Anda di halaman 1dari 29

SISTEM

PENCERNAAN
HEWAN
RUMINANSIA
Hello!
Kelompok 5
Ali Akbar Halim (03)
Ersya Naufal Jayasri .B (14)
Nur Fadilla Putri Nugraha (23)
Siti Halika Muhtadia (28)
Virliana Sabrina (30)
Audrey Valencia Huslan (33)

2
SISTEM PENCERNAAN
1 HEWAN RUMINANSIA
Let’s start with the first set of slides
Hewan Ruminansia (Pemamah Biak, yaitu menelan bahan mentah
kemudian mengeluarkan lagi makanan yang sudah setengah
dicerna dari perutnya untuk dikunyah lagi) adalah hewan yang
memiliki banyak lambung (atau ruang di perut). Hewan


Ruminansia merupakan hewan herbivora, yaitu hewan yang
memakan tumbuh-tumbuhan. Mereka memakan rumput, rumput
kering, daun, bahkan kadang-kadang ranting. Sistem pencernaan
pada hewan ruminansia berbeda dengan sistem pencernaan pada
manusia, terutama pada rumus susunan gigi, tipe lambung dan
jenis mikroorganisme yang membantu proses pencernaannya.

4
ALAT PENCERNAAN HEWAN
RUMINANSIA
Sistem pencernaan hewan ruminansia terdiri atas mulut, esofagus, lambung tipe
poligastrik (rumen, retikulum, omasum dan abomasum), usus halus, usus besar
(kolon), rektum dan anus. Didalam mulut terdapat gigi seri yang berfungsi untuk
menjepit rumput dan gigi geraham untuk memotong atau memecah rumput.
Ruminansia tidak memiliki gigi taring. Diantara gigi seri dengan gigi geraham
terdapat celah yang disebut diastema. Gerakan rahang menyamping untuk
menggiling makanan. Lambung terbagi menjadi empat bagian, yaitu rumen (perut
besar, menampung 80% dari total makanan), retikulum (perut jala, berisi 5%
makanan), omasum (perut kitab, berisi 7-8% makanan) dan abomasum (perut
masam, berisi 7-8% makanan). Usus hewan herbivora lebih panjang
dibandingkan dengan usus karnivora, bisa mencapai 40 meter. Sekum (usus
buntu) berukuran besar, sebab volume makanannya banyak, proses
pencernaannya berat dan berlangsung lebih lama. Berikut organ-organ yang
berperan dalam pencernaan hewan ruminansia :

5
1. Rongga Mulut (Cavum Oris)
Rongga mulut menjadi tempat pertama dalam proses pencernaan hewan
ruminansia. Dalam rongga mulut hewan ruminansia, terdapat 2 organ sistem
pencernaan yang memiliki fungsi penting, yakni gigi dan lidah. Susunan gigi
ruminansia berbeda dengan susunan gigi mamalia lain. Gigi seri (insisisvus)
mempunyai bentuk yang sesuai untuk menjepit makanan, gigi taring
(caninus) tidak berkembang sama sekali dan gigi geraham belakang
(molare) bentuknya datar dan lebar. Terdapat gigi seri (insisisvus)
mempunyai bentuk yang sesuai untuk memotong dan menjepit makanan
yang berupa dedaunan dan rerumputan. Kemudian gigi taringnya yang
berfungsi untuk merenggut rumput atau dedaunan yang agak keras.
Sedangkan proses pengunyahan selanjutnya dengan gigi geraham depan
(premolare) dan geraham belakang (molare). Selain itu rahang hewan
ruminansia dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan.

6
Gambar Rongga Mulut Hewan Ruminansia

7
2. Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus atau kerongkongan merupakan saluran organ yang
menghubungkan antara rongga mulut dan lambung. Pada saluran ini,
makanan tidak mengalami proses pencernaan. Makanan hanya sekedar
lewat, selanjutnya digerus dalam lambung. Umumnya, esofagus hewan
ruminansia berukuran sangat pendek yakni sekitar 5 cm, namun lebarnya
dapat berdilatasi (melebar) untuk menyesuaikan ukuran dan tekstur makanan
yang dimakan.

8
3. Lambung
Setelah melewati esofagus, makanan kemudian menuju lambung. Pada
proses pencernaan yang pertama lambung bereperan untuk menampung
makanan sementara sebelum di keluarkan kembali. Selain itu lambung pada
hewan ruminansia juga berfungsi untuk proses pembusukan makanan yang
merupakan simbiosis antara hewan pemamah biak dengan flagellata(dari
jenis Copromonas subtitis) dan bakteri dari genus Cytopaga dan Bacterium
penghasil enzim selulase yang dapat mengurai selulosa. Ukuran lambung
hewan ruminansia bervariasi bergantung pada umur dan juga makanan yag
dicerna. Terdapat 4 bagian ruang lambung rumensia yaitu rumen (80%),
retikulum (5%), omasum (7%–8%) dan abomasum (7%–8%).

9
Gambar Lambung Hewan Ruminansia

10
a. Rumen
Rumen merupakan bagian lambung yang paling besar. Rumen juga menjadi tempat
pertama masuknya makanan setelah melewati esofagus. Makanan akan menjadi lembut
jika telah memasuki rumen untuk yang kedua kalinya setelah hewan tersebut
mengunyah dan mengeluarkan makanannya. Karena makanan tersebut telah tercampur
dengan air liur serta enzim-enzim yang terdapat dalam rongga mulut hewan ruminansia.
Rumen dapat menampung cukup bayak makanan yang telah di kunyah.
Fungsi rumen yaitu sebagai tempat penyimpanan makanan yang sudah ditelan
sementara. Setelah rumen terisi cukup penuh oleh makanan, sapi akan beristirahat
sambil mengunyah kembali makanan yang keluar dari rumen.
Di dalam rumen terdapat sismbiosis antara flagellata dengan hewan pemamah biak
yang menghasilkan enzim selulase, oligosakharase, hidrolase, glikosidase, dan enzim
amilase. Enzim tersebut berfungsi untuk mengurai selulosa. Selulosa merupakan
komponen utama yang membentuk tanaman hijau. Selulosa adalah molekul yang terdiri
dari karbon, hidrogen, dan oksigen, dan ditemukan dalam struktur selular hampir semua
materi tanaman, dan di dalam selulosa terdapat polisakarida. Sebuah polisakarida yang
merupakan konstituen utama dari dinding sel di semua tumbuhan hijau dan sebagian
besar bakteri.

11
b. Retikulum (Perut Jala)
Setelah melewati rumen, makanan kemudian menuju retikulum. Retikulum
mempunyai dinding otot yang cukup kuat, sehingga mampu untuk mengiling dan
memproses makanan menjadi lebih halus. Retikulum juga sering disebut perut jala.
Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, namun diantara keduanya tidak ada
dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan,
sehingga partikel makanan menjadi tercampur.  Pada retikulum dan rumen terjadi
pencernaan secara fermentatif, karena pada bagian tersebut terdapat bermilyaran
mikroorganisme. Dalam retikulum, makanan diaduk dan dicampur dengan enzim
hingga menjadi gumpalan kasar (bolus). Pengadukan ini dilakukan dengan bantuan
kontraksi otot dinding retikulum. Gumpalan makanan tersebut kemudian didorong
kembali ke rongga mulut untuk dimamah kedua kalinya dan dikunyah hingga lebih
sempurna ketika sapi beristirahat.

12
c. Omasum (Perut Buku)
Setelah gumpalan makanan dikunyah lagi, makanan ditelan kembali, makanan
tersebut akan masuk ke omasum melewati rumen dan retikulum. Dalam omasum,
kelenjar enzim akan membantu penghalusan makanan secara kimiawi. Di dalam
omasum terjadi proses absorpsi yaitu penyerapan air yang dilakukan oleh dinding
omasum yang dilakukan untuk mengurangi kadar air pada gumpalan makanan.
Bentuk permukaan omasum berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5.
Antara omasum dan abomasums terdapat lubang yang disebut omaso abomasal orifice.

13
d. Abomasum (Perut Masam)
Setelah melalui proses di omasum, kemudian makanan akan menuju abomasum.
Abomasum biasa juga disebut sebagai perut sejati. Abomasum merupakan perut yang
sebenarnya karena pada organ ini sistem pencernaan hewan ruminansia secara kimiawi
bekerja dengan bantuan enzim pencernaan.  Permukaan abomasum dilapisi oleh
mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim
yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel
parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada
saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Dalam abomasum,
gumpalan makanan dicerna melalui bantuan enzim dan asam klorida. Enzim yang
dikeluarkan dinding abomasum sama dengan yang ada pada lambung mamalia lain,
sedangkan asam klorida (HCl) selain membantu dalam pengaktifan enzim pepsinogen
yang dikeluarkan dinding abomasum, juga berperan sebagai desinfektan bakteri jahat
yang masuk dengan makanan.

14
4. Usus Halus
Setelah melewati berbagai tahap pencernaan yang terdapat dalam lambung,
makanan yang sudah halus dari ruang abomasum makanan tersebut
kemudian didorong masuk ke usus halus. Usus halus berperan untuk
menyerap sari-sari makanan yang telah di giling halus di dalam lambung.
Kemudian sari-sari makanan yang telah diserap di edarkan ke seluruh tubuh
dan menjadi energi. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum,
jejenum dan ileum. roses penyerapan sari makanan dari organ
gastrointestinal terjadi dengan cara transpor pasif atau dengan difusi
dipermudah.

15
5. Anus
Setelah melewati berbagai tahap pencernaan yang terdapat dalam lambung,
makanan yang sudah halus dari ruang abomasum makanan tersebut
kemudian didorong masuk ke usus halus. Usus halus berperan untuk
menyerap sari-sari makanan yang telah di giling halus di dalam lambung.
Kemudian sari-sari makanan yang telah diserap di edarkan ke seluruh tubuh
dan menjadi energi. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum,
jejenum dan ileum. roses penyerapan sari makanan dari organ
gastrointestinal terjadi dengan cara transpor pasif atau dengan difusi
dipermudah. Setelah proses penyerapan sari-sari makanan oelh usus halus,
kemudian ampas-ampas bekas dari proses penyerapan tersebut di bawa
menuju anus. Kemudian ampas-ampas tersebut menumpuk ampas-ampas
sebelumnya dan menjadi kotoran yang siap untuk dikeluarkan.

16
Proses Pencernaan makanan pada
hewan ruminansia
Mekanisme proses pencernaan hewan ruminansia secara berurutan sebagai
berikut :
◇ Pada awalnya, makanan dicerna secara mekanis oleh mulut. Dari mulut
melewati kerongkongan (esofagus), makanan masuk ke dalam rumen yang
merupakan tempat penyimpanan sementara.
◇ Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida dan fermentasi selulosa
oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri anaerob dan protozoa
tertentu. Dari rumen, makanan diteruskan ke retikulum.
◇ Di dalam retikulum, makanan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang
masih kasar disebut bolus.

17
Proses Pencernaan makanan pada
hewan ruminansia
◇ Pada saat hewan istirahat, bolus tersebut akan dimuntahkan kembali dan
kemudian akan dimakan kembali untuk dicerna kembali
◇ Dari mulut, makanan yang sudah halus ditelan kembali menuju omasum. Di
omasum, makanan di campur dengan enzim, selanjutnya ke abomasum.
◇ Di abomasum masih terjadi pencernaan secara kimiawi oleh enzim selulase.
Selulosa diubah menjadi asam lemak dan menghasilkan biogas berupa
metana (CH4). Namun, di abomasum pH sangat rendah (asam), sehingga
bakteri akan mati. Bakteri yang mati tersebut dicerna dan menjadi sumber
protein, sehingga ruminansia tidak memerlukan asam amino esensial seperti
pada manusia.

18
Proses Pencernaan makanan pada
hewan ruminansia
◇ Dari abomasum makanan menuju usus halus ke usus halus. Di usus halus,
asam lambung dinetralisis, makanan bercampur dengan enzim-enzim yang
berasal dari hati dan pankreas sehingga karbohidrat, protein, lemak dan
vitamin, akan mudah dicerna dan diserap. Penyerapan zat-zat makanan
sebagian besar terjadi di duodenum melalui vili (jonjot usus).
◇ Makanan yang tidak dapat dicerna, masuk ke dalam sekum (usus buntu) dan
difermentasikan oleh bakteri.
◇ isa-sisa pencernaan menuju ke usus besar, selanjutnya dibuang melalui anus.
Sebagian bakteri kemungkinan terbawa keluar bersama feses, sehingga
bahan organik dalam feses akan diuraikan dan menghasilkan gas CH4
(biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi allternatif).

19
Gambar Alat Pencernaan Hewan Ruminansia

20
KELAINAN DAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN HEWAN
RUMINANSIA
 Penyakit Brucellosis (Keluron Menular), adalah penyakit ternak menular
yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder berbagai
jenis ternak lainnya serta manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal sebagai
penyakit Kluron atau pemyakit Bang. Sedangkan pada manusia
menyebabkan demam yang bersifat undulans dan disevut Demam Malta.
 Terdapat 3 spesies, yaitu Brucella melitensis,  yang menyerang pada
kambing, Brucella abortus, yang menyerang pada sapi dan Brucella suis,
yang menyerang pada babi dan sapi. Penyakit ini menyebabkan kluron, anak
ternak yang dilahirkan lemah kemudian mati, terjadi gangguan alat-alat
reproduksi yang mengakibatkan kemajiran temporee atau permanen.
Perubahan pasca mati yang terlihat adalah penebalan pada plasenta dengan
bercak-bercak pada permukaan lapisan chorion. cairan janin terlihat keruh
berwarna kuning coklat dan kadang-kadang bercampur nanah. Pada ternak
jantan ditemukan proses pernanahan pada testikelnya yang dapat diikuti
dengan nekrose.  
21
 Radang Ambing (Mastitis), adalah istilah yang digunakan untuk radang
yang terjadi pada ambing, baik bersifat akut, subakut ataupun kronis, dengan
kenaikan sel di dalam air susu dan  perubahan fisik maupun susunan air susu,
disertai atau tanpa adanya perubahan patologis pada kelenjar. Berbagai jenis
bakteri telah diketahui sebagai agen penyebab penyakit mastitis, antara
lain Streptococcus agalactiae, Str. Disgalactiae, Str. Uberis,
Str.zooepedermicus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter
aerogenees dan Pseudomonas aeroginosa. Yeast dan  fungi juga sering
menginfeksi ambing, namun biasanya menyebabkan mastitis
subklinis. Disamping faktor –faktor mikroorganisme yang meliputi berbagai
jenis, jumlah dan virulensinya, faktor ternak dan lingkungannya juga
menentukan mudah tidaknya terjadi radang ambing dalam suatu peternakan.
Faktor predisposisi radang ambing dilihat dari segi ternak,  factor umur dan
tingkat produksi susu sapi juga mempengaruhi kejadian mastitis. Gejala-
gejalanya kebengkakan ambing, panas saat diraba, rasa sakit, warna
kemerahan dan terganggunya fungsi. Air susu berubah sifat, menjadi pecah,
bercampur endapan atau jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan
protein.

22
 Pink Eye, merupakan penyakit mata akut yang menular pada sapi, domba
maupun kambing, biasanya bersifat epizootik dan ditandai dengan
memerahnya conjunctiva dan kekeruhan mata. Penyakit ini tidak sampai
menimbulkan kematian, akan tetapi dapat menyebabkan kerugian yang
cukup besar bagi peternak, karena akan menyebabkan kebutaan, penurunan
berat badan dan biaya pengobatan yang mahal. Pink Eye disebabkan oleh
bakteri, virus, rikketsia maupun chlamydia, namun yang paling sering
ditemukan adalah akibat bakteri Maraxella bovis. Gejala-gejalanya antara
lain mata berair, kemerahan pada bagian mata yang putih dan kelopaknya,
bengkak pada kelopak mata dan cenderum menjulingkan mata untuk
menghindari sinar matahari. Selanjutnya selaput bening mata/kornea menjadi
keruh dan pembuluh darah tampak menyilanginya. Kadang-kadang terjadi
borok atau lubang pada selaput bening mata. Borok dapat pecah dan
mengakibatkan kebutaan.

23
◇ Bloat (Kembung Perut atau Timpani Ruminal), disebabkan karena
ketidak-mampuan ternak menghilangkan gas yang dihasilkan oleh rumen.
Keadaan tersebut bisa menyebabkan kematian kalau tidak segera ditangani.
Kematian disebabkan oleh tertekannya diafragma dan paru-paru oleh rumen
yang mebesar akibat gas yang berlebihan. Kembung bisa disebabkan oleh
sejenis tanaman untuk pakan ternak. Tanaman yang sering menyebabkan
kembung adalah leguminosa (kacang-kacangan), seperti kacang
tanah, Centrocoma dan alfafa. Selain faktor pakan, faktor individu ternak
juga menentukan kepekaan terhadap kejadian kembung. Ternak yang dalam
keadaan bunting atau dalam kondisi kurang baik, mungkin juga kekurangan
darah dan kelemahan umum cenderung mudah menderita kembung. Gejala-
gejalanya antara lain, ternak sebentar-sebentar berbaring dan kemudian
berdiri, tampak sempoyongan dan berjalan ke sana kemari tanpa tujuan,
kelihatan bingung. Terlihat sulit bernapas, sisi tubuh sebelah kiri
menggembung/menonjol ke atas dan ke luar, serta bersuara drum apabila
ditepuk. Gerakan rumen biasanya tetap berlangsung sampai bagian dalam
dari mulut dan daerah sekitar mata berubah menjadi kebiruan. Perubahan ini
menunjukkan adanya kekurangan oksigen dan mendekati kematian.

24
◇ Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia, meskipun penyakit cacingan
tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi  ekonomi
dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing disebut sebagai
penyakit ekonomi. Kerugian-kerugian akibat penyakit cacing, antara lain :
penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan,
penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan
kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada
manusia. Penyakit ini disebabkan oleh cacing Fasciola sp.  Pada umumnya
yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Fasciola gigantica. Gejala-
gejalanya antara lain,  Pada Sapi penderita akan mengalami gangguan
pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada
keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat
pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas. Pada Domba dan
kambing, infeksi bersifat akut, menyebabkan kematian  mendadak dengan
darah keluar dari hidung dan anus seperti pada penyakit anthrax. Pada infeksi
yang  bersifat kronis, gejala yang terlihat antara lain  ternak malas, tidak gesit,
napsu makan menurun, selaput lendir pucat, terjadi busung (edema) di antara
rahang bawah yang disebut “bottle jaw”, bulu kering dan rontok, perut
membesar dan terasa sakit serta ternak kurus dan lemah.

25
◇  Nematodosis, adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Nematoda atau cacing
gilig. Di dalam saluran pencernaan (gastro intestinalis), cacing ini menghisap sari
makanan yang dibutuhkan oleh induk semang, menghisap darah/cairan tubuh atau
bahkan memakan jaringan tubuh. Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa
menyebabkan sumbatan (obstruksi) usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi
tubuh sebagai akibat toksin yang dihasilkan. Spesies cacing gilig ada sekitar lebih
dari 50 jenis spesies, namun ada lima jenis cacing gilig yang paling sering
menyebabkan penyakit, yaitu:
1. Cacing Haemonchus contortus yang menyebabkan penyakit Haemonchosis.
2. Cacing Toxocara vitulorum termasuk kelas Nematoda yang menyebabkan
ternak mengalami diare, kurus, bahkan kematian.
3.  Cacing bungkul dewasa hidup di dalam usus besar. Disebut cacing bungkul
karena bentuk larva cacing ini dapat menyebabkan bungkul-bungkul di
sepanjang usus besar.
4. Cacing Kait (Bunostomum sp.), cacing ini memakan jaringan tubuh dan
darah, sehingga walaupun jumlah cacing hanya sedikit, namun ternak cepat
menunjukkan gejala klinis yang nyata.
5. Cacing Rambuut (Trichostrongylus sp.) ternak muda terlihat pertumbuhan
terhambat, mencret dengan warna tinja hijau kehitaman, kurus dan diakhiri
kematian.
26
◇ Cestodosis, merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Moniezea yang
merupakan cacing Cestoda yang sering menyerang kambing. Bentuk cacing
pipih, bersegmen dan berwarna putih kekuningan. Cacing ini jarang
menimbulkan masalah, kecuali jika menyerang anak kambing yang sangat
muda dan dalam jumlah yang besar. Tungau digunakan sebagai inang antara
bagi cacing. Cacing pita dewasa hidup dalam usus kambing dan domba akan
melepaskan segmen yang masak bersama tinja, segmen tersebut pecah dan
melepaskan telur . Telur-telur cacing dimakan oleh tungau tanah yang hidup
pada akar tumbuhan. Telur-telur dalam tubuh tungau menetas menjadi larva.
Kambing/domba memakan tungau bersama-sama akar tanaman, seingga larva
akan tertelan dan tumbuh menjadi dewasa di usus. Gejala yang terlihat pada
kambing penderita, antara lain  badan kurus, bulu kusam, selaput mata terlihat
pucat, anemis, terdapat gejala edema dan mencret. Biasanya potongan segmen
yang matang keluar bersama tinja atau kadang menggantung di anus.

27
Thanks!
Any questions?

28
SEKIAN DARI KAMI, KURANG LEBIHNYA MOHON
DIMAAFKAN
WASSALAMUALAIKUM
WARAHMATULLAHI
WABARAKATUH

Anda mungkin juga menyukai