Anda di halaman 1dari 11

NAMA : M IHSANUDDIN

NIM : B1D022122
KELAS : 4B1

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENCERNAAN TERNAK RUMINANSIA DAN


BANDINGKAN DENGAN ALAT PENCERNAAN TERNAK NON RUMINANSIA

Secara etimologi, kata “ruminansia” berasal dari bahasa Latin, yakni “Ruminae” yang
berarti mengunyah kembali. Dalam ilmu peternakan dan ilmu hewan, hewan ruminansia
adalah hewan pemamah biak, yang mana merupakan hewan pemakan tumbuhan (herbivora)
dengan sistem pencernaan dalam dua langkah. Meskipun demikian, semua hewan herbivora
itu tidak termasuk pada kelompok ruminansia ini. Hal tersebut karena ciri utama dari hewan
ruminansia adalah memiliki dua fase mengunyah sebelum makanannya dapat dicerna di
perut. Berhubung sistem pencernaan dalam hewan ruminansia ini memiliki dua fase
mengunyah, pasti tampak “lebih lama” dalam proses pencernaannya. Namun, justru
kelompok hewan ini memiliki keuntungan akan hal tersebut, sebab pencernaannya menjadi
lebih efisien terutama ketika menyerap nutrisi yang terkandung di dalam makanan, dengan
bantuan mikroorganisme yang ada di perutnya.
Ternak ruminansia terdiri dari ruminansia besar diantaranya sapi dan kerbau dan
ruminansia kecil diantaranya kambing dan domba. Ruminansia memiliki sistim pencernaan
yang berbeda dengan ternak yang lain. Sistim pencernaan ruminansia memiliki beberapa
tahapan dalam mencerna makanan. Mengetahui sistim pencernaan ternak yang dipelihara
oleh peternak sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana cara kerja saluran pencernaan
sehingga memudahkan dalam penanganan jika terjadi kasus-kasus pada pencernaan.
Pencernaan adalah tempat dimana makanan diperoses di dalam tubuh. Pencernaan ternak
ruminansia berbeda dengan ternak yang lain, ternak ruminansia memiliki lambung ganda.
Proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (didalam mulut), secara
fermentatif (oleh enzim-enzim pencernaan) (Sutardi, 1979). Organ pencernaan pada ternak
ruminansia terdiri dari mulut, rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus halus, sekum,
kolon dan rektum. Rumen memiliki ukuran yang paling besar yaitu 80 %, retikulum 5 %,
omasum 7 % dan abomasum 8 % (Church, 1988).
Hewan ruminansia adalah kelompok hewan herbivora yang memiliki sistem
pencernaan khas dan kompleks. Mereka dapat mencerna bahan pakan yang sulit dicerna
seperti serat tanaman. Hewan ruminansia termasuk dalam hewan pemamah biak, yang artinya
mereka melakukan pengunyahan kembali terhadap makanan yang sudah ditelannya.
Beberapa contoh hewan ruminansia antara lain sapi, kambing, domba, rusa, dan kerbau.
Sistem pencernaan hewan ruminansia terdiri dari dua langkah. Pertama, makanan
yang dikonsumsi akan masuk ke dalam lambung pertama yang disebut rumen. Di dalam
rumen, makanan akan difermentasi oleh mikroorganisme dan membentuk massa makanan
yang disebut bolus. Kemudian, bolus akan dikembalikan ke mulut dan diunyah kembali
sebelum ditelan ke lambung kedua, yaitu omasum dan abomasum, untuk proses pencernaan
lebih lanjut.
Hewan ruminansia memiliki adaptasi fisiologi seperti gigi yang khusus menyesuaikan
makanannya. Mereka memiliki gigi taring (canin), gigi seri (incisor), dan gigi geraham
(molar dan premolar) yang membantu dalam pengunyahan dan pemotongan makanan.

A. Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia


Pencernaan adalah proses penguraian atau pemecahan bahan makanan yang telah dikunyah
sebelumnya ke dalam bentuk bentuk zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh makhluk hidup.
Pada hewan ruminansia, sistem pencernaannya disebut unik sebab di dalam perut mereka
memiliki lambung ganda, sehingga prosesnya lebih panjang dan kompleks.
Perbedaan yang mendasar antara sistem pencernaan hewan ruminansia dengan hewan lain
adalah kelompok hewan ini memiliki struktur gigi yakni pada geraham belakang (molar)
berukuran besar dan berfungsi untuk mengunyah rerumputan yang sulit dicerna. Lambung
ganda yang dimaksud adalah bukan berjumlah dua, tetapi empat bagian yakni rumen (perut
besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam).Tidak
hanya itu saja, di dalam perut hewan ruminansia terdapat bakteri selulotik yang menghasilkan
vitamin B, asam amino, dan gas metan (CH4) yang mana dapat digunakan dalam proses
pembuatan biogas sebagai sumber energi alternatif.Pada dasarnya, proses pencernaan pada
hewan ruminansia ini dimulai dari rumput yang dimakan, dikunyah, dan ditelan menuju ke
kerongkongan. Setelah itu, makanan akan masuk ke bagian perut pertama yakni rumen
sebagai “gudang sementara” dari makanan yang telah tertekan. Di rumen tersebut nantinya
akan terjadi pencernaan protein, lalu diteruskan ke bagian perut kedua yakni reticulum. Di
reticulum, makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan kasar yang disebut dengan
Bolus. Biasanya, ketika hewan ruminansia ini tengah bersantai, bolus yang ada reticulum tadi
akan dimuntahkan kembali ke mulut, yang kemudian dimamah kedua kalinya. Setelah proses
pemamahan kedua kalinya itu, makanan akan ditelan kembali dan diteruskan ke bagian perut
ketiga yakni omasum. Di omasum, akan terdapat produksi enzim yang bercampur dengan
bolus. Setelah makanan hancur maka selulosa juga akan ikut hancur, yang kemudian
diteruskan ke usus halus, lalu ke usus besar, hingga berakhirlah ke anus.

1. Pencernaan Secara Mekanis

Pencernaan secara mekanis dilakukan di dalam mulut, HPT yang telah direnggut
dikunyah didalam mulut kemudian di telan, setelah istirahat dikeluarin kembali dan dikunyah
lebih halus, hal ini disebut memamah biak. Pengunyahan di dalam mulut bercampur dengan
saliva (air liur) untuk membantu proses pengunyahan dan menelan makanan. Saliva
memiliki pH sekitar 8,2 dan dengan kandungan sodium bikarbonat yang tinggi. Saliva
berfunsi sebagai buffer yang membantu menetralkan pengaruh asam dari pakan yang
dikonsumsi ternak setelah masuk ke dalam rumen. Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau,
kambing, atau domba memiliki sistem pencernaan yang berbeda dengan ternak lain.
Misalnya, proses pencernaan makanan pada sapi sebagai ternak ruminansia memiliki
beberapa tahapan, yakni pencernaan secara mekanis, pencernaan pada rumen, retikulum,
omasum, usus halus, dan usus besar.
Berikut adalah penjelasan mengenai proses pencernaan pada hewan ruminansia:
pencernaan secara mekanis, pencernaan secara mekanis dilakukan di dalam mulut. Makanan
yang sudah dikunyah di dalam mulut, setelah istirahat, akan dikeluarkan kembali, dan
dikunyah lebih halus. Proses pencernaan ini dibantu oleh air liur atau saliva untuk membuat
proses pengunyahan lebih mudah.Selain itu, air liur juga membantu menetralkan asam dari
pakan ternak saat masuk ke dalam rumen. Selanjutnya adalag pencernaan pada rumen rumen,
yakni perut besar, dan merupakan bagian lambung paling besar dalam pencernaan hewan
ruminansia. Fungsi rumen adalah sebagai tempat fermentasi oleh mikroba, tempat absorbsi
VFA, dan tempat pencampuran makanan.Rumen sapi memiliki jenis bakteri yang berbeda
dengan jumlah yang sangat banyak. Selain itu, terdapat beberapa tipe protozoa yang
membantu memanfaatkan serat dari bahan pakan dan sumber nitrogen non protein.

Pencernaan berikutnya adalah pada retikulum Retikulum, adalah organ pencernaan


hewan ruminansia yang bagian dalamnya mirip dengan jala sehingga disebut juga perut jala.
Fungsi retikulum adalah sebagai tempat fermentasi pakan oleh mikroorganisme. Hasil
fermentasi dari retikulum adalah VFA, amonia, dan air.Setelah itu dilanjutkan dengan
pencernaan pada omasum Omasum, adalah lambung ketiga yang dimiliki ternak ruminansia.
Disebut sebagai perut buku, omasum memiliki lipatan-lipatan seperti buku. Proses
pencernaan pada omasum masih termasuk fermentasi mikroorganisme. Selain itu, omasum
juga berfungsi mengatur arus ingesta ke abomasum dan menyaring partikel yang
besar.Selanjutnya, pencernaan pada abomasum, yang terbagi menjadi tiga, yakni florika
(sekresi mukus), fundika (sekresi pepsinogen, renin, dan mukus), serta kardia (sekresi
mukus). Abomasum adalah tempat permulaan pencernaan protein dan pengatur arus digesta
ke duodenum.Pencernaan pada usus halus Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum, dan
ileum. Bakteri dari lambung tidak bisa hidup di duodenum karena kondisi asam dalam
duodenum. Dalam tahap pencernaan ini, makanan akan dicerna dengan bantuan enzim dari
dinding usus sehingga partikelnya lebih halus. Adapun pencernaan pada usus besar, pada
sisa-sisa dari proses pencernaan sebelumnya akan didorong ke usus besar. Sisa pencernaan
tersebut masih memiliki mineral dan air yang akan diserap di usus besar. Seluruh zat yang
diserap akan didistribusikan ke seluruh tubuh, sedangkan sisa pencernaan akan dikeluarkan
melalui rektum.

2. Pencernaan pada Rumen


Rumen disebut juga perut besar karena merupakan bagian lambung terbesar di dalam
sistem pencernaan ternak ruminansia. Permukaan rumen dilapisi oleh papilia. Rumen
berfungsi sebagai tempat fermentasi oleh mikroba, tempat absorbsi VFA dan tempat
pencampuran pakan. Rumen sapi memiliki berbagai jenis bakteri yang berbeda dengan
jumlah yang sangat banyak dan beberapa tipe protozoa yang membantu memanfaatkan serat
dari bahan pakan dan sumber Nitrogen non protein. Rumen pada ternak ruminansia memiliki
ukuran yang paling besar dibandingkan dengan lambung yang lainnya. pH ideal dalam
rumen adalah 6-7, pada pH tersebut mikroorganisme akan tumbuh dengan baik. Jika pH
rumen sering terjadi perubahan diluar pH 6-7 maka sebagian dari jenis mikroorganisme akan
mati sehingga mengurangi pemanfaatan pakan yang di proses di dalam rumen. Pemberian
konsentrat dengan persentase yang tinggi dapat meningkatkan performa ternak dalam jangka
waktu yang pendek namun pemberian konsentrat dengan persentase yang tinggi dapat
menyebabkan asidosis. Jika produksi VFA dan asam laktat tinggi dan melebihi kapasitas
absorbsinya dan kemampuan menuju gastro intestinal maka akan terjadi asidosis.
Rumen adalah organ lambung yang sangat besar sehingga ukurannya hampir memenuhi
rongga perut ruminansia sebelah kiri. Rumen dan retikulum memiliki struktur yang
terhubung. Pada sapi dewasa volume keduanya bisa mencapai 200 liter dan dilengkapi
kemampuan untuk mencampur dan memutar makanan setiap menit. Rumen sendiri
mengandung banyak sekali mikroorganisme, terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang
memiliki kemampuan berkembang sangat cepat sehingga dapat membantu bagi pencernaan
hewan ruminansia. Kebanyakan dari mikroorganisme tersebut bersifat anaerob. Fungsi
mikroorganisme rumen adalah membantu proses fermentasi makanan hewan ruminan yang
berupa tanaman hijauan sehingga dapat dikonversi dengan baik menjadi protein bagi hewan.
Jadi kebutuhan protein bagi ternak ruminan secara alami bisa didapatkan dari tanaman yang
diberikan kepada ternak. Pemberian makanan yang diluar lazimnya pada ternak ruminansia,
misalnya berupa telur, tepung tulang atau tepung daging tertentu, perlu untuk lebih
diperhatikan lagi dosis dan frekuensi pemberiannya, mengingat ternak rumianansia sebagai
hewan herbivora memiliki ambang batas kemampuan dalam mencerna makanan-makanan
tersebut karena kemampuan pencernaannya terkait erat dengan jumlah dan jenis
mikroorganisme yang ada di rumen.
Bakteri menghasilkan enzim untuk menguraikan makanan sehingga membantu ternak
memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam pakan. Lingkungan bakteri harus memiliki kondisi
pH maupun suhu yang sesuai dengan pertumbuhannya. Fermentasi dalam rumen terjadi
konversi karbohidrat menjadi volatile fatty acids (VFA) dan gas serta menkonversi selulosa
menjadi energi. Produksi gas di dalam rumen terdiri dari methan dan karbondioksida yang
berjumlah 20-40% (DeLaval, 2002). Jika gas menumpuk dalam rumen akan dikeluarkan
melalui sendawa.
3. Pencernaan pada Retikulum
Retikulum disebut juga perut jala karena permukaan bagian dalamnya mirip dengan jala atau
sarang lebah. Rumen dengan retikulum hampir tidak berjarak. Retikulum juga membantu
regurgitasi (ruminasi). Retikulum berfungsi sebagai tempat fermentasi pakan oleh
mikroorganisme. Hasil fermentasi retikulum diantaranya adalah VFA, amonia dan air. Bahan
pakan yang difermentasi terutama VFA, amonia dan air pada retikulum mulai diabsorbsi.

Reticulum

Retikulum endoplasma (RE, kata retikulum diturunkan dari bahasa Latin berarti "di dalam
sitoplasma", kata endoplasmik berarti "di dalam sitoplasma") adalah organel yang dapat
ditemukan pada semua sel eukariotik. Retikulum endoplasma merupakan bagian dari sistem
endomembran. RE merupakan labirin membran yang demikian banyak sehingga RE ini
meliputi separuh lebih dari total membran dalam sel-sel eukariotik.

RE terdiri dari jaringan tubula dan gelembung membran yang disebut sisterne (cisternae)
(bahasa Latin cisterna, berarti "kotak" atau "peti"). Membran RE memisahkan ruangan
internal, yaitu ruang sisternal dan sitosol. Membran ini berhubungan langsung dengan
selubung nukleus atau nuclear envelope, sehingga ruang di antara kedua membran selubung
itu bersambung dengan ruang sisternal RE ini.

Terapat dua daerah RE yang struktur dan fungsinya berbeda jelas, walaupun keduanya
tersambung, yaitu RE halus dan RE kasar. Pada bagian-bagian RE kasar, terdapat ribuan
ribosom. Ribosom merupakan tempat proses pembentukan protein terjadi di dalam sel.
Ribosom juga diletakkan pada sisi sitoplasmik membran luar selubung nukleus, yang bertemu
dengan RE kasar.
Sedangkan bagian-bagian retikulum endoplasma yang tidak diselimuti oleh ribosom disebut
retikulum endoplasma halus atau smooth endoplasmic reticulum. Fungsinya adalah untuk
membentuk lemak dan steroid. Sel-sel yang sebagian besar terdiri dari retikulum endoplasma
halus terdapat di beberapa organ seperti hati.
3. Pencernaan pada Omasum
Omasum adalah lambung ketiga dari ternak ruminansia. Omasum disebut perut buku karena
memiliki lipatan-lipatan seperti buku berupa lipatan-lipatan logitudinal. Pencernaan pada
omasum masih terjadi fermentasi mikroorganisme. Omasum berfungsi sebagai pengatur arus
ingesta ke abomasum dan menyaring partikel yang besar. Terjadi penyerapan air yang
terkandung di dalam hijauan pakan ternak oleh dinding omasum, di dalam omasum enzim
bekerja menghaluskan hijauan.

Bagian lambung ketiga pada hewan ruminansia adalah omasum yang permukaan dindingnya
memiliki wujud lipatan dan kasar, dengan 5 lamina (daun) yang menyerupai duri. Lamina
adalah penyaring partikel digesti yang nantinya akan masuk ke abomasum. Di dalam omasum
ini, akan terjadi pencampuran pakan dan air, yang mana sebagian besar air tersebut akan
diserap oleh lapisan-lapisan omasum.
Omasum disebut perut buku karena memiliki lipatan-lipatan seperti buku berupa lipatan-
lipatan logitudinal. Pencernaan pada omasum masih terjadi fermentasi mikroorganisme.
Omasum berfungsi sebagai pengatur arus ingesta ke abomasum dan menyaring partikel yang
besar.
4. Pencernaan pada Abomasum
Abomasum terbagi atas tiga bagian yaitu : florika yang merupakan sekresi mukus, fundika
(sekresi pepsinogen, renin dan mukus) dan Kardia yang merupakan sekresi mukus.
Abomasum tempat permulaan pencernaan protein dan mengatur arus digesta dari abomasum
ke duodenum. Pakan di abomasum akan dicerna kembali dengan bantuan asam klorida dan
berbagai enzim. Asam klorida membantu mengaktifkan enzim pepsinogen melakukan
pencernaan.

Abomasum adalah organ yang ditemukan pada hewan ruminasia seperti sapi. Abomasum
merupakan salah satu dari bagian sistem pencernaan yang terdiri dari rumen, retikulum,
gastric groove, omasum, dan abomasum. ada area abomasum memiliki ciri berdinding tipis,
serta mampu menampung hingga 28 liter. Pada permukaan parietal dan pada bagian greater
curvature terletak pada bagian ventral dari dinding abdominal. Bagian kaudal dari greater
curvature dipisahkan dari usus oleh greater omantum. Lalu, pada permukaan viseral memiliki
kontak dengan bagian rumen.
Lesser curvature membelok pada area sekitar omasum. Bagian fundus dari abomasum
merupakan kelanjutan dari badan abomasum, dan keduanya memiliki keserongan internal
yang permanen, tidak berbentuk spiral. Lipatan abomasal dari abu-abu kemerahan
mengandung kelenjar gastrik. Lipatan tersebut dimulai dari omasoabomasal, dan dari tepi
samping lekukan abomasal dan mencapai ukuran terbesar di badan abomasum. Pada area
abomasum, banyak ditemukan mikoorganisme yang dapat mencerna makanan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim dari sapi itu sendiri seperti selulosa.
5. Pencernaan pada Usus Halus
Usus halus pada hewan ruminansia ini memiliki tiga bagian, yakni duodenum, jedunum, dan
ileum. Biasanya, panjang usus halus ini sekitar 22-30 kali dari panjang tubuh hewan
ruminansia itu sendiri. Pada duodenum, menghasilkan cairan alkali yang berfungsi sebagai
pelumas dan melindungi dinding duodenum dari asam hidroklorat yang masuk dari lambung
abomasum. Pada bagian usus ini terdapat juga kelenjar empedu dan pankreas. Proses
pencernaan yang terjadi di dalam usus halus adalah berupa gerakan mendorong dan
mencampur kimus (makanan yang sudah cair). Hewan sapi umumnya menggunakan gerakan
peristaltik untuk mendorong kimus di usus halus ini.
Setelah selesai pencernakan pakan di abomasum maka akan dilanjutkan ke usus halus. Usus
halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum. Dodenum kondisinya asam sehingga bakteri
dari lambung tidak bisa hidup di duodenum. Kondisi asam akibat dari percampuran asam
dari abomasum, getah pankereas, hati, kantung empedu dan kelenjar dari usus halus.
kemudian makanan akan mengalami pencernaan dengan bantuan enzim yang dihasilkan dari
dinding usus. Makanan pada tahap ini partikelnya lebih halus. Setelah itu makanan berlanjut
pada ileum, ileum memiliki banyak vili yang berfungsi memperluas bagian penyerapan
sehingga penyerapan akan lebih optimal.
6. Pencernaan pada Usus Besar

Usus besar kususnya caecum dan kolon, Sisa-sisa dari pencernaan sebelumnya
didorong dengan peristaltik usus ke usus besar. Sisa-sisa dari pencernaan sebelumnya masih
mengandung mineral dan air. Penyerapan mineral dan air paling banyak di usus besar,
penyerapan terjadi melalui dinding usus. Zat-zat yang diserap akan didistribusikan ke
seluruh tubuh yang membutuhkan, sedangkan sisa atau ampas dari penyerapan akan
dikeluarkan melalui rektum. Usus besar pada hewan sapi memiliki 2 bagian dasar yakni
Cecum (kantong buntu) dan Colon. Pada bagian Cecum, berbentuk seperti kantong yang
mencabangkan diri dari usus besar dan terletak mengarah ke arah belakang. Sementara
bagian Colon, memiliki bentuk gulungan layaknya obat nyamuk dan terletak ke arah naik,
datar, dan turun.
Pada usus besar, biasanya akan terjadi proses pencernaan terakhir yakni berupa penyerapan
air dan sedikit sisa nutrisi dari makanan yang telah dimamah sebelumnya. Di usus besar juga
akan terjadi proses pembentukan feses, yang nantinya akan dikeluarkan melalui anus.

7. Rektum dan Anus

Rektum adalah bagian lubang tempat pembuangan feses dari tubuh hewan sapi. Sebelum
dibuang melalui anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada bagian rektrum. Nah,
apabila feses sudah siap dibuang, maka otot spinkter rektum akan mengatur pembukaan dan
penutupan pada anus. Otot spinkter pada bagian rektrum ini adalah 2 yakni otot polos dan
otot lurik.
Sementara pada bagian anus yang sebagai lubang pembuangan kotoran, dikendalikan oleh
otot sphincter yang juga membantu melindungi pembukaan anus.

B. SISTEM PENCERNAAN TERNAK NON


RUMINANSIA
Ternak non ruminansia adalah jenis hewan ternak yang memiliki sistem pencernaan
monogastric, yaitu memiliki satu ruang pencernaan utama. Hewan-hewan ini mencerna
makanan dengan bantuan mikroorganisme di saluran pencernaan dan tidak memiliki rumen
(bagian pertama dari lambung yang dimiliki hewan ruminansia). Contoh hewan ternak non
ruminansia adalah babi, ayam, bebek, dan itik.

Anatomi dan fisiologi pencernaan pada ternak non ruminansia, seperti babi dan anjing,
memiliki karakteristik yang berbeda dengan ternak ruminansia. Berikut adalah penjelasan
mengenai anatomi dan fisiologi pencernaan pada ternak non ruminansia:

1. Anatomi pencernaan
Pencernaan pada ternak non ruminansia dimulai di mulut dengan proses pengunyahan untuk
menghancurkan makanan. Setelah makanan dikunyah, makanan akan masuk ke dalam
lambung untuk proses pencernaan yang lebih lanjut. Pada babi dan anjing, lambung terbagi
menjadi dua bagian, yaitu lambung bagian proventriculus dan lambung bagian ventriculus.
Proses pencernaan makanan di lambung juga melibatkan enzim-enzim pencernaan seperti
pepsin dan asam lambung.

Setelah makanan melalui lambung, makanan akan masuk ke dalam usus halus yang terdiri
dari duodenum, jejunum, dan ileum. Di usus halus, nutrisi dari makanan akan diserap oleh
tubuh melalui dinding usus halus. Makanan yang tidak tercerna akan masuk ke dalam usus
besar untuk proses penyerapan air dan pembentukan feses.

2. Fisiologi pencernaan
Pada ternak non ruminansia, enzim-enzim pencernaan yang diproduksi oleh berbagai organ
pencernaan, seperti lambung dan pankreas, bekerja untuk mencerna makanan. Enzim-enzim
tersebut, seperti amilase, lipase, dan protease, bertanggung jawab dalam mencerna
karbohidrat, lemak, dan protein dalam makanan.

Proses pencernaan pada ternak non ruminansia memiliki kecepatan yang lebih cepat
dibandingkan dengan ternak ruminansia. Hal ini karena makanan langsung masuk ke dalam
lambung dan diserap oleh usus halus tanpa perlu melewati fermentasi rumen. Oleh karena
itu, ternak non ruminansia memiliki kebutuhan akan ketersediaan nutrisi yang lebih tinggi
dalam pakan untuk mendukung metabolisme dan pertumbuhan tubuh.

Dengan pemahaman mengenai anatomi dan fisiologi pencernaan pada ternak non
ruminansia, peternak dapat merancang pakan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dari hewan ternak tersebut. Hal ini penting untuk memastikan kesehatan dan
pertumbuhan optimal dari ternak non ruminansia.

Saluran pencernaan non ruminansia. Pada ternak non ruminansia atau hewan yang
mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari :
a. Mulut ( cawar oris )
b. Tekak ( pharing )
c. Kerongkongan ( esophagus )
d. Gastrium ( lambung )
e. Intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar ( caecum dan
rektum)
f. Anus

Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran
pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan
monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di 6 katakan hampir sama,
sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks (Wolin, 1960). Alat pencernaan
(Apparatus digestorius) terdiri atas saluran pencernaan (Tractus alimentarius) dan organ
pembantu (Organa accesoria). Dilihat dari anatomi alat pencernaan, terdapat tiga kelompok
hewan yakni kelompok hewan berlambung jamak (polygastric animals) antara lain sapi,
kerbau, rusa, domba, kambing dan kijang, kelompok hewan berlambung tunggal
(monogastric animals) antara lain manusia, anjing, kucing, babi, kuda dan kelinci, dan
hewan yang berlambung jamak semu (pseudo polygastric animals) antara lain ayam, bebek,
angsa, dan burung. Hewan yang berlambung jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan
yang berlambung tunggal dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang
merupakan hewan berlambung jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke dalam
non-ruminansia (Dorland, 2002). Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang
berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi
pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang
dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke
retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang
masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah
kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada
omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus.
Akhirnya bolus akan diteruskan ke 7 abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat
ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim (Wolin, 1960).
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa
menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena Ph yang
sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi
sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan
asam amino esensial seperti pada manusia (Wolin, 1960). Sedangkan pada sapi proses
pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan
oleh bakteri dan protozoa tertentu. Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar
tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung
banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-
tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora (Soeprapto, 2006). Hal itu
disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat,
sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan
cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu
dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa) (Soeprapto,
2006). Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan
ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan ruminansia sama
sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati 8 menjadi maltosa dan
dekstrin.Pencernaan tersebut sebagian besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam
saliva tidak mencerna pati, tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian
bahan makanan mudah untuk ditelan.Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa
untuk membentuk asam-asam lemak terbang (Van, 1994). Mikroorganisme tersebut
mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk
protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia
tersangkut dalam sintesis mikrobial. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian
pertama usus halus (duodenum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi
dekstrin sederhana dan maltosa (Van, 1994).

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia dan Non


Ruminansia
Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas
mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan
kadang-kadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain. Berdasarkan
susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan 5 memamah biak) tidak mempunyai gigi
seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan
dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat, yaitu
penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa. Jika dibandingkan dengan
kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus (kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan
lebar serta lebih mampu berdilatasi (mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya
bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4
dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan
sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali) (Van, 1994).

Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia yaitu Standar
kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan
pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk
kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME)
atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK),
PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak
terdegradasi di rumen. Istilah Standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang
dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut. Misalnya pada sapi
perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu,
sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan
pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup
pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti
vitamin dan mineral.

Perbedaan antara anatomi dan fisiologi ternak ruminansia dan ternak non-ruminansia dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Anatomi:

- Ternak ruminansia: Ternak ruminansia, seperti sapi, kambing, dan domba, memiliki sistem
pencernaan yang kompleks dengan empat kompartemen utama, yaitu rumen, retikulum,
omasum, dan abomasum. Anatomi saluran pencernaan mereka telah beradaptasi untuk
mencerna bahan pakan yang sulit dicerna seperti serat tanaman.
- Ternak non-ruminansia: Ternak non-ruminansia, seperti unggas (misalnya ayam) dan babi,
memiliki sistem pencernaan yang berbeda. Mereka memiliki saluran pencernaan yang lebih
sederhana tanpa kompartemen seperti pada ternak ruminansia. Anatomi saluran pencernaan
mereka lebih sederhana dan terdiri dari lambung, usus halus, dan usus besar.
2. Fisiologi:

- Ternak ruminansia: Ternak ruminansia memiliki kemampuan untuk melakukan fermentasi


mikrobial dalam sistem pencernaan mereka. Mikroorganisme dalam rumen membantu
mencerna serat tanaman dan menghasilkan asam lemak rantai pendek yang dapat diserap
oleh tubuh ternak. Selain itu, ternak ruminansia juga memiliki kemampuan untuk
melakukan pengunyahan kembali (rumination) terhadap makanan yang sudah ditelannya.
- Ternak non-ruminansia: Ternak non-ruminansia memiliki sistem pencernaan yang lebih
sederhana dan tidak melakukan fermentasi mikrobial seperti pada ternak ruminansia.
Mereka memiliki kemampuan pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan dengan
bantuan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh organ pencernaan mereka.

Perbedaan ini mempengaruhi jenis pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak, kebutuhan
nutrisi, dan cara memanfaatkan pakan tersebut untuk berproduksi.

REFRENSI
Anonim. 2012. “Anatomi dan Fisiologi Ternak”.
http:// laporanku
ahmadmujahidin6133.blogspot.com/2012/06/anatomi-dan-
fisiologi-ternak- sistem.html. diakses pada tanggal 12 Januari
2013.

Akoso B.T. 1993, Manual Kesehatan Unggas,Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Bagot Sudjadi dan Siti Laila. 2007. Biologi Sains dalam Kehidupan.

Campbell, Neil A., Reece Jane B, .Mitchell , G Lawrence.2004. Biologi jilid 3. PT


Erlangga.
Surabaya.
Edi, Permadi. 2012. “Makalah Anatomi Histologi”. http://
edypermadi.wordpress. com/2012/06/15/makalah-anatomi-
histologi/. Diakses pada tanggal 12 Januari 2013.

Franson , R.D . 1993 . “Anatomi dan Fisiologi Ternak” . Gadjah Mada


University press: Yogyakarta.
Hunter. 1995. “Fisiologi dan Teknologi dan Reproduksi Hewan Domestik”..

Kamal,M.1994.Ilmu Produksi Ternak. Yogyakarta.Fakultas Peternakan


Universitas Gadjah mada.
Sumarjito, 2006. Panduan Belajar Biologi. Primagama: yogyakarta
Wodzicka, M, I.K. Sutama, I. G. Putu, T.G. Chaniago. 1991. Reproduksi,
Tingkah laku dan Produksi Ternak Di Indonesia. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Yaman, M. Aman. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 Minggu Panen. Penebar
Swadaya, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai