NIM : B1D022122
KELAS : 4B1
Secara etimologi, kata “ruminansia” berasal dari bahasa Latin, yakni “Ruminae” yang
berarti mengunyah kembali. Dalam ilmu peternakan dan ilmu hewan, hewan ruminansia
adalah hewan pemamah biak, yang mana merupakan hewan pemakan tumbuhan (herbivora)
dengan sistem pencernaan dalam dua langkah. Meskipun demikian, semua hewan herbivora
itu tidak termasuk pada kelompok ruminansia ini. Hal tersebut karena ciri utama dari hewan
ruminansia adalah memiliki dua fase mengunyah sebelum makanannya dapat dicerna di
perut. Berhubung sistem pencernaan dalam hewan ruminansia ini memiliki dua fase
mengunyah, pasti tampak “lebih lama” dalam proses pencernaannya. Namun, justru
kelompok hewan ini memiliki keuntungan akan hal tersebut, sebab pencernaannya menjadi
lebih efisien terutama ketika menyerap nutrisi yang terkandung di dalam makanan, dengan
bantuan mikroorganisme yang ada di perutnya.
Ternak ruminansia terdiri dari ruminansia besar diantaranya sapi dan kerbau dan
ruminansia kecil diantaranya kambing dan domba. Ruminansia memiliki sistim pencernaan
yang berbeda dengan ternak yang lain. Sistim pencernaan ruminansia memiliki beberapa
tahapan dalam mencerna makanan. Mengetahui sistim pencernaan ternak yang dipelihara
oleh peternak sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana cara kerja saluran pencernaan
sehingga memudahkan dalam penanganan jika terjadi kasus-kasus pada pencernaan.
Pencernaan adalah tempat dimana makanan diperoses di dalam tubuh. Pencernaan ternak
ruminansia berbeda dengan ternak yang lain, ternak ruminansia memiliki lambung ganda.
Proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (didalam mulut), secara
fermentatif (oleh enzim-enzim pencernaan) (Sutardi, 1979). Organ pencernaan pada ternak
ruminansia terdiri dari mulut, rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus halus, sekum,
kolon dan rektum. Rumen memiliki ukuran yang paling besar yaitu 80 %, retikulum 5 %,
omasum 7 % dan abomasum 8 % (Church, 1988).
Hewan ruminansia adalah kelompok hewan herbivora yang memiliki sistem
pencernaan khas dan kompleks. Mereka dapat mencerna bahan pakan yang sulit dicerna
seperti serat tanaman. Hewan ruminansia termasuk dalam hewan pemamah biak, yang artinya
mereka melakukan pengunyahan kembali terhadap makanan yang sudah ditelannya.
Beberapa contoh hewan ruminansia antara lain sapi, kambing, domba, rusa, dan kerbau.
Sistem pencernaan hewan ruminansia terdiri dari dua langkah. Pertama, makanan
yang dikonsumsi akan masuk ke dalam lambung pertama yang disebut rumen. Di dalam
rumen, makanan akan difermentasi oleh mikroorganisme dan membentuk massa makanan
yang disebut bolus. Kemudian, bolus akan dikembalikan ke mulut dan diunyah kembali
sebelum ditelan ke lambung kedua, yaitu omasum dan abomasum, untuk proses pencernaan
lebih lanjut.
Hewan ruminansia memiliki adaptasi fisiologi seperti gigi yang khusus menyesuaikan
makanannya. Mereka memiliki gigi taring (canin), gigi seri (incisor), dan gigi geraham
(molar dan premolar) yang membantu dalam pengunyahan dan pemotongan makanan.
Pencernaan secara mekanis dilakukan di dalam mulut, HPT yang telah direnggut
dikunyah didalam mulut kemudian di telan, setelah istirahat dikeluarin kembali dan dikunyah
lebih halus, hal ini disebut memamah biak. Pengunyahan di dalam mulut bercampur dengan
saliva (air liur) untuk membantu proses pengunyahan dan menelan makanan. Saliva
memiliki pH sekitar 8,2 dan dengan kandungan sodium bikarbonat yang tinggi. Saliva
berfunsi sebagai buffer yang membantu menetralkan pengaruh asam dari pakan yang
dikonsumsi ternak setelah masuk ke dalam rumen. Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau,
kambing, atau domba memiliki sistem pencernaan yang berbeda dengan ternak lain.
Misalnya, proses pencernaan makanan pada sapi sebagai ternak ruminansia memiliki
beberapa tahapan, yakni pencernaan secara mekanis, pencernaan pada rumen, retikulum,
omasum, usus halus, dan usus besar.
Berikut adalah penjelasan mengenai proses pencernaan pada hewan ruminansia:
pencernaan secara mekanis, pencernaan secara mekanis dilakukan di dalam mulut. Makanan
yang sudah dikunyah di dalam mulut, setelah istirahat, akan dikeluarkan kembali, dan
dikunyah lebih halus. Proses pencernaan ini dibantu oleh air liur atau saliva untuk membuat
proses pengunyahan lebih mudah.Selain itu, air liur juga membantu menetralkan asam dari
pakan ternak saat masuk ke dalam rumen. Selanjutnya adalag pencernaan pada rumen rumen,
yakni perut besar, dan merupakan bagian lambung paling besar dalam pencernaan hewan
ruminansia. Fungsi rumen adalah sebagai tempat fermentasi oleh mikroba, tempat absorbsi
VFA, dan tempat pencampuran makanan.Rumen sapi memiliki jenis bakteri yang berbeda
dengan jumlah yang sangat banyak. Selain itu, terdapat beberapa tipe protozoa yang
membantu memanfaatkan serat dari bahan pakan dan sumber nitrogen non protein.
Reticulum
Retikulum endoplasma (RE, kata retikulum diturunkan dari bahasa Latin berarti "di dalam
sitoplasma", kata endoplasmik berarti "di dalam sitoplasma") adalah organel yang dapat
ditemukan pada semua sel eukariotik. Retikulum endoplasma merupakan bagian dari sistem
endomembran. RE merupakan labirin membran yang demikian banyak sehingga RE ini
meliputi separuh lebih dari total membran dalam sel-sel eukariotik.
RE terdiri dari jaringan tubula dan gelembung membran yang disebut sisterne (cisternae)
(bahasa Latin cisterna, berarti "kotak" atau "peti"). Membran RE memisahkan ruangan
internal, yaitu ruang sisternal dan sitosol. Membran ini berhubungan langsung dengan
selubung nukleus atau nuclear envelope, sehingga ruang di antara kedua membran selubung
itu bersambung dengan ruang sisternal RE ini.
Terapat dua daerah RE yang struktur dan fungsinya berbeda jelas, walaupun keduanya
tersambung, yaitu RE halus dan RE kasar. Pada bagian-bagian RE kasar, terdapat ribuan
ribosom. Ribosom merupakan tempat proses pembentukan protein terjadi di dalam sel.
Ribosom juga diletakkan pada sisi sitoplasmik membran luar selubung nukleus, yang bertemu
dengan RE kasar.
Sedangkan bagian-bagian retikulum endoplasma yang tidak diselimuti oleh ribosom disebut
retikulum endoplasma halus atau smooth endoplasmic reticulum. Fungsinya adalah untuk
membentuk lemak dan steroid. Sel-sel yang sebagian besar terdiri dari retikulum endoplasma
halus terdapat di beberapa organ seperti hati.
3. Pencernaan pada Omasum
Omasum adalah lambung ketiga dari ternak ruminansia. Omasum disebut perut buku karena
memiliki lipatan-lipatan seperti buku berupa lipatan-lipatan logitudinal. Pencernaan pada
omasum masih terjadi fermentasi mikroorganisme. Omasum berfungsi sebagai pengatur arus
ingesta ke abomasum dan menyaring partikel yang besar. Terjadi penyerapan air yang
terkandung di dalam hijauan pakan ternak oleh dinding omasum, di dalam omasum enzim
bekerja menghaluskan hijauan.
Bagian lambung ketiga pada hewan ruminansia adalah omasum yang permukaan dindingnya
memiliki wujud lipatan dan kasar, dengan 5 lamina (daun) yang menyerupai duri. Lamina
adalah penyaring partikel digesti yang nantinya akan masuk ke abomasum. Di dalam omasum
ini, akan terjadi pencampuran pakan dan air, yang mana sebagian besar air tersebut akan
diserap oleh lapisan-lapisan omasum.
Omasum disebut perut buku karena memiliki lipatan-lipatan seperti buku berupa lipatan-
lipatan logitudinal. Pencernaan pada omasum masih terjadi fermentasi mikroorganisme.
Omasum berfungsi sebagai pengatur arus ingesta ke abomasum dan menyaring partikel yang
besar.
4. Pencernaan pada Abomasum
Abomasum terbagi atas tiga bagian yaitu : florika yang merupakan sekresi mukus, fundika
(sekresi pepsinogen, renin dan mukus) dan Kardia yang merupakan sekresi mukus.
Abomasum tempat permulaan pencernaan protein dan mengatur arus digesta dari abomasum
ke duodenum. Pakan di abomasum akan dicerna kembali dengan bantuan asam klorida dan
berbagai enzim. Asam klorida membantu mengaktifkan enzim pepsinogen melakukan
pencernaan.
Abomasum adalah organ yang ditemukan pada hewan ruminasia seperti sapi. Abomasum
merupakan salah satu dari bagian sistem pencernaan yang terdiri dari rumen, retikulum,
gastric groove, omasum, dan abomasum. ada area abomasum memiliki ciri berdinding tipis,
serta mampu menampung hingga 28 liter. Pada permukaan parietal dan pada bagian greater
curvature terletak pada bagian ventral dari dinding abdominal. Bagian kaudal dari greater
curvature dipisahkan dari usus oleh greater omantum. Lalu, pada permukaan viseral memiliki
kontak dengan bagian rumen.
Lesser curvature membelok pada area sekitar omasum. Bagian fundus dari abomasum
merupakan kelanjutan dari badan abomasum, dan keduanya memiliki keserongan internal
yang permanen, tidak berbentuk spiral. Lipatan abomasal dari abu-abu kemerahan
mengandung kelenjar gastrik. Lipatan tersebut dimulai dari omasoabomasal, dan dari tepi
samping lekukan abomasal dan mencapai ukuran terbesar di badan abomasum. Pada area
abomasum, banyak ditemukan mikoorganisme yang dapat mencerna makanan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim dari sapi itu sendiri seperti selulosa.
5. Pencernaan pada Usus Halus
Usus halus pada hewan ruminansia ini memiliki tiga bagian, yakni duodenum, jedunum, dan
ileum. Biasanya, panjang usus halus ini sekitar 22-30 kali dari panjang tubuh hewan
ruminansia itu sendiri. Pada duodenum, menghasilkan cairan alkali yang berfungsi sebagai
pelumas dan melindungi dinding duodenum dari asam hidroklorat yang masuk dari lambung
abomasum. Pada bagian usus ini terdapat juga kelenjar empedu dan pankreas. Proses
pencernaan yang terjadi di dalam usus halus adalah berupa gerakan mendorong dan
mencampur kimus (makanan yang sudah cair). Hewan sapi umumnya menggunakan gerakan
peristaltik untuk mendorong kimus di usus halus ini.
Setelah selesai pencernakan pakan di abomasum maka akan dilanjutkan ke usus halus. Usus
halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum. Dodenum kondisinya asam sehingga bakteri
dari lambung tidak bisa hidup di duodenum. Kondisi asam akibat dari percampuran asam
dari abomasum, getah pankereas, hati, kantung empedu dan kelenjar dari usus halus.
kemudian makanan akan mengalami pencernaan dengan bantuan enzim yang dihasilkan dari
dinding usus. Makanan pada tahap ini partikelnya lebih halus. Setelah itu makanan berlanjut
pada ileum, ileum memiliki banyak vili yang berfungsi memperluas bagian penyerapan
sehingga penyerapan akan lebih optimal.
6. Pencernaan pada Usus Besar
Usus besar kususnya caecum dan kolon, Sisa-sisa dari pencernaan sebelumnya
didorong dengan peristaltik usus ke usus besar. Sisa-sisa dari pencernaan sebelumnya masih
mengandung mineral dan air. Penyerapan mineral dan air paling banyak di usus besar,
penyerapan terjadi melalui dinding usus. Zat-zat yang diserap akan didistribusikan ke
seluruh tubuh yang membutuhkan, sedangkan sisa atau ampas dari penyerapan akan
dikeluarkan melalui rektum. Usus besar pada hewan sapi memiliki 2 bagian dasar yakni
Cecum (kantong buntu) dan Colon. Pada bagian Cecum, berbentuk seperti kantong yang
mencabangkan diri dari usus besar dan terletak mengarah ke arah belakang. Sementara
bagian Colon, memiliki bentuk gulungan layaknya obat nyamuk dan terletak ke arah naik,
datar, dan turun.
Pada usus besar, biasanya akan terjadi proses pencernaan terakhir yakni berupa penyerapan
air dan sedikit sisa nutrisi dari makanan yang telah dimamah sebelumnya. Di usus besar juga
akan terjadi proses pembentukan feses, yang nantinya akan dikeluarkan melalui anus.
Rektum adalah bagian lubang tempat pembuangan feses dari tubuh hewan sapi. Sebelum
dibuang melalui anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada bagian rektrum. Nah,
apabila feses sudah siap dibuang, maka otot spinkter rektum akan mengatur pembukaan dan
penutupan pada anus. Otot spinkter pada bagian rektrum ini adalah 2 yakni otot polos dan
otot lurik.
Sementara pada bagian anus yang sebagai lubang pembuangan kotoran, dikendalikan oleh
otot sphincter yang juga membantu melindungi pembukaan anus.
Anatomi dan fisiologi pencernaan pada ternak non ruminansia, seperti babi dan anjing,
memiliki karakteristik yang berbeda dengan ternak ruminansia. Berikut adalah penjelasan
mengenai anatomi dan fisiologi pencernaan pada ternak non ruminansia:
1. Anatomi pencernaan
Pencernaan pada ternak non ruminansia dimulai di mulut dengan proses pengunyahan untuk
menghancurkan makanan. Setelah makanan dikunyah, makanan akan masuk ke dalam
lambung untuk proses pencernaan yang lebih lanjut. Pada babi dan anjing, lambung terbagi
menjadi dua bagian, yaitu lambung bagian proventriculus dan lambung bagian ventriculus.
Proses pencernaan makanan di lambung juga melibatkan enzim-enzim pencernaan seperti
pepsin dan asam lambung.
Setelah makanan melalui lambung, makanan akan masuk ke dalam usus halus yang terdiri
dari duodenum, jejunum, dan ileum. Di usus halus, nutrisi dari makanan akan diserap oleh
tubuh melalui dinding usus halus. Makanan yang tidak tercerna akan masuk ke dalam usus
besar untuk proses penyerapan air dan pembentukan feses.
2. Fisiologi pencernaan
Pada ternak non ruminansia, enzim-enzim pencernaan yang diproduksi oleh berbagai organ
pencernaan, seperti lambung dan pankreas, bekerja untuk mencerna makanan. Enzim-enzim
tersebut, seperti amilase, lipase, dan protease, bertanggung jawab dalam mencerna
karbohidrat, lemak, dan protein dalam makanan.
Proses pencernaan pada ternak non ruminansia memiliki kecepatan yang lebih cepat
dibandingkan dengan ternak ruminansia. Hal ini karena makanan langsung masuk ke dalam
lambung dan diserap oleh usus halus tanpa perlu melewati fermentasi rumen. Oleh karena
itu, ternak non ruminansia memiliki kebutuhan akan ketersediaan nutrisi yang lebih tinggi
dalam pakan untuk mendukung metabolisme dan pertumbuhan tubuh.
Dengan pemahaman mengenai anatomi dan fisiologi pencernaan pada ternak non
ruminansia, peternak dapat merancang pakan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dari hewan ternak tersebut. Hal ini penting untuk memastikan kesehatan dan
pertumbuhan optimal dari ternak non ruminansia.
Saluran pencernaan non ruminansia. Pada ternak non ruminansia atau hewan yang
mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari :
a. Mulut ( cawar oris )
b. Tekak ( pharing )
c. Kerongkongan ( esophagus )
d. Gastrium ( lambung )
e. Intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar ( caecum dan
rektum)
f. Anus
Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran
pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan
monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di 6 katakan hampir sama,
sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks (Wolin, 1960). Alat pencernaan
(Apparatus digestorius) terdiri atas saluran pencernaan (Tractus alimentarius) dan organ
pembantu (Organa accesoria). Dilihat dari anatomi alat pencernaan, terdapat tiga kelompok
hewan yakni kelompok hewan berlambung jamak (polygastric animals) antara lain sapi,
kerbau, rusa, domba, kambing dan kijang, kelompok hewan berlambung tunggal
(monogastric animals) antara lain manusia, anjing, kucing, babi, kuda dan kelinci, dan
hewan yang berlambung jamak semu (pseudo polygastric animals) antara lain ayam, bebek,
angsa, dan burung. Hewan yang berlambung jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan
yang berlambung tunggal dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang
merupakan hewan berlambung jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke dalam
non-ruminansia (Dorland, 2002). Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang
berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi
pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang
dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke
retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang
masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah
kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada
omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus.
Akhirnya bolus akan diteruskan ke 7 abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat
ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim (Wolin, 1960).
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa
menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena Ph yang
sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi
sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan
asam amino esensial seperti pada manusia (Wolin, 1960). Sedangkan pada sapi proses
pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan
oleh bakteri dan protozoa tertentu. Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar
tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung
banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-
tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora (Soeprapto, 2006). Hal itu
disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat,
sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan
cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu
dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa) (Soeprapto,
2006). Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan
ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan ruminansia sama
sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati 8 menjadi maltosa dan
dekstrin.Pencernaan tersebut sebagian besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam
saliva tidak mencerna pati, tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian
bahan makanan mudah untuk ditelan.Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa
untuk membentuk asam-asam lemak terbang (Van, 1994). Mikroorganisme tersebut
mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk
protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia
tersangkut dalam sintesis mikrobial. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian
pertama usus halus (duodenum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi
dekstrin sederhana dan maltosa (Van, 1994).
Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia yaitu Standar
kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan
pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk
kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME)
atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK),
PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak
terdegradasi di rumen. Istilah Standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang
dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut. Misalnya pada sapi
perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu,
sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan
pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup
pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti
vitamin dan mineral.
Perbedaan antara anatomi dan fisiologi ternak ruminansia dan ternak non-ruminansia dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Anatomi:
- Ternak ruminansia: Ternak ruminansia, seperti sapi, kambing, dan domba, memiliki sistem
pencernaan yang kompleks dengan empat kompartemen utama, yaitu rumen, retikulum,
omasum, dan abomasum. Anatomi saluran pencernaan mereka telah beradaptasi untuk
mencerna bahan pakan yang sulit dicerna seperti serat tanaman.
- Ternak non-ruminansia: Ternak non-ruminansia, seperti unggas (misalnya ayam) dan babi,
memiliki sistem pencernaan yang berbeda. Mereka memiliki saluran pencernaan yang lebih
sederhana tanpa kompartemen seperti pada ternak ruminansia. Anatomi saluran pencernaan
mereka lebih sederhana dan terdiri dari lambung, usus halus, dan usus besar.
2. Fisiologi:
Perbedaan ini mempengaruhi jenis pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak, kebutuhan
nutrisi, dan cara memanfaatkan pakan tersebut untuk berproduksi.
REFRENSI
Anonim. 2012. “Anatomi dan Fisiologi Ternak”.
http:// laporanku
ahmadmujahidin6133.blogspot.com/2012/06/anatomi-dan-
fisiologi-ternak- sistem.html. diakses pada tanggal 12 Januari
2013.
Bagot Sudjadi dan Siti Laila. 2007. Biologi Sains dalam Kehidupan.