Anda di halaman 1dari 24

SISTEM PENCERNAAN TERNAK

RUMINANSIA
( Dasar Fisiologi Ternak )

Dosen Pembimbing :

Ir. Citopartusi M P T,M.Si

Di susun :

Revan Agusti Wijaya ( 225101010018 )

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ternak ruminansia memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan


ternak non-ruminansia, khususnya pada saluran pencernaan . Hal tersebut
tentunya berdampak terhadap nutrisi yang dibutuhkan. Pencernaan adalah
serangkaian proses yang terjadi di dalam alat pencernaan (tractus digestivus )
ternak sampai memungkinkan terjadinya penyerapan.

Proses pencernaan tersebut merupakan suatu perubahan fisik dan kimia yang diala
mioleh bahan makanan dalam alat pencernaan. Pencernaan pada ternak
ruminansia merupakan proses yang sangat komplek yang melibatkan interaksi
dinamis antar pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri. Pakan yang sudah
melewati fase pencernaan selanjutkan akan memasuki siklus metabolisme.

Metabolisme merupakan suatu proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh makhluk


hidup. Proses metabolisme adalah pertukaran zat atau organisme dengan
lingkungannya. Istilah Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari
kata metabole yang berarti perubahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
metabolisme adalah makhluk hidup mendapat, mengolah dan mengubah suatu zat
melalui proses kimiawi untuk mempertahankan hidupnya.

Fungsi proses etabolisme antara lain untuk mendapatkan energi kimia berupa
ATP, hasil dari degradasi zat-zat makanan kaya energi yang berasal dari
lingkungan , sebagai pengubah molekul zat-zat makanan (nutrisi) menjadi
perkursor unit pembangun bagi biomolekul sel, sebagai penyusun unit-unit
pembangun menjadi protein, asam nukleat, lipida, polisakarida, dan komponen sel
lain, dan sebagai pembentuk dan perombak biomolekul.
B. Tujuan Pembuatan Makalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. mengetahui bagaimana susunan alat pencernaan pada sapi potong :
2. mengetahui bagaimana proses metabolisme karbohidrat pada sapi potong :
3. mengetahui bagaimana proses metabolisme lemak pada sapi potong :
4. mengetahui bagaimana proses metabolisme protein pada sapi potong :
5. mengetahui bagaimana proses metabolisme mineral pada sapi potong :
6. mengetahui bagaimana proses metabolisme vitamin pada sapi potong :
II. ISI DAN PEMBAHASAN

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai
penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi
pedaging memiliki ciri-ciri seperti tubuh besar, berbentuk persegi empat atau
balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai
dewasa, dan efisiensi ransumnya tinggi. Tujuan pemeliharaan sapi potong adalah
untuk digemukkan, sapisapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan,
dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan
bobot badan ideal untuk dipotong.

Saat sapi menyusu pada induknya, susu akan mengalir dari mulut langsung
menuju omasum, tanpa melewati rumen. Susu akan melewati sebuah saluran yang
disebut dengan esophageal groove. Pada sapi dewasa, volume rumen mencapai
81%, reticulum 3%, omasum 7%, dan abomasum 9% dari volume total perut.

Perut sapi mengalami 3 fase perkembangan, yaitu fase non ruminansi, fase
transisi, dan fase ruminansia. Pada saat sapi berumur 2 minggu anak sapi hanya
mampu mendapatkan nutrisi hanya melalui susu induknya. Setelah berumur 2
minggu anak sapi akan belajar memakan pakan hijauan, pada saat ini rumen juga
mulai berkembang.

2.1 Organ Pencernaan Sapi

Pada proses penyerapan nutrisi, dibutuhkan organ pencernaan. Berikut ini adalah
organ-organ dalam pencernaan sapi :

a. Mulut

Pakan mengalami penghancuran di dalam mulut secara mekanik karena


menggunakan gigi. Selain itu pakan juga mengalami penghancuran dengan
pencampuran saliva, Saliva disekresikan ke dalam mulut oleh 3 pasang glandula
saliva, yaitu glandula parotid yang terletak di depan telinga, glandula
submandibularis (submaxillaris) yang terletk pada rahang bawah, dan glandula
sublingualis yang terletak di bawah lidah.

Saliva pada sapi tidak mengandung enzim amylase sehingga proses pencernaan
hanya berlangsung secara mekanik. Saliva memiliki kandungan bikarbinat
sehingga memiliki sifat buffer (penyangga), saliva yang masuk ke dalam rumen
akan berguna dalam menjaga pH rumen agar tidak naik atau turun terlalu tajam.

b. Rumen

Pakan yang telah melewati mulut maka akan melewati pharynx dan melalui
oesophagus menuju rumen.

Rumen merupakan kantong yang besar sebagai tempat persediaan dan


pencampuran bahan pakan untuk fermentasi oleh mikroorganime. Fungsi utama
rumen adalah tempat untuk mencerna serat kasar dan zat-zat pakan dengan
bantuan mikroba. Mikroba tersebut dalam suasana anaerob dan sebagian dapat
hidup dalam suasana fakultatif anaerob.
Saluran pencernaan sapi tidak menghasilkan enzim untuk mencerna selulosa yang
merupakan bagian terbesar dari pakan serat, yaitu sekitar 30-60% dari total bahan
kering. Karena enzim yang digunakan dalam pencernaan serat berasal dari
mikroba. Hal ini sesuai dengan pendapat, rumen volumenya dapat mencapai 200
liter, rumen mengandung mikroorganisme, bakteri, dan protozoa yang akan
menghancurkan bahan-bahan berserat, mencerna bahan-bahan itu untuk
kepentingan mikroba itu sendiri, membentuk asam-asam lemak mudah terbang,
serta mensintesis vitamin B serta asam-asam amino.

c. Retikulum

Retikulum disebut honey comb, hal ini dikarenakan wujudnya yang berbentuk
seperti rumah lebah. Bentuk reticulum mencegah benda-benda asing seperti
misalnya kawat untuk tidak terus bergerak ke saluran pencernaan lebih lanjut.
Retikulum seringkali tertusuk oleh benda-benda tajam sehingga menyebabkan
keadaan yang disebut penyakit hardware. Keadaan ini bersifat fatar karena jantung
letaknya berdekatan. Retikulum berfungsi mengatur aliran digest dari rumen ke
omasum.
d. Omasum

Permukaan dinding omasum berlipat dan kasar. Omasum berdinding berlipat-lipat


dan kasar, terdapat 5 lamina (daun) yang menyerupai duri (spike). Lamina adalah
penyaring partikel digesti yang akan masuk ke abomasum. Omasum menerima
campuran pakan dan air, dan sebagian besar air itu diserap oleh luasnya daerah
penyerapan yang terdiri dari banyak lapis.
e. Abomasum

Obomasum disebut perut sejati pada ternak ruminansia (termasuk sapi). Pada
dinding abomasum memiliki kelenjar pencernaan yang menghasilkan cairan
lambung yang mengandung pepsinogen, garam, onorganik, mukosa, asam
hidrokhlorat dan faktor interisnsik yang penting untuk absorpsi vitamin B 12 secara
efisien. Sebagian besar pekerjaan pencernaan diselesaikan oleh abomasum,
disebut perut sejati karena kemiripan fungsi perut tunggal pada hewan-hewan
bukan ruminansia. Di dalam abomasum terdapat unsur-unsur penyusun berbagai
nutrient yang dihasilkan melalui proses kerja cairan lambung terhadap bakteri dan
protozoa dan diserap melalui dinding usus halu. Bahan-bahan yang tidak tercerna
bergerak ke cecum dan usus besar. Kemudian diekskresikan sebagai feses.

f. Intestine (usus halus)

Intestine terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jedunum, dan ileum. Panjang
intestine pada sapi adalah 22-30 kali panjang tubuhnya. Kelenjar duodenum
menghasilkan cairan alkalin yang berguna sebagai pelumas dan melindungi
dinding duodenum dari asam hidroklorat yang masuk dari abomasum. Pada ujung
duodenum terdapat kelenjar empedu dan pancreas, kelenjar empedu menghasilkan
cairan yang berisi garama sodium dan potassium dari asam empedu. Garam-garam
ini berfungsi mengaktifkan enzim lipase yang dihasilkan pancreas dan
mengemulsikan lemak digesta sehingga mudah diserap lewat dinding usus.

g. Usus Besar

Ada tiga pokok yang terdpat dalam kelompok usus besar, yaitu colon, caecum,
dan rectum. Pada saat digesta masuk ke dalam colon, sebagian besar digesta yang
mengalami hidrolisis sudah terserap sehingga materi yang masuk ke dalam colon
adalah materi yang tidak dicerna.
Hanya sedikit sekali digesta yang terserap lewat dinding usus besar. Materi yang
tidak terserap kemudian dikeluarkan lewat anus sebagai feses. Materi yang keluar
dari feses meliputi air, sisa-sisa pakan yang tidak tercerna, sekresi saluran
pencernaan, sel-sel ephitelium saluran pencernaan, garam-garam anorganik,
bakteri, dan produk-produk dari proses dekomposisi oleh mikrobia.

II.2 Metabolisme Energi Pada Sapi Potong

Karbohidrat dalam pakan dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat struktural


(fraksi serat) dan karbohidrat non struktural (fraksi yang mudah tersedia).
Selulosa dan hemiselulosa termasuk dalam karbohidrat fraksi struktural (fraksi
serat) yang merupakan komponen utama dari dinding sel tanaman. Sering
Sellulosa dan Hemisellulosa ini berikatan dengan lignin sehingga menjadi sulit
dicerna oleh mikroba rumen. Lignifikasi tanaman akan meningkat seiring dengan
meningkatnya umur tanaman. Untuk itu penggunaannya dalam ransum ternak
ruminansia memerlukan pengolahan terlebih dulu guna merenggangkan ikatan
lignoselulosa atau lignohemisellulosa sehingga lebih fermentabel dalam rumen.

Proses pencernaan karbohidrat dalam rumen merupakan proses yang komplek.


Karbohidrat yang komplek (selulosa, hemiselulosa, pati dan pectin) akan
mengalami dua tahap pencernaan yaitu pencernaan oleh enzim ekstraseluler dan
enzim intraseluler mikroba. Tahap pertama karbohidrat yang masuk rumen akan
difermentasi oleh enzim ektraseluler menghasilkan monomernya berupa
oligosakarida, disakarida dan gula sederhana. Tahap kedua monomer itu
difermentasi/metabolisme lebih lanjut oleh enzim intraseluler membentuk piruvat
melalui lintasan Embden-Meyerhoft dan pentosa fosfat.

Piruvat adalah produk intermedier yang segera dimetabolisasi menjadi produk


akhir berupa asam lemak berantai pendek yang sering disebut dengan Volatil
Fatty Acid ( VFA ) yang terdiri dari : asam asetat, asam propionat dan asam
butirat dan sejumlah kecil asam valerat. Piruvat yang dihasilkan dalam proses
fermentasi karbohidrat dalam rumen akan dimetabolisasi lebih lanjut menjadi
produk-produk seperti dibawah ini.
1. Produksi asam laktat
Laktat dalam rumen dibentuk dari piruvat melalui enzym NAD linked laktat
dehidrogenase. Piruvat + NADH2 → Laktat + NAD

2. Pembentukan Asetil CoA


Asetil Coa yang diperlukan untuk berbagai reaksi selanjutnnya dibentuk melalui
beberapa reaksi yaitu:

a. Produksi acetyl CoA melalui pyruvate–ferredoxin oxidoreductase Pyruvate


+ CoASH → 2-α-lactyl-TPP-CoA Enzyme → 2- Hydroxyethyl-TPP-CoA +
FD → Acetyl CoA + FDH2 + CO2
b. Produksi acetil CoA dan asam format melalui pyruvate-formate lyase.
Pyruvate + CoASH →Acetyl CoA + Formate
c. Produksi acetyl CoA and formate melalui reduksi CO2 Pyruvate + CoASH
→ Acetyl CoA + CO2CO2 + XH2 → Formate + X

3. Produksi VFA dalam Rumen

II.3 Metabolisme Protein Pada Sapi Potong

Metabolisme Protein terbagi menjadi 2 macam :

1. Anabolisme yaitu  pembentukan yang mengubah senyawa kecil menjadi


besar (memerlukan ATP). Proses sintesis protein dapat dibedakan menjadi dua
tahap. Tahap pertama adalah transkripsi yaitu pencetakan ARNd oleh ADN yang
berlangsung di dalam inti sel. ARNd inilah yang akan membawa kode genetik
dari ADN. Tahap kedua adalah translasi yaitu penerjemahan kode genetik yang
dibawa ARNd oleh ARNt. ARNd keluar dari dalam inti bergabung dengan
ribosom di sitoplasma. Datang ARNt membawa asam amino yang sesuai dengan
kodon. Terjadi ikatan antar asam amino sehingga terbentuk protein.

2.  Katabolisme yaitu  pemecahan yang mengubah makromolekul menjadi


mikromolekul ( menghasilkan ATP ).Pemecahan protein jadi asam amino terjadi
di hati dengan 2 proses: 
a. Deaminasi yang merupakan proses pembuangan gugus amino dari asam
amino ( asam amino + NAD+ → asam keto + NH3 )
b. Transaminasi yang merupakan proses perubahan asam amino menjadi
asam keto ( alanin + alfa-ketoglutarat → piruvat + glutamate )

Tiga jenis proses utama mendahului deretan proses-proses metabolisma asam


amino itu, diantaranya :

1. Proses dekarbolisasi adalah memisahkan gugusan karboksil dari asam


amino, sehingga terjadi ikatan baru yang merupakan zat-antara yang masih
mengandung unsure nitrogen. 

2. Proses transaminasi adalah yang menghasilkan pemindahan gugusan


amino (NH2) dari suatu asam amino ke ikatan lain, yang biasanya suatu
asam keton, sehingga terjadi asam amino lagi yang berbeda dari asam
amino yang pertama. 

3. Proses deaminasi adalah di sini gugusan amino dipisahkan dari asam


amino untuk di jadikan ureum, atau garam-garam amonium yang
kemudian di buang ke luar tubuh.Deaminasi maupun transaminasi
merupakan proses perubahan protein menjadi zat yang dapat masuk
kedalam siklus Krebs. Zat hasil deaminasi / transaminasi yang dapat
masuk siklus Krebs adalah: alfa ketoglutarat, suksinil ko-A, fumarat,
oksaloasetat, sitrat.

Pembongkaran protein menjadi asam amino memerlukan bantuan dari enzim-


enzim protease dan air untuk mengadakan proses hidrolisis pada ikatan-ikatan
peptida. Hidrolisis ini juga dapat terjadi, jika protein dipanasi, diberi basa, atau
diberi asam. Dengan cara demikian, kita dapat mengenal macam-macam asam
amino yang tersusun di dalam suatu protein.

Namun, kita tidak dapat mengetahui urut-urutan susunannya ketika masih


berbentuk molekul protein yang utuh. Di samping itu, asam amino dapat
dikelompokkan menjadi asam amino esensial dan asam amino nonesensial.
2.4 Metabolisme Lemak Pada Sapi Potong

Ternak memperoleh lemak dari tiga sumber, yaitu dari metabolisme lemak,
protein dan karbohidrat. Karbohidrat dan protein yang sudah dicerna dan diserap,
sebagian akan diubah menjadi lemak. Sedangkan lemak dari pakan dapat diubah
menjadi pati dan gula, yang kemudian bisa digunakan untuk energi dan sebagian
disimpan dalam jaringan sel sebagai lemak cadangan (Sugeng, 2003). Konsentrasi
asam lemak bebas yang tinggi menghambat pencernaan serat kasar dan sebagai
akibatnya menghasilkan proporsi asam asetat yang lebih sedikit, pada saat yang
bersamaan jumlah substrat yang terfermentasi menurun (Soebarinoto et al., 1991).
Bila lemak (trigliserida, glikolipida, fosfolipida) dikonsumsi oleh ternak
ruminansia, maka ketika masuk ke dalam rumen, akan terjadi dua proses besar
yaitu proses hidrolisis ikatan ester dalam lemak yang berasal dari pakan dan
proses biohidrogenasi asam lemak yang tidak jenuh yang terjadi setelah lemak
dihidrolisis menjadi asam lemak bebas. lemak bila dikonsumsi oleh ruminansia
dan mengalami proses metabolisme di dalam rumen dan pasca rumen. Lemak
yang masuk ke dalam rumen akan mengalami proses hidrolisis oleh bakteri rumen
seperti Anaerovibrio lipolytica dan Butyrivibrio fibrisolvens yang akan
mengeluarkan enzim lipase, galactosidase dan phospholipase. 

2.5 METABOLISME MINERAL

Mineral, (kecuali K dan Na), membentuk garam dan senyawa lain yang relatif
sukar larut, sehingga sukar diabsorpsi. Absorpsi mineral sering memerlukan
protein pengemban spesifik (spesific carrier proteins), sintesis protein ini berperan
sebagai mekanisme penting untuk mengatur kadar mineral dalam tubuh.

Ekskresi sebagian besar mineral melalui ginjal, ada juga disekresi kedalam getah
pencernaan, empedu dan hilang dalam feses. Kelainan akibat kekurangan mineral.
Kekurangan intake semua mineral esensial dapat menyebabkan sindroma
klinik.Bila terjadi difisiensi biasanya sekunder, akibat malabsorpsi, perdarahan,
berlebihan (besi), penyakit ginjal(kalsium), atau problem klinis lain. Kelaianan
akibat kelebihan mineral. Kelebihan intake dari hampir semua mineral
menyebabkan gejala toksik. Sumber dan kebutuhan mineral sehari-hari. Mineral
esensial dan unsur runutan ditemukan dalam sebagian besar makanan, terutama
biji-bijian utuh, buah, sayuran, susu, daging dan ikan. Biasanya dalam makanan
hanya dalam jumlah yang sedikit

1. Kalsium (Ca)

Ca diabrospsi duodenum dan jejunum proksimal oleh protein pengikat Ca yang


disintesis sebagagi respon terhadap kerja 1,25-dihidroksikolekalsiferol (1,25-
dihidroksi vitamin D). Abrospsi dihambat oleh senyawa yang membentuk garam
Ca yang tidak larut. Kalsium diekskresi melalui ginjal bila kadarnya diatas 7
mg/100 ml.  Sejumlah besar diekskresi melalui usus dan hampir semuanya hilang
dalam feses.

Pengaturan keseimbangan kalsium,untuk mempertahankan kadar kalsium dalam


keadaan normal, diperlukan interaksi beberapa proses antara lain :
1. Pemasukan yang berasal dari makanan dan absorpsi saluran cerna
2. Pengeluaran melalui ekskresi urin dan feses
3. Keseimabnan formasi dan resorpsi tulang yang disebut sebagai dinamika
tulang (bone turnover) Untuk menjamin keseimbangan proses-proses diatas
dengan baik diperlukan pengaturan secara hormonal yaitu
• Hormon paratiroid
• Vitamin D
• Kalsitonin

2.        Fosfat

Fosfat bebas diabsorpsi dalam jejunum bagian tengah dan masuk aliran darah
melalui sirkulasi portal. Pengaturan absorpsi fosfat diatur oleh 1 , 25–dihidroksi
kolekalsiferol (1,25-dihidroksivitamin D). Fosfat ikut dalam pengaturan derivat
aktif vitamin D. Bila kadar fosfat serum rendah, pembentukan 1,25-dihidroksi
vitamin D dalam tubulus renalis dirangsang, sehingga terjadi penambahan
absorpsi fosfat dari usus.
Deposisi fosfat sebagai hidroksiapatit dalam tulang diatur oleh kadar hormon
paratiroid. 1,25-dihidroksi vitamin D, memegang peranan yang memungkinkan
hormon paratiroid melakukan mobilisasi kalsium dan fosfat dari tulang. Ekskresi
fosfat terjadi terutama dalam ginjal. 80 persen – 90 persen fosfat plasma difiltrasi
pada glomerulus ginjal. Jumlah fosfat yang diekskresi dalam urin menunjukkan
perbedaan antara jumlah yang difiltrasi dan yang direabsorpsi oleh tubulus
proximal dan tubulus distal ginjal. 1,25-Dihidroksivitamin D merangsang
reabsorpsi fosfat bersama kalsium dalam tubulus proksimal. Hormon paratiroid
mengurangi reabsorpsi fosfat oleh tubulus renalis sehingga mengurangi efek 1,25-
Dihidroksivitamin D pada ekskresi fosfat. Bila tidak ada efek kuat hormon
paratiroid, ginjal mampu memberi respon terhadap 1,25-dihidroksi vitamin D
dengan pengambilan semua fosfat yang difiltrasi.

3.        Natrium

Natrium diabsorpsi di usus halus secara aktif (membutuhkan energi), lalu dibawa
oleh aliran darah ke ginjal untuk disaring kemudian dikembalikan ke aliran darah
dalam jumlah cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan
natrium akan dikeluarkan melalui urin yang diatur oleh hormon aldosteron yang
dikeluarkan oleh kelenjar adrenal jika kadar natrium darah menurun.

Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan
untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk
mempertahankan volume cairan tubuh. Pengeluaran natrium juga terjadi lewat
pengeluaran keringat dan tinja dalam jumlah kecil. Kekuran natrium dari rute-rute
ini dapat mengakibatkan kematian pada kasus berkeringat dan diare yang
berlebihan. Ingesti natrium dipengaruhi oleh rasa dan dorongan homeostatis
(selera terhadap garam) untuk mempertahankan keseimbangan natrium. Hewan
mempunyai dorongan untuk memakan garam yang di picu oleh natrium plasma
yang rendah.
4.        Magnesium
Rumen merupakan bagian penting pada penyerapan magnesium terutama pada
domba dan sapi. Kejadian metabolik dalam rumen kebanyakan ditentukan dari
jumlah konsumsi magnesium. Magnesium diabsorpsi melalui kombinasi transfor
aktif dan transfor pasif. Proses utama normalnya adalah transport pasif dan
dimulai pada membran apikal mukosa rumen, dimana uptake magnesium
diarahkan oleh perbedaan potensial negatif yang berbeda. Dan dihambat oleh
konsentrasi tinggi potassium dalam rumen. Proses carrier-mediated
memungkinkan terjadinya pertukaran ion magnesium dan hidrogen dan tidak
sensitif terhadap potassium, menjadi proses dominan pada konsentrasi magnesium
luminal yang tinggi. Absorpsi magnesium diselesaikan oleh proses sekunder
melalui transport aktif, terletak dalam membran basolateral yang dapat disaturasi
dan kontrol kealiran darah. Dalam spesies tertentu, pengaruh utama pada absorpsi
magnesium adalah faktor yang dapat berpengaruh pada kelarutan konsentrasi
magnesium dalam rumen dan perbedaan potensial negatif diseluruh mukosa
rumen. Magnesium sulit difiltrasi di gromerulus dibanding kebanyakan
makromineral, tetapi dalam jumlah yang cukup difiltrasi dan lolos dari reabsorpsi
tubuler yang dikeluarkan melalui urin.

5.        Potassium

Penyerapan potassium terutama terjadi di usus halus non ruminansia oleh proses
yang tidak teratur. Pada ruminansia penyerapan potassium diabsorpsi secara pasif
saat memasuki rumen, selama proses ini terjadi penurunan perbedaan potensial
apikal pada permukaan mukosa. Potassium memasuki aliran darah sebagian besar
melalui membran basolateral dari mukosa usus.

 Membran Transport

Ada mekanisme yang lebih baik untuk mengangkut potassium melintasi membran
dibandingkan unsur lainnya, tetapi pada dasarnya mempertahankan konsentrasi
intraseluler potassium tetap tinggi. Selain itu, potassium juga sebagai pompa
ATPase dan co-transporter, terdapat ATPase dari hidrogen/potassium dan enam
jenis saluran potassium, masing-masing mempunyai ciri khasnya masing-masing.
Penyesuaian short-term untuk pasokan fluktuasi potassium dapat dibuat melalui
perubahan fluks potasium kedalam sel, di bawah pengaruh insulin. Selanjutnya
diperlukan untuk regulasi yang terletak  pada sitotoksitas pada level sirkulasi
potassium yang tinggi.

 Eksresi

Peraturan status potasium tubuh dilakukan oleh ginjal, dimana reabsorpsi tubular
dibatasi jika berlebihan dibawah pengaruh aldosteron ( Kem dan Trachwsky,
1983). Namun adaptasi terhadap potasium yang masuk dimulai pada usus, dimana
sensor splanknikus memberikan peringatan dini dari jumlah konsumsi yang
berpotensi mematikan. Respon terhadap sensor melibatkan peningkatan aktivitas
ion ATPase natrium/potassium dan peningkatan jumlah pemompaan di membran
basolateral pada tubulus distal ginjal dan usus yang menyebabkan peningkatan
ekskresi potassium pada rute saluran kemih dan fases.

 Seksresi

Pada ruminansia potassium adalah kation utama dalam proses berkeringat,


mungkin karena rasio potasium yang tinggi dibanding natrium pada diet alami
ruminansia dari rumput. Kehilangan potasium meningkat pada suhu lingkungan
yang banyak terjadi pada bos indicus dibanding bos taurus, pada temperatur
tertentu, meskipun tingkat berkeringat lebih rendah. Potassium juga merupakan
kation utama yang disekresi dalam susu; konsentrasi tidak meningkat pada asupan
potassium diet tinggi, tetapi menurun selama terjadi kekurangan potassium.
Kehilangan ekskretori potasium pada anak sapi dapat meningkat oleh stress pada
saat transportasi sebgai akibat dari peningkatan aktivitas aldosteron.

6.        Besi (Fe)

Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :


a. Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang
dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan
meningkat.
b. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan
penyerapan Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih
mudah diserap oleh mukosa usus.
c. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat
meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri
menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan
melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam
askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar
25 – 50 persen.
d. Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks
besi fosfat yang tidak dapat diserap.
e. Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe
f. Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe
g. Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan
penyerapan Fe.Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe.

Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang
kompleks. Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+
mula – mula mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh
gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+.
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan
dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan
Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan
transferitin. Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk
bergabung membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam
keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam
tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian
dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk
ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang
dengan bentuk yang disimpan.
 Pengangkutan dan Penyimpanan Besi

Ketika besi diabsorbsi dari usus halus menuju ke plasma darah, besi tersebut
bergabung dengan apotransferin membentuk transferin, yang selanjutnya diangkut
dalam plasma darah. Besi dan apotransferin berikatan secara longgar, sehingga
memungkinkan untuk melepaskan partikel besi ke sel jaringan dalam tubuh yang
membutuhkan. Absorbsi besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Absorbsi besi rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya jika cadangan besi
rendah absorbsi besi ditingkatkan.

Setelah itu, besi dalam tranferin di plasma darah masuk ke dalam sumsum tulang
untuk pembentukan eritrosit dan hemoglobin. Besi yang berlebih akan  bergabung
dengan protein apoferritin, membentuk ferritin dan disimpan dalam sistem
retikuloendotelial (RE). Oleh karena apoferritin mempunyai berat molekul besar,
460.000, ferritin bisa mengikat sejumlah besar besi. Besi yang disimpan sebagai
ferritin disebut besi cadangan. Ditempat penyimpanan, terdapat besi yang
disimpan dalam jumlah yang sedikit dan bersifat tidak larut, yang disebut
hemosiderin.

Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, besi yang terdapat dipenyimpanan
ferritin dilepaskan dengan mudah ke dalam plasma, dan diangkut dalam bentuk
transferin dan kembali ke sumsum tulang untuk dibentuk eritrosit. Bila umur
eritrosit sudah habis dan sel dihancurkan, maka hemoglobin yang dilepaskan dari
sel akan dicerna oleh sistem makrofag-monosit. Disini terjadi pelepasan besi
bebas, dan disimpan terutama di tempat penyimpanan  ferritin yang akan
digunakan untuk kebutuhan pembentukan hemoglobin baru.

7.        Zink

Seperti halya besi, zink diabsorpsi relatif sedikit. Dari konsumsi zink 4-14
mg/hari, hanya 10-40 %-nya yang diabsorpsi. Absorpsi menurun dengan adanya
agen pengikat atau kelat sehingga mineral tersebut tidak terserap. Zink berikatan
dengan ligan yang mengandung sulfur, nitrogen atau oksigen. Zink membentuk
kompleks dengan fosfat (PO4), klorida (Cl-) dan karbonat (HCO3). Buffer N-2-
hydroxyethyl-pysera-zine-N′-2-ethanesulfonic acid (HEPES) berefek kecil
terhadap ikatan zink dengan ligan tersebut. Zink dapat berikatan dengan ligan
tersebut dan diekskresikan melalui feces. Orang yang menderita geophagic
dan/atau yang mengkonsumsi makanan tinggi fitat (khususnya produk sereal)
berresiko defisiensi zink.

8.        Tembaga

Unsur tembaga yang terdapat dalam makanan melalui saluran pencernaan diserap
dan diangkut melalui darah. Segera setelah masuk peredaran darah, unsur tembaga
akan berikatan dengan protein albumin. Kemudian diantarkan dan dilepaskan
kepada jaringan-jaringan hati dan ginjal lalu berikatan dengan protein membentuk
enzim-enzim, terutama enzim seruloplasmin yang mengandung 90 – 94%
tembaga dari total kandungan tembaga dalam tubuh. Ekskresi utama unsur ini
ialah melalui empedu, sedikit bersama air seni dan dalam jumlah yang relatif kecil
bersama keringat dan air susu. Jika terjadi gangguan-gangguan pada rute
pembuangan empedu, unsur ini akan diekskresi bersama air seni.

9.       Selenium

 Metabolisme selenium

Pemecahan antara absorbsi selenium dan ketersediaan selenium mengakibatkan


perbedaan besar dalam post-absorbsi metabolism antara selenomethionin dan
sumber lain selenium. Hal ini menimbulkan efek pada retensi selenium, ekskresi
dan transfer pada plasenta dan mammary.

 Jalur terpisah

Selenomethionin memasuki penyimpanan methionine dan proporsi variable


menjadi dimana methionine lebih dibutuhkan dibanding selenium, tetapi konversi
parsial menjadi selenocystine (seCys) melalui lyase dan adenosilmethionine
mungkin terjadi. seCy dapat dimasukkan ke selenoprotein P dalam hati dan
dibawa ke plasma, dimana diambil dan dimasukkan kedalam salah satu dari
banyak fungsional selenophospatsintase dalam jaringan. Selenite dan selenate
direduksi menjadi selenide dan dimasukkan ke dalam seleno protein P. dosis oral
dan parenteral dari 75 selenomethionine sama- sama di metabolisme setelah
melalui hati, clearance aliran darah sangat lambat.

Sebagian besar disimpan dalam otot. dan selenium dipertahankan dalam hati dan
ginjal yang berikatan dengan protein. Sebaliknya, clearance selenocytine atau
selenium anorganik terlalu cepat. Masuknya seleniumcytin ke dalam eritrosit
cytosolic glutasi peroksidasi(GPX) terjadi pada eritropoiesis dan terjadi lag
sebelum hasil GPX dilepaskan pada aliran darah. Selenomethionin, disisi lain
dapat dimasukkan kedalam eritrosit sebagai methionin dalam hemoglobin
(beilstein dan whanger, 1986). Beberapa transfer selenium dari selenomethionin
ke selenocystine terjadi selama transsilverasi atau transaminasi kecuali dan sampai
hal tersebut terjadi, selenomethionin (bukan selenocystine) dipengaruhi oleh
pasokan dan kebutuhan methionin. Jika konsumsi kekurangan methionin,
suplementasi selenomethionin dengan selenomethionin dapat meningkatkan
selenium dalam jaringan selama penurunan aktivitasi GPX (Waschulewski dan
sunde, 1988) pada saat kebutuhan methionin tinggi seperti pada awal laktasi dan
masa penyapihan. Pada ruminansia, metabolism selenium akan berlangsung
dipengaruhi oleh pengurangan sulfur dan pasokan nitrogen dan faktor lain yang
mempengaruhi sintesis mikroba pada rumen.

2.6 Metabolisme Vitamin

Vitamin yang larut lemak atau minyak, jika berlebihan tidak dikeluarkan oleh,
tubuh, melainkan akan disimpan. Sebaliknya, vitamin yang larut dalam air, yaitu
vitamin B kompleks dan C, tidak disimpan, melainkan akan dikeluarkan oleh
sistem pembuangan tubuh. Akibatnya, selalu dibutuhkan asupan vitamin tersebut
setiap hari. Vitamin yang alami bisa didapat dari sayur, buah dan produk hewani.
Seringkali vitamin yang terkandung dalam makanan atau minuman tidak berada
dalam keadaan bebas, melainkan terikat, baik secara fisik maupun kimia. Proses
pencernaan makanan, baik di dalam lambung maupun usus halus akan membantu
melepaskan vitamin dari makanan agar bisa diserap oleh usus. Vitamin larut
lemak diserap di dalam usus bersama dengan lemak atau minyak yang
dikonsumsi.

Vitamin diserap oleh usus dengan proses dan mekanisme yang berbeda. Terdapat
perbedaan prinsip proses penyerapan antara vitamin larut lemak dengan vitamin
larut air. Vitamin larut lemak akan diserap secara difusi pasif dan kemudian di
dalam dinding usus digabungkan dengan kilomikron (lipoprotein) yang kemudian
diserap sistem limfatik, baru kemudian bergabung dengan saluran darah untuk
ditransportasikan ke hati. Sedangkan vitamin larut air langsung diserap melalui
saluran darah dan ditransportasikan ke hati. Proses dan mekanisme penyerapan
vitamin dalam usus halus diperlihatkan pada tabel berikut:

Jenis Vitamin Mekanisme Penyerapan


Vitamin A, D, E, K dan Dari micelle, secara difusi pasif, digabungkan
beta-karoten dengan kilomikron, diserap melalui saluran
limfatik.
Vitamin C Difusi pasif (lambat) atau menggunakan Na+
(cepat)
Vitamin B1 (Tiamin) Difusi pasif (apabila jumlahnya dalam lumen
usus sedikit), dengan bantuan Na+ (bila
jumlahnya dalam lumen usus banyak).
Vitamin B2 (Riboflavin) Difusi pasif
Niasin Difusi pasif (menggunakan Na+)
Vitamin B6 (Piridoksin) Difusi pasif
Folasin (Asam Folat) Menggunakan Na+

Vitamin B12 Menggunakan bantuan faktor intrinsik (IF) dari


lambung.
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dari pembahansan makalah ini, dapat menarik kesimpulan


bahwa ternak ruminansia ialah suatu hewan pemamah biak dimana proses ini
membutuhkan dua kali proses dalam mencerna makanan di dalam tubuhnya.
Sehingga proses pencernaan ini melibatkan proses pencernaan sapi fermentative
dengan menggunakan organ organ yang berada dalam tubuhnya.

Anda mungkin juga menyukai