivora yang membutuhkan pasokan makanan
karbohidrat dari tanaman yang sulit dicerna.
Rumen juga banyak diketahui tentang berbagai organisme yang berada dalam rumen dan
peran kimia dalam proses pencernaan, sebagian karena banyak hewan ruminansia, seperti sapi dan
domba, adalah ternak komersial yang penting di banyak bagian dunia. “Retikulorumen” adalah
istilah yang diberikan kepada organ pertama saluran pencernaan dari hewan pemamah biak. Ini
biasanya sangat besar (rumen sapi mungkin lebih dari 25 galon (94,6 liter) dalam kapasitas) dan
ruang berdekatan dengan retikulum adalah sekitar sepersepuluh lebih besar. Meskipun lapisan
dalam keduanya berbeda, mereka memiliki fungsi tunggal – untuk menyimpan materi tanaman
yang dikunyah sementara triliunan bakteri, protozoa bersel tunggal dan mikroba lainnya memecah
itu, baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk inang.
Ketika rumput dan tanaman lainnya yang sebagian dikunyah dengan air liur dan ditelah ke
tabung kerongkongan, kontraksi gelombang otot rumen mendorong ini lebih lanjut ke
retikulorumen, dengan terus berkontraksi berirama dan dengan demikian mengocok makanan.
Setelah usus penuh, biasanya hewan akan beristirahat, memuntahkan kembali, mengunyah dan
menelan lagi bahan yang tertelan dalam proses yang disebut memamah biak, biasa disebut “hewan
memamah biak.” Ini diulangi lebih lama dan luas, dengan beberapa ternak menghabiskan sebanyak
enam jam sehari dengan terus mengunyah. Jika sudah cukup rusak, makanan diteruskan ke ruang
disebut omasum, yang memompa ke perut sejati hewan, sebuah ruang kecil yang disebut
abomasum tersebut.
Fungsi rumen dengan cara yang sangat analog dengan kompos sampah tukang kebun. Di
dalamnya adalah wadah potongan tanaman berserat terdiri dari jumlah besar selulosa, rantai
panjang molekul gula yang rusak terpisah oleh enzim yang disebut selulase, yang disekresikan
oleh bakteri. Beberapa di antaranya dikonsumsi oleh bakteri, dan bakteri tambahan menggunakan

4
gula sederhana untuk memulai fermentasi, memecah protein nabati menjadi asam lemak, seperti
asam laktat amino yang diperlukan untuk produksi susu hewan inang. Beberapa nutrisi penting
yang diserap oleh lapisan kapiler dari retikulorumen langsung ke dalam aliran darah.
Beberapa spesies bakteri yang terlibat, dikategorikan sebagai fibrolitik, amilolitik dan
proteolitik, berdasarkan pencernaan mereka karbohidrat kompleks, masing-masing, gula
sederhana dan protein. Protozoa bersel tunggal mencerna bagian ketiga, terutama dengan
memakan bakteri. Jamur kurang banyak, tetapi penting untuk memecah ikatan kimia antara
selulosa dan substrat non-karbohidrat tanaman. Sekitar 3 persen dari massa mikroba arkaea, jenis
bakteri anaerob yang memetabolisme hidrogen dan limbah karbon dioksida dari organisme lain
menjadi metana. Seiring dengan bahan tanaman akhirnya cair, banyak mikroorganisme ini juga
pasti dicerna oleh inang ruminansia untuk vitamin mereka, mineral dan nutrisi lainnya.
Metabolisme rumen adalah cara yang efisien untuk mengekstrak energi gula dalam
karbohidrat dari makanan selulosa. Hewan ruminansia memendam simbiosis mikroba lambung
yang menghasilkan enzim yang dibutuhkan dan disediakan dengan nutrisi dan lingkungan yang
diperlukan bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang biak. Respirasi mikroba anaerob dan
fermentasi makanan, bagaimanapun, memiliki produk sampingan yang tidak diinginkan. Seekor
sapi tunggal diperkirakan napas 74 galon (280 liter) dari gas rumah kaca metana setiap hari melalui
proses yang disebut eruktasi, atau dikenal sebagai bersendawa.

2.2 Manfaat Rumen Sapi Untuk Pembuatan Pupuk Organik

Melimpahnya jumlah atau populasi mikroorganisme hidup di dalam rumen, sangat baik
untuk para petani organik. Limbah dari Rumah Pemotongan Hewan Ruminantia ( RPH-R ) seperti
sapi dan kambing biasanya membuang isi rumen begitu saja). Isi rumen yang diperoleh dari rumah
potong hewan kaya akan nutrisi, limbah ini sebenarnya sangat potensial bila dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Dalam proses pembuatan pupuk organik cair sangat dibutuhkan berbagai bahan-
bahan alami yang kaya akan nutrisi , seperti isi dari limbah rumen untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas hasil pertanian. Pengolahan limbah rumah pemotongan hewan diharapkan mampu
menekan biaya produksi budidaya pertanian di Indonesia dengan pola Organik (Joko Samudro,
2014). Rumen sapi merupakan bahan buangan yang mengandung mikroba atau parasit dan bahan
makanan yang tidak tercerna. Kandungan nutrisi dan bahan–bahan makanan yang tidak tercerna
inilah yang menyebabkan rumen sapi dapat didaur ulang. Didalam rumen terjadi proses fermentasi

5
oleh mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, ragi dan fungi. Berdasarkan hasil isolasi dan
identifikasi mikrba yang terkandung dalam cairan rumen diperoleh bakteri xilanolitik yaitu :
Bacillus sp, Cellumonas sp, Lactobacillus sp, Pseudomonas sp, dan Acinetobacter sp. (Lamid dkk,
2006). Bakteri rumen sapi terdiri dari kumpulan beberapa mikro organisme yang sangat
bermanfaat dalam proses pengolahan pupuk kandang, kompos, pupuk organik cair, dan sekaligus
mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah dan memberi kehidupan di dalam tanah.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam bakteri rumen sapi dapat meningkatkan fermentasi limbah
dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk tanaman, serta menekan
aktifitas serangga, hama dan mikroorganisme patogen (Lisan Abadi . 2010.). Cairan isi rumen dan
kotoran sapi masih mengandung bahan organik yang tinggi (Manendar, 2010).

2.3 Pengertian Nanas


Nanas comosus. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam
bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina. Nanas berasal dari
Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad
ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke
Indonesia pada abad ke-15, (1599).
Tumbuhan nanas termasuk tumbuhan kering yang menyimpan air. Ananas comosus
termasuk tumbuhan CAM. Pada pemasukan pendahuluan CO2 kedalam asam organic, yang diikuti
oleh transfer CO2 kedalam siklus Calvin hanya dipisahkan sementara. Dan fiksasi carbon ke dalam
asam organic terjadi pada malam hari dan sering disebut metabolisme asam krasulase sedangkan
siklus Calvin pada siang hari. Tumbuhan seperti nanas ini membuka stomata malam hari dan
menutup stomatanya siang hari dan pada. Sel mesofilnya menyimpan asam organik yang dibuatnya
didalam vakuola saat malam hari sampai pagi (Yulianti, 2008).
Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada kulitnya. Industri pengolahan
buah nanas di Indonesia menjadi prioritas tanaman yang dikembangkan, karena memiliki potensi
ekspor. Volume ekspor terbesar untuk komoditas hortikultura berupa nanas olahan yaitu 49,32 %
dari total ekspor hortikultura Indonesia tahun 2004 (Biro Pusat Statistik, 2005). Nanas (Ananas
comosus (L) Merr) yang sering dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di
dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl.

6
Nanas tumbuh pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 100-200 m di atas
permukaan laut.Di daerah dataran tinggi, tanaman ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1200
m dpl.Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100-700 m dpl.
Kelembapan tanah yang berlebihan pada awal pembungaan dapat menghambat
pertumbuhan buah dan menghasilkan daun yang berlebihan. Sedangkan kelembapan yang
berlebihan pada saat pembungaan akan menurunkan mutu. Suhu yang sesuai untuk budidaya
tanaman nanas adalah 29-32 0C, tetapi juga dapat hidup di lahan bersuhu rendah sampai 10.
Tanaman nanas dapat tumbuh dengan baik dengan cahaya matahari rata-rata 33-71% dari
kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000 jam.

2.4 Kandungan Pada Buah Nanas

Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada kulitnya. Industri pengolahan
buah nanas di Indonesia menjadi prioritas tanaman yang dikembangkan, karena memiliki potensi
ekspor. Volume ekspor terbesar untuk komoditas hortikultura berupa nanas olahan yaitu 49,32 %
dari total ekspor hortikultura Indonesia tahun 2004 (Biro Pusat Statistik, 2005). Nanas (Ananas
comosus (L) Merr) yang sering dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di
dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl.

Nanas tumbuh pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 100-200 m di atas
permukaan laut.Di daerah dataran tinggi, tanaman ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1200
m dpl.Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100-700 m dpl. Kelembapan tanah yang
berlebihan pada awal pembungaan dapat menghambat pertumbuhan buah dan menghasilkan daun
yang berlebihan. Sedangkan kelembapan yang berlebihan pada saat pembungaan akan
menurunkan mutu. Suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman nanas adalah 29-32 0C, tetapi juga
dapat hidup di lahan bersuhu rendah sampai 10. Tanaman nanas dapat tumbuh dengan baik dengan
cahaya matahari rata-rata 33-71% dari kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-
rata 2000 jam.

7
2.5. FAKTA KANDUNGAN TENTANG NANAS

a. Komposisi alami nanas terdiri dari kalori, mineral (kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium,
magnesium, tembaga, mangan dan selenium), gula (glukosa, dekstrosa, fruktosa), dan
vitamin (A, B1, B2, B6 , B12, C, E, K), dll
b. Rata-rata dalam 1 ounce atau 28 gram nanas kering terdapat 85 kalori, atau jika masih
dalam keadaan basah butuh 165 gram nanas basah untuk mendapatkan kalori sejumlah
tersebut.
c. Buah nanas mengandung lemak dan sodium dalam jumlah yang kecil serta tidak memiliki
kandungan kolesterol sama sekali. Jadi, buah ini sangat baik bagi Anda yang sedang
merencanakan diet untuk mengurangi berat badan.
d. Nanas merupakan sumber yang sangat baik dari Vitamin C atau asam askorbat.
Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa rata-rata terdapat 15 mg Vitamin C dalam per
100 gram nanas segar.
e. Hampir semua jenis vitamin B juga ditemukan dalam buah nanas. Hal ini membuat buah
nanas menjadi salah satu buah paling sehat yang pernah dikenal.
f. Meskipun tidak mengandung lemak dan kolesterol, buah nanas mengandung jumlah gula
yang cukup tinggi, yaitu 1,7 g (glukosa) dan 1,9 g (fruktosa) per 100 gram buah nanas
segar.
g. Karena mengandung gula dalam jumlah cukup banyak, buah nanas tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi pasien penderita diabates.

8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Alat
 Drum penampung .
 Timbangan.
 Pisau dan Golok .
 Karung.
 Gelas Ukur
 Ember .
 Batu sebagai Pemberat.
 Papan cacah.
 Tali
 Pengadukan/ bamboo

3.2.Bahan Utama
1. Rumen (isi usus halus sapi) = 1 kg
2. Air gula /tebu/tetes tebu/molasis = 1/2 liter
3. Air rebusan dedak/katul = 1 kg
4. Air bersih bukan PDAM = 5 liter

3.3. Bahan Tambahan :


1. Ragi tape = 2-3 buah
2. Trasi = seperempat-1 ons
3. Buah nanas = 1 buah
4. Urea

3.4. Cara Pelaksanaan :


1. Campurkan 1 Kg katul/dedak dengan 5 liter air, lalu didihkan, kemudian saring dan ambil
airnya sebanyak 4 liter.
2. Campurkan rumen sebanyak 1 kg dengan air gula/tetes tebu/molases sebanyak 1/2 liter.
3. Campurkan air rebusan katul/dedak sebanyak 4 liter kedalam larutan campuran nomer 2.

9
4. Campurkan 1 buah nanas yang telah dihancurkan/diparut/diblender.
5. Campurkan seperempat-1 ons trasi yang telah diencerkan dengan air secukupnya.
6. Tambahkan 2-3 buah ragi tape kedalam larutan tersebut.
7. Tambahkan urea.
8. Kemuadian masukan larutan bio aktivator tersebut pada wadah (botol/jerigen/ember)
yang terbuat dari bahan plastik lalu tutup rapat, kemudian larutan simpan selama 2
minggu.

3.5. Ciri – ciri bioaktivator yang sudah jadi:


1. Bio aktifator yang sudah jadi akan berbau khas tape/fermentasi/harum.
2. Berwarna kuning kecoklatan.
3. Tidak keruh dan tidak ada jamur berwarna coklat/abu–abu/hitam.

3.6. Mikroba yg terkandung :

 Microba selulolitik (Bacteriodes succinogenes dan Cillobacterium cellulosolvens serta


Bacteriodes ruminicola)
 Microba Amilolitik (Streptococcus bovis, Bacteriodes amylophilus),
 Microba Bakteri Hemiselulolitik (Butyrivibrio fibriosolven, microba Ureolitik
(Streptococcus sp),
 Microba penambah N (Azotobakter, Azospirillum (bakteri penambat N2 yang tidak
bersimbiosis dengan tanaman,
 Microba pelarut P (Bacillus subtilis, Aspergillus niger, Bacillus polymixa [bakteri
penghasil senyawa yang dapat melarutkan fosfat tanah Bacillus megatherium, pelarut
phosphat dari ikatan phospor dengan mineral liat]),
 Acetobacter sp, penghasil vitamin dan fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman,
 Actinomycetes sp, (Azospirillum lipoverum) penambat N, pelarut P, penghasil vitamin dan
fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman,
 Bacillus mojavensis, bersama Streptomyces meningkatkan kemampuan tanah memegang
air dan hara,
 Lactobacillus sp, penghasil enzim selulosa yang membantu penguraian bahan organic,

10
 Nitrosococcus sp, mengubah amonia menjadi N yg dpt diserap tanaman (NH4+ & NO3‾),
 Nitrosomonas sp, mengubah amonia menjadi N yg dpt diserap tanaman (NH4+ & NO3‾),
 Streptomyces sp, bersama Bacillus mojavensis meningkatkan kemampuan tanah
memegang air dan hara.

11
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

1. Parameter kuantitas dan kualitas kompos limbah RPH dan sampah organik pasar
(Corganik, C/N rasio, kadar air, dan kadar hara N, P dan K), kecuali pH telah memenuhi
persyaratan SNI 197030-2004, dan Permentan No. 70 tahun2011. pH kompos dari limbah
RPH dan sampah organik pasar lebih tinggi dari standar yang dipersyaratkan .
2. Nanas merupakan sumber yang sangat baik dari Vitamin C atau asam askorbat.
Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa rata-rata terdapat 15 mg Vitamin C dalam per
100 gram nanas segar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Djaja, Willyan. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos Dari Kotoran Ternak & Sampah.
Jakarta:Agromedia Pustaka.
Fonstad, T.A., Leonard, Dr. J. (2001). Evaluation and Demonstration of Deads Composting as an
Option for Dead Animal Management in Saskatchewan. Department of Agricultural and
Bioresource Engineering, University of Saskatchewan, Saskatoon, Canada.
Hartono, St. Fatma Hiola dan Surahman Nur. 2014. Parameter Kualitas Limbah Padat Rumah
Potong Hewan Tamangapa Kota Makasasar Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pupuk
Kompos. Jurnal Bionature, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2014, hlm. 137-141.
Masnun. 2014. Pemanfaatan Isi Rumen Sebagai Starter. http://www.bppjambi.info/
dwnpublikasi.asp?id=131. 23 November 2014 (19.31).
Setyorini., Intan Dwi Wahyu,Yulinah Trihadiningrum, dan Rhenny Ratnawati. 2015. Pola
perubahan kadar N-anorganik pada proses pengomposan limbah padat rumah potong
hewan dengan sistem aerobik Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015.
Simangungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D Setyorini, dan W. Hartatik. 2006.
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Suntoro. 2003. Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya pengelolaannya.
Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Wahyono, S., F. L. Sahwan dan Framk Schuchardt. 2003. Pembuatan Kompos dari Limbah Rumah
Pemotongan Hewan (RPH). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Jakarta.
Wulandari, R. A. (2014). Proses Komposting Limbah Padat Rumah Potong Hewan dengan Metode
Aerobik dan AAO (Anaerobik-Anoksik-Oksik). Tesis Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
Djaja, Willyan. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos Dari Kotoran Ternak & Sampah.
Jakarta:Agromedia Pustaka.
Simangungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D Setyorini, dan W. Hartatik. 2006.
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

13

Anda mungkin juga menyukai