Anda di halaman 1dari 11

TUGAS NUTRISI RUMINANSIA

OLEH :

MARDIANUS BILI NGARA


2018410102

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI


MALANG 2019/2020
I. PENDAHULUAN

Ternak ruminansia memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan ternak non-
ruminansia, khususnya pada saluran pencernaan . Hal tersebut tentunya berdampak terhadap
nutrisi yang dibutuhkan. Pencernaan adalah serangkaian proses yang terjadi di dalam
alat pencernaan(tractus digestivus ) ternak sampai memungkinkan terjadinya penyerapan.

Proses pencernaan tersebut merupakan suatu perubahan fisik dan kimia yang dialamioleh
bahan makanan dalam alat pencernaan. Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses
yang sangat komplek yang melibatkan interaksi dinamis antar pakan, populasi mikroba
dan ternak itu sendiri. Pakan yang sudah melewati fase pencernaan selanjutkan akan memasuki
siklus metabolisme.

Metabolisme merupakan suatu proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup.
Proses metabolisme adalah pertukaran zat atau organisme dengan lingkungannya. Istilah
Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata metabole yang berarti perubahan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa metabolisme adalah makhluk hidup mendapat, mengolah dan
mengubah suatu zat melalui proses kimiawi untuk mempertahankan hidupnya.

Fungsi proses etabolisme antara lain untuk mendapatkan energi kimia berupa ATP, hasil
dari degradasi zat-zat makanan kaya energi yang berasal dari lingkungan , sebagai pengubah
molekul zat-zat makanan (nutrisi) menjadi perkursor unit pembangun bagi biomolekul sel,
sebagai penyusun unit-unit pembangun menjadi protein, asam nukleat, lipida, polisakarida, dan
komponen sel lain, dan sebagai pembentuk dan perombak biomolekul.

Sistem pencernaan pada mamalia memiliki anatomi dan fisiologi yang hampir sama
pada hewan mamalia yang satu dengan yang lain. Namun terdapat hal yang berbeda dalam
sistem pencernaan pada salah satu mamalia yaitu ruminansia. Mamalia khususnya ruminansia
atau biasa disebut hewan pemamah biak yang sering kita temui memiliki kebiasaan mengunyah
sepanjang hari. Mamalia ini memiliki lambung yang berbeda dari mamalia lain yakni memiliki 4
ruang. 4 ruang pada lambung tersebut yakni rumen, omasum, obamasum, dan retikulum.
Sedangkan mamalia lain memiliki lanmbung dengan 1 ruang
Sistem pencernaan pada ruminansi akan kami bahas lebih jauh. Dalam mempelajari
sistem pencernaan pada mamalia (ruminansia) tersebut maka kelompok kami akan membahasnya
dalam makalah ini.
II.PEMBAHASAN/RANGKUMAN

Ruminansia merupakan poligastrik yang mempunyai lambung depan yang terdiri dari
Retikulum (perut jala), Rumen (perut handuk), Omasum (perut kitab), dan lambung sejati , yaitu
Abomasum (perut kelenjar) . Proses pencernaan di dalam lambung depan terjadi secara
mikrobial . Mikroba memegang peranan penting dalam pemecahan makanan (Cole, 1962 ;
Banerjee, 1978) . Sedangkan di dalam lambung sejati terjadi pencernaan enzimatik karena
lambung ini mempunyai banyak kelenjar. Menurut Chuticul (1975) rumen merupakan tempat
pencernaan sebagian serat kasar serta proses fermentatif yang terjadi dengan bantuan
mikroorganisme, terutama bakteri anaerob dan protozoa. Di dalam rumen karbohidrat komplek
yang meliputi selulosa, hemiselulosa dan lignin dengan adanya aktifitas fermentatif oleh mikroba
akan dipecah menjadi asam atsiri, khususnya asam asetat, propionat dan butirat (Ranjhan dan
Pathak, 1979).

A. Anatomi dan Fungsi  Saluran Pencernaan Ruminansia

Saluran Pencernaan pada ruminansia hampir sama dengan saluran pencernaan pada
mamalia lainnya. Namun terdapat perbedaan pada jumlah ruangan pada lambung, yakni sebagai
berikut : Mulut,Esofagus,Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum, Abomasum ,Usus halus,Usus
Besar (Kolon),Rektum
Berikut ini adalah pembahasan pada masing-masing alat pencernaan pada ruminansia :
a. Mulut
Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh mastikasi
dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat saliva. Saliva adalah cairan
kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral.
Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun demikian,
kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva penyusun
utamanya adalah air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation),
khlorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya).
Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase,
maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim,
laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.
b. Lambung Ruminansia
1) Rumen
Rumen merupakan bagian saluran pencernaan vital pada ternak ruminansia. Pada rumen
terjadi pencernaan secara fermentatif dan pencernaan secara hidrolitik. Pencernaan fermentatif
membutuhkan bantuan mikroba dalam mencerna pakan terutama pakan dengan kandungan
selulase dan hemiselulase yang tinggi. Sedangkan pencernaan hidrokitik membutuhkan bantuan
enzim dalam mencerna pakan. Ternak ruminansia besar seperti sapi potong dan sapi perah dapat
memanfaatkan pakan dengan kandungan nutrisi yang sangat rendah, akan tetapi boros dalam
penggunaan energi.
Fungsi  rumen antara lain sebagai berikut  :  
 tempat fermentasi oleh mikroba rumen
 absorbsi vfa, ammonia
 lokasi mixing
 menyimpan bahan makanan atau tempat fermentasi
2) Retikulum
Retikulum sering disebut sebagai perut jalang atau hardware stomach. Fungsi retikulum
adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan
langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas
diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi
tercampur.
Fungsi retikulum antara lain:
1. tempat fermentasi
2. membantu proses ruminasi
3. mengatur arus ingesta ke omasum
4. Absorpsi hasil fermentasi
5. tempat berkumpulnya benda-benda asing
3) Omasum
Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya berbuku-buku. Ph
omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Antara omasum dan abomasums terdapat lubang yang
disebut omaso abomasal orifice.
Letak omasum di sebelah kanan (retikulum) disebelah rusuk 7-11. Omasum berbentuk
ellips. Permukaan dalam berbentuk laminae (perut buku) pada lamina terdapat papila untuk
absorpsi. Fungsinya sebagai grinder, filtering, fermentasi, absorpsi.
4) Abomasum
Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal
orifice adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Ph pada
abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak dibagian kanan bawah
dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri.
Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding
sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan
pepsinogen dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk
pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik.
c. Usus Halus (Intestinum Tenue)
Usus halus berfungsi sebagai pencernaan enzimatis dan absorpsi. Kedalam usus halus
masuk 4 sekresi yakni : Cairan duodenum: alkalis, fosfor, buffer,Cairan empedu: dihasilkan hati,
K dan Na (mengemulsikan lemak), mengaktifkan lipase    pankreas, zat warna.Cairan pankreas:
ion bikarbinat untuk menetralisir asam lambung.Cairan usus
d. Sekum dan Kolon
Kolon berbentuk menyerupai tabung berstruktur sederhana,  dengan kondisi mirip pada
rumen. Berfungsi sebagai tempat fermentasi oleh mikroba, Absorpsi VFA dan air, Konsentrasi
VFA: sekum: 7 mM, kolon: 60 mM (rumen = 100 – 150 mM)
B. Sistem Pencernaan pada Ruminansia

Nama ruminansia berasal dari bahasa Latin “ruminare” yang artinya mengunyah kembali
atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak.
Ruminansia merupakan ternak masa depan yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia,
karena hanya hewan ini yang mampu dengan baik memanfaatkan bahan yang tidak dapat
dimanfaatkan oleh manusia.

Proses pencernaan pada ternak ruminansia dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Pencernaan Mekanik yang terjadi di dalam mulut .


2. Pencernaan Hidrolitik yang disebabkan oleh enzim pencernaan ternak itu sendiri .
3. Pencernaan Fermentatif yang dilakukan oleh mikroorganisme rumen

Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang
sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan
fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu.
Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk
menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan
kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk
diteruskan ke omasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan
bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang
sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.

Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa
menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat
rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein
bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial
seperti pada manusia. Asam lemak serta protein inilah yang menjadi bahan baku pembentukkan
susu pada sapi. Nah, inilah alasan mengapa hanya dengan memakan rumput, sapi dapat
menghasilkan susu yang bermanfaat bagi manusia.

Struktur khusus sistem pencernaan hewan ruminansia:


1. Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa tetumbuhan seperti
rumput.
2. Geraham belakang (Molar) memiliki bentuk datar dan lebar.
3. Rahang dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan.
4. Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan
Abomasum.
Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak
mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak
dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat,
yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa.
Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung
mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali
(kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan fermentasi.
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum,
omasum,  danabomasum  dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan
alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%.
Pembagian ini terlihat dari bentuk tonjolan pada saat otot sfinkter berkontraksi.
C. Perbedaan Sistem Pencernaan Ruminansia dan Non-Ruminan

Pada beberapa hewan berlambung tunggal tertentu yang termasuk herbivora seperti kuda
dan kelinci, dalam batas tertentu dapat memanfaatkan selulosa karena dibantu oleh
mikroorganisme yang terdapat dalam sekum. Pada ruminansia atau hewan berlambung jamak
yang umumnya pemakan tumbuh-tumbuhan, di samping enzim yang dihasilkan oleh kelenjar
eksokrin dan sel-sel khusus, juga terdapat sejumlah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme
yang terdapat dalam rumen, sehingga kelompok hewan ini mampu memanfaatkan selulosa
dengan baik. Sebagian besar makanannya terdiri atas serat kasar dan saluran pencernaannya
panjang dan lebih kompleks. Pada hewan ini, serat kasar dirombak secara intensif melalui proses
fermentasi di dalam rumen oleh mikroorganisme rumen.
Proses fisik dan biokimiawi bahan makanan tersebut hanya akan berjalan normal dan
efisien bila alat-alat pencernaan dan alat asesorinya dalam keadaan normal dan mampu
mengeluarkan enzim-enzim yang mempengaruhi proses pencernaan tersebut. Alat pencernaan ini
merupakan sistem organ yang terdiri atas lambung (gastrium) dan usus (intestinum) sehingga
dikenal dengan istilah sistem gastrointestinal dan alat pembantunya atau asesori seperti gigi,
lidah, pankreas, dan hati.
Alat pencernaan (Apparatus digestorius) terdiri atas saluran pencernaan (Tractus
alimentarius) dan organ pembantu (Organa accesoria). Dilihat dari anatomi alat pencernaan,
terdapat tiga kelompok hewan yakni kelompok hewan berlambung jamak (polygastric animals)
antara lain sapi, kerbau, rusa, domba, kambing dan kijang, kelompok hewan berlambung tunggal
(monogastric animals) antara lain manusia, anjing, kucing, babi, kuda dan kelinci, dan hewan
yang berlambung jamak semu (pseudo polygastric animals) antara lain ayam, bebek, angsa, dan
burung. Hewan yang berlambung jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan yang
berlambung tunggal dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang merupakan hewan
berlambung jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke dalam non-ruminansia.
III.KESIMPULAN
1. Saluran pencernaan ruminansia, pencernaannya secara sistematis terdiri atas mulut,
esophagus, rumen, reticulum, omasum, abomasums, duodenum, JeJenum, ileum, secum,
colon, dan rectum.
2. Yang membedakannya dengan system pencernaan non-ruminansia adalah pada jumlah
lambungnya, non-ruminansia hanya mempunyai 1 lambung, sedangkan ruminansia
mempunyai lambung yang terdiri dari 4 bagian yang masing-masing mempunyai fungsi
spesifiik masing-masing.
3. Proses pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanis, fermentatif, dan enzimatis.
4. Sistem pencernaan ruminansia pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan
proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4
bagian, yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan
abomasum (perut sejati). Pada ternak ruminansia, bakteri dan protozoa lebih berperan dalam
memecah bahan pakan. Terutama jenis bahan pakan berserat kasar tinggi yang tidak mampu
dipecah dengan baik oleh saluran pencernaan ternak non-ruminansia.
5.  Saluran pencernaan terbentang dari bibir sampai dengan anus. Bagian-bagian utamanya
terdiri dari mulut, pangkal kerongkongan, kerongkongan, lambung, usus kecil dan usus besar.
Panjang dan rumitnya saluran tersebut sangat bervariasi diantara spesies. Sapi, kambing,
domba lambungnya (sistem berlambung majemuk) adalah besar dan rumit, sedangkan usus
besarnya panjang akan tetapi kurang berfungsi.
6. Pada saat pedet lahir, volume retikulorumen hanya sekitar 30% dari kapasitas total perut dan
rumennya masih belum berfungsi. Pada saat anak sapi minum susu dari induknya, susu
mengalir dari mulut langsung ke omasum, tanpa melewati rumen. Susu tersebut akan masuk
melalui sebuah saluran yang disebut esophageal groove. Saluran ini menghubungkan
esophagus dan reticular omasal orifice. Seiring dengan pertumbuhan sapi, volume retikulo-
rumen meningkat pula. Volume retikulo rumen mulai berkembang setelah sapi mulai makan
hijauan. Pada sapi dewasa volume rumen mencapai 81%, retikulum 3%, omasum 7% dan
abomasums 9% dari volume total perut.
7. Perkembangan sistem enzim pada ruminansia semakin berkembang sesuai dengan
pertambahan umur ternak. Pada pedet terdapat enzim renin yang disekresikan dan setelah
dewasa akan digantikan oleh enzim tripsin. Pada ternak muda relatif tidak terdapat aktivitas
enzim sukrase.
Saran
Pemberian pakan pada ternak ruminansia seharusnya disesuaikan dengan fase dan umur
ternak. Karena sistem pencernaan pada ternak ruminansia selalu mengalami perkembangan yang
dipengaruhi oleh jenis jenis pakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://rangkaianhatierlin.blogspot.com/2012/05/sistem-pencernaan.html
https://kehidupanduniapeternakan.blogspot.com/2016/05/makalah-perbedaan-sistem-pencernaan.html
https://www.academia.edu/37663163/SISTEM_PENCERNAAN_TERNAK_RUMINANSIA_Makalah_Ilmu_Terna
k_Ruminansia
https://www.academia.edu/31608590/MAKALAH_SISTEM_PENCERNAAN_MAMALIA_RUMINANSIA

Arora, S. P. 2005. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.
Didiek, Rahmadi., Sunarso, Achmadi ,J., Pangestu, .E, Muktiani ,.A, Christiyanto, .M Dan Surono.
2003. Diktat Kuliah Ruminologi Dasar. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Kosnoto, M. 1999. Sistem Pencernaan Pada Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas
Airlangga : Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai