Anda di halaman 1dari 50

DIKTAT FISIOLOGI TERNAK 2023

ANATOMI ORGAN RUMINANSIA, NON RUMINANSIA DAN


PSEUDORUMINANSIA

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur tubuh makhluk hidup. Hewan
ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang dikenal sebagai hewan pemamah biak
karena mengeluarkan kembali makanan dari perut ke mulut untuk dikunyah kembali. Hewan
ruminansia dikenal sebagai hewan yang memiliki lambung jamak atau lebih dari satu dan
memiliki empat bilik perut yaitu, rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Contoh hewan
ruminansia yaitu: sapi, kerbau, kambing, domba, rusa, dan lain-lain. Hewan non-ruminansia
adalah hewan yang tidak tergolong dalam ruminansia yang hanya memiliki satu lambung
(monogastric). Contoh hewan non-ruminansia adalah unggas, babi, kuda, anjing dan kucing.
Hewan pseudoruminansia adalah hewan yang mengonsumsi serat dalam jumlah yang besar
sehingga memiliki sekum yang besar dan pencernaannya hanya memiliki tiga kompartemen
dimana tidak memiliki rumen. Contoh hewan pseudoruminansia adalah tikus, kelinci,
marmut, alpaca, unta. Dalam praktikum ini, akan dibahas mengenai organ pencernaan, organ
pernapasan dan organ reproduksi dari ruminansia, non-ruminansia dan pseudoruminansia.

A. Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan atau Gastro Intestinal Tract merupakan saluran yang dilewati
makanan mulai dari mulut sampai anus, dimana di dalamnya terjadi proses pencernaan
berbagai makanan. Proses dari pencernaan yaitu makanan dipecah menjadi bagian lebih kecil
agar mudah larut dan diserap untuk kemudian dibuang menjadi feses. Proses pencernaan
melibatkan berbagai organ, kelenjar dan struktur lain yang berkaitan dengan dengan
pengunyahan, penelanan, pencernaan, absorpsi sampai ekskresi. Saluran pencernaan
merupakan tempat terjadinya proses pencernaan dan disusun oleh berbagai organ meliputi
mulut beserta aksesorisnya, kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus, usus besar
(sekum, kolon, rektum) dan anus. Sedangkan kelenjar pencernaan berdasarkan strukturnya
dibedakan menjadi dua yaitu glandula digestoria yang bersifat uniseluler dan multiseluler. Sel
goblet, sel mukus dan sel parietalis merupakan sel glanduler yang berperan dalam proses
digesti.

Pada proses pencernaan, terdapat proses secara mekanis dan kimiawi dimana
pencernaan secara mekanis terdiri atas proses pemasukkan, penggilingan, pemotongan,
pengunyahan, sedangkan secara kimiawi melalui bantuan enzim-enzim dan bakteri yang ada
di organ pencernaan. Dalam sistem pencernaan, terdapat beberapa istilah yang harus
diketahui.
• Prehensi : Pengambilan pakan dan minuman
• Mastikasi : Proses pelembutan pakan biasanya berupa pengunyahan
• Deglutisi : Penelanan makanan yang telah dikunyah sebelumnya
• Regurgitasi : Pemuntahan kembali pakan yang sudah ditelan ke mulut
• Digesti : Pelembutan (pemecahan) pakan menjadi bagian yang lebih kecil hingga
dapat dilakukan absorbsi
• Absorbsi : pemindahan substansi dari GIT ke pembuluh darah atau sistem limfa
• Anabolisme : Proses pembentukan senyawa komplek dari elemen atau dari molekul
sederhana
• Katabolisme : Proses pemecahan senyawa komplek menjadi sederhana
• Metabolisme : Kombinasi reaksi anabolisme dan katabolisme dalam tubuh dengan
menghasilkan energi
• Ekskresi : Proses pengeluaran sisa makanan dan metabolisme.

Otot berperan penting dalam organ pencernaan terutama secara mekanis. Otot
membantu organ pencernaan untuk menghancurkan makanan dalam tubuh ternak sehingga
menjadi lebih halus. Di organ pencernaan terdapat otot halus. Otot halus atau otot viseral
bekerja di luar kesadaran hewan. Otot viseral bekerja secara otomatis dan tidak dapat
dikendalikan oleh hewan.

a) Sistem Pencernaan Ruminansia

Hewan ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang dikenal sebagai hewan
pemamah biak karena mengeluarkan kembali makanan dari perut ke mulut untuk dikunyah
kembali dengan bantuan mikroba. Hewan ruminansia dikenal sebagai hewan yang memiliki
lambung jamak atau lebih dari satu dan memiliki empat bilik perut yaitu, rumen, retikulum,
omasum, dan abomasum. Sekresi hormon oleh sel-sel endokrin di traktus digestivus terjadi
akibat stimulus tertentu, dan sekresi hormon akan berhenti bila stimuli tersebut lenyap.
Sebagai contoh bila ada pakan (kaya protein) memasuki gastrik, maka regangan pada gastrik
akan mengaktifkan pleksus Mienterikus, aktivasi pleksus Mienterikus merangsang sel G (sel
endokrin) untuk mensekresikan gastrin. Selanjutnya gastrin akan merangsang pengeluaran
HCl lambung yang pada gilirannya akan menyebabkan aktivasi enzim pepsinogen menjadi
bentuk aktifnya yaitu pepsin, sehingga pepsin dapat mencerna protein.
Berikut merupakan organ-organ pencernaannya:

Gambar 1: Skema Pencernaan Hewan Ruminansia

1. Mulut

Mulut adalah bagian dimana pencernaan pertama kali berlangsung. Pada


ruminansia, tidak memiliki gigi seri atas dan hanya memiliki gigi seri bawah. Prehensi
dilakukan dengan bibir dan lidah dengan gerakan rahang secara lateral. Gigi geraham
atas dan bawah tajam dan lebar. Saliva pada ruminansia dihasilkan secara terus
menerus terutama pada ruminasi saat istirahat.

Pada ternak ruminansia tidak memiliki gigi seri atas dan hanya memiliki gigi
seri bawah. Berdasarkan letaknya dentes dapat dibedakan menjadi dentes superior dan
dentes inferior. Berdasarkan morfologinya dentes dibagi menjadi empat jenis yaitu
dentes insisivus (I), dentes caninus (C), dentes premolare (P), dan dentes molare (M).
Dentes pada hewan ternak umumnya yaitu dapat mengikuti rumus sebagai berikut: (Ip
Cq Pr Ms)/(Ik Cl Pm Mn). Pada sapi dapat dihasilkan saliva hingga 12 galon per hari,
sedangkan domba 2 galon per hari. Kandungan yang terdapat pada saliva yaitu N
(Urea), P (Fosfor), dan Na yang berguna untuk mikrobia rumen. Pada ruminansia
terjadi proses ruminasi yang terdiri dari

Gambar 2: Skema rongga mulut ruminansia

2. Esophagus (Kerongkongan)
Esofagus merupakan saluran penyalur antara mulut dengan rumen dan
berfungsi juga sebaliknya dimana sebagai penyalur antara rumen dengan mulut
(proses remastikasi). Saluran esofagus berpangkal pada faring yang merupakan area
persimpangan antara saluran udara dan saluran pakan. Persimpangan jalan udara dan
jalan pakan dilengkapi dengan klep khusus yang disebut dengan epiglotis. Hasil
mastikasi berupa bolus-bolus pakan akan melalui esofagus menuju ventrikulus.

Gambar 3 : Skema perut hewan ruminansia

3. Lambung pada hewan Ruminansia terbagi menjadi 4 bagian yaitu :

● Rumen

Rumen adalah lambung pertama dan kantong muskular besar yang


rentangnya dari diafragma menuju ke pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari
rongga abdominal. Dinding pada rumen terdapat papillae menyerupai handuk.
Fungsi rumen diantaranya, sebagai storage (penyimpanan), perendaman,
pencampuran dan pemecahan secara fisik, dan sebagai ruang fermentasi atau
pembusukan oleh mikroba seperti bakteri dan protozoa. Dalam cairan rumen,
terdapat bakteri sebanyak 25-50 juta bakteri per ml cairan. Selain itu, rumen
berguna sebagai sintesis vitamin larut air dan vitamin K. Lalu, rumen juga
berguna sebagai sintesis asam amino dan protein dimana bakteri akan
menggunakan N dari pakan dan non protein nitrogen (NPN) menggunakan
kerangka karbon (C) dari karbohidrat untuk membentuk protein bakteri. Bakteri
terbawa ke usus menjadi sumber asam amino bagi ruminansia. Dalam
permukaannya rumen dilapisi oleh papila untuk memperluas permukaan sehingga
dapat meningkatkan penyerapan. Rumen berfungsi untuk tempat fermentasi oleh
mikroba rumen, tempat absorbsi VFA dan amonia serta sebagai tempat
pencampuran.
Gambar 4 : Gambar Rumen Ruminansia

● Retikulum

Retikulum merupakan lambung kedua dan sebagai penghubung antara


rumen dengan lambung ketiga. Sama halnya dengan rumen, reticulum berfungsi
untuk mencerna makanan dengan cara melakukan gerakan otot lambung seperti
mengaduk dan memutar. Dinding pada retikulum membentuk pola segi enam dan
mirip dengan jala maka disebut lambung jala. Dinding retikulum tidak
menghasilkan enzim.

Gambar 5 : Gambar Retikulum Ruminansia

● Omasum

Omasum merupakan lambung ketiga yang terletak di sebelah kanan rumen


dan retikulum, terdapat lipatan (lapisan) seperti buku maka disebut sebagai
lambung buku. Dindingnya bersifat muskuler, tanpa menghasilkan sekresi enzim.
Fungsi omasum mereduksi partikel pakan sebelum masuk abomasum dan tempat
absorbsi air, menyerap kelebihan asam lemak dan natrium pada makanan. Pada
omasum dindingnya terdiri dari laminae berbentuk lipatan-lipatan longitudinal
seperti lembaran buku sehingga disebut lambung buku. Omasum berfungsi untuk
mengatur arus ingesta ke abomasum lewat omasal-abomasal orifice, sebagai
filtering yakni menyaring partikel-partikel yang besar dan sebagai
grinding/digerus dengan laminaenya.

Gambar 6. Gambar Omasum Ruminansia

● Abomasum

Abomasum adalah lambung keempat yang menghasilkan lendir, asam


hidrolik, dan enzim proteolitik. Pada abomasum berlangsung pencernaan kimiawi
oleh sel-sel epitel sehingga sari makanan dapat diserap dengan baik. Pada intinya,
struktur dan fungsi abomasum hampir mirip dengan lambung hewan
non-ruminansia. Abomasum ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu kardia yakni
sekresi mukus, fundika yakni sekresi pepsinogen, renin, dan mukus serta filorika
yakni sekresi mukus. Abomasum berfungsi untuk tempat permulaan pencernaan
enzymatis (perut sejati) yaitu pencernaan protein dan mengatur arus digesta dari
abomasum ke duodenum.

Gambar 7. Gambar abomasum Ruminansia

4. Usus Halus

Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Usus halus berfungsi
untuk menyerap sari-sari makanan yang telah diproses di dalam lambung. Sari-sari
makanan yang diserap kemudian diedarkan ke seluruh tubuh dan diubah menjadi
energi. Setelah sari-sari makanan diserap oleh usus halus, sisa proses penyerapan akan
dibawa menuju anus. Proses digesti dan absorpsi hasil digesti terjadi pada intestinum
tenue. Kemudian intestinum tenue ini bermuara di duktus ekskretorius beberapa
glandula, seperti duktus hepatikus (saluran yang menghubungkan hati dan
duodenum), duktus pankreatikus (saluran yang menghubungkan pankreas dan
duodenum) dan duktus sistikus (saluran yang menghubungkan kantung empedu dan
duodenum).

Di dalam dinding usus terdapat saraf intrinsik yaitu pleksus mienterikus


(pleksus Aurbach). Saraf ini berada diantara lapisan otot longitudinal dan sirkuler
pada dinding usus. Ujung-ujung saraf intrinsik ini menjulur ke lumen usus sehingga
dapat memberi informasi mekanik (peregangan, karena adanya makanan di saluran
pencernaan) maupun kimiawi (sehingga disekresikan enzim sesuai dengan makanan
yang memasuki saluran pencernaan). Sebagai bagian dari sistem kontrol lokal pada
fungsi digesti, sel-sel endokrin tersebar di sepanjang epitel usus, bagian apeksnya
menjulur ke lumen usus, merespon isi lumen dan melepaskan hormon. Hormon yang
dihasilkan oleh saluran pencernaan biasanya termasuk kelompok peptida.

5. Usus Besar
Usus besar berfungsi untuk menyerap sisa-sisa proses pencernaan sebelumnya
apabila masih memiliki mineral dan air, sedangkan sisa pencernaan yang sudah tidak
dapat diserap akan dikeluarkan melalui rektum.
6. Anus
Anus adalah saluran akhir dari proses pencernaan. Setelah sari-sari makanan
diserap oleh usus halus, maka sisa proses penyerapan akan dibawa menuju anus.
Aliran pendek pada ujung rectum sebagai jalur untuk keluarnya feses.

b) Sistem Pencernaan Non-ruminansia

Hewan non-ruminansia adalah hewan yang tidak tergolong dalam ruminansia yang
hanya memiliki satu lambung (monogastric). Hewan non-ruminansia memiliki batas dalam
mencerna pakan yang berserat, kecuali kuda karena kuda mampu mencerna pakan secara
mikrobial di sekum dan usus besar.
1. Babi
Organ pencernaan pada babi dimulai dari mulut sampai anus.
Gambar 8 : Skema Pencernaan Babi

1. Mulut
Bagian awal sistem pencernaan yang terdapat lidah yang berperan untuk
proses prehensi, pencampuran dan deglutisi, Gigi untuk prehensi dan mastikasi,
dan kelenjar saliva (air, musin, garam bikarbonat sebagai buffer, amilase
pemecahan amilum)
2. Esofagus
Esofagus merupakan saluran muskuler yang berperan dalam deglutisi
melalui gerak peristaltic dimana menghubungkan mulut dengan lambung.
3. Lambung
Lambung berfungsi untuk penyimpanan pakan yang ditelan, terjadi
pergerakan muskuler penyebab pemecahan pakan secara fisik, penghasil cairan
digesti seperti asam HCl, pepsin dan renin.

4. Usus halus
Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum (bagian usus yang aktif,
menerima sekresi pankreas, empedu dari hati dan dinding usus), jejunum (bagian
tengah yang berperan dalam absorbsi), dan ileum (terhubung langsung dengan
usus besar dan berperan sebagai absorbsi nutrisi ke aliran darah). Pada dinding
usus kecil bagian dalam (lumen) terdapat tonjolan-tonjolan kecil (villi) yang
berguna untuk memperluas area absorbsi. Pada setiap villus terdapat arteri, vena
dan sistem limfa.
5. Usus besar
Usus besar berfungsi untuk menyerap sisa-sisa proses pencernaan
sebelumnya apabila masih memiliki mineral dan air, sedangkan sisa pencernaan
yang sudah tidak dapat diserap akan dikeluarkan melalui rektum.
6. Anus
Saluran pembuangan feses pada hewan dan manusia.

2. Kuda

Gambar 9 : Skema Pencernaan Kuda

1. Mulut
Mulut merupakan bagian awal pencernaan dimana prehensi menggunakan
gigi, lidah dan bibir. Rahang bergerak ke arah lateral dan vertikal. Kuda
menghasilkan saliva sebanyak 10 galon per hari, namun dalam salivanya tersebut
tidak mengandung enzim.
2. Esofagus
Saluran yang menghubungkan mulut dengan lambung dimana terjadi
gerakan peristaltic.
3. Lambung
Pada kuda, lambungnya memiliki kapasitas yang relatif kecil sehingga
kuda harus makan beberapa kali. Selain itu, lambung kuda tidak mempunyai gerak
muskular seperti hewan lain

4. Usus halus
Usus kecil pada kuda terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum atau sama
dengan babi, tetapi kuda tidak mempunyai kantung empedu sehingga empedu
langsung disekresikan ke duodenum.
5. Usus besar
Usus besar memiliki ukuran berkapasitas lebih dari 60% yang terdiri dari
sekum, usus besar, kolon besar, kolon kecil, dan rektum. Sekum dan kolon besar
berisi bakteri yang berperan sebagai pemecah selulosa menjadi Volatile Fatty Acid
(VFA) seperti asetat, propionat dan butirat, lalu mensintesis vitamin larut air dan
mensintesis protein. Sekum akan mengabsorbsi VFA, sedangkan kolon kecil
sebagai tempat absorbsi air.
6. Anus
Tempat keluarnya feses

3. Unggas
1. Paruh
Paruh itu merupakan bagian dari mulut yang tidak memiliki gigi dan
terdiri dari rahang atas dan bawah, terdapat kelenjar saliva yang menghasilkan
amilase. Paruh berfungsi untuk mengecilkan pakan agar bisa ditelan, dan untuk
mematuk makanan. Pakan ternak unggas ini berbentuk biji-bijian.
2. Esofagus
Saluran yang menghubungkan mulut dengan lambung. Bagian pada
esofagus ada yang membesar tempat untuk menyimpan pakan yang ditelan disebut
krop (tembolok) dengan fungsi untuk menyimpan pakan dan membasahi agar
basah, tempat bekerjanya amilase, tempat fermentasi pakan bagi beberapa spesies
unggas tertentu.
3. Proventrikulus
Proventrikulus yaitu lambung kelenjar yang terletak di antara lambung
dengan ampela dan memiliki fungsi sebagai tempat penghasil HCl dan pepsin.
Proventrikulus ini merupakan proses pencernaan secara kimiawi yang melibatkan
enzim.
4. Gizzard (ampela atau ventrikulus)
Gizzard berada di antara proventrikulus dan bagian atas usus kecil.
Gizzard tersusun dari dinding muskular sangat tebal. Gizzard disebut juga dengan
perut otot karena sebagai tempat pemecahan pakan secara fisik dengan kontraksi
setiap 20-30 detik. Biasanya gizzard berisi grid (batuan atau partikel kecil yang
keras) yang berfungsi menggiling pakan yang melaluinya. Gizzard tidak
menghasilkan enzim, tetapi HCl dan pepsin dari proventrikulus masih bekerja
disini.
5. Usus halus
Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Usus kecil memiliki
pH agak asam, absorbsi sama dengan mamalia, tetapi usus unggas tidak
menghasilkan hormon enterogastron yang berperan dalam absorbsi lemak.
6. Usus Besar
Usus besar berukuran lebih besar dua kali daripada usus halus yang
memiliki fungsi untuk menyerap kembali mineral dan air yang masih dibutuhkan
oleh tubuh dan mengeluarkan zat yang tidak dibutuhkan tubuh menuju kloaka.
Unggas memiliki sepasang sekum. Sekum yaitu membantu pencernaan bahan
makanan yang mengandung serat dengan bantuan mikroorganisme. Sekum ayam
juga sering menerima aliran balik urine yang sebenarnya berfungsi memelihara
jumlah mikroba dalam sekum, tetapi berpotensi membawa kuman patogen. Sekum
pada unggas memiliki bentuk yang kecil sehingga unggas tidak tahan dengan
pakan yang memiliki serat kasar tinggi. Sekum berfungsi untuk absorbsi air dan
pencernaan karbohidrat dan protein.
7. Kloaka
Kloaka yaitu saluran akhir sebagai tempat pembuangan feses.

Gambar 10. Skema Pencernaan Unggas

c) Sistem Pencernaan Pseudoruminansia


1. Rongga mulut terdapat lidah, saliva, dan gigi untuk menghaluskan makanan.
Secara umum saliva berfungsi dalam proses lubrikasi pakan dan mendukung
proses digesti enzimatis.
2. Epiglotis yaitu katup yang mencegah makanan dan minuman masuk ke dalam
trakea
3. Faring yaitu menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
4. Kerongkongan yaitu saluran yang berbentuk pipa memanjang yang
menghubungkan faring dengan lambung.
5. Lambung berfungsi sebagai tempat proses digesti pakan pada hewan. Lambung ini
berbentuk seperti kantong kecil dan berfungsi untuk mencerna makanan dengan
bantuan enzim.
6. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Usus
halus ini berbentuk lapisan tipis yang panjang. Pada bagian duodenum belum
terjadi penyerapan secara sempurna karena masih terdapat percampuran antara
enzim pankreas dan makanan. Kemudian jejunum belum terjadi penyerapan
secara besar-besaran. Selanjutnya, terdapat ileum yang dapat menyerap sari-sari
makanan secara sempurna yang belum terjadi pada jejunum.
7. Usus besar memiliki bentuk lebih lebar dan tebal yang terdiri dari sekum, kolon,
dan rektum. Sekum yakni berfungsi untuk membantu pencernaan bahan makanan
yang mengandung serat dengan bantuan mikroorganisme. Kolon berfungsi untuk
penyerapan air dan mineral. Rektum berfungsi untuk penyimpanan sementara
feses.
8. Anus adalah saluran akhir sistem pencernaan.

Gambar 11. Skema Pencernaan Kelinci

Peredaran makanan ke seluruh tubuh ternak dibantu oleh sistem sirkulasi. Sistem
sirkulasi adalah sistem yang berada di tubuh ternak dengan tujuannya pendistribusian ataupun
pengedaran bahan yang nantinya dipakai di dalam proses metabolisme seluler ataupun bahan
hasil dari metabolisme. Bahannya adalah gas yang terdiri dari oksigen, karbon dioksida,
amonia, dan lainnya. Sistem sirkulasinya didukung dengan adanya sistem kardiovaskular
serta sistem vasa limfatika. Makanan akan diedarkan ke tubuh melalui darah, dan
hubungannya sangat erat dengan sistem pencernaan. Penyerapan zat makanan dan sirkulasi
akan dimulai ketika di usus halus.

Dalam proses pencernaan pula terjadi proses ekskresi di dalam tubuh ternak. Proses
pencernaan selain menghasilkan sari-sari makanan sebagai substrat metabolisme juga
menghasilkan zat sisa, yaitu bagian dari makanan yang tidak tercerna oleh sistem pencernaan
hewan. Zat-zat yang tidak tercerna tersebut selanjutnya dibentuk menjadi feses untuk
diekskresikan keluar tubuh. Dengan demikian, sistem pencernaan juga bertanggung jawab
untuk mengekskresikan limbah dari dalam tubuh hewan dalam bentuk feses. Selain itu,
sistem pencernaan juga bertanggung jawab terhadap regulasi ion dan air karena organ
pencernaan terutama usus besar juga berfungsi dalam reabsorbsi air.

Kelenjar pencernaan (glandula digestoria)

Kelenjar pencernaan dibagi 2 yaitu uniseluler dan multiseluler (Glandula gastrika,


kripte Lieberkuhn, glandula Brunneri, glandula salivalis, hepar dan pankreas merupakan
contoh glandula digestoria yang bersifat multiseluler atau organ). Sekret glandula digestoria
berupa enzim atau substansi pendukungnya, misalnya senyawa asam atau basa, sehingga
enzim tersebut dapat aktif. Enzim merupakan biokatalisator organik. Seperti diketahui bahwa
struktur enzim terdiri atas apoenzim dan koenzim (kofaktor). Berbagai enzim pankreatik
berperan dalam digesti, meliputi ribonuklease, deoksiribonuklease, tripsin, kimotripsin,
amilase pankreas, maltase pankreas dan lipase pankreas (steapsin).

Proses digesti

Proses digesti merupakan proses degradasi makromolekul menjadi monomer


penyusunnya, sehingga dapat diabsorpsi oleh tubuh hewan. Hewan mempunyai tiga ragam
digesti, yaitu digesti mekanis, digesti kimiawi dan digesti biologis/mikrobiologis.
▪ Digesti mekanis merupakan proses pemecahan dengan menggunakan kekuatan mekanis
yang dihasilkan oleh jaringan[1]jaringan penyusun traktus digestivus.
▪ Digesti kimiawi merupakan pemecahan secara enzimatis oleh enzim-enzim digesti yang
dihasilkan oleh glandula digestoria.
▪ Digesti biologis atau mikrobiologis adalah proses degradasi makromolekul oleh mikrobia
(bakteri dan flora) yang terdapat dalam traktus digestivus.

Absorpsi

Absorpsi merupakan proses lanjutan dari proses digesti, sehingga pakan dapat
dimanfaatkan oleh tubuh hewan untuk proses metabolisme (energi). Hasil proses digesti
adalah monomer senyawa makromolekul penyusun pakan, meliputi glukosa, fruktosa,
galaktosa, asam amino, asam lemak dan gliserol.

Faktor yang mempengaruhi proses digesti

Status sistem digestoria (Adanya penyimpangan struktural dan fungsional


masing-masing organ, misalnya disfungsi vesika fellea (dalam arti sekresi bilus tidak lancar),
penyimpangan struktur ventrikulus dan sekresi gastrika akan menurunkan efektivitas digesti
dan absorpsi), kondisi bahan pakan (Bahan pakan yang memiliki tingkat digestibilitas rendah
akan menurunkan efektivitas digesti dan absorpsi) dan temperatur tubuh (Secara umum
diketahui bahwa proses digesti merupakan proses enzimatis, sehingga efektivitas pencernaan
sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzim-enzim pencernaan. Enzim sangat peka terhadap
perubahan suhu lingkungannya).

Dalam pencernaan, hati dikenal sebagai bagian dari sistem pencernaan (berfungsi
sebagai kelenjar pencernaan). Hati mengekskresikan berbagai substansi yang sudah tidak
bermanfaat dari dalam tubuh, utamanya adalah empedu. Berkaitan dengan fungsi ekskresi,
hati utamanya mengeliminasi produk limbah tertentu dengan mengubah atau mengkonversi
limbah tersebut menjadi senyawa yang dapat dikeluarkan melalui ginjal.
Fungsi hati sebagai organ ekskresi dalam pencernaan adalah :
▪ Hati berfungsi merombak sel darah merah yang telah rusak menjadi pigmen empedu,
yaitu bilirubin dan biliverdin. Pigmen-pigmen tersebut selanjutnya dikeluarkan dari dalam
tubuh bersama dengan feses atau urin.
▪ Hati berfungsi mengeluarkan kolesterol, hormon steroid, beberapa vitamin dan
obat-obatan bersama dengan empedu.
▪ Hati juga berperan dalam membentuk urea (konversi dari amoniak menjadi urea) melalui
proses yang disebut ornithine cycle.
▪ Hati berperan dalam mengatur pengeluaran kreatinin (hasil pemecahan protein) untuk
diangkut oleh darah menuju ke ginjal.

Dalam proses pencernaan, sistem saraf akan mengendalikan digesti yang akan dikontrol
oleh sistem saraf parasimpatik dan intrinsik. Sistem saraf para ini akan dapat menghasilkan
sekresi digestive juice, peningkatan motilitas gastrik dan perlambatan pergerakan pakan dari
gastrik ke intestinum. Aktivitas mengunyah dapat mengaktifkan saraf parasimpatis sehingga
dapat meningkatkan sekresi mukus, HCl dan pepsin dalam gastrik. Aktivasi saraf
parasimpatis ini untuk mempersiapkan gastrik terhadap pakan yang akan masuk. Selain saraf
parasimpatis, fungsi digesti juga di bawah kontrol saraf simpatis. Saraf simpatis
mempengaruhi saluran pencernaan yakni dengan menurunkan aktivitasnya pada tubuh ternak.
Traktus digestivus memiliki sistem persarafan tersendiri yang bersifat lokal (intrinsik),
disebut sistem saraf enterik. Sistem saraf enterik memiliki peran penting terutama dalam
pengaturan pergerakan dan sekresi enzim dan cairan pencernaan. Sistem saraf enterik terdiri
atas dua pleksus. Pleksus bagian luar yang terletak di antara lapisan otot longitudinal dan
sirkular disebut pleksus Mienterikus atau pleksus Auerbach.

B. Sistem Pernapasan

Pernapasan adalah proses pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida


menggunakan energy yang ada dalam tubuh. Sistem pernafasan terdiri atas beberapa bagian
terdiri hidung, faring, laring, trakea, bronkiolus dan paru-paru. Secara fisiologis sistem
pernafasan terbagi menjadi dua bagian utama:
1. Jalur keluar masuk udara – adalah bagian yang berfungsi sebagai pipa atau saluran yang
menghubungkan udara luar dengan bagian pertukaran udara. Organnya terdiri atas Hidung
– faring – laring – trakea – bronkus.
2. Bagian transisi dan difusi udara – organ yang berfungsi untuk pertukaran udara antara
darah dengan organ pernafasan. Organnya terdiri Bronkeolus dan alveolus.

Respirasi dibagi ke dalam lingkup individu dan lingkup seluler. Respirasi di dalam lingkup
individu berarti proses pertukaran gas O2 dan CO2 antara hewan dengan lingkungan
sekitarnya. Sedangkan, dalam lingkup seluler berarti proses metabolisme secara aerob
sehingga energi yang diperlukan untuk kehidupan dapat dihasilkan. Sistem Respirasi terletak
di dalam kavum thoraksis pada area kranial yang tersusun oleh dua komponen, yakni pulmo
dan traktus respiratoris.

Pada hewan mamalia pernapasan berlangsung pada paru-paru. Paru-paru merupakan


organ utama dalam sistem respirasi hewan terestrial yang berjumlah sepasang dan terletak di
sisi dekster-sisnister pada kavum thoraksis. Secara anatomis paru-paru terdiri atas sistem
saluran yang dimulai dari bronkus - bronkiolus - bronkiolus terminalis - bronkiolus
respiratorius - duktus alveolaris - sakus alveolaris - alveolus. Perbedaan paru-paru hewan
mamalia terestrial dan unggas/burung terletak pada kantung udara (sakus pneumatikus) yang
dimiliki unggas untuk mendukung proses pertukaran udara pada saat terbang. Sebagai organ
pernafasan, paru-paru berperan dalam mengekskresikan zat sisa berupa karbondioksida dan
uap air, sehingga paru-paru juga dapat dianggap sebagai organ ekskresi. Setelah
membebaskan oksigen, di jaringan, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai
hasil metabolisme seluler. Karbondioksida dan air hasil metabolisme tersebut diangkut oleh
darah lewat vena untuk dibawa ke jantung, dan dari jantung darah akan diteruskan ke
paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari
paru-paru melalui hidung.

Sistem respiratori pada burung berupa paru-paru yang dilengkapi dengan sejumlah
kantong udara yang besar dan memiliki membrane tebal. Gerakan inspirasi terjadi karena
kontraksi otot-otot respiratori yang mendorong tulang-tulang iga ke arah depan sehingga
menghasilkan gerakan sternum ke depan dan ke bawah. Tulang-tulang iga lainnya bergerak
ke arah lateral dan menyebabkan peningkatan volume rongga tubuh. Saat kondisi tersebut
paru- paru dan kantung udara ikut mengembang. Akibatnya, tekanan pada paru-paru dan
kantong udara turun sehingga udara atmosfer masuk ke dalamnya. Sistem respirasi mamalia,
fase inspirasi merupakan proses aktif yang terjadi karena adanya kontraksi otot inspiratori
(otot diantara tulang-tulang iga dan diafragma). Kontraksi otot tersebut akan meningkatkan
volume rongga dada dan menyebabkan paru-paru mengembang serta timbul tekanan negatif
di dalamnya, sehingga udara atmosfer pun segera masuk paru-paru berbeda dengan fase
inspirasi yang bersifat aktif, fase ekspirasi merupakan proses pasif. Ekspirasi terjadi karena
adanya relaksasi otot inspiratori dan pengerutan dinding alveoli.

a) Sistem Pernapasan Ruminansia


a. Rongga Hidung
Hidung merupakan bagian tempat pertama sistem pernapasan dimulai yang
berfungsi untuk menghirup udara pernapasan, menyaring udara, menghangatkan
udara pernafasan, resonansi suara. Di dalam hidung terdapat rambut-rambut halus
untuk menyaring udara yang masuk. Selain itu terdapat selaput lendir untuk
pengaturan suhu.
b. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorokan yang terdiri dari kepingan tulang
rawan dan pada laring terdapat organ yang bernama glottis yang terdapat pita suara
dan beberapa otot yang mengatur ketegangan pita suara sehingga timbul bunyi.
Fungsi dari laring yaitu menyalurkan udara dari faring ke trakea, mengontrol proses
inspirasi dan ekspirasi, mencegah masuknya benda-benda asing dan untuk
pembentukan bunyi.
c. Trakea
Trakea adalah pipa yang dindingnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar
yang terdiri dari jaringan ikat, lapisan tengah yang terdiri dari otot polos dan cincin
tulang 73 rawan, dan lapisan dalam yang terdiri atas jaringan epitelium bersilia.
Trakea berfungsi untuk menyalurkan udara ke paru-paru.

d. Bronkus
Bronkus adalah percabangan trakea yang berfungsi menyalurkan udara ke
paru- paru kanan dan kiri.
e. Bronkiolus
Bronkiolus adalah percabangan kecil yang halus dari bronkus yang berfungsi
untuk menyalurkan udara ke paru-paru kanan dan kiri.
f. Paru-paru
Paru-paru letaknya berada di dalam rongga dada dan berjumlah sebanyak dua
buah yaitu paru-paru kanan dan kiri. Paru-paru diselimuti oleh selaput paru-paru
(pleura) untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika bernapas, berlapis dua dan
berisi cairan. Di dalam paru paru terdapat alveolus yang berfungsi untuk pertukaran
udara.

Saluran respirasi yang dimiliki oleh mamalia terestrial meliputi nostril, kavitas
nasalis, sinus, faring, laring dan trakea.
● Nostril (nares anteriores) merupakan porus anterior yang berfungsi sebagai tempat
masuknya udara kedalam sistem pernapasan. kondisinya yang lembab dapat dijadikan
indikator tentang kondisi tubuh hewan.
● Kavitas nasalis (kavum nasi) dilapisi oleh membran mukosa dan didukung oleh konkhe
(konkha ventralis dan konkha kavitas) yang terletak pada sisi lateral kavitas. Kavitas
nasalis terbagi menjadi dua karena terdapat kartilago medianus sebagai pemisah dan
bermuara di daerah faring.
● Sinus merupakan rongga-rongga udara yang terdapat didalam os kranialis yang
berhubungan dengan kavitas nasalis. kondisi sinusitis dapat terjadi apabila sinus
mengalami kondisi infektif.
● Faring merupakan persilangan alur pakan dan alur udara pernapasan. Sehingga tidak
pernah terjadi proses inspirasi dan deglutisi secara bersamaan. Daerah faring terdiri
menjadi tiga bagian yakni pars nasalis, pars oralis dan pars laringeal. Terdapat banyak
pangkal saluran pada faring dikarenakan faring merupakan tempat persimpangan,
diantaranya adalah ostium pharyngeum tuba auditiva eustachii, pangkal laring, muara
kavum oris dan pangkal esofagus.
● Laring (sakus vokalis) merupakan organ yang berfungsi untuk mengontrol proses
inspirasi dan ekspirasi, proteksi terhadap benda asing yang masuk kedalam saluran
pernapasan dan produksi suara. secara anatomis, laring terdiri dari beberapa kartilago dan
berbagai otot.
● Trakea merupakan saluran pernapasan yang terletak setelah laring dan bermuara pada
percabangan bronkus. Unggas/aves memiliki trakea yang dilengkapi dengan alat suara
(siring).

b) Sistem Pernapasan Non-ruminansia


Sama seperti sistem pernafasan burung lainnya, sistem pernafasan ayam terdiri atas:
1. Wilayah kepala – lubang hidung, rongga hidung, faring.
2. Wilayah faringeal – superior laring atau glotis pengatur jalur masuk udara dan
makanan.
3. Trakea tersusun atas cincin tulang rawan menghindari tekanan negatif
4. Syrinx atau kaudal laring – terletak di ujung trakea, bagian penghasil suara.
5. Bronkus – percabangan trakea.
6. Paru paru – parabronkus, kantung udara.

Gambar 12. Skema Pernapasan Unggas


Paru – paru ayam relatif kecil, menempel pada setiap tulang rusuk. Sistem pernafasan
burung berbeda dengan hewan mamalia karena diafragma, otot dada dan tulang dada tidak
memungkinkan berkembangnya paru – paru. Paru – paru burung tersusun atas Parabronkus
dan kantung udara. Parabronkus merupakan tempat pertukaran gas pada ayam. Kantung
udara berfungsi untuk membantu pernafasan burung dan beberapa reptil. Kantung udara
terdapat sebanyak 9 buah. Sistem pernapasan disokong oleh tulang yang berongga.

Sistem respirasi unggas

Sistem respirasi pada unggas berperan dalam penyerapan oksigen, pelepasan


karbondioksida, pelepasan panas (regulasi suhu), detoksifikasi bahan kimia tertentu,
penyesuaian cepat terhadap keseimbangan asam-basa dan fonasi, sistem kekebalan primer
(terhadap masuknya bibit penyakit bersama dengan udara pernapasan). Sistem respirasi
unggas dan ruminansia memiliki fungsi yang sama tetapi berbeda secara anatominya. Secara
anatomi, sistem respirasi unggas dibedakan menjadi tiga bagian utama yaitu:
1. Saluran Respirasi atas

Saluran respirasi atas ini terdiri dari rongga hidung, laring, trakea (tenggorokan),
bronkus dan bronkiolus. Rongga hidung terhubung langsung ke sinus infraorbitalis dan sinus
supraorbitalis sehingga benda asing yang terdapat di udara termasuk bibit penyakit dapat
masuk ke dalam sinus dengan mudah. Untuk menyaring partikel kotor udara dan bibit
penyakit, rongga hidung dilengkapi dengan silia (bulu getar), sedangkan pada bagian trakea,
bronkus dan bronkiolus dilengkapi dengan sel-sel epitel yang juga mempunyai bulu getar dan
sel tak bersilia yang akan menghasilkan lendir yang mengandung enzim proteolitik dan
surfaktan yang dapat menghancurkan beberapa mikroorganisme patogen yang ikut masuk
bersama dengan udara pernapasan.

2. Paru-Paru

Pada paru-paru terdapat banyak percabangan bronkus (parabronkus). Pada beberapa


area, ujung-ujung parabronkus bersatu dan terhubung dengan kantung udara. Parabronkus
terisi oleh darah kapiler dan di sini terjadi pertukaran gas selama pernapasan.

3. Kantung Udara

Kantung udara merupakan suatu rongga dengan dinding jaringan tipis dan halus yang
berfungsi untuk mengatur pernapasan terutama saat inspirasi atau ekspirasi. Terdapat
sembilan kantung udara pada ayam, yaitu satu di pangkal leher (cervical), sepasang di ruang
dada bagian depan (thoraks anterior), sepasang di antara tulang selangka (coracoid), sepasang
di ruang dada bagian belakang (toraks posterior) dan sepasang di rongga perut (abdominal).
c) Sistem Pernapasan Pseudoruminansia

Berikut merupakan sistem pernapasan pseudoruminansia.


1. Rongga hidung : tempat masuknya udara dan terdapat bulu-bulu halus untuk
menyaring udara yang masuk
2. Epiglotis : katup yang berfungsi mencegah makanan masuk ke dalam trakea yang bisa
menyumbat pernapasan
3. Laring : saluran udara sebagai pembentuk suara yang terletak di depan faring
4. Bronkus : Fungsi dari bronkus adalah melembabkan udara sebelum menuju alveolus
dan menyalurkan ke paru-paru.
5. Bronkiolus : bronkus merupakan percabangan dari bronkus yang berfungsi untuk
menyalurkan udara dari dan menuju alveolus
6. Trakea : berbentuk seperti pipa memanjang yang tersusun dari cincin tulang rawan
yang berfungsi untuk menyuplai udara ke paru-paru
7. Paru-paru: di dalamnya terdapat bronkus, bronkiolus serta alveolus yang berperan
dalam pertukaran gas O2 dan CO2

d) Sistem Pernapasan pada Unggas

Sistem respirasi unggas memungkinkan berlangsungnya pertukaran oksigen yang


sangat besar dibandingkan ternak lainnya, sehingga organ respirasinya berbeda dengan ternak
lainnya

1. Lubang Hidung (Nares)


Lubang hidung merupakan lubang masuk pertama udara atau oksigen dan lubang masuk
pertama yang berhubungan dengan lingkungan luar. Nares berjumlah sepasang dan
terdapat pada pangkal rostrum bagian dorsal. Nares posteriores (lubang hidung dalam),
terletak pada palatum dan hanya satu buah ditengah
2. Laring
Laring disokong oleh cartilago cricoidea dan cartilago arytenoidea yang berjumlah
sepasang
3. Trakea
Trakea merupakan suatu pipa yang tersusun dari cincin-cincin tulang rawan terbuka atau
disebut annulus trachealis. Bifurcatio trachealis(percabangan trakea) yaitu bronkus.
Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Trakea merupakan lanjutan dari larynx ke
arah caudal.
4. Trakea
Trakea adalah pita suara yang menyebabkan vibrasi pada membran timpani, sehingga
unggas dapat bersuara nyaring. Pita suara merupakan satu-satunya alat pernapasan yang
mampu menghasilkan suara,sedangkan jakun merupakan bagian pembentuk suara.
5. Paru-paru
Paru-paru (pulmo) unggas menempel pada tulang rusuk bagian belakang. Cabang-cabang
saluran udara hanya bronchus dan parabronchi. Cabang bronkus yang berada pada
paru-paru sangat tipis.Paru-paru tidak mengembang, tidak mempunyai alveoli tetapi
banyak terdapat pembuluh darah. Paru-paru dalam tubuh unggas memiliki fungsi yang
berbeda dari ternak mamalia yaitu sebagai pendingin bagi tubuh ternak saat terjadi
kelembaban yang dikeluarkan melalui pernapasan dalam bentuk uap air. Paru-paru
merupakan organ yang sangat penting dalam pernafasan. Fungsi utamanya untuk
mencukupi oksigen yang diperlukan oleh tubuh untuk pembakaran dan pembentukan
tenaga. Paru-paru juga berfungsi untuk mengeluarkan sisa pembakaran yang berupa
karbon dioksida dan air.
6. Kantung udara
Kantung udara berfungsi untuk membantu mengefisienkan aliran udara ke paru-paru dan
keluar paru-paru.

C. Sistem Reproduksi Ruminansia, Non ruminansia, dan pseudoruminansia

Reproduksi merupakan suatu proses biologi dimana upaya hewan atau organisme
dapat berkembang biak atau memperbanyak diri (dengan menghasilkan keturunan). Pada
hewan, reproduksi dapat bersifat seksual dan aseksual.
● Reproduksi secara seksual merupakan proses perkembangbiakan pada hewan dengan
melibatkan aktivitas organ reproduksi baik oleh hewan jantan maupun hewan betina lalu
melibatkan penyatuan dua gamet (sel kelamin jantan dan betina).
● Reproduksi aseksual merupakan proses perkembangbiakan tanpa melibatkan organ
reproduksi. Sehingga cara bereproduksi ini tanpa melibatkan adanya peleburan/penyatuan
sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Jadi, reproduksi aseksual hanya melibatkan
satu tetua.
Pada sistem reproduksi pada hewan hormon reproduksi terutama estrogen dan progesteron
harus berfungsi dengan baik sehingga tubuh berada dalam keadaan homeostasis. Estrogen
dan progesteron berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan embrio terutama pada
periode awal kebuntingan. Adanya ketidakseimbangan hormonal atau gangguan hormonal
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan embrio menjadi fetus atau anak
yang dilahirkan.

A) Sistem Reproduksi Ruminansia dan Pseudoruminansia Jantan

Organ reproduksi jantan secara alamiah berfungsi sebagai penghasil sel-sel kelamin
jantan atau spermatozoa yang hidup, aktif, dan potensial fertil yang dapat diletakkan pada
saluran reproduksi betina untuk dapat membuahi sel telur. Pada ternak betina, ovarium dan
duktus genitalia feminina merupakan organ utama penyusun sistem reproduksi. Sistem
reproduksi merupakan suatu sistem yang menjamin terbentuknya individu baru dan
diturunkannya sifat-sifat genetik dari induk ke individu keturunannya.
Organ reproduksi jantan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu :
(a) organ kelamin primer, yaitu gonad jantan yang disebut sebagai testis.
(b) kelenjar aksesoris sebagai pelengkap, yaitu kelenjar vesikularis, prostat, cowper, saluran
epididimis serta vas deferens.
(c) alat kelamin luar atau kopulatoris yaitu penis.

Berikut akan dibahas organ-organ reproduksi jantan bagian anatomi dan fungsi.
1. Testis
Testis merupakan organ reproduksi primer pada ternak jantan yang terletak pada
daerah prebubis, yang dibungkus kantong skrotum dan digantung oleh funiculus
spermaticus. Testis pada sapi berbentuk oval serta bertekstur kenyal dan padat. Testis
memiliki tiga komponen yaitu sel leydig, tubulus seminiferus, dan sel sertoli. Testis
memiliki fungsi sebagai penghasil sel sperma dan hormon testosteron.
Bagian luar testis yang berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung disebut
skrotum. Skrotum juga berfungsi untuk mengatur suhu testis agar tetap stabil, yaitu 4°C
lebih rendah dibawah suhu tubuh.
2. Epididimis
Epididimis merupakan saluran yang memanjang yang bertaut rapat dengan testis.
Epididimis memiliki tiga bagian yaitu : ciput (kepala), corpus (badan), dan cauda (ekor).
Epididimis memiliki fungsi sebagai tempat penampungan sperma sementara, jalur
transportasi sperma dari tubulus seminiferus menuju cauda, dan tempat pematangan
sperma.
3. Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran reproduksi yang terentang dari duktus epididimis
hingga uretra, yang berdinding tebal mengandung serabut urat dan berdiameter 2 mm. Vas
deferens berfungsi sebagai tempat mengangkut sperma dari epididimis menuju uretra. Vas
deferens memiliki dua saluran diatas vesica urinaria yang lambat laun mengalami
penebalan menjadi ampula yang berfungsi sebagai tempat penampungan semen sebelum
ejakulasi.
4. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat pada sapi ada sepasang yang berbentuk bulat. Kelenjar prostat
menghasilkan cairan asam yang berfungsi memberikan aroma yang khas bagi semen.
5. Kelenjar cowper
Kelenjar cowper merupakan sepasang kelenjar berbentuk bulat dan berdinding tebal.
Kelenjar cowper berfungsi sebagai sebagai pembersih saluran urethra.
6. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis memiliki bentuk seperti kipas bergerigi yang memiliki sepasang
kelenjar yang terletak diantara ampula dan prostat. Vesikula seminalis berfungsi
memberikan nutrisi bagi semen sebelum ejakulasi yang mensekresikan cairan semen yang
mengandung protein, fruktosa, asam sitrat, dan enzim lainnya.
7. Penis
Penis merupakan organ kopulatoris jantan yang berfungsi sebagai ekskresi urin dan
pendeposisian semen ke dalam saluran reproduksi betina. Penis pada sapi terbagi menjadi
tiga, yaitu bagian pangkal, bagian badan dan bagian ujung penis.

Gambar 13. Skema Reproduksi Ruminansia Jantan

B) Sistem Reproduksi Ruminansia dan Pseudoruminansia Betina

Organ reproduksi betina memiliki fungsi primer sebagai penghasil hormon kelamin
betina dan fungsi sekunder untuk menerima dan menyalurkan sel kelamin jantan dan betina,
serta memberi pakan dan melahirkan individu baru.

1. Ovarium

Ovarium merupakan organ kelamin betina yang terletak di dalam rongga tubuh
(rongga abdominal) dan terletak di dekat ginjal. Bentuk, ukuran dan jumlah ovarium
bervariasi tergantung pada spesies hewan. Pada sapi, ovarium memiliki bentuk ovoid dan
berukuran panjang 2-3 cm, lebarnya 1-2 cm dan tebalnya 1-2 cm. Ovarium pada
ruminansia berjumlah sepasang. Secara struktural ovarium tersusun dari dua bagian,
bagian tengah (dalam) disebut dengan medulla dan bagian perifer (luar) disebut dengan
korteks. Ovarium pada sapi berbentuk oval terdiri dari kortes dan medula yang terletak di
cavum abdominalis. Ovarium memiliki fungsi eksokrin menghasilkan ovum dan endokrin
menghasilkan hormon reproduksi betina yaitu estrogen dan progesteron. Hormon ovarium
yang langsung mengatur siklus estrus adalah estrogen dan progesteron. Pada fase estrus,
hormon estrogen memegang peranan penting dalam memperlihatkan tingkah laku estrus
pada hewan betina, sedangkan hormon progesteron berfungsi antara lain pada siklus
estrus, untuk menyiapkan uterus untuk implantasi sel telur yang telah dibuahi.

2. Oviduk

Oviduk adalah tempat terjadinya fertilisasi (pertemuan antara sperma dan ovum).
Oviduct merupakan saluran sempit yang berliku-liku dengan tekstur keras yang
menghubungkan ovarium dengan uterus yang tergantung dalam mesosalpinx. Oviduct
terdiri dari tiga bagian yaitu infundibulum, ampula dan ithmus. Pada oviduk terdapat
Infundibulum yang dilengkapi dengan bangunan berupa corong dengan lubang masuk
yang disebut ostium abdominal yang dilengkapi dengan fimbriae) yang berfungsi sebagai
penangkap folikel. Pada ruminansia, kelanjutan infundibulum adalah tuba falopi,
kemudian uterus, uretra, dan vagina. Tuba falopi merupakan saluran reproduksi betina
yang kecil, berliku-liku dan kenyal serta terdapat sepasang dan secara tidak langsung
merupakan saluran penghubung antara ovarium dan uterus.

3. Uterus

Uterus memiliki dua buah tanduk, satu buah tubuh dan satu buah leher rahim. Di
dalam uterus inilah embrio berkembang. Uterus memiliki tiga bagian yaitu cornua utery
berfungsi sebagai tempat implantasi, corpus utery berfungsi tempat pertumbuhan,
perkembangan, dan pemberian nutrisi bagi foetus, serta servix berfungsi tempat
penyeleksian sperma.

4. Vagina

Vagina merupakan saluran kelamin betina yang berfungsi sebagai tempat


penumpahan semen (organ kopulasi pada hewan betina) dan juga merupakan jalur
pengeluaran fetus dan plasenta pada saat partus. Selain berperan dalam sistem reproduksi,
vagina juga berperan ganda, yaitu sebagai jalur keluarnya urin dari kantung kemih.
Vagina merupakan tabung muskuler yang melebar dari leher rahim hingga saluran uretra
dan berdinding tipis. Vagina berfungsi sebagai tempat penerimaan deposisi semen,
sebagai alat kopulatoris betina, dan jalur keluarnya foetus ketika kelahiran.
5. Vulva

Vulva merupakan organ kelamin luar betina yang berbentuk seperti bibir yang
terdiri dari labia mayora, labia minora, dan clistoris. Vulva berfungsi untuk menentukan
tanda-tanda birahi pada ternak.

Gambar 14. Skema Reproduksi Ruminansia Betina

C) Sistem Reproduksi Unggas Jantan


1. Testis
Testis merupakan bagian alat kelamin yang utama pada hewan jantan. Bentuk testis
adalah bulat panjang dan berfungsi untuk menghasilkan semen atau spermatozoa, dan
hormon- hormon jantan atau androgen.
2. Epididimis
Epididimis adalah suatu struktur yang memanjang yang letaknya sangat rapat dengan
testis dengan fungsi untuk tempat transportasi, pematangan, dan penyimpanan
spermatozoa.
3. Vas Deferens
Vas deferens merupakan organ yang berbentuk pipa berotot yang akan mendorong
spermatozoa dari Epididimis ke duktus ejakulatoris dalam uretra prostatic saat
ejakulasi.
4. Uretra
Urethra musculina (jantan) merupakan saluran panjang yang berjalan mulai dari
vesica urinaria sampai glans penis.
5. Kloaka
Kloaka adalah saluran kopulasi ayam jantan. Phalus adalah alat kopulasi dan
berfungsi sebagai penerima ejakulasi dari ductus deferens dan letaknya berada di
dalam rongga perut.
6. Penis
Penis pada ayam tidak berkembang seperti ternak lain bentuknya hanya papila atau
pallus dan rudimeter. Berfungsi sebagai alat kopulasi/menyemprotkan sperma ke
dalam alat reproduksi betina saya terjadi perkawinannya.

Gambar 15. Skema Pencernaan Unggas Jantan

D) Sistem Reproduksi Unggas Betina


1. Ovarium
Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis, dan
perkembangan serta pemasakan kuning telur (folikel). Ovarium pada unggas terdiri
dari folikel dan sintesis yolk. Pada sebagian besar bangsa burung termasuk ayam,
hanya ovarium dan oviduk bagian kiri yang dapat berfungsi dengan normal.
Meskipun pada saat embrio unggas memiliki sepasang organ reproduksi (dua
ovarium dan dua oviduk), namun hanya bagian kiri dari organ reproduksi tersebut
yang berkembang dan berfungsi. Bagian kanan dari organ tersebut tidak berkembang
sehingga tidak dapat berfungsi pada umur dewasa.
2. Oviduk
Oviduk merupakan saluran memanjang (25-27 inch) yang menghubungkan
antara ovarium dan kloaka yang berfungsi sebagai tempat menerima kuning telur
masak, sekresi putih telur dan pembentukan kerabang telur. Oviduk pada unggas
terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina. Infundibulum
(menerima yolk/kuning telur), magnum (menghasilkan albumin/bagian putih dari
telur), isthmus (menambahkan membran atau kerabang cangkang lunak), uterus atau
‘kelenjar cangkang’ (pembentukan cangkang telur dan pigmen cangkang keras) dan
vagina (pelapisan kutikula atau lapisan pelindung kerabang luar). Ketika ovulasi
terjadi, ovum (yolk/kuning telur yang telah matang) ditangkap oleh infundibulum
dan selanjutnya proses pembentukan telur berlangsung di sepanjang oviduk.
Uterus juga memiliki peran memberikan pigmen warna pada cangkang telur.
Vagina pada unggas, selain berperan dalam transportasi ovum dan tempat
berlangsungnya fertilisasi, juga berfungsi dalam proses pembentukan lapisan
pembungkus telur (cangkang).
3. Kloaka
Kloaka berperan sebagai tempat berakhirnya sistem reproduksi pada unggas
yang berfungsi sebagai tempat pengeluaran sisa dari sistem pencernaan, ekskresi dan
reproduksi berupa telur. Ada empat kelenjar endokrin yang terdapat di dalam tubuh
yang dapat menghasilkan hormon reproduksi, yakni kelenjar hipofisa, kelenjar
ovarium, endometrium, dan testis. Berikut empat kelenjar yang menghasilkan
hormon-hormon reproduksi antara lain :
1. Kelenjar Hipofisa, yang masing-masing bagian anterior menghasilkan tiga
macam hormon reproduksi yaitu, Follicle Stimulating Hormone , Luteinizing
Hormone yang pada hewan jantan disebut dengan Interstitial Cell Stimulating
Hormone dan Luteotropic Hormone, serta bagian posterior yang menghasilkan
dua macam hormon yakni oksitoksin dan vasopressin.
2. Kelenjar Ovarium yang menghasilkan tiga hormon yaitu estrogen, progesteron,
dan relaksin.
3. Endometrium dari uterus yang menghasilkan hormon Prostaglandin.
4. Testis pada hewan jantan menghasilkan hormon testosteron. Kedua belas hormon
ini mempunyai peranan mengatur kegiatan reproduksi pada tubuh hewan,
sehingga disebut hormon reproduksi.

Hormon yang berperan pada proses reproduksi diantaranya sebagai berikut:


● Hormon Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium, Estrogen berguna untuk pembentukan
ciri-ciri perkembangan seksual pada betina yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh,
rambut kemaluan, dan lain-lain.
● Hormon Progesterone
Hormon Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga
dapat menerima implantasi zigot, mengatur pembentukan plasenta dan produksi air
susu.
● Hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone)
Hormon ini dinamakan gonadotropin hormon yang diproduksi oleh hipofisis
akibat rangsangan dari GnRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel.
● Hormon LH (Luteinizing Hormone)
Hormon ini juga dihasilkan oleh hipofisis akibat rangsangan dari
GnRH.Berfungsi untuk merangsang sekresi kelenjar Gonad / Follicle menjadi matang
pecah dan ovulasi
● Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
GnRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus otak. GNRH
akan merangsang pelepasan FSH (folikel stimulating hormone) pada hipofisis.
● Hormon Testosteron
Dihasilkan di dalam testis. Berfungsi mempengaruhi pertumbuhan alat
kelamin jantan, menstimulasi bermacam-macam metabolisme tubuh, memperpanjang
daya hidup spermatozoa dalam saluran kelamin, meningkatkan pertumbuhan tulang.
● Hormon Pertumbuhan / Growth Hormone (GH)
Hormon pertumbuhan (Somatotrop) dihasilkan di Kelenjar hipofisa.
Fungsinya antara lain mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, meningkatkan
pembentukan protein, mendorong pertumbuhan umum tubuh, mempercepat sintesis
protein.
● Hormon Prostaglandin (PGF2α)

Hormon ini dihasilkan dari lemak tubuh yang terdapat dalam jaringan. Di
dalam jaringan terdapat dua macam prostaglandin, yaitu prostaglandin E (PGE) dan
prostaglandin F (PGF). Prostaglandin berperan dalam transportasi spermatozoa ke
lokasi fertilisasi, inhibitor sekresi asam ventrikulus dan pemacu sintesis hormon
kortikoid.

Pengukuran hormon

Hormon merupakan substansi yang disekresikan dalam jumlah yang sangat kecil untuk
dapat mempengaruhi organ target. Pengukuran kadar hormon sangat diperlukan untuk
menentukan diagnosis suatu gangguan atau penyakit secara akurat. Hal ini juga dilakukan
untuk mengevaluasi proses fisiologis dalam tubuh, dimana tinggi rendahnya hormon menjadi
indikasi keadaan fisiologis dalam tubuh. Pengukuran kadar hormon dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain dengan teknik analitis seperti bioassay, receptor assay,
immunoassay dan teknik instrumental seperti spektrometri. Cara paling umum adalah cara
immunoassay yang dilakukan dengan pemeriksaan kimia menggunakan prinsip imunologi
yang menyebabkan sel-sel darah hewan percobaan menggumpal. RIA (Radioimmunoassay)
dan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) adalah teknik immunoassay yang lebih
baik dan lebih sensitif.

Sel-sel neurosecretory berperan sebagai transducer yang secara langsung dapat


mengkonversi sinyal saraf (energi listrik) menjadi sinyal hormonal (energi kimia). Sel-sel
neurosecretory berperan penting dalam mempertahankan kondisi homeostasis pada hewan
karena sel-sel ini memungkinkan sistem endokrin untuk mengintegrasikan dan merespon
rangsangan yang diterima. Secara umum kendali proses regulasi hormonal diatur oleh sistem
neuroendokrin atau sistem hipotalamohipofiseos yang tersusun oleh unsur nervoral
hipotalamus dan unsur endokrin hipofisa. Hipofisa memegang kendali berbagai sekresi
kelenjar endokrin lainnya dan berbagai proses fisiologis. Oleh karena itu hipofisa dikenal
sebagai master gland dalam tubuh hewan. Hipotalamus dan hipofisa dihubungkan secara
struktural oleh sistem vasa darah dan traktus hipotalamohipofiseos. Vasa darah
menghubungkan hipotalamus dan adenohipofisa, sedangkan traktus nervosus
menghubungkan hipotalamus dengan neurohipofisa. Fungsi ini dilakukan melalui neuro
sekret yang berperan sebagai faktor pembebas (releasing factor) dan faktor penghambat
(inhibiting factor), dimana fluktuasi sekresi keduanya menimbulkan efek jumlah sekresi
hipofisis.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM ANATOMI HEWAN RUMINANSIA, NON
RUMINANSIA DAN PSEUDORUMINANSIA

Tujuan praktikum :
1. Mengidentifikasi bagian dan ciri saluran pencernaan, pernapasan, dan reproduksi
monogastrik, ruminansia dan pseudoruminansia.
2. Menjelaskan fungsi masing-masing bagian ciri saluran pencernaan, pernapasan, dan
reproduksi monogastrik, ruminansia dan pseudoruminansia

Bahan :
1. Saluran pencernaan ternak monogastrik (ayam), ruminansia (domba awetan) dan
pseudoruminansia (kelinci).
2. Formalin

Alat :
1. Pisau bedah
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Alat tulis

Prosedur kerja :
a. Preparat awetan ruminansia
1. Letakkan preparat pada meja preparat
2. Mengidentifikasi dan susun saluran pencernaan, pernapasan dan reproduksi
ruminansia, lalu amati
3. Gambar dan catat hasil pengamatan.

b. Preparat baru (saluran pencernaan keinci dan ayam)


1. Memotong 3 saluran meliputi vena jugularis, esofagus dan trakea.
2. Mengeluarkan organ dalam saluran pencernaan, pernapasan, dan reproduksi
nonruminansia dan pseudoruminansia.
3. Klasifikasikan bagian-bagian organ sesuai saluran pencernaan, pernapasan, dan
reproduksi nonruminansia dan pseudoruminansia.
4. Gambar dan catat hasil pengamatan.
BAB II
FISIOLOGI DARAH

Darah merupakan cairan tubuh yang berperan sebagai sarana transportasi bahan dalam
tubuh hewan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sel. Darah berfungsi sebagai sistem
transportasi pembawa nutrient ke sel dan membuang sisa metabolisme dan karbon dioksida
dari cairan interstitial sekitar sel. Secara umum komponen darah dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu korpuskulum sanguinis dan plasma darah. Korpuskulum sanguinis adalah
komponen seluler darah, sedangkan plasma darah merupakan matriks jaringan darah.
Korpuskulum sanguinis terbagi atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan
keping darah (pada mamalia) atau trombosit (pada aves). Plasma darah terdiri dari air, protein
plasma (albumin, globulin dan fibrinogen), mineral anorganik dan senyawa organik.

Sel darah merah atau Eritrosit berperan sebagai sarana transportasi gas oksigen maupun
karbondioksida. Fungsi transportasi pada eritrosit didukung oleh pigmen yang disebut
hemoglobin. Hemoglobin mampu mengikat oksigen maupun karbondioksida. Hemoglobin
merupakan protein karier, disusun oleh empat gugus heme, globin dan mineral Fe. Fungsi
utama eritrosit adalah mentransfer hemoglobin yang membawa oksigen dari paru-paru
menuju jaringan. Eritrosit unggas berbeda dengan eritrosit mamalia. Eritrosit tersusun atas
lipid, protein, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Lapisan lipid yang menyusun membran
eritrosit terdiri dari fosfolipid yang bersifat hidrofilik dan asam lemak yang bersifat
hidrofobik, protein dalam bentuk glikoprotein dan karbohidrat lain. Kedua komponen
tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memantau toksisitas suatu bahan terutama
yang mempengaruhi darah serta status kesehatan hewan. Eritrosit atau sel darah merah dapat
berfungsi sebagai pembawa hemoglobin. Hemoglobin inilah yang bereaksi dengan oksigen
yang dibawa dalam darah untuk membentuk oksihemoglobin selama proses respirasi.

Umur eritrosit unggas berbeda dengan mamalia. Umur eritrosit unggas lebih pendek
dibandingkan dengan mamalia disebabkan karena tingginya suhu tubuh dan kecepatan
metabolismenya. Karbondioksida hasil metabolisme sel akan berdifusi ke eritrosit.
Karbondioksida dalam eritrosit akan bereaksi dengan air sel membentuk asam karbonat
(H2CO3). Asam karbonat bersifat labil sehingga akan terurai menjadi H+dan HCO3-.
Kehadiran H+ akan membuat suasana menjadi relatif asam, sehingga oksigen terlepas dari
oksihemoglobin dan H+ akan bereaksi dengan Hb membentuk HHb (asam hemoglobinat).
HCO3-akan keluar dari sel menuju plasma darah. Keluarnya anion HCO3- akan diimbangi
dengan masuknya anion Cl-. Selain itu karbondioksida juga akan berikatan dengan Hb
membentuk karbaminohemoglobin. Setelah sampai pulmo, karbaminohemoglobin akan
melepaskan karbondioksida dan karbondioksida akan berdifusi ke dalam alveolus. Eritrosit
unggas yang matang berbentuk elips dengan posisi nukleus di tengah. Butir-butir
kromatinnya mengumpul dan meningkat kepadatannya seiring umur. Dalam sirkulasi darah
perifer, eritrosit dewasa memiliki warna, ukuran dan bentuk yang seragam. Perbedaan
eritrosit pada mamalia dengan aves ialah:
• Aves : Bentuknya oval, mempunyai nukleus
• Mamalia : Bentuknya bulat bikonkaf, tidak memiliki nukleus di dalamnya.

Sistem transportasi juga berperan dalam sinergi berbagai organ tubuh secara
bersama-sama mengintegrasikannya melalui kerja hormon. Darah memiliki beberapa fungsi
lain darah, antara lain misalnya menjaga keseimbangan asam basa (sebagai buffer),
menghancurkan organisme asing melalui sistem fagositosis (penelanan) dan sistem
kekebalan, menyebarkan panas tubuh (dan sebaliknya), dan melindungi diri dari hilangnya
darah melalui mekanisme homeostasis (koagulasi atau penggumpalan).

Proses transportasi atau sirkulasi darah dimulai dari jantung dan berlanjut ke paru-paru.
Proses sirkulasi dibagi menjadi peredaran darah kecil dan peredaran darah besar. Peredaran
darah kecil terjadi dimana darah terdeoksigenasi (minim oksigen) dari jantung dibawa ke
paru-paru dan pada gilirannya kembali membawa darah beroksigen ke jantung. Darah minim
oksigen meninggalkan jantung (ventrikel kanan) melalui dua arteri paru-paru dan bergerak ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis. Respirasi terjadi di mana sel darah merah (eritrosit)
melepaskan karbon dioksida dan mengikat oksigen pada alveolus di dalam paru-paru
(respirasi eksternal). Darah beroksigen dari paru-paru ini kemudian dibawa kembali ke
jantung (atrium kiri) melalui vena pulmonalis. Sirkulasi sistemik akan melanjutkan pada
proses peredaran darah besar yang mendistribusikan darah kaya oksigen ke bagian-bagian
tubuh. Peredaran darah besar akan menyuplai darah kaya oksigen ke sel-sel seluruh bagian
tubuh. Proses ini dimulai dari ventrikel kiri yang berisi darah kaya oksigen yang
didistribusikan melalui aorta yang bercabang menjadi arteri. Arteri akan mengarahkan darah
ke sel-sel seluruh bagian tubuh untuk terjadi proses pertukaran antara karbondioksida dan
oksigen (respirasi internal). Darah akan melepas oksigen dan mengikat karbondioksida dari
sel-sel tubuh untuk dibawa kembali ke jantung melalui vena.

Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara lain hormon
eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu produksi proeritroblas
dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Pada sumsum tulang, terdapat sel-sel stem
hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi.
Pertumbuhan dan reproduksi sel stem diatur oleh bermacam-macam protein yang disebut
penginduksi pertumbuhan, salah satunya adalah interleukin-3. Penginduksi pertumbuhan
akan memicu pertumbuhan tetapi tidak membedakan sel-sel. Protein lain yang berfungsi
memicu diferensiasi sel disebut penginduksi diferensiasi. Volume sel darah merah dapat
ditingkatkan oleh hormon androgen. Perubahan volume sel darah merah dan plasma darah
yang tidak proporsional dalam sirkulasi darah akan mengubah nilai PCV.

Hematokrit yang rendah dapat mengindikasikan beberapa kelainan antara lain anemia,
kerusakan sumsum tulang belakang, kerusakan sel darah merah, malnutrisi, myeloma,
rheumatoid dan arthritis. Nilai hematokrit yang tinggi sebaliknya menandakan dehidrasi,
eritrositosis dan polisitemia vena. Dalam eksperimen akan diukur sifat-sifat darah dan
fungsinya, namun dalam kondisi normal, tidak membandingkan darah kondisi normal dengan
kondisi abnormal pada saat kondisi sakit. Sebelum pelaksanaan percobaan, akan disajikan
cara-cara preparasi sediaan darah.

Darah terdiri atas komponen seluler (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau
leukosit, dan keping darah atau trombosit), serta serum (cairan darah). Apabila darah dalam
tabung disentrifuge, akan terpisah komponen selulernya dan komponen cairnya. Komponen
seluler dinyatakan dalam persen (%) dan disebut hematokrit. Fungsi sel-sel darah adalah
untuk mengangkut oksigen dan karbon dioksida (oleh eritrosit), melawan infeksi dan
membunuh organisme asing (oleh leukosit), dan menjaga agar darah tidak hilang atau
berkurang atau agar membeku (oleh trombosit). Berkenaan dengan fungsi-fungsi penting
tersebut, jumlah sel-sel darah harus cukup. Oleh karena itu, mengetahui jumlah sel darah
sangat penting untuk menentukan status kesehatan. Sel darah merah berfungsi mengikat
oksigen dan karbon dioksida. Sel darah merah pertama kali dihasilkan oleh kantong kuning
saat embrio pada awal- awal minggu pertama. Setelah berbulan-bulan kemudian, eritrosit
akan terbentuk di dalam hati, limpa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi sel darah merah
ini dirangsang oleh hormon eritropoietin. Saat telah mencapai usia dewasa, eritrosit akan
dibentuk di dalam sumsum tulang membranosa. Sel darah merah berwarna merah karena
mengandung hemoglobin. Sel darah merah pada manusia berumur kurang dari 120 hari,
sedangkan pada unggas berumur kurang lebih 28 - 35 hari. Sel darah merah pada manusia
dan mamalia tidak memiliki inti sel, sedangkan pada unggas memiliki inti sel pada bagian
tengah dan sel darah merah bersifat elastis. Bentuk sel darah merah pada manusia dan
mamalia yakni bulat, pipih yang bagian tengahnya cekung atau bikonkaf, sedangkan pada
unggas berbentuk oval. Setiap gram hemoglobin mampu membawa 1,34 ml oksigen.

Standar total eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit pada ayam :


Eritrosit pada Ayam : 2,41 - 2,86 x 10^6 / mm^3
Hemoglobin pada Ayam : 10,8 - 15,8 g/dL
Hematokrit pada Ayam : 23,0 - 35,0 %

Standar total eritrosit, hemoglobin dan hematokrit pada ruminansia :


Kisaran normal total eritrosit sapi : 4,9-10 x 106μl,
Kadar hemoglobin : 8,4-14 g/dL,
Nilai hematrokit : 21-38 %.
Standar total eritrosit,hemoglobin dan hematokrit pada pseudoruminansia:
Nilai normal Hb tikus berkisar dari 11.6-16.1 g/ dL,
eritrosit 7x106-11x106/μL, leukosit 2,000-10.000/ μL,
hematokrit 37,6%-51%, limfosit 60-75%, netrofil 12-38%, monosit 1-6%, dan eosinophil
1-4%

Eritrosit atau keping darah bukanlah sel dalam arti yang sebenarnya sebagaimana
definisi tentang sel. Keduanya tidak mempunyai inti dan tidak mampu melakukan mitosis
untuk membentuk sel anak. Keduanya tidak lebih sebagai sebuah kantong untuk membawa
bahan kimia tertentu yaitu hemoglobin dalam eritrosit dan faktor 3 dalam keping darah.
Darah berwarna merah karena mengandung hemoglobin di dalam eritrosit. Kadar Hb
menunjukkan kemampuan darah mengangkut oksigen. Semakin tinggi kadar Hb semakin
tinggi pula oksigen yang dapat diangkutnya. Jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah
berhubungan langsung dengan kadar Hb darah. Setiap gram Hb mampu membawa 1,34 ml
oksigen apabila dalam keadaan jenuh sempurna. Sel darah merah berfungsi sebagai kantong
pembawa Hb, sampai lebih dari 34% berat sel darah merah merupakan hemoglobin.
Pengukuran kadar Hb dapat dilakukan dengan metode Tallquist, metode Sahli dan metode
Cyanmethemoglobin, namun yang dilakukan dalam praktikum hanya metode Sahli.

a. Metode Tallquist

Metode Tallquist yakni menggunakan buku pedoman (Hemoglobin Skala) yang


berisi gambar berwarna standard. Kadar Hb ditentukan berdasarkan kesamaan warna
darah dengan warna standar yang tertera pada buku pedoman. Setetes darah diletakkan
pada kertas penggumpal. Sebelum darah mongering atau menggumpal, bandingkan warna
darah dengan warna yang paling cocok pada chart. Angka pada masing-masing warna
standard menunjukkan presentase Hb darah. Angka ini kemudian dikalikan dengan
standard Tallquist sebesar 16,5 gram untuk memperoleh gram Hb per 100 ml darah.

Buku Pedoman Tallquist


b. Metode Sahli

Pengukuran Hb dilakukan berdasarkan prinsip perubahan Hb darah sehingga


diperoleh warna yang sama dengan standar Sahli. Hb akan diubah menjadi hematin
berwarna keunguan oleh pengaruh asam hipoklorat. Semakin tinggi kadar Hb, maka
semakin nyata warna hematin.
Dengan sentrifugasi, sel darah merah akan terpisah dengan komponen darah
lainnya. Hasil pengukuran yang menyatakan perbandingan sel darah merah terhadap
volume darah disebut dengan hematokrit. Persentase perbandingan tersebut ditunjukkan
dengan tingginya warna merah pada tabung dibandingkan tinggi seluruh darah dalam
tabung. Pengukuran ini dilakukan bila ada kecurigaan penyakit yang mengganggu sel
darah merah, baik berlebihan ataupun kekurangan.

Gambar standar pembanding, tabung, dan pipet sahli

Trombosit atau keping sel darah merupakan salah satu komponen darah yang
mempunyai fungsi utama dalam pembekuan darah. Trombosit akan bekerja dengan
menutupi pembuluh darah yang rusak dan membentuk benang-benang fibrin seperti
jaring-jaring yang akan menutup kerusakan tersebut. Selain itu, ternyata trombosit juga
mempunyai peran dalam melawan infeksi virus dan bakteri dengan memakan virus dan
bakteri yang masuk dalam tubuh kemudian dengan bantuan sel-sel kekebalan tubuh
lainnya menghancurkan virus dan bakteri di dalam trombosit tersebut. Anemia merupakan
kondisi kekurangan sel darah merah. Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti aplastic bone marrow, kerusakan eritrosit, kurang matang, hemorrhage, dan
lain-lain. Masing-masing berpengaruh terhadap ukuran sel dan kandungan hemoglobin.
Dengan mengetahui jumlah eritrosit dan kadar Hb kita dapat mencari penyebab anemia,
yang dinyatakan dalam Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentrate (MCHC). Kisaran normal MCV adalah 87 + 2 mikron kubik.
Preparasi Darah

Melakukan percobaan pengamatan darah harus melakukan preparasi darah dengan cara
mengambil sampel darah dari ternak terlebih dahulu. Jumlah darah yang diambil sangat
tergantung pada objek pengamatan apa yang akan dilakukan. Selain itu, juga tergantung pada
jenis hewan. Pengambilan darah dalam jumlah sedikit pada manusia cukup menggunakan
lanset untuk ditusukkan pada ujung jari, namun jumlah darah yang cukup banyak diperlukan
pengambilan melalui vena dengan menggunakan venoject.

Darah yang berada di luar tubuh akan segera membeku, oleh karena itu pada umumnya
alat penyedot darah (venoject) sudah dilengkapi anti pembekuan darah (antikoagulan). Untuk
memudahkan teknik pengambilan darah, venoject dibuat hampa udara, sehingga pada saat
ditusukkan ke vena secara otomatis akan menyedot darah dengan sendirinya. Pemeriksaan
darah yang diberi antikoagulan, adalah untuk memeriksa plasma (kadar dalam plasma).
Namun demikian, apabila pemeriksaan darah yang tidak disertai antikoagulan adalah
memeriksa serum (kadar dalam serum).

Pengambilan darah menggunakan venoject, pada hewan berkaki 4 dilakukan pada vena
jugularis dengan cara menekan vena tersebut untuk membendung aliran darah ke jantung dan
untuk memudahkan memasukkan jarum. Hewan-hewan kecil seperti tikus dan hewan yang
seukuran dengannya perlu ketelitian dan pengalaman untuk mengambil darah dengan cara ini
karena ukuran vena sangat kecil. Pengambilan darah pada unggas dilakukan pada vena
brachialis pada sayap, namun juga perlu ketelitian dan kehati-hatian karena pada unggas
sangat mudah terjadi abses (pembengkakan) pada vena yang tertusuk jarum.

Darah yang berada di luar tubuh beberapa saat akan segera membeku. Apabila
didiamkan bekuan akan mengkerut dan serum terperas keluar. Untuk menghindarkan
pembekuan harus ditambahkan antikoagulan. Ada beberapa antikoagulan antara lain adalah
oksalat Wintrobe (Heller), ethylene diamine tetra acetate (EDTA), tri natrium sitrat, natrium
sitrat, heparin, dan natrium flourida.
1. Oksalat Wintrobe
Jenis antikoagulan ini berupa Kristal ammonium dan kalium oksalat dengan
perbandingan 3:2, larutan pokoknya adalah : Ammonium oksalat 12 g, kalium oksalat 8 g
dan air suling sampai 1.000 ml. Untuk 2 ml contoh darah diperlukan 0,2 ml larutan
pokok diatas (perbandingan 10:1). Botol penampung setelah diisi dengan larutan pokok
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 70°C untuk menguapkan cairannya sehingga
terbentuk Kristal. Oksalat Wintrobe bersifat isotonic terhadap eritrosit pada konsentrasi
di atas. Antikoagulan ini tidak cocok untuk pembuatan sediaan apus karena
mempengaruhi bentuk leukosit.
2. Ethylene diamine tetra acetate (EDTA)
Antikoagulan ini dapat digunakan dalam bentuk garam natrium, kalium atau
lithium. Pemakaian setiap ml darah diperlukan 1,25 – 1,75 mg di-kalium EDTA. Cara
pembuatan sama dengan antikoagulan Wintrobe, dan cairan pelarutnya juga diuapkan
dalam oven untuk memperoleh bentuk kristal. Antikoagulan ini tidak mempengaruhi
bentuk eritrosit dan leukosit serta tidak mempercepat pecahnya trombosit. Apabila kadar
EDTA melampaui batas ini maka eritrosit dapat mengkerut dan mengakibatkan nilai
MCV di-natrium EDTA agak lambat melarut. Antikoagulan ini tidak dapat digunakan
untuk tes masa protrombin dan tes koagulasi lain.
3. Tri Natrium Sitrat
Antikoagulan ini berupa larutan 0,106 M (3,13%) trinatrium sitrat merupakan
antikoagulan yang baik untuk pemeriksaan koagulasi darah. Penggunaan adalah dengan
perbandingan volume darah : volume sitrat = 9 : 1.
4. Natrium sitrat
Antikoagulan ini berupa larutan 3,8% natrium sitrat. Natrium sitrat bersifat
isotonik terhadap eritrosit pada perbandingan volume darah dengan volume 14
antikoagulan sebesar 4:1. Untuk 10 ml darah diperlukan 2,5 ml antikoagulan.
Penggabungan terutama untuk tes LED cara Westergren dan tidak dapat
digunakan untuk menghitung eritrosit, leukosit dan trombosit. Kelemahan antikoagulan
ini pada besarnya kesalahan teknik karena adanya faktor pengenceran.

5. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan berbentuk cairan yang diperlukan untuk
mencegah koagulasi darah pada pemakaian dengan perbandingan volume darah dengan
berat heparin sebesar 10 : 1. Untuk 10 ml darah diperlukan 1 mg heparin. 1 mg heparin
volume sangat sedikit sehingga faktor pengenceran dapat diabaikan. Heparin bersifat
tidak mempengaruhi volume eritrosit, namun menyebabkan leukosit menggumpal.
Heparin tidak digunakan untuk membuat sediaan apus darah karena memberikan latar
belakang warna biru pada sediaan apus setelah diwarnakan.
6. Natrium flourida
Antikoagulan natrium flourida (NaF) berupa bubuk dan digunakan pada
perbandingan 10 mg NaF untuk setiap 1 ml darah. Antikoagulan ini khusus digunakan
untuk penentuan kadar gula karena disamping NaF mencegah pembekuan darah juga
menghambat glikolisis.
Penjelasan tentang peralatan pengamatan darah (Hemositometer) :

Hemocytometer adalah Alat yang digunakan untuk menghitung jumlah sel darah,
leukosit, trombosit, dan eritrosit. Alat tersebut terdiri dari beberapa komponen yaitu: kamar
hitung dan dua macam pipet (pipet thoma eritrosit dan pipet thoma leukosit).

Kamar hitung

Kamar hitung yang baik digunakan adalah kamar hitung yang mempunyai garis bagi.
Luas dari seluruh yang dibagi ialah 9 mm2 dan dibagi menjadi 9 bidang besar yang luasnya
masing- masing 1 mm2. Bidang besar dibagi lagi menjadi 16 bidang sedang yang luasnya
masing-masing ¼ x ¼ mm2 .Bidang yang di tengah dibagi lagi menjadi 25 bidang dan tiap
bidang dibagi menjadi 16 bidang kecil. Jadi, seluruh bidang kecil jumlahnya 400 buah yang
masing-masing luasnya 1/20 1/20 mm2. Tinggi kamar hitung yaitu jarak antara permukaan
yang bergaris-garis dan kaca penutup yang terpasang adalah 1/10 mm. Volum dalam kamar
hitung dapat dirinci sebagai berikut :

1 bidang kecil = 1/20 x 1/20 x 1/10 = 1/4000 mm3


1 bidang sedang = 1/4 x1/4 x 1/10 = 1/160 mm3
1 bidang besar = 1 x 1 x 1/10 = 1/10 mm3

Seluruh bidang yang dibagi = 3 x 3 x 1/10 =9/10 mm3


PELAKSANAAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DARAH MERAH

Tujuan praktikum :
1. Mengukur kadar hematokrit
2. Menghitung jumlah eritrosit
3. Mengukur kadar hemoglobin

Prosedur Kerja Preparasi Darah :


1. Siapkan tabung 5 ml, isilah tabung tersebut dengan antikoagulan
2. Ambil darah ayam dengan menggunakan spuit melalui vena brachialis
3. Masukkan darah tersebut kedalam tabung reaksi yang telah disiapkan
4. Kocok pelan-pelan agar antikoagulan bercampur
5. Gunakan darah untuk observasi

Parameter yang diukur dan Prosedur kerja :


1. Mengukur kadar hematokrit
Bahan :
1. Darah
2. Kapas
3. Sealing compound (malam/lilin) penutup
4.
Alat :
1. Pipa mikrokapiler
2. Centrifuge
3. Tabel jenetsky

Cara kerja pengukuran kadar hematokrit :


a. Isilah tabung mikropipet dengan darah tiga perempatnya
b. Tutuplah ujung tabung dengan cara menekankan pada sealing compound (bahan
penutup) dan putarlah hingga membentuk lubang
c. Letakkan tabung mikrokapiler tersebut pada sentrifuge pada posisi ujung yang berisi
darah di luar, kemudian sentrifuge selama 3 menit pada kecepatan 2000-4000 rpm.
d. Setelah selesai sentrifuge, kadar hematokrit diukur menggunakan tabel Jenetsky.
Caranya yaitu :
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑠𝑒𝑙 𝑤𝑎𝑟𝑛𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ
Hct (%) = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔
X 100
2. Mengukur kadar hemoglobin (Hb)
Bahan :
1. Darah
2. Larutan HCl (asam hipoklorat) 0,1 N
3. Aquadest
Alat :
1. Hemometer sahli
2. Pipet hisap

Cara kerja mengukur kadar Hemoglobin :


a. Isilah tabung Sahli dengan HCl sampai 10% (sampai angka 2)
b. Hisaplah darah menggunakan pipet hemoglobin sampai batas skala 20, dengan cepat
segera pindahkan ke tabung Sahli dengan cara meniupnya
c. Aduk sampai merata dan tunggu 3-10 menit (agar terbentuk asam hematin yang
berwarna coklat)
d. Tambahkan tetes demi tetes aquadest (air suling) ke dalam larutan hematin (aduk tiap
kali meneteskan) sampai diperoleh warna hematin dalam tabungsama dengan warna
tabung standard pada comparator block
e. Bacalah skala pada tabung Sahli untuk memperoleh persentase Hb dan gram Hb/100
ml darah
Catatan : pada langkah 2, apabila terlalu lama darah dalam tabung maka akan
menggumpal. Bila terlanjur menggumpal bersihkan berulang kali menggunakan : air
suling – alcohol – eter atau aseton. Apabila tidak bersih dapat digunakan serabut
logam dari kabel bekas.

3. Menghitung sel darah merah (Eritrosit)


Bahan :
1. Darah
2. Larutan Hayem

Alat :
1. Bilik hitung improve neubauer
2. Mikroskop
3. Hand counter
4. Pipet hisap eritrosit
Prosedur kerja menghitung Red Blood Cell (RBC) (Eritrosit)
a. Siapkan pipet RBC (Red Blood Cell) dan bilik hitung hemocytometer.
b. Pasanglah karet penghisap pada pipet RBC, persiapkan pada bibir anda untuk
menghisap. Usahakan pipet pada posisi horizontal, dan masukkan ujung pipet pada
darah. Hisaplah darah ke dalam pipet sampai pada angka 0,5.
c. Tempatkan ujung pipet pada cairan larutan Hayem dan isaplah larutan tersebut ke
pipet sampai mencapai tanda 101.
d. Lepaskan karet penghisap, tutup kedua ujung pipet dengan ibu jari dan jari tengah,
kocok (goyang) pipet mengikuti angka 8 selama 2 menit.
e. Setelah sel-sel terlarut (tercampur), buanglah 2-3 tetes dari ujung pipet. Tempelkan
ujung pipet pada coverslip yang telah disiapkan pada hemocytometer dan biarkan
selama 2 menit
f. Teteskan larutan sel darah merah dalam bilik hitung dan tutup dengan cover glass.
g. Amatilah dan hitunglah jumlah eritrosit pada bilik hitung di bawah mikroskop pada 5
kotak kecil (4 kotak di pojok, 1 ditengah)
h. Catat jumlah eritrosit yang anda hitung.

Catatan :
1. Jika belum terlatih menggunakan bilik hitung, cobalah sebelum kerja dengan cara
menempatkan hemocytometer pada mikroskop dan periksalah apakah anda dapat
menemukan ruang hitung. Gunakan pebesaran ringan untuk menemukan ruang tengah
1 mm2 dan gunakan pebesaran kuat untuk menemukan ruang 1/25 mm2 yang lebih
kecil.
2. Setelah selesai, bersihkan dan keringkan pipet sebelum dan sesudah digunakan
dengan larutan :
● Air suling
● Alcohol 95%
● Ether atau asetonl
Biarkan eter mengalir secara gravitasi dari ujung atas pipet, kemudian alirkan udara
pada pipet menggunakan aspirator. Jangan ditiup karena dapat meninggalkan droplet
air pada pipet yang dapat mengacaukan hitungan.Bersihkan pula bilik hitung
hemocytometer dengan air suling dan keringkan dengan kertas tissue.
3. Apabila dalam menghisap pipet ada gelembung udara masuk ke pipet, maka tiuplah
keluar, bersihkan dan cobalah lagi menghisapnya. Letakkan ujung lidah pada karet
penghisap untuk menjaga agar darah tidak menetes keluar dari pipet. Bersihkan sisa
darah pada ujung pipet dengan tissue. Apabila kelebihan dari angka 0,5, isap dengan
kertas tissue sampai darah tepat pada angka 0,5.
4. Dalam menghitung eritrosit, fokuskan melihat yang tengah menggunakan perbesaran
kuat, hitunglah jumlah eritrosit pada 5 ruang (yang masing-masing luasnya 1/25
mm2) dan ambil rata-rata. Pada umumnya digunakan 4 ruang pojok luar dan 1 ruang
paling tengah. Dalam melakukan perhitungan biasanya ditemukan sel-sel yang tepat
berada pada garis ruang. Hitunglah sel apabila ada di posisi dalam dan jangan
dihitung apabila ada di sisi luar garis ganda.
5. Hitunglah jumlah eritrosit per mm3
dengan faktor perkalian sebagaimana diterangkan berikut ini. Darah diencerkan 200
kali pada pipet sehingga jumlah sel rata-rata per ruang harus dikalikan 200.
Kedalaman ruang hitung adalah 0,1 mm sehingga jumlah sel harus dikalikan 10.
Ruang yang terhitung hanyalah 1/25 area di tengah (1 mm2) sehingga harus dikalikan
25.
Faktor perkalian = 200 × 10 × 25 = 50.000
Sebagai contoh, apabila anda menghitung jumlah eritrosit sebanyak 120 sel, berarti
jumlah eritrosit sebenarnya adalah 120 × 50.000 = 6 juta sel per mm3.

4. Menghitung MCV dan MCHC

Setelah diperoleh kadar hemoglobin, kadar hematokrit dan jumlah eritrosit, MCV dan MCHC
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a. MCV (Mean Corpuscular Volume)
𝐻𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡 ( % 𝑠𝑒𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ ) 𝑋 10
MCV (μ3) =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑐𝑖𝑡𝑒 ( 𝑗𝑢𝑡𝑎/𝑚𝑚 3)

b. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)


𝐻𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛 (𝑔𝑟/ 100 𝑚𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ )
MCHC (%) = 𝐻𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡
x 100
ACARA 3
SEL DARAH PUTIH

Leukosit atau sel darah putih merupakan bagian dari darah yang berfungsi sebagai
imunitas atau sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk melindungi diri dari infeksi atau
penyakit. Sel darah putih diproduksi dari sel punca hematopoietik pada sumsum tulang.
Darah juga mengandung sel darah putih (leukosit). Jumlah rata-rata sel darah putih sebanyak
7500/mm3 yang merupakan indikasi penting untuk ukuran kesehatan. Namun akan lebih
lengkap apabila diketahui perbedaan jumlah sel darah putih dan dapat menembus dinding
kapiler/diapedesis. Jumlah sel leukosit normal pada unggas adalah antara 12.000-30.000
sel/mL. Jumlah leukosit normal pada mamalia 4000-10.000 sel/mL. Masing-masing tipe sel
darah putih mempunyai peran yang berbeda dalam melawan infeksi kuman dan setiap jenis
penyakit akan menyebabkan perbedaan jumlah tipe sel darah putih yang terbentuk. Leukosit
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu granulosit dan agranulosit.

Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan agranulosit.

a. Granulosit

Granulosit merupakan sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya terdapat


granula-granula. Granulosit terdiri tiga macam sel, yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil.
Granula-granula ini mempunyai perbedaan kemampuan mengikat warna misalnya pada
eosinofil mempunyai granula berwarna merah terang, basofil berwarna biru dan neutrofil
berwarna ungu pucat.

b. Agranulosit

Agranulosit merupakan bagian dari sel darah putih dimana mempunyai inti sel satu
lobus dan sitoplasmanya tidak bergranula. Agranulosit terdiri atas limfosit dan monosit.
Limfosit terdiri dari limfosit B yang membentuk imunitas humoral dan limfosit T yang
membentuk imunitas seluler. Keping darah (blood platelet) adalah fragmentasi sel yang
memiliki ukuran raksasa (megakariosit).

Di dalam darah, asam askorbat bertindak sebagai antioksidan dan berkaitan dengan
pembentukan kolagen. Kolagen merupakan protein fibrosa yang mempengaruhi integritas
jaringan ikat yang terdapat pada tulang dan pembuluh darah. Kolagen itu sendiri berperan
penting pula dalam penyembuhan luka serta melindungi tubuh dari radikal bebas.
Berikut ini contoh beberapa hal yang menyebabkan meningkatnya jumlah sel darah
putih : Infeksi protozoa, malnutrisi, aplastik anemia yang disebabkan oleh Neutrophilic
leucopenia, Strenous axercia, Rheumatic fever, Severe burn yang disebabkan oleh
Neutrophilic lucocytosis, penyakit seperti german measles, batuk, yang disebabkan karena
limfositosis, lalu penyakit scarlet fever, infeksi parasit, reaksi alergi yang disebabkan oleh
eosinophilis, penyakit kronis seperti TBC dan leukemia yang disebabkan oleh monositosis.

Tingkat kenaikan dan penurunan jumlah leukosit dalam sirkulasi menggambarkan


ketanggapan sel darah putih dalam mencegah hadirnya agen penyakit dan peradangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit dan diferensialnya antara lain kondisi
lingkungan, umur dan kandungan nutrisi pakan. Diantara faktor-faktor tersebut, faktor nutrisi
(protein) memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan leukosit karena
protein merupakan salah satu komponen darah.

Berikut ini disampaikan gambaran tipe leukosit secara singkat. Warna dan gambaran
lebih jelas dapat dilihat pada buku teks fisiologi yang menampilkan keping dan leukosit darah
dengan perwarnaan wrights. Sel darah putih dapat digolongkan menjadi dua yaitu granulosit
yang memiliki butiran dan agranulosit yang tidak memiliki butiran di sitoplasmanya. Ciri ciri
sel darah putih adalah sebagai berikut :

Gambar 9. Beberapa karakteristik sel sel leukosit.


Gambar 9. Beberapa karakteristik sel sel leukosit.

a. Granulosit (polimorfonuklear leukosit)


1. Neutrofil
● 50 - 70% dari sel leukosit
● 65% dari sel darah merah
● Diameter 10 -12 mikron
● Nucleus 3 lobus
● Granula sitoplasmik merah muda kecil, nukleus biru atau ungu.
● Berfungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadap zat asing terutama terhadap
bakteri.
2. Eosinofil
● 2-4% total sel darah merah
● Diameter 13 mikron
● Nucleus 2 lobus
● Granula sitoplasma lebih kasar dan berwarna merah oren
● Granula sitoplasmik kasar jingga kemerahan, nucleus biru keunguan
● Berfungsi sebagai fagositosis
● Menghasilkan antibodi terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit
3. Basofil
● Jumlah kurang dari 2% dari jumlah keseluruhan leukosit
● 0,5% total sel darah merah
● Menutupi inti sel dan bersegmen
● Diameter 14 mikron
● Nucleus 2 lobus
● Nucleus besar, granula sitoplasmik biru atau ungu kemerahan
● Warna kebiruan disebabkan karena banyaknya granula yang berisi histamin
b. Agranulosit
1. Limfosit kecil
● 20-25% total sel darah merah
● Diameter 7 mikron
● Nucleus sangat besar, dikelilingi oleh sitoplasma sedikit
● Sitoplasma berwarna biru muda, nukleus biru atau ungu
2. Limfosit besar
● 3% total sel darah merah
● Diameter 7 mikron
● Nucleus oval, besar
● Sitoplasma agak biru, nucleus ungu gelap
3. Monosit
● 3-7% total sel darah merah
● Diameter 15 mikron
● Nucleus besar seperti tapal kuda
● Sitoplasma agak abu abu, nukleus biru atau ungu

Semua fraksi leukosit seperti neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit
merupakan sel yang bersifat fagositik. Dengan demikian sel tersebut mampu mendigesti
partikel maupun organisme asing yang masuk ke dalam tubuh hewan.

Penjelasan tentang peralatan pengamatan darah :

Pada masa sekarang ini, laboratorium sudah banyak yang menggunakan peralatan
otomatis untuk menghitung sel darah, namun peralatan standard yang paling banyak
digunakan adalah bilik hitung improve neubauer (bilik hitung hemocytometer).

Gambar 10. Slide hemositometer.


Hemositometer memiliki dua kamar hitung, masing masing luasnya 9 mm2 dan dibagi
menjadi 9 ruang persegi dimana setiap ruang berukuran 1 mm2. Empat ruang paling pojok
digunakan untuk menghitung leukosit dan dibagi menjadi 16 ruang kecil agar perhitungan
lebih mudah. Ruang tengah 1 mm2 dibagi menjadi 25 ruang kecil (1/25 mm2) dan masing
masing ruang dibagi menjadi 16 ruang untuk memudahkan penghitungan. Ruang 1/25 mm2
dibatasi oleh garis ganda dan digunakan untuk menghitung eritrosit.

Gambar 11 : pipet eritrosit,pipet leukosit, dan bilik hitung improve neubauer

Membuat preparat apus darah (pewarnaan darah)

1. Siapkan 2 buah kaca objek.


2. Teteskan darah pada ujung tepi kaca objek pertama.
3. Pegang kaca slide kedua membentuk sudut 45 derajat terhadap slide pertama dan
tempelkan ujungnya pada tetesan darah tersebut. Biarkan darah menyebar pada ujung tepi
kaca spreader. Kemudian tariklah spreader dengan lembut namun cepat. Gesekan ini akan
menimbulkan selapis tipis darah pada slide pertama, biarkan kering dengan sendirinya (pada
suhu ruang).
4. Setelah apus darah kering, fiksasi menggunakan methanol atau alkohol.
5. Keringkan dengan tisu dan lakukan pewarnaan menggunakan giemsa dan tunggu 2 – 5
menit.
6. Bilaskan dengan air, lalu biarkan kering udara.
7. Amati di bawah mikroskop 8. Gambarlah jenis leukosit yang anda temukan.
9. Hitung sampai 100 leukosit kemudian buatlah persentase masing masing jenis leukosit .

Catatan :
Pembilasan menggunakan air suling akan lebih baik jika pada air suling ditambahkan larutan
buffer yaitu 1,63 gm kh2po4 dan 3,2 gm nahpo4 dalam 1000 ml air suling. Campur secara
perlahan. Biarkan selama 4 menit.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DARAH PUTIH

1. Menghitung Sel Darah Putih


Bahan:
1. Darah ayam
2. Larutan turk
Alat :
1. Hand counter
2. Pipet hisap leukosit

Prosedur kerja menghitung leukosit:


1) Hisaplah darah menggunakan pipet lsukosit sampai skala 0,5
2) Bersihkanlah ujung pipet menggunakan kertas saring atau tisu
3) Letakkan ujung pipet ke larutan tuek dan hisaplah dengan cepat sampai skala 11
4) Lepaskan karet penghisap, kemudian tutuplah kedua ujung pipet menggunakan jari
telunjuk atau jari tengah dan ibu jari, kemudian kocoklah dengan memutar pipet
membentuk angka 8 selama 3 menit.
5) Teteskan larutan sel darah putih ke bilik hitung dan tutuplah dengan kaca penutup
6) Amati dan hitunglah jumlah leukosit di bilik hitung pada 4 kotak besar
7) Catat dan amati semua leukosit yang berhasil anda hitung

Catatan :
Prosedur menghitung sel darah putih pada dasarnya sama dengan menghitung sel darah
merah, namun ada beberapa pengecualian.
A. Pipet hitung sel darah putih yang digunakan kelarutannya 20 kali (karena diisi darah
0,5 ml ditambah larutan turk menjadi 11).
B. Larutan turk yang terdiri dari :
1. Asam asetat glacial violet 1% sebanyak 1 ml
2. Larutan gention violet 1% sebanyak 1 ml
3. Air suling sebanyak 100 ml
Larutan asam ini akan menghancurkan membrane sel eritrosit dan mengubah
hemoglobin menjadi hematin. Pewarnaan gention violet pada sel darah putih
untuk memudahkan identifikasi.
C. Jumlah sel darah merah dihitung masing masing pada 4 ruang besar yakni 1 mm2
pada 4 pojol area, dan diambil rata rata. Pengamatan dengan mikroskop menggunakan
perbesaran ringan.
D. Faktor perkalian berikut digunakan untuk menghitung sel darah merah per mm3
sel dilarutkan 20 kali, sehingga dikalikan 20
kedalaman ruang hitung adalah 0,1 mm sehingga dikalikan 10
jumlah sel rata rata yang terhitung dalam 1 mm2 dikalikan 1
factor perkalian adalah = 20 x 10 x 1 = 200

2. Membuat preparat apus darah (pewarnaan darah)

1. Siapkan 2 buah kaca objek


2. Teteskan darah pada ujung tepi kaca objek pertama
3. Pegang kaca slide kedua membentuk sudut 45 derajat terhadap slide pertama dan
tempelkan ujungnya pada tetesan darah tersebut. Biarkan darah menyebar pada ujung
tepi kaca spreader. Kemudian tariklah spreader dengan lembut namun cepat. Gesekan
ini akan menimbulkan selapis tipis darah pada slide pertama, biarkan kering dengan
sendirinya (pada suhu ruang)
4. Setelah apus darah kering, fiksasi menggunakan methanol
5. Keringkan dengan tisu dan lakukan pewarnaan menggunakan giemsa dan tunggu 2 –
5 menit
6. Di bilaskan dengan air, lalu biarkan kering udara
7. Amati di bawah mikroskop
8. Gambarlah jenis leukosit yang anda temukan
9. Hitung sampai 100 leukosit kemudian buatlah persentase masing masing jenis
leukosit
Catatan :
Pembilasan menggunakan air suling akan lebih baik jika pada air suling ditambahkan larutan
buffer yaitu 1,63 gm kh2po4 dan 3,2 gm nahpo4 dalam 1000 ml air suling. Campur secara
perlahan. Biarkan selama 4 menit.

Anda mungkin juga menyukai