RUMINANSIA
( Dasar Fisiologi Ternak )
Dosen Pembimbing :
Di susun :
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pencernaan tersebut merupakan suatu perubahan fisik dan kimia yang diala
mioleh bahan makanan dalam alat pencernaan. Pencernaan pada ternak
ruminansia merupakan proses yang sangat komplek yang melibatkan interaksi
dinamis antar pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri. Pakan yang sudah
melewati fase pencernaan selanjutkan akan memasuki siklus metabolisme.
Fungsi proses etabolisme antara lain untuk mendapatkan energi kimia berupa
ATP, hasil dari degradasi zat-zat makanan kaya energi yang berasal dari
lingkungan , sebagai pengubah molekul zat-zat makanan (nutrisi) menjadi
perkursor unit pembangun bagi biomolekul sel, sebagai penyusun unit-unit
pembangun menjadi protein, asam nukleat, lipida, polisakarida, dan komponen sel
lain, dan sebagai pembentuk dan perombak biomolekul.
B. Tujuan Pembuatan Makalah
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai
penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi
pedaging memiliki ciri-ciri seperti tubuh besar, berbentuk persegi empat atau
balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai
dewasa, dan efisiensi ransumnya tinggi. Tujuan pemeliharaan sapi potong adalah
untuk digemukkan, sapisapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan,
dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan
bobot badan ideal untuk dipotong.
Saat sapi menyusu pada induknya, susu akan mengalir dari mulut langsung
menuju omasum, tanpa melewati rumen. Susu akan melewati sebuah saluran yang
disebut dengan esophageal groove. Pada sapi dewasa, volume rumen mencapai
81%, reticulum 3%, omasum 7%, dan abomasum 9% dari volume total perut.
Perut sapi mengalami 3 fase perkembangan, yaitu fase non ruminansi, fase
transisi, dan fase ruminansia. Pada saat sapi berumur 2 minggu anak sapi hanya
mampu mendapatkan nutrisi hanya melalui susu induknya. Setelah berumur 2
minggu anak sapi akan belajar memakan pakan hijauan, pada saat ini rumen juga
mulai berkembang.
Pada proses penyerapan nutrisi, dibutuhkan organ pencernaan. Berikut ini adalah
organ-organ dalam pencernaan sapi :
a. Mulut
Saliva pada sapi tidak mengandung enzim amylase sehingga proses pencernaan
hanya berlangsung secara mekanik. Saliva memiliki kandungan bikarbinat
sehingga memiliki sifat buffer (penyangga), saliva yang masuk ke dalam rumen
akan berguna dalam menjaga pH rumen agar tidak naik atau turun terlalu tajam.
b. Rumen
Pakan yang telah melewati mulut maka akan melewati pharynx dan melalui
oesophagus menuju rumen.
c. Retikulum
Retikulum disebut honey comb, hal ini dikarenakan wujudnya yang berbentuk
seperti rumah lebah. Bentuk reticulum mencegah benda-benda asing seperti
misalnya kawat untuk tidak terus bergerak ke saluran pencernaan lebih lanjut.
Retikulum seringkali tertusuk oleh benda-benda tajam sehingga menyebabkan
keadaan yang disebut penyakit hardware. Keadaan ini bersifat fatar karena jantung
letaknya berdekatan. Retikulum berfungsi mengatur aliran digest dari rumen ke
omasum.
d. Omasum
Obomasum disebut perut sejati pada ternak ruminansia (termasuk sapi). Pada
dinding abomasum memiliki kelenjar pencernaan yang menghasilkan cairan
lambung yang mengandung pepsinogen, garam, onorganik, mukosa, asam
hidrokhlorat dan faktor interisnsik yang penting untuk absorpsi vitamin B 12 secara
efisien. Sebagian besar pekerjaan pencernaan diselesaikan oleh abomasum,
disebut perut sejati karena kemiripan fungsi perut tunggal pada hewan-hewan
bukan ruminansia. Di dalam abomasum terdapat unsur-unsur penyusun berbagai
nutrient yang dihasilkan melalui proses kerja cairan lambung terhadap bakteri dan
protozoa dan diserap melalui dinding usus halu. Bahan-bahan yang tidak tercerna
bergerak ke cecum dan usus besar. Kemudian diekskresikan sebagai feses.
Intestine terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jedunum, dan ileum. Panjang
intestine pada sapi adalah 22-30 kali panjang tubuhnya. Kelenjar duodenum
menghasilkan cairan alkalin yang berguna sebagai pelumas dan melindungi
dinding duodenum dari asam hidroklorat yang masuk dari abomasum. Pada ujung
duodenum terdapat kelenjar empedu dan pancreas, kelenjar empedu menghasilkan
cairan yang berisi garama sodium dan potassium dari asam empedu. Garam-garam
ini berfungsi mengaktifkan enzim lipase yang dihasilkan pancreas dan
mengemulsikan lemak digesta sehingga mudah diserap lewat dinding usus.
g. Usus Besar
Ada tiga pokok yang terdpat dalam kelompok usus besar, yaitu colon, caecum,
dan rectum. Pada saat digesta masuk ke dalam colon, sebagian besar digesta yang
mengalami hidrolisis sudah terserap sehingga materi yang masuk ke dalam colon
adalah materi yang tidak dicerna.
Hanya sedikit sekali digesta yang terserap lewat dinding usus besar. Materi yang
tidak terserap kemudian dikeluarkan lewat anus sebagai feses. Materi yang keluar
dari feses meliputi air, sisa-sisa pakan yang tidak tercerna, sekresi saluran
pencernaan, sel-sel ephitelium saluran pencernaan, garam-garam anorganik,
bakteri, dan produk-produk dari proses dekomposisi oleh mikrobia.
Ternak memperoleh lemak dari tiga sumber, yaitu dari metabolisme lemak,
protein dan karbohidrat. Karbohidrat dan protein yang sudah dicerna dan diserap,
sebagian akan diubah menjadi lemak. Sedangkan lemak dari pakan dapat diubah
menjadi pati dan gula, yang kemudian bisa digunakan untuk energi dan sebagian
disimpan dalam jaringan sel sebagai lemak cadangan (Sugeng, 2003). Konsentrasi
asam lemak bebas yang tinggi menghambat pencernaan serat kasar dan sebagai
akibatnya menghasilkan proporsi asam asetat yang lebih sedikit, pada saat yang
bersamaan jumlah substrat yang terfermentasi menurun (Soebarinoto et al., 1991).
Bila lemak (trigliserida, glikolipida, fosfolipida) dikonsumsi oleh ternak
ruminansia, maka ketika masuk ke dalam rumen, akan terjadi dua proses besar
yaitu proses hidrolisis ikatan ester dalam lemak yang berasal dari pakan dan
proses biohidrogenasi asam lemak yang tidak jenuh yang terjadi setelah lemak
dihidrolisis menjadi asam lemak bebas. lemak bila dikonsumsi oleh ruminansia
dan mengalami proses metabolisme di dalam rumen dan pasca rumen. Lemak
yang masuk ke dalam rumen akan mengalami proses hidrolisis oleh bakteri rumen
seperti Anaerovibrio lipolytica dan Butyrivibrio fibrisolvens yang akan
mengeluarkan enzim lipase, galactosidase dan phospholipase.
Mineral, (kecuali K dan Na), membentuk garam dan senyawa lain yang relatif
sukar larut, sehingga sukar diabsorpsi. Absorpsi mineral sering memerlukan
protein pengemban spesifik (spesific carrier proteins), sintesis protein ini berperan
sebagai mekanisme penting untuk mengatur kadar mineral dalam tubuh.
Ekskresi sebagian besar mineral melalui ginjal, ada juga disekresi kedalam getah
pencernaan, empedu dan hilang dalam feses. Kelainan akibat kekurangan mineral.
Kekurangan intake semua mineral esensial dapat menyebabkan sindroma
klinik.Bila terjadi difisiensi biasanya sekunder, akibat malabsorpsi, perdarahan,
berlebihan (besi), penyakit ginjal(kalsium), atau problem klinis lain. Kelaianan
akibat kelebihan mineral. Kelebihan intake dari hampir semua mineral
menyebabkan gejala toksik. Sumber dan kebutuhan mineral sehari-hari. Mineral
esensial dan unsur runutan ditemukan dalam sebagian besar makanan, terutama
biji-bijian utuh, buah, sayuran, susu, daging dan ikan. Biasanya dalam makanan
hanya dalam jumlah yang sedikit
1. Kalsium (Ca)
2. Fosfat
Fosfat bebas diabsorpsi dalam jejunum bagian tengah dan masuk aliran darah
melalui sirkulasi portal. Pengaturan absorpsi fosfat diatur oleh 1 , 25–dihidroksi
kolekalsiferol (1,25-dihidroksivitamin D). Fosfat ikut dalam pengaturan derivat
aktif vitamin D. Bila kadar fosfat serum rendah, pembentukan 1,25-dihidroksi
vitamin D dalam tubulus renalis dirangsang, sehingga terjadi penambahan
absorpsi fosfat dari usus.
Deposisi fosfat sebagai hidroksiapatit dalam tulang diatur oleh kadar hormon
paratiroid. 1,25-dihidroksi vitamin D, memegang peranan yang memungkinkan
hormon paratiroid melakukan mobilisasi kalsium dan fosfat dari tulang. Ekskresi
fosfat terjadi terutama dalam ginjal. 80 persen – 90 persen fosfat plasma difiltrasi
pada glomerulus ginjal. Jumlah fosfat yang diekskresi dalam urin menunjukkan
perbedaan antara jumlah yang difiltrasi dan yang direabsorpsi oleh tubulus
proximal dan tubulus distal ginjal. 1,25-Dihidroksivitamin D merangsang
reabsorpsi fosfat bersama kalsium dalam tubulus proksimal. Hormon paratiroid
mengurangi reabsorpsi fosfat oleh tubulus renalis sehingga mengurangi efek 1,25-
Dihidroksivitamin D pada ekskresi fosfat. Bila tidak ada efek kuat hormon
paratiroid, ginjal mampu memberi respon terhadap 1,25-dihidroksi vitamin D
dengan pengambilan semua fosfat yang difiltrasi.
3. Natrium
Natrium diabsorpsi di usus halus secara aktif (membutuhkan energi), lalu dibawa
oleh aliran darah ke ginjal untuk disaring kemudian dikembalikan ke aliran darah
dalam jumlah cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan
natrium akan dikeluarkan melalui urin yang diatur oleh hormon aldosteron yang
dikeluarkan oleh kelenjar adrenal jika kadar natrium darah menurun.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan
untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk
mempertahankan volume cairan tubuh. Pengeluaran natrium juga terjadi lewat
pengeluaran keringat dan tinja dalam jumlah kecil. Kekuran natrium dari rute-rute
ini dapat mengakibatkan kematian pada kasus berkeringat dan diare yang
berlebihan. Ingesti natrium dipengaruhi oleh rasa dan dorongan homeostatis
(selera terhadap garam) untuk mempertahankan keseimbangan natrium. Hewan
mempunyai dorongan untuk memakan garam yang di picu oleh natrium plasma
yang rendah.
4. Magnesium
Rumen merupakan bagian penting pada penyerapan magnesium terutama pada
domba dan sapi. Kejadian metabolik dalam rumen kebanyakan ditentukan dari
jumlah konsumsi magnesium. Magnesium diabsorpsi melalui kombinasi transfor
aktif dan transfor pasif. Proses utama normalnya adalah transport pasif dan
dimulai pada membran apikal mukosa rumen, dimana uptake magnesium
diarahkan oleh perbedaan potensial negatif yang berbeda. Dan dihambat oleh
konsentrasi tinggi potassium dalam rumen. Proses carrier-mediated
memungkinkan terjadinya pertukaran ion magnesium dan hidrogen dan tidak
sensitif terhadap potassium, menjadi proses dominan pada konsentrasi magnesium
luminal yang tinggi. Absorpsi magnesium diselesaikan oleh proses sekunder
melalui transport aktif, terletak dalam membran basolateral yang dapat disaturasi
dan kontrol kealiran darah. Dalam spesies tertentu, pengaruh utama pada absorpsi
magnesium adalah faktor yang dapat berpengaruh pada kelarutan konsentrasi
magnesium dalam rumen dan perbedaan potensial negatif diseluruh mukosa
rumen. Magnesium sulit difiltrasi di gromerulus dibanding kebanyakan
makromineral, tetapi dalam jumlah yang cukup difiltrasi dan lolos dari reabsorpsi
tubuler yang dikeluarkan melalui urin.
5. Potassium
Penyerapan potassium terutama terjadi di usus halus non ruminansia oleh proses
yang tidak teratur. Pada ruminansia penyerapan potassium diabsorpsi secara pasif
saat memasuki rumen, selama proses ini terjadi penurunan perbedaan potensial
apikal pada permukaan mukosa. Potassium memasuki aliran darah sebagian besar
melalui membran basolateral dari mukosa usus.
Membran Transport
Ada mekanisme yang lebih baik untuk mengangkut potassium melintasi membran
dibandingkan unsur lainnya, tetapi pada dasarnya mempertahankan konsentrasi
intraseluler potassium tetap tinggi. Selain itu, potassium juga sebagai pompa
ATPase dan co-transporter, terdapat ATPase dari hidrogen/potassium dan enam
jenis saluran potassium, masing-masing mempunyai ciri khasnya masing-masing.
Penyesuaian short-term untuk pasokan fluktuasi potassium dapat dibuat melalui
perubahan fluks potasium kedalam sel, di bawah pengaruh insulin. Selanjutnya
diperlukan untuk regulasi yang terletak pada sitotoksitas pada level sirkulasi
potassium yang tinggi.
Eksresi
Peraturan status potasium tubuh dilakukan oleh ginjal, dimana reabsorpsi tubular
dibatasi jika berlebihan dibawah pengaruh aldosteron ( Kem dan Trachwsky,
1983). Namun adaptasi terhadap potasium yang masuk dimulai pada usus, dimana
sensor splanknikus memberikan peringatan dini dari jumlah konsumsi yang
berpotensi mematikan. Respon terhadap sensor melibatkan peningkatan aktivitas
ion ATPase natrium/potassium dan peningkatan jumlah pemompaan di membran
basolateral pada tubulus distal ginjal dan usus yang menyebabkan peningkatan
ekskresi potassium pada rute saluran kemih dan fases.
Seksresi
6. Besi (Fe)
Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang
kompleks. Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+
mula – mula mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh
gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+.
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan
dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan
Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan
transferitin. Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk
bergabung membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam
keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam
tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian
dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk
ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang
dengan bentuk yang disimpan.
Pengangkutan dan Penyimpanan Besi
Ketika besi diabsorbsi dari usus halus menuju ke plasma darah, besi tersebut
bergabung dengan apotransferin membentuk transferin, yang selanjutnya diangkut
dalam plasma darah. Besi dan apotransferin berikatan secara longgar, sehingga
memungkinkan untuk melepaskan partikel besi ke sel jaringan dalam tubuh yang
membutuhkan. Absorbsi besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Absorbsi besi rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya jika cadangan besi
rendah absorbsi besi ditingkatkan.
Setelah itu, besi dalam tranferin di plasma darah masuk ke dalam sumsum tulang
untuk pembentukan eritrosit dan hemoglobin. Besi yang berlebih akan bergabung
dengan protein apoferritin, membentuk ferritin dan disimpan dalam sistem
retikuloendotelial (RE). Oleh karena apoferritin mempunyai berat molekul besar,
460.000, ferritin bisa mengikat sejumlah besar besi. Besi yang disimpan sebagai
ferritin disebut besi cadangan. Ditempat penyimpanan, terdapat besi yang
disimpan dalam jumlah yang sedikit dan bersifat tidak larut, yang disebut
hemosiderin.
Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, besi yang terdapat dipenyimpanan
ferritin dilepaskan dengan mudah ke dalam plasma, dan diangkut dalam bentuk
transferin dan kembali ke sumsum tulang untuk dibentuk eritrosit. Bila umur
eritrosit sudah habis dan sel dihancurkan, maka hemoglobin yang dilepaskan dari
sel akan dicerna oleh sistem makrofag-monosit. Disini terjadi pelepasan besi
bebas, dan disimpan terutama di tempat penyimpanan ferritin yang akan
digunakan untuk kebutuhan pembentukan hemoglobin baru.
7. Zink
Seperti halya besi, zink diabsorpsi relatif sedikit. Dari konsumsi zink 4-14
mg/hari, hanya 10-40 %-nya yang diabsorpsi. Absorpsi menurun dengan adanya
agen pengikat atau kelat sehingga mineral tersebut tidak terserap. Zink berikatan
dengan ligan yang mengandung sulfur, nitrogen atau oksigen. Zink membentuk
kompleks dengan fosfat (PO4), klorida (Cl-) dan karbonat (HCO3). Buffer N-2-
hydroxyethyl-pysera-zine-N′-2-ethanesulfonic acid (HEPES) berefek kecil
terhadap ikatan zink dengan ligan tersebut. Zink dapat berikatan dengan ligan
tersebut dan diekskresikan melalui feces. Orang yang menderita geophagic
dan/atau yang mengkonsumsi makanan tinggi fitat (khususnya produk sereal)
berresiko defisiensi zink.
8. Tembaga
Unsur tembaga yang terdapat dalam makanan melalui saluran pencernaan diserap
dan diangkut melalui darah. Segera setelah masuk peredaran darah, unsur tembaga
akan berikatan dengan protein albumin. Kemudian diantarkan dan dilepaskan
kepada jaringan-jaringan hati dan ginjal lalu berikatan dengan protein membentuk
enzim-enzim, terutama enzim seruloplasmin yang mengandung 90 – 94%
tembaga dari total kandungan tembaga dalam tubuh. Ekskresi utama unsur ini
ialah melalui empedu, sedikit bersama air seni dan dalam jumlah yang relatif kecil
bersama keringat dan air susu. Jika terjadi gangguan-gangguan pada rute
pembuangan empedu, unsur ini akan diekskresi bersama air seni.
9. Selenium
Metabolisme selenium
Jalur terpisah
Sebagian besar disimpan dalam otot. dan selenium dipertahankan dalam hati dan
ginjal yang berikatan dengan protein. Sebaliknya, clearance selenocytine atau
selenium anorganik terlalu cepat. Masuknya seleniumcytin ke dalam eritrosit
cytosolic glutasi peroksidasi(GPX) terjadi pada eritropoiesis dan terjadi lag
sebelum hasil GPX dilepaskan pada aliran darah. Selenomethionin, disisi lain
dapat dimasukkan kedalam eritrosit sebagai methionin dalam hemoglobin
(beilstein dan whanger, 1986). Beberapa transfer selenium dari selenomethionin
ke selenocystine terjadi selama transsilverasi atau transaminasi kecuali dan sampai
hal tersebut terjadi, selenomethionin (bukan selenocystine) dipengaruhi oleh
pasokan dan kebutuhan methionin. Jika konsumsi kekurangan methionin,
suplementasi selenomethionin dengan selenomethionin dapat meningkatkan
selenium dalam jaringan selama penurunan aktivitasi GPX (Waschulewski dan
sunde, 1988) pada saat kebutuhan methionin tinggi seperti pada awal laktasi dan
masa penyapihan. Pada ruminansia, metabolism selenium akan berlangsung
dipengaruhi oleh pengurangan sulfur dan pasokan nitrogen dan faktor lain yang
mempengaruhi sintesis mikroba pada rumen.
Vitamin yang larut lemak atau minyak, jika berlebihan tidak dikeluarkan oleh,
tubuh, melainkan akan disimpan. Sebaliknya, vitamin yang larut dalam air, yaitu
vitamin B kompleks dan C, tidak disimpan, melainkan akan dikeluarkan oleh
sistem pembuangan tubuh. Akibatnya, selalu dibutuhkan asupan vitamin tersebut
setiap hari. Vitamin yang alami bisa didapat dari sayur, buah dan produk hewani.
Seringkali vitamin yang terkandung dalam makanan atau minuman tidak berada
dalam keadaan bebas, melainkan terikat, baik secara fisik maupun kimia. Proses
pencernaan makanan, baik di dalam lambung maupun usus halus akan membantu
melepaskan vitamin dari makanan agar bisa diserap oleh usus. Vitamin larut
lemak diserap di dalam usus bersama dengan lemak atau minyak yang
dikonsumsi.
Vitamin diserap oleh usus dengan proses dan mekanisme yang berbeda. Terdapat
perbedaan prinsip proses penyerapan antara vitamin larut lemak dengan vitamin
larut air. Vitamin larut lemak akan diserap secara difusi pasif dan kemudian di
dalam dinding usus digabungkan dengan kilomikron (lipoprotein) yang kemudian
diserap sistem limfatik, baru kemudian bergabung dengan saluran darah untuk
ditransportasikan ke hati. Sedangkan vitamin larut air langsung diserap melalui
saluran darah dan ditransportasikan ke hati. Proses dan mekanisme penyerapan
vitamin dalam usus halus diperlihatkan pada tabel berikut: