Anda di halaman 1dari 105

I.

PENDAHULUAN

Ternak ruminansia memilki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan


ternak nonruminansia, khususnya terletak pada saluran pencernaannya. Hal
tersebut tentunya berdampak terhadap nutrisi yang dibutuhkan. Ilmu nutrisi
ruminansia mempelajari bagaimana nutrisi yang diberikan kepada ternak
ruminansia sesuai dengan kondisi fisiologisnya.
Kehidupan mikrobiologi di dalam rumen memiliki peran yang sangat penting
bagi produktivitas ternak ruminansia, karena hampir 80% proses pencernaan
merupakan peran dari mikroorganisme. Oleh karena itu pengetahuan tentang
mikrobiologi rumen diperlukan guna mengoptimalisasi pemanfaatannya
sehingga akan meningkatkan produktivitas ternak. Manipulasi rumen
dimungkinkan untuk meningkatkan kualitas absorbsi zat-zat makanan dari
pakan untuk ternak ruminansia.
Metabolisme zat-zat makanan ternak ruminansia dan ternak nonruminansia
juga memiliki perbedaan, khsususnya pada metabolisme lipida yaitu
terjadinya proses biohidrogenasi yang memberikan dampak terhadap produk
ternak ruminansia kaya akan lemak jenuh.
Pemberian zat makanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan sesuai fase
fisiologisnya sangat penting guna mencapai tujuan dari pemeliharaan ternak
ruminansia, yaitu produktivitas yang optimal. Jika pakan yang kita
formulasikan tidak sesuai dengan kebutuhan ternak dapat berakibat pada
gangguan metabolisme ternak karena suplai zat-zat makanan tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh ternak. Kondisi tersebut akan memberikan dampak
terhadap ketidaktercapaian target produksi yang kita harapkan.
Mengingat pakan ternak ruminansia tidak bersaing dengan pakan manusia,
maka ternak ruminansia merupakan ternak masa depan karena
kemampuannya untuk mengkonversi pakan berkualitas rendah menjadi
produk pangan hewani yang berkualitas tinggi. Pengetahuan tentang bahan
pakan penyusun ransum ternak ruminansia dan metode penyusunan formulasi
ransum juga dibutuhkan guna mencapai target produksi yang kita harapkan
disamping faktor ekonomis yang harus kita perhatian.

1
II. KOMPARASI PENCERNAAN RUMINANSIA DAN FUNGSINYA

Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa memahami tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan
ternak ruminansia dibandingkan ternak nonruminansia.
2. Mahasiswa memahami tentang organ aksesoris sistem pencernaan beserta
fungsinya.

Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan
ternak ruminansia dibandingkan dengan ternak nonruminansia.
2. Mahasiswa mengetahui tentang organ aksesoris sistem pencernaan ternak
ruminansia beserta fungsinya.

Pendahuluan
Dahulu pakan ternak memiliki kualitas tinggi, seiring dengan perkembangan
populasinya ternak akan terseleksi dengan kemampuannya untuk bertahan hidup.
Kemampuannya untuk dapat berkompetisi dengan pangan manusia membuat
ternak akan menjadikan ternak tersebut dapat bertahan hidup. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah adaptasi dengan pakan yang tidak berkompetisi
dengan manusia.
Ternak dikelompokkan berdasarkan jenis makanannya, yaitu :
1. Non fiber type : Browsing type : Merupakan ternak yang selektif sekali,
disebut juga concentrate selector. Pakannya memiliki kualitas tinggi.
Contohnya ternak kambing.
2. Medium fiber type : Tidak terlalu selektif terhadap pakan. Contohnya ternak
sapi.
3. High fiber type : Greezing type : Contohnya ternak domba.

Pada bab ini akan disajikan pembahasan tetang anatomi dan fisiologi saluran
pencernaan pada ternak ruminansia.

2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Ternak Ruminansia
Pencernaan pada hewan ruminansia (memamah biak) hampir sama dengan
manusia yaitu terdiri dari mulut, faring, oesofagus, ventriculus dan usus.
Perbedaannya terletak pada susunan dan fungsi gigi serta lambung.
Gigi
Susunan gigi (sapi) :

M3 P 3 C0 I0 I0 C0 P 3 M3
M3 P 3 C0 I4 I4 C0 P 3 M3

M : molare (geraham belakang)


P : prae molare (geraham depan)
C : caninus (gigi taring)
I : dens insisivus (gigi seri)
Geraham depan dan geraham belakang berbentuk leber dan datar. Gigi seri
berfungsi khusus untuk menjepit makanan berupa tubmbuhan.
Lambung
Pada hewan memamah biak lambung terdiri dari 4 bagian :
1. rumen (perut besar) : tempat penccernaan protein dan polisakarida, juga
tempat fermentasi selulosa oleh bacteri yang menghasilkan selulose
2. retikulum (perut jala) : tempat pembentukan bolus (gumpalan-gumpalan
makanan yang masih kasar)
3. omasum (perut kitab) : tempat bolus bercampur enzim
4. abomasum (perut masam) : tempat pencernaan oleh enzim
Jalannya makanan :
1. Makanan dikunyah di mulut masuk ke oesofagus selanjutnya ke rumen
yang berfungsi sebagai tempat sementara bagi makanan yang tertelan.
2. Di rumen terjadi pencernaan protein dan polisakarida serta fermentasi
selulosa oleh enzim selulosa yang dihasilkan bacteri.
3. Dari rumen makanan masuk ke retikulum dan makanan dibentuk menjadi
bolus.
4. Bolus dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah kembali.

3
5. Dari mulut makanan ditelan masuk ke omasum dan bercampur dengan
enzim.
6. Selanjutnya bolus menuju ke abomasum dan terjadi pencernaan secara
kimia oleh enzim.
7. Selanjutnya makanan menuju ke usus untuk diserap sari-sarinya dan sisa-
sisa makanan berupa feses dikeluarkan melalui anus.
Selulose yang dihasilkan bacteri dan protozoa akan merombak selulosa menjadi
asam lemak. Tapi bacteri tidak dapat hidup pada abomasum kaena pH-nya
sangat rendah, maka bacteri dicerna untuk mendapatkan protein. Enzim selulose
juga berfungsi menghasilkan gas CH4 yang dapadt digunakan sebagai sumber
energi alternatif.
Kuda, kelinci dan marmut susunan/ struktur lambungnya berbeda dengan sapi.
Proses fermentasi atau pembusukan terjadi di sekum yang banyak mengandung
bacteri. Fermentasi yang dilakukan kuda, kelinci dan marmut tidak seefektif
pada sapi sehingga kotorannya tampak kasar.
Pada kelinci dan marmut kotoran yang telah dikeluarkan dari tubuh sering
dimakan kembali. Usus sapi sangat panjang, usus halusnya dapat mencapai 40
meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagaian besar terdiri dari
serat.
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan berpengaruh terhadap karakteristik
pakan ternak. Pakan kaya kandungan protein akan mudah untuk dicerna,
karnivora memiliki saluran pencernaan yang lebih pendek jika dibandingkan
ternak herbivore. Ternak herbivore membutuhkan saluran pencernaan yang lebih
panjang dengan organ khusus untuk mencerna selulosa pada pakan, yaitu
lambung yang terdiri atas 4 ruang (ruminansia) dan caecum yang besar.
Perbandingan anatomi sistem pencernaan ternak ruminansia dan nonruminansia
diilustrasikan pada Gambar 1.

4
Gambar 1. Perbandingan anatomi sistem pencernaan ternak ruminansia dan
nonruminansia.

Sedangkan pada saluran pencernaan herbivore nonruminansia seperti kelinci


memiliki karakteristik yaitu caecumnya sangat besar dan berfungsi sebagai
kantong fermentasi, tidak melakukan mekanisme regurgitasi dan rechewing.
Guna meningkatkan mekanisme pencernaan serat kasar dilakukan dengan cara
mencerna fesesnya kembali (coprophagi).
Ruminansia sangat unik karena lambungnya terdiri dari empat ruang, yaitu
rumen, reticulum, omasum, dan abomasum. Anatomi lambung ternak
ruminansia ditunjukkan pada Gambar 2.
a.

5
b.

Gambar 2. (a) Anatomi lambung ternak ruminansia (b) Bagian-bagian struktur


lambung ruminansia (Church, 1988)

Pakan memasuki dua kantong dimana pakan dicerna sebagian, rumen berfungsi
sebagai kantong fermentasi dimana bakteri dan protista menguraikan selulosa.
Proses tersebut termasuk dalam hubungan simbiosis. Pakan akan mengalami
proses regurgitasi dan rechewed. Selanjutnya pakan memasuki dua kantong
berikutnya dimana enzim-enzim pencernaan dilepaskan.
Ternak ruminansia yang termasuk dalam tipe concentrate selector memiliki
ukuran ostia (menggubungkan retukikulum dengan omasum) lebih besar
dibandingkan ternak tipe grazing/tipe medium. Konsekuensinya adalah
pemberian pakan yang memiliki nilai nutrisi baik tidak akan tinggal terlalu lama
pada alat pencernaan karena ternak ruminansia tidak memiliki kemampuan untuk
mencerna saliva yang berfungsi sebagai buffer. Pakan dalam saluran pencernaan
akan cepat menjadi asam dalam bentuk asam asetat, asam butirat, dan asam
propionate.
Pada ternak ruminansia yang belum dewasa, oesophageal groove merupakan
saluran yang mengalirkan air susu langsung dari oesophagus menuju omasum

6
dan abomasums melampaui jalur reticulum-rumen.
Karakteristik Concentrate selector :
a. Memiliki reticulo-rumen yang relative sederhana dengan bagian dorsalnya
yang tidak saling berhimpitan sehinga terjadi kontraksi secara total dan
jarang sekali seluruh kapasitas reticulo-rumen terisi penuh.
b. Mempunyai ostia, intra-ruminale dan rumino reticulare yang lebar sehingga
ingesta yang masuk ke rumen mudah keluar.
c. Mempunyai penyangga rumen (pillar) yang lemah, papilla rumen menutup
seluruh permukaan mucosa secara merata tetapi tidak terlalu padat.
d. Omasum sangat kecil dengan lamina sedikit.
e. Omasum relatif kecil dengan glandula mukosa yang tebal.
f. Glandula saliva besar mencapai 0,2% bobot badan.
g. Caecum dan bagian belakang colon berfungsi sebagai tempat fermentasi.
Karakteristik Intermediate Type :
a. Reticulo rumen lebih terbagi, blindsac berkembang sempurna, dorsal sac
berhimpitan ke dinding perut.
b. Ostia sempit sehingga ingesta lebih lama keluar.
c. Papilla rumen tidak tersebar merata, di bagian tengah lebat dan bagian atas
rudimenter.
d. Ukuran reticulum kecil
e. Omasum besar, lamina banyak dengan permukaan lebar.
f. Abomasum relative besar dengan glandula mucosa yang tipis
g. Glandula saliva relative kecil
h. Fermentasi di colon kecil.

2.2 Organ aksesoris Sistem Pencernan


2.2.1 Hati
Hati merupakan kelenjar eksokrin yang berukuran besar berada di atas lambung.
Hari memproduksi empedu yang mengalir menuju usus halus. Empedu
mewarnai sel darah merah yang sudah aus dan diekskresikan melalui feces.
Sedangkan garam empedu menguraikan lemak menjadi globular yang lebih kecil
(emulsi) sehingga dapat bereaksi dengan lipase.

7
Hati juga berfungsi untuk memindahkan zat antinutrisi, zat beracun, dan alcohol
dari darah. Hati mengubah ammonia (NH3) yang diproduksi oleh bakteri di usus
besar menjadi urea CO(NH2)2 yang diekskresikan dalam bentuk urin. Hati juga
mengatur level dari berbagai substansi yang diproduksi dalam tubuh (contohnya
adalah hormone steroid).

Gambar 3. Regulasi hormonal sistem pencernaan

2.2.2 Kandung Empedu


Kandung empedu merupakan kelenjar eksokrin yang berfungsi untuk
memproduksi dan menyimpan empedu, memiliki saluran menuju pada usus
halus.
2.2.3 Pankreas
Pancreas merupakan kelenjar eksokrin yang beada di antara lambung dan usus
halus, memproduksi beberapa enzim pencernaan, meliputi :
1. tripsin : berfungsi untuk mencerna protein
2. pankreatik amylase : berfungsi untuk mencerna pati
3. lipase : berfungsi mencerna lemak
Pankreas juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menhasilkan hormone
untuk mengatur level gula di dalam darah, yaitu insulin dan glukagon.

8
Gambar 4. Struktur anatomi pancreas

2.3 Rumen Fisiologi dan Mastikasi


Ruminansia memiliki karakter yang unik pada sistem pencernaannya.
Keberadaan gigi taringnya untuk mengoyak makanan digantikan dengan gigi
gerahamnya. Gigi geraham tersebut diadaptasikan untuk menghancurkan
makanan khususnya yang mengandung serat kasar tinggi menjadi partikel yang
lebih kecil. Sekresi saliva pada ternak ruminansia dalam jumlah yang berlebih,
sehingga ternak tersebut tidak perlu mengkonsumsi air walaupun makanannya
dalam kondisi kering.
Sekresi saliva ternak sapi berkisar 40-60 l/hari. Saliva tidak mengandung enzim,
tetapi sejumlah besar bikarbonat dan phosphat yang menjadi media yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba dan proses fermentasi. Bikarbonat yang
terkandung pada saliva bertindak sebagai buffer utama pada cairan rumen.
Phosphat banyak dijumpai dalam bentuk inorganik. Substansi tersebut memiliki
peranan yang penting untuk pertumbuhan mikroorganisme dan berperan menjaga
kondisi rumen agar tetap netral sehingga menjadi media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme.

Motilitas Retikulo-rumen

Siklus kontraksi terjadi satu sampai tiga kali per menit. Frekuensi yang tertinggi
terjadi selama proses pemberian pakan, dan frekuensi terendah terjadi ketka

9
ternak sedang beristirahat. Dua tipe kontraksi yang terjadi adalah :

1. Kontraksi primer, proses ini melibatkan gelombang kontraksi yang diikuti


dengan gelombang relaksasi, atau dapat dikatakan sebagian bagian ruen
kontraksi dan kantong yang lainnya mengalami diltasi.
2. Kontraksi sekunder terjadi hanya pada bagian rumen dan biasanya berkaitan
denga proses eruktasi.

Ruminasi dan Eruktasi

Ruminansia dikatakan juga sebagai hewan yang memamah biak. Ruminasi


adalah mengunyah kembali pakan yang berasal dari reticulum, diikuti dengan
remastikasi dan reswallowing (menelan kembali). Proses tersebut bermanfaat
untuk mengefektivkan pemecahan mekanik dari hijauan yang mengandung serat
kasar tinggi karena meningkatkan luas area permukaan subtract untuk proses
fermentasi mikroba.

Regurgitasi diawali dengan diawali dengan kontraksi reticulum stelah kontraksi


primer terjadi. Kontraksi ini mengakibatkan relaksasi otot distal esophageal
sphincter sehingg memungkinkan bolus pakan memasuko oesophagus. Bolus
dibawa menuju mulut melalui pergerakan peristaltic yang arahnya berlawanan.
Cairan pada bolus didorong keluar oleh lidah dan ditelan kembali. Bolus
tersebut mengalami proses remastikasi lalu ditelan kembali.

Gambar 5. Fase materi di dalam rumen

10
Gambar 6. Grafik hubungan waktu yang dialokasikan oleh domba jantan untuk
makan dibandingkan waktu untuk proses ruminasi (diadaptasi dari Lofgreen et
al., J Animal Sci 16:773, 1957)

Ruminasi terjadi umumnya ketika ternak sedang istirahat atau tidak sedang
dalam kondisi makan. Proses tersebut dapat digambarkan dalam waktu yang
dialokasikan oleh ternak untuk proses ruminasi dalam kesehariannya.

Fermentasi di rumen ternak ruminansia menghasilkan gas dalam jumlah yang


sangat besar. Sekitar 30-50 liter gas/jam dihasilkan oeh sapi dewasa sedangkan
domba atau kambing menghasilkan 5 liter gas/jam. Eruktasi atau belching
adalah bagaimana ternak ruminansia secara kontinyu melepaskan gas yang
dihasilkan dari proses fermentasi tersebut. Proses eruktasi berhubungan dengan
setiap kontraksi ruminal sekunder. Eruktasi gas bergerak pada esophagus 160-
225 cm/detik (Steven and Sellers, Am J Physiol 199:598,1960). Pada umumnya
proses pergerakan gas tersebut diawali dengan pertama menghirup udara menuju
paru-paru kemudian dihembuskan keluar.

Rangkuman
1. Sistem pencernaan ternak ruminansia terdiri atas saluran pencernaan dan
organ aksesoris yang mendukung proses pencernaan.

11
2. Organ aksesoris pada sistem pencernaan meliputi hati, pancreas, dan kandung
empedu.
3. Ternak ruminansia melakukan proses ruminasi, regurgitasi, eruktasi, dan
fermentasi dalam mekanisme pencernaannya.
4. Ternak dikelompokkan berdasarkan jenis makanannya, yaitu Non fiber type,
medium fiber type, dan high fiber type.

Latihan
1. Berikan penjelasan tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan ternak
ruminansia !
2. Jelaskan perbedaan sistem pencernaan ternak ruminansia dan nonruminansia!
3. Sebutkan organ aksesoris sistem pencernaan beserta fungsinya !
4. Mengapa ternak nonruminansia lebih toleran terhadap jenis pakan konsentrat
daripada ternak nonruminansia ?
5. Mengapa ternak ruminansia dapat menggunakan pakan berserat lebih efisien
daripada nonruminansia ?

12
III. MIKROBIOLOGI RUMEN

Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa memahami tentang mikrobilogi rumen
2. Mahasiswa mampu melakukan manipulasi rumen guna mengoptimalisasikan
pemanfaatan zat-zat makanan pakan ternak ruminansia.
Tujuan
1. Mahasiswa memahami tentang mikrobilogi rumen
2. Mahasiswa mampu melakukan manipulasi rumen guna mengoptimalisasikan
pemanfaatan zat-zat makanan pakan ternak ruminansia.
Pendahuluan
Hubungan antara ternak ruminansia dengan keberadaan mikroflora, serta
kaitannya dengan zat makanan telah dipelajari sejak 40 tahun. Studi tentang
hubungan tersebut dilakukan oleh Hogan dan tim yang mendemonstrasikan
hubungan inang dengan metabolisme NPN oleh mikroflora. Penelitian lebih
lanjut masih diperlukan untuk mengeksplorasi manfaat keberadaan mikroflora di
dalam rumen guna meningkatkan kualitas zat makanan bagi ternak ruminansia.
Hungate (1960) menyatakan bahwa analisa ilmiah tentang habitat mikroflora
membutuhkan pemahaman tentang : (i) tipe mikroorganisme (ekologi); (ii)
aktivitas mikroorganisme tersebut (enzymology) ; dan faktor yang
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme (regulasi)

3.1 Mikrobiologi Rumen


Mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan ternak herbivore
memiliki fungsi utama untuk mencerna karbohidrat kompleks yang terkandung
pada bahan pakan hijauan. Kondisi biologis dan ekologi mikroorganisme yang
dimiliki oleh ternak ruminansia relative serupa. Meskipun terdapat strain bakteri
atau protozoa spesifik ditemukan pada ternak ruminansia tertentu namun relative
memiliki karakteristik biologis yang sama. Syarat mikroorganisme sesuai untuk
berkembangbiak pada saluran pencernaan ternak ruminansia, khususnya pada
rumen adalah : (i) sanggup tumbuh pada kondisi anaerob ; (ii) jumlah untuk
bakteri 106-1011/ml cairan rumen ; dan (iii) harus sanggup menghasilkan hasil
akhir fermentasi yaitu VFA dan NH3.

13
Sistem pencernaan ruminansia adalah rangkaian proses perubahan fisik dan
kimia yangdialami bahan makanan selama berada di dalam alat pencernaan.
Prosespencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih
kompleksdibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya.

Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perutjala),


rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati).Dalam
studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandangsebagai
organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagaiperut
buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsiomasum
belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadipenyerapan air,
amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ inidilaporkan juga
menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang (Frances dan Siddon,
1993). Termasuk organ pencernaan bagian belakanglambung adalah sekum,
kolon dan rektum. Pada pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi
aktivitas fermentasi. Namun belum banyak informasi yangterungkap tentang
peranan fermentasi pada organ tersebut, yang terletak setelahorgan penyerapan
utama. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi secara mekanis di
mulut, fermentatif oleh mikroba rumen dan secarahidrolis oleh enzim-enzim
pencernaan.

Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yangdisebut


memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakanditahan untuk
sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakanyang telah berada
dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),untuk dikunyah
kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali(proses
redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba
rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses
tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan
nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan
digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice(Tilman et

14
al. 1982).

Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak


jumlahnya.Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri,
protozoa danfungi (Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi di dalam rumen diakui
sangatbermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni
padajaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding
seltanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri
rumen.

Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yangdigunakan,


karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya.Kebalikannya
protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudahdilihat
berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkanoleh
Hungate (1966) adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes,
Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b)
bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides
ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati(Bakteroides
ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri
pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna
protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).

Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichsyang


mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat
yangfermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar
mulutumumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).

Mikroorganisme cellulolytic banyak dijumpai pada rumen ternak ruminansia


karena proses pencernaan serat kasar dominan terjadi. Mikroorganisme yang
umum berkembang biak pada rumen mikroorganisme didominasi oleh fungi
yang bersifat anaerob. Mikroflora tersebut khususnya yang memiliki
kemampuan untuk menguraikan peptide dan bakteri yang mampu melakukan

15
fementasi terhadap asam amino. Chen dan Russell (1988, 1989) mengisolasi tiga
jenis bakteri yang termasuk dalam bakteri Gram-positive yang memiliki aktivitas
tinggi dalam memproduksi NH3, serta memiliki kemampuan untuk tumbuh pesat
dengan jalan memanfaatkan asam amino mapun peptide sebagai sumber energi.
Tiga jenis bakteri yang dapat diidentifikasi tersebut memiliki karakteristik
taksonomi sebagai Peptostreptococcus anaerobius, Clostridium sticklandii,dan
Clostridium aminophilum sp. nov. (Paster et al., 1993). Meskipun strain bakteri
tersebut umum ditemui pada rumen ternak ruminansa namun jenis lain juga
ditemukan pada ternak ruminansia yang di pelihara di daerah beriklim temperate
seperti New Zealand. Analisa phylogenetic (16S rRNA) mengisolasi dua genus
yaitu Peptostreptococcus, satu termasuk dalam genus Eubacterium dan dua
lainya termasuk dalam famili Bacteroideacea yang termasuk daam tipe bakteri
gram negative. Wallace et al., (1999) juga menemukan kehadiran bakteri gram
positif yang disebut Eubacterium pyruvovorans sp. nov., dimana bakteri tersebut
memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan sumber energi baik yang berupa
peptide, asam amino,maupun asam organic seperti piruvat atau oxaloacetate.
Dengan adanya penambahan asetat, maka bakteri tersebut akan memproduksi
asam organic rantai panjang seperti valerat dan caproate selama fase
pertumbuhan. Saat ini banyak dipahami bahwa bakteri dengan kemampuan laju
produksi ammonia yang tinggi tidak umum terdapat pada ternak ruminansia.

3.2 Pencernaan Mikrobial Terhadap Karbohidrat


Enzim yang dihasilkan tractus digestivus tidak sanggup mencerna selulosa dan
pentosan, zat-zat membentuk dinding sel tumbuhan dan merupakan sebagian
besar bahan pada jerami. Akan tetapi zat-zat tersebut dicerna oleh bakteri dalam
tiga bagian pertama dari lambung hewan ruminansia, di dalam caecum dan
colon kuda dan sejumlah kecil di dalam usu besar hewan lain. Jumlah bakteri
dalam isi rumen adalah banyak sekali. Bakteri tersebut merombak selulosa dan
pentosan ke dalam asam-asam organik (terutama asetat) dan kemungkinan
dalam jumlah kecil ke dalam gula sederhana. Dalam proses tersebut terbentuk
terbentuklah gas (karbondioksida dan metana) dan panas.

16
Asam-asam organik merupakan makanan bagi hewan, sama halnya seperti gula,
akan tetapi gas yang terbentuk tidak ada nilainya. Panas yang di timbulkan tidak
digunakan, kecuali bila hewan memerlukan panas tersebut untuk menjaga suhu
normal tubuhnya. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa penyerapan zat-
zat makanan yang larut seperti asam-asam organik dapat berlangsung dari
lambung hewan ruminansia, akan tetapi sebagian besar dari penyerapan terjadi
dari usus halus.

Kesanggupan hewan ternak untuk menggunakan serat kasar dan pentosan dalam
makanan tergantung pada kecernaan bakteri. Hal ini merupakan suatu kejadian
yang penting dalam makanan sapi dan domba dan merupakan alasan utama
mengapa hewan tersebut dapat hidup terutama dari jerami. Dinding sel yang
beserat tidak hanya digunakan untuk makanan, tetapi dengan pencernaan tadi
zat makanan yang terdapat di dalam menjadi bebas, dengan demikian akan
menjadi lebih mudah dicerna oleh getah pencernaan di dalam lambung dan
dalam usus. lignin dalam makanan hanya dicerna dalam jumlah sedikit.

Zat-zat asam dan gas yang terbentuk akibat bekerjanya mikroorgaisme dalam
rumen merupakan hasil akhir berbagai reaksi antara. Seslulosa, pentosan dan
pati dihidrolisis menjadi monosakarida kemudian difermentasi. Banyaknya
asam yang terbentuk bervariasi tergantung macam ransum yang diberikan,
adanya organisme dan faktor yang lainnya.asam asetat merupakan 2/3 sampai
atau lebih dari jumlah seluruhnya. Menyusul berturut-turut asam propionate dan
asam butirat. Asam volatile yang ada dalam rumen tidak semuanya berasal dari
fermentasi karbohidrat, Karena sebagian berasal dari hasil kerja
mikroorganisme terhadap protein atau ikatan lainnya yang mengandung
nitrogen. Asam-asam tersebut masuk dalam abomasums mengalami pencernaan
dan masuk ke dalam usus kemudian diserap masuk peredaran darah. Setelah
diserap akan diubah menjadi energi, lemak, karbohidrat dan hasil lainnya yang
dibutuhkan tubuh.

Dari bagian-bagian berserat pada bahan makanan ligninlah yang paling tahan
terhadap serangan mikroorganisme sehingga hanya sedikit sekali yang dapat

17
dicerna. Selulosa lebih banyak dapat dirombak dan hemiselulosa yang paling
dapat dicerna. Pati
Degradation dan gula siap diubah menjadi asam dan gas.
of carbohydrates

1
0.9
0.8
0.7
Degradation

0.6
0.5
0.4 Sugar, kd 300%/h
0.3
Starch, barley, kd 20%/h
0.2
0.1 NDF, late harvest grass silage, kd
4%/h, pot. dig. 70%
0
0 10 20 30 40 50
incubation time (h)

Gambar 7. Grafik hubungan waktu inkubasi (jam) dengan degradasi karbohidrat


(%) di rumen.

3.3 Manipulasi Fermentasi Rumen


Voluntary Feed Intake (VFI) merupakan faktor pembatas produksi ternak
ruminansia karena konsumsi pakan bebas menurun terutama bila pakan utama
berupa hijauan yang serat kasarnya tinggi seperti limbah pertanian.
Jika VFI terbatas maka ternak akan kekurangan energi sehingga manipulasi
fermentasi perlu dilakukan, karena :Kapasitas retikulum-rumen dan laju
pencernaan bahan pakan terbatas sehingga mengakibatkan VFI terbatas.
Proses fermentasi rumen kurang efisien karena proses terjadi secara anaerob
sehingga ATP yang dihasilkan lebih sedikt dibadingkan oksidasi glukosa.
Tiga hal penting untuk mengoptimalisasi fungsi rumen :
Pencernaan maksimal bahan organik (BO) dengan poduksi VFA yang sejalan
dengan peningkatan pencernaan BO tersebut.
Produksi sel mikrobia semaksimal mungkin melalui fermentasi.
Kualitas dan kuantitas protein semaksimal mungkin untuk pencernaan pasca
rumen.
Kerugian dari proses fermentasi ;

18
1. Protein yang mempunyai nilai hayati tinggi diubah menjadi NH3 (yang
dibutuhkan oleh ternak adalah AA)
2. Mudah menderita ketosis
Pakan di daerah tropis 90% didegradasi di rumen oleh karena itu perlu
memanipulasi.
Keuntungan dari proses fermentasi ;
1. NH3 dapat diberikan sebagai sumber protein asalkan pemenuhan energi juga
seimbang.
2. Proses pencernaan SK terjadi.
Metode manipulasi fermentasi rumen ;
1. Seleksi komponen pakan dan prosesing pakan (untuk itu perlu tahu sifat
pakan)
2. Penggunaan bahan kimia (non nutritive) yang akan mempengaruhi jalur
metabolisme tertentu, mempengaruhi keasaman rumen atau dengan bahan
kimia yang akan meningkatkan laju aliran keluar dari rumen. Suplementasi
minyak ikan dengan penambahan senyawa kalsium hidroksida Ca(OH)2 pada
minyak ikan memberikan penurunan nilai kolesterol darah dan peningkatan
PBB pada kambing (Yulianti dkk., 2013).
3. Suplementasi dan pengaturan waktu makan.
4. Peningkatan frekuensi feeding. Makin sering frekuensinya akan semakin
baik. Jika banyak pakan yang tercecer maka akan terbuang.
Hal yang harus diperhatikan untuk mempertahankan populasi mikroorganisme
dalam rumen adalah : (i) Fluktuasi pH dalam rumen penting diperhatikan untuk
produksi mikroorganisme yang optimal ; (ii) Produksi gas dalam rumen
diusahakan seimbang ; (iii) Pakan kaya serat + RAC sehinggga menghasilkan
VFA yang tinggi; (iv) Imbangan hijauan dan konsentrat harus diperhatikan ; dan
(v) Faktor pembatas harus diperhatikan; penurunan pH, [NH3],[VFA], dan
mineral juga penting untuk ditambahkan
3.3.1 Seleksi Komponen Pakan dan Prosesing Pakan
Pada stall feeding / feed lot dapat dipilih berbagai pakan dengan tujuan untuk
produksi tertentu. Contohnya pada daerah tropis pakan yang dapat dipilih antara
lain : hay, silase, mollases, pucuk tebu, urea, suplemen protein hewani atau

19
nabati, pakan kaya serat dan ready available carbohydrate (RAC).
Sesangkan prosesing pakan yang dapat diintroduksikan pada hijauan kaya serat
adalah :
1. Penggilingan ; proses penggilingan maupun pemotongan akan memberikan
dampak terhadap luas permukaan partikel sehingga menjadi lebih besar.
Kondisi tersebut akan mengakibatkan mikroflora rumen akan mudah
mencerna sehingga laju aliran pakan akan meningkat diikuti dengan
voluntary feed intake (VFI) yang meningkat. Laju aliran berhubungan
dengan konsumsi pakan.
2. Ekstraksi : perlakuan dengan uap saat proses ekstraksi menggunakan
ekstruder khususnya pada bahan yang kaya kandungan lignosellulosa akan
mengakibatkan pemisahan lignin dan selulosa. Proses ini dapat
meningkatkan daya cerna hingga mencapai 60-90%. Prinsip kerja ekstruder
adalah bahan pakan dialiri uap jenuh pada suhu 170-250 C selama beberapa
menit guna merenggangkan ikatan serat kasar dengan komponen pakan yang
tidak dapat tercerna.
3. Pemanasan : proses pemanasan baik diterapkan untuk pakan ternak, karena
saat proses pemanasan akan terjadi denaturasi yang mengakibatkan protein
menggumpal. Hal tersebut menyebabkan protein akan terproteksi sehingga
tidak mengalami pencernaan di rumen melainkan langsung menuju
abomasum dimana pH akan menurun sehingga enzim akan bekerja untuk
menguraikan protein menjadi asam amino yang dapat diserab di usus halus.
4. Pemotongan
5. Pelleting
6. Perlakuan kimia jerami padi : contohnya adalah amoniasi dimana ikatan
lignoselulosa akan terlepas dengan introduksi ikatan hydrogen. Proses
tersebut akan meningkatkan kecernaan serat kasar sehingga meningkatkan
sumber energi mikroflora dalam rumen.
7. Perlakuan biologis menggunakan mikroba dan jamur
3.3.2 Penggunaan Bahan Kimia
Tujuh kelompok utama yang digunakan untuk manipulasi fermentasi rumen
adalah ;

20
1. Propionate enhancer : meningkatkan produksi asam asetat, contohnya adalah
monensin, ionophore, chloroform, trichlor etanol.
2. Methane inhibitor
3. Deaminasi inhibitor : contohnya adalah diaryl iodonium
4. Protease inhibitor : contohnya adalah neomycin
5. Urease inhibitor
6. Dilution rate enhacer : garam-garam mineral, reaksinya tanpa mempengaruhi
pH
7. pH regulator : contohnya adalah NaHCO3
Bahan kimia yang sering diterapkan di lapang adalah :
a) Methane inhibitor, prinsip kerjanya adalah CH4 dihambat sehingga akan
terjadi sintesis asam propionate. Jika konsentrasi asam propionate tinggi
maka akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan energi. CH4 akan
banyak diproduksi jika hijauan yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi. Proses
pembentukan glukosa akan banyak melalui mekanisme glukoneogenesis.
b) Monensin (Rumensin), bekerja dengan jalan menurunkan pH rumen
sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan mikroorganisme sellulotik
terhambat, produksi asam asetat akan menurun diiringi dengan penurunan
produksi CH4 dan peningkatan produksi asam propionate. Kondisi tersebut
akan mengakibatkan intake pakan menurun dan menimbulkan peningkatan
efisiensi penggunaa pakan. Pengaruh penggunaan monensin antara lain : (i)
modifikasi produksi asam ; (ii) modifikasi konsumsi pakan ; (iii) mengubah
produksi gas ; (iv) modifikasi kecernaan ; (iv) mengubah penggunaan protein
dengan jalan menurunkan pH rumen sehingga menghambat produksi CH4.
c) Urease inhibitor, urea merupakan sumber nitrogen (N) bagi ternak
ruminansia namun kelemahan pemberian urea adalah terjadinya proses
hidrolisis yang berlangsung sangat cepat. Hal tersebut akan berakibat
terhadap terjadinya akumulasi NH3. Pada konsentrasi yang tinggi akan
mengakibatkan keracunan pada ternak. Upaya untuk mengatasi permasalaha
tersebut adalah dengan penambahan urease inhibitor. Penambahan bahan
tersebut akan membuat NH3 menjadi lebih tersedia untuk sintesis protein
mikroba. Protein mikroba akan diserab pada usus halus oleh ternak

21
ruminansia dan kondisi tersebut akan meningkatkan retensi nitrogen.
d) Defaunating agent, proses defaunasi adalah upaya untuk mengurangi jumlah
protozoa. Protozoa bersifat predator bagi bakteri dan protozoa lain yang
ukurannya lebih kecil. Kondisi tersebut akan menurunkan kuantitas protein
mikroba. Protozoa cenderung untuk menempel pada dinding rumen sehingga
mengakibatkan menurunnya protein mikroba yang masuk alat pencernaan
pasca rumen. Upaya untuk mengeliminir hal tersebut adalah dengan
penambahan bahan kimia yang mengandung xaponin, contohnya adalah
lerak. Bahan tersebut diekstrak dan dicampurkan bahan pakan maka pada
dinding rumen akan terjadi xaponisasi sehingga protozoa akan terlepas dari
dinding rumen. Proses xaponisasi akan menurunkan tekanan permukaan
dinding rumendan mengakibatkan membrane sel protozoa pecah karena
tekanan omosis. Xaponin memiliki fungsi seperti detergen. Selain lerak
dapat juga digunakan pace, daun kembang sepatu, daun waru, dan jambe.
Proses defaunasi berfungsi : (i) meningkatkan sel protein yang akan masuk
saluran pencernaan pasca rumen ; (ii) meningkatkan protein yang by pass
karena tidak terdegradasi oleh protozoa.

3.3.3 Suplementasi Pakan


Urea Molasses Block (UMB) merupakan sumber nitrogen, energi, mineral
esensial, dan vitamin. Penambahan UMB akan mengakibatkan proses
fermentasi menjadi efektif karena meningkatkan aktvitas mikroorganisme di
dalam rumen. UMB merupakan suplai NPN yang relative konstan, memiliki
palabilitas yang tinggi karena rasa dan aromanya yang menarik. UMB juga
merupakan salah satu metode fermentasi rumen, tujuan pemberiannya adalah
untuk : (i) meningkatkan konsumsi pakan ; (ii) meningkatkan kecernaan ; (iii)
meningkatkan produksi sel mikroba ; dan (iv) meningkatkan by pass protein.

3.3.4 Perlakuan biologis


Penambahan probiotik merupakan salah satu metode untuk memanipulasi
fermentasi rumen, yaitu dengan penambahan jumlah mikroba yang akan
meningkatkan proses pencernaan bahan pakan.

22
Rangkuman
1. Mikrofora yang terdapat pada rumen ternak ruminansia didominasi oleh
bakteri cellulolytic dan mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
menguraiakan peptide dan mampu melakukan fermentasi terhadap asam
amino.
2. Syarat mikroorganisme sesuai untuk berkembangbiak pada saluran
pencernaan ternak ruminansia, khususnya pada rumen adalah : (i) sanggup
tumbuh pada kondisi anaerob ; (ii) jumlah untuk bakteri 106-1011/ml cairan
rumen ; dan (iii) harus sanggup menghasilkan hasil akhir fermentasi yaitu
VFA dan NH3.
3. Metode manipulasi fermentasi rumen meliputi : (i) seleksi komponen dan
prosesing bahan pakan ; (ii) penggunaan bahan kimia (non nutritive) yang
akan mempengaruhi jalur metabolisme tertentu ; (iii) suplementasi dan
pengatiran waktu makan ; dan (iv) peningkatan frekuensi pemberian pakan.

Latihan
1. Jelaskan tentang mikroflora yang terdapat pada rumen !
2. Sebutkan syarat mikrooganisme dapar berkembangbiak pada saluran
pencernaan ternak ruminansia !
3. Sebutkan dan jelaskan metode yang dapat dilakukan untuk memanipulasi
proses fermentasi di dalam rumen !
4. Jelaskan prinsip kerja dari xaponin pada dinding rumen ternak ruminansia !

23
IV. REGULASI SISTEM PENCERNAAN TERNAK RUMINANSIA

Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa memahami tentang regulasi sistem pencernaan ternak ruminansia.
2. Mahasiswa memahami kontrol sistem pencernaan dan system syaraf terhadap
sistem pencernaan ternak ruminansia.

Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang regulasi sistem pencernaan ternak
ruminansia.
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami kontrol sistem pencernaan dan system
syaraf terhadap sistem pencernaan ternak ruminansia.

Pendahuluan
Sistem pencernaan ternak ruminansia dikontrol dan dipengaruhi oleh system syaraf
dan sistem hormonal. Sistem pencernaan terdiri atas sistem motlitas yang kompleks
dan pengaturan dari sekresi yang penting agar dapat berfungsi dengan baik. Kondisi
tersebut akan dipenuhi melalui sistem long reflexes dari central nervous system
(CNS), dan short reflexes dari enteric nervous system (ENS) dan reflexes dari GI
peptides yang bekerja secara harmoni satu sama lain. Pembahasan tentang hormon-
hormon yang berperan dalam pengaturan sistem pencernaan ternak ruminansia telah
disajikan pada Bab II.

4.1 Regulasi Sistem Syaraf


Sistem pencernaan terdiri atas sistem motlitas yang kompleks dan pengaturan dari
sekresi yang penting agar dapat berfungsi dengan baik. Kondisi tersebut akan
dipenuhi melalui sistem long reflexes dari central nervous system (CNS), dan short
reflexes dari enteric nervous system (ENS) dan reflexes dari GI peptides yang bekerja
secara harmoni satu sama lain.

24
Gambar 8 . Pembuluh darah dan syaraf pada lambung ruminansia (Church, 1988)

25
4.2 Long Reflexes
Long reflexes pada sistem pencernaan melibatkan syaraf sensori yang mengirimkan
informasi pada otak yang mengintegrasikan sinyal yang diterima kemidian
mengirimkan pesan pada sistem pencernaan. Sedangkan pada kondisi tertentu,
informasi pada syaraf sensori datang saluran pencernaan sendiri.
Informasi juga dapat diperoleh dari sumber lain selain saluran pencernaan. Jika
kondisi tersebut terjadi, maka refleksnya disebut refleks feedforward. Tipe dari
refleks ini meliputi reaksi terhadap makanan atau efek yang membahayakan terhadap
saluran penceraan.
Respon emosional juga dapat menggertak respon pada salura pecernaan , seperti rasa
sakit perut saat kita grogi (nervous). Refleks feedforward dan emosional dari saluran
pencernaan disebut refleks cephalic.
4.3 Short Reflexex
Kontrol terhadap sistem pencernaan juga dipelihara oleh enteric nervous system
(ENS), yang dapat kita pandang sebagai pusat pengaturan pencernaan yang dapat
membantu untuk mengatur motilitas, sekresi, dan pertumbuhan. Beberapa informasi
sensoris dari sistem pencernaan dapat diterima, diintegrasikan dan direspon melalui
ENS saja. Ketika mkanisme tersebut berlangsung, refleks yang disebut short reflex.
Walaupun hal tersebut dapat terjadi pada beberapa situasi, ENS juga dapat
berinteraksi dengan CNS. Myenteric plexus dan submucosal plexus, keduanya
berlokasi di dinding saluran pencernaan dan berfungsi sinyal sensoris dari dinding
saluran pencernaan atau CNS
4.4 GI Peptida
GI peptida adalah molekul sinyal yang dilepaskan ke darah oleh sel pada saluran
pencernaan itu sendiri. Molekul sinyal tersebut bertindak pada berbagai jaringan
termasuk otak, organ aksesoris pencernaan, dan saluran pencernaan. Kisaran efek
yang ditimbulkan adalah memicu atau menghambat motilitas atau sekresi yang
menimbulkan perasaan puas atau lapar ketika diproses di otak. Hormon tersebut
dikateorikan dalam tiga kelompok yaitu gastrin dan sekretin, kelompok ketiga adalah
kelompok hormon yang karakteristiknya tidak serupa dengan gastrin dan sekretin.
Informasi lebih rinci tentang GI peptida disajikan pada Tabel 1.

26
Tabel 1. Informasi umum GI peptida

Informasi Umum GI Peptida


Efek
terhadap
Sekresi Target Efek terhadap sekresi eksokrin Efek motilitas Efek lain Rangsangan Pelepasan
sekresi
endokrin
Peptides and amino acids in
Sel G di ECL cells; Increases acid secrtetion, lumen; gastrin releasing
Gastrin - - -
lambung parietal cells increases mucus growth peptide and Ach in nervous
relexes
Endocrine
cells of the
small Gallbladder, Stimulates gallbladder
Cholecystokinin Stimulates pancreatic enzyme Fatty Acids and some Amino
intestine; pancreas, gastric - contraction; Inhibits Satiety
(CCK) and HCO3- secretion acids
neurons of smooth muscle stomach emptying
the brain and
gut
Endocrine
Stimulates pancreatic and hepatic Stimulates gallbladder
Cells of the Pancreas,
Secretin - HCO3- secretion; Inhibits acid contraction; Inhibits - Acid in small intestine
Small stomach
secretion; Pancreatic growth stomach emptyin
Intestine
Endocrine K Stimulates
Gastric inhibitory Cells of the Beta Cells of the pancreatic Satiety and lipid Glucose, Fatty Acid, and
Inhibits Acid Secretion -
Peptide small pancreas insulin metabolism amino acids in small intestine
intestine release
Endocrine Action in Brain?,
Smooth muscle Fasting: Cyclic release every
Cells in Stimulates Migrating Stimulates
Motilin of antrum and - None 1.5-2 hours by neural
Small motor complex Migratory Motor
duodenum stimulus.
intestine Complex
Stimulates
Endocrine Insulin
Glucagon Like Cells in Endocrine release; Slows gastric Mixed meals of Fats and
Possibly Inhibits Acid Secretion Satiety
Peptide 1 Small Pancreas inhibits Emptying Carbohydrates.
Intestine glucagon
release
27
Rangkuman
1. Sistem pencernaan ternak ruminansia dikontrol dan dipengaruhi oleh system
syaraf dan sistem hormonal.
2. Sistem pencernaan terdiri atas sistem motlitas yang kompleks dan pengaturan dari
sekresi yang penting agar dapat berfungsi dengan baik. Kondisi tersebut akan
dipenuhi melalui sistem long reflexes dari central nervous system (CNS), dan
short reflexes dari enteric nervous system (ENS) dan reflexes dari GI peptides
yang bekerja secara harmoni satu sama lain.

Latihan
1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi system pencernaan pada
ternak ruminansia !
2. Beri penjelasan tentang regulasi system pencernaan melaui system long reflexes
dari central nervous system (CNS), dan short reflexes dari enteric nervous system
(ENS) !
3. Apakah yang dimaksud Gastro Intestine (GI) peptida ?

28
V. METABOLISME ZAT-ZAT MAKANAN PADA TERNAK
RUMINANSIA

Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa memahami tentang konsep metabolisme.
2. Mahasiswa memahami tentang metabolisme zat makanan pada ternak ruminansia.

Tujuan
Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mengetahui dan memahami
tentang konsep metabolisme dan metabolisme zat-zat makanan pada ternak unggas.

Pendahuluan
Bahan makanan terdiri dari unit kimiawi yang kompleks seperti protein dan lemak.
Hasil sisa makanan adalah zat-zat sederhana seperti karbondioksida dan air jumlah
dari perubahan yang dialami bahan makanan dalam konversinya sampai kepada hasil
sisa disebut metabolisme. Istilah tersebut digunakan untuk perubahan yang terjadi
pada bahan makanan yang telah diserap dan berkaitan dengan perombakan jaringa-
jaringan tubuh atau sering disebut metabolisme antara.

Metabolisme didefinisikan sebagai berbagai reaksi kimia yang terlibat dalam


pemanfaatan zat makanan dalam tubuh. Jika reaksi kimia tersebut dipelajari lebih
rinci, maka metabolisme dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu anabolisme
dan katabolisme. Anabolisme adalah reksi penyusunan molekul kompleks dari
molekul sederhana dari suatu proses pencernaan. Sedangkan katabolisme adalah
reaksi penguraian molekul kompleks guna menghasilkan energi untuk menunjang
fungsi normal dari tubuh.

Reaksi-reaksi tersebut sangat kompleks dan poin-point terpenting yang akan dibahas
pada bab ini. Diskusi akan berkembang pada pembahasan tentang metabolisme tiga
kelompok zat makanan utama, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Mineral,
vitamin, da zat makanan yang lain tidak didiskusikan pada bab ini.

29
5.1 Zat makanan
Makanan adalah bahan-bahan yang diperlukan tubuh supaya tetap hidup. Agar tetap
sehat makanan harus memenuhi syarat-syarat kesehatan, meliputi :
1. Pakan harus hygiensis, artinya tidak mengandung kuman penyakit dan zat
racun.
2. Pakan harus bergizi, yaitu cukup mengandung karbohidrat, protein, lemak,
mineral, vitamin dan air
3. Pakan harus mudah dicerna oleh alat pencernaan
Fungsi makanan bagi tubuh ternak adalah :
1. untuk menghasilkan energi
2. untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak
3. untuk pertumbuhan
4. sebagai zat pelindung dalam tubuh, antar lain dengan menjaga keseimbangan
cairan tubuh
Zat yang diperlukan oleh tubuh :
1. Air
Air dalam tubuh diperlukan dalam jumlah yang besar karena berfungsi untuk
melarutkan zat makanan, mengangkut zat makanan dari jaringan ke jaringan yang
lain, untuk mengangkut zat sampah dari jaringan ke alat ekskresi serta untuk
menjaga stabilitas suhu tubuh.
Air diperoleh dengan langsung melalui minum dan secara tidak langsung dari buah-
buahan atau makanan lain.
2. Protein
Merupakan senyawa organik yang tersusun atas C, H, O, N, dan kadangkala S, P.
Komponen dasar protein adalah senyawa organik sederhana disebut asam amino,
yang meliputi :
- asam amino esensial (utama) : asam amino yang harus ada dan didapatkan dari
luar tubuh ternak karena tubuh tidak mampu mensintesisnya, meliputi 10 macam,
yaitu :
- lisin - isoleusin
- triptofan - treonin

30
- histidin - metionon
- feneilalanin - valin
- leusin - arginin
- asam amino nonesensial : asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh sendiri
meliputi :
- alanin - sistein
- glisin - prolin
- treosin - dll

Fungsi protein bagi tubuh ternak, yaitu :


- membangun sel-sel yang rusak
- membentuk zat pengatur seperti enzim dan hormon
- membentuk zat kebal atau antibodi
- bahan membentuk senyawa asam amino lainnya
- sumber energi, 1 gr mengahsilkan 4,1 kalori
- menjaga keseimbagan asam basa dalam darah
3. Lemak
Merupakan senyawa organik yang tersusun atas C, H, O. Komponennya adalah
asam lemak dan gliserol. Asam lemak dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
- asam lemak jenuh : berujud padat dan bersama gliserin dapat disintesis sendiri
oleh tubuh.
- asam lemak tidak jenuh : berujud cair dan tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh,
jadi harus didatangkan dari luar.
Fungsi :
- penghasil energi atau kalor, 1 gr menghasilkan 9,3 kalori
- pelarut vitamin A, D, E dan K
- pelindung alat-alat tubuh
- pelindung tubuh dari suhu rendah
- membangun bagian sel tertentu
4. Karbohidrat (zat tepung)
Merupakan senyawa organik yang tersusun atas C, H, O.
Berdasar gugus gula penyusunnya karbohidrat dibedakan :

31
- karbohidrat sederhana : karbohidrat yang tersusun atas sedikit gugusan gula,
yaitu :
1. monosakarida : karbohidarat yang tersusun satu gugusan gula. Contoh :
glukosa, galaktosa, fruktosa.
2. disakarida : karbohidrat yang tersusun atas dua gugusan gula. Contoh :
maltosa (gula emping), laktosa (gula susu), sukrosa (gula tebu).
- polisakarida : karbohidrat yang tersusun atar lebih dari 10 gugusan gula.
Contoh : amilum (pati), selulosa dan gliokogen (gula otot)
Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi utama bagi tubuh kita. Sumber
karbohidrat adalah tumbuh-tumbuhan.
5. Vitamin
Merupakan senyawa organik sebagai pelengkap makanan yang diperlukan untuk
kehidupan, kesehatan dan pertumbuhan dan tidak berfungsi dalam penciptaan
energi. Vitamin tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus didatangkan dari
luar tubuh. Kekurangan vitamin akan mengalami penyakit defisiensi (avitaminosis),
sedang kelebihan vitamin menyebabkan penyakit hipervitaminosis.
Vitamin dikelompokkan :
a. Vitamin larut dalam air, meliputi vitamin B dan C
- Vit. B1 (thiamin/ aneurin/ anti beri-beri)
Fungsi :
1. untuk metabolisme karbohidrat
2. mempengaruhi penyerapan zat lemak dalam usus
3. mempengaruhi keseimbangan air dalam tubuh
Akibat kekurangan :
Gangguan metabolisme karbohidrat pada susunan syaraf pusat dan jantung,
menyebabkan transpor cairan tubuh terhambat.
- Vit. B2 (riboflavin/ laktoflavin)
Fungsi :
1. memindahkan rangsangan sinar ke syaraf mata
2. sebagai enzim dalam proses oksidasi di dalam sel-sel
3. memelihara jaringan terutama kulit di sekitar mulut
Sumber :

32
Ragi, hati, ginjal, jantung dan otak
Akibat kekurangan :
Pengelihatan mata menjadi kabur, keilisis (luka di sudut mulut/ bibir yang
kemerahan mengelupas), proses pertumbuhan terganggu.
- Vit. B7 atau asam nikotinat (niasin/ asam nikotin)
Fungsi :
1. untuk proses pertumbuhan dan pembelahan
2. untuk proses perombakan karbohidrat
3. mencegah penyakit palagra
Sumber :
Susu, hati, kol, ragi, kedelai, bayam
Akibat kekurangan :
Palagra, yaitu penyakit dengan gejala dermatitis, diare dan dimensia (pelupa
dan letih)
- Vit. B6 (piridoksin/ adermin)
Fungsi :
1. untuk proses pertumbuhan
2. untuk pembentukan sel-sel darah
3. merangsang kerja syaraf
Sumber :
Daging, hati, ikan , sayuran
Akibat kekurangan :
Menimbulkan gejala palagra, anemia, menimbulkan obstipasi (sukar buang air
besar)
- Vit. B3 atau B5 (asam pantotenat)
Sumber :
Hati, daging, ragi dan beras
Akibat kekurangan :
Menyebabkan gejala dermatitis.
- Vit. B4 atau Vit. H (biotin)
Kekurangan biotin menimbulkan gejala seperti palagra dan gangguan kulit
(dermatitis).

33
Sumber :
Ragi, kentang, hati, ginjal sayuran, buah-buahan
- Asam paraaminobenzoat (PABA)
Fungsi :
Untuk mencegah timbulnya uban rambut dan rontoknya rambut.
Sumber :
Ragi, hati
- Kolin
Kekurangan kolin mengakibatkan penimbunan lemak disekitar hati dan
gangguan kulit/ ginjal.
Sumber :
Hati, beras
- Vit. B11 (asam folin atau asam folium)
Fungsi :
Untuk pertumbuhan sel darah merah dan anti pernisiosa
Kekeurangan dapat menimbulkan anemia pernisiosa (gejala anemia akut)
- Vit. B12 (sianokobalamin)
Dikenal sebagai vitamin anti pernisiosa yang sangat efektif
Sember :
hati
- Vit. C (asam askorbinat/ askorbat)
Fungsi :
1. mengaktifkan perombakan protein dan lemak
2. penting dalam oksidasi dan dehidrasi dalam sel
3. penting dalam pembentukan trombosit
4. penting dalam pembentukan serat kolagen yang merupakan komponen
jaringan ikat
5. mempengaruhi kerja anak ginjal
Akibat kekurangan :
Menimbulkan pendarahan dalam, yaitu perdarahan dalam sumsum tulang dan
kerusakan tulang. Gejala ini ditandai dengan adanya perdarahan gusi.
Kelebihan :

34
Vitamin ini akan dikeluarkan dari tubuh melelui urine
Sumber :
Buah-buahan segar, sayuran, hati dan ginjal

b. Vitamin larut dalam lemak (minyak), meliputi vitamin A, D, E, K


- Vit. A (aseroftol/ retinol)
Fungsi :
1. untuk pertumbuhan sel epitel
2. untuk proses oksidasi dalam tubuh
3. mengatur kepekaan rangsangan sinar pada syaraf mata
Akibat kekurangan :
1. rabun senja (hemeralopi)
2. kerusakan epitil kulit
3. kerusakan kornea mata
4. perdarahan selaput lendir usus, ginjal dan paru-paru
Sumber :
Sayuran hijau dan buah berwarna kuning kemerah-an, susu, telur dan minyak
ikan
- Vit. D (antirachitis/ kalsiferol)
Fungsi :
1. mengatur kadar kapur dan fospor dalam darah dengan kelenjar gondok
(parathormon)
2. mempengaruhi proses pembentukan tulang (osifikasi)
3. memperbesar penyerapan kapur dan fospor dari usus
4. mempengaruhi kerja kelenjar hormon
Akibat kekurangan :
1. penyakit rakitis dan gangguan tulang
2. gangguan pada metabolisme zat kapur dan fospor
Sumber :
Minyak ikan, mentega, susu, kuning telur, ragi. Provitamin D yang ada di
bawah kulit diubah menjadi vitamin D dengan bantuan bantuan sinar ultraviolet
- Vit. E (tokoferol)

35
Fungsi :
1. mencegah perdarahan pada wanita hamil dan mencegah keguguran
2. sebagai kofaktor dari sitokrom
3. menambah kesuburan (fertilitas)
Sumber :
Kecambah (taoge), susu, lemak, keuning telur, daging, hati dan ginjal
- Vit. K (menadion/ anti hemoragia/ anti perdarahan)
Fungsi :

Membentuk protombin, yang berperan dalam pembekuan darah


Sumber :
Vitamin K dibuat dalam usus tebal (colon) oleh bacteri pengurai, yaitu
Escerchia coli. Vitamin ini hanya dapat diserap bila bersama-sama dengan
empedu.
Vitamin ini merupakan kelompok vitamin yang terdiri dari vitamin K1 (
filokinon), vitamin K2 ( filokinon) dan vitamin K3 (menadion)
6. Garam mineral
Seperti vitamin garam mineral dipelukan tubuh dalam jumlah sedikit dan juga tidak
mengalami proses pencernaan, meliputi :
- Zat kapur (Ca)
Fungsi :
1. sebagai pembentuk matriks tulang yang pembentukannya dipengaruhi oleh
vitamin D.
2. mempengaruhi penerimaan rangasangan pada otot dan syaraf
3. membantu proses penggumpalan darah, yaitu dalam pembentukan trombin
dari protombin.
Akibat kekurangan :
1. kejang
2. pertumbuhan tulang tidak sempurna
3. bila terjadi luka, darah sukar membeku
Sumber : Susu, mentega, telur, buah, kacang-kacangan
- Phospor (P)

36
Fungsi :
1. sebagai bahan pembentuk matriks tulang
2. sebagai bahan membentuk fosfatid, yaitu yang penting dalam plasma darah
3. mempengaruhi proses perombakan dan pembentukan zat
4. membantu proses kontraksi otot
5. membantu proses pembelahan inti sel
Sumber : Ikan, kacang-kacangan dan jagung
- Zat besi (Fe)
Fungsi :
1. sebagai komponen pembentuk Hb
2. sebagai komponen dalam sitokrom, yaitu zat penting dalam pernafasan
3. mencegah anemia
Sumber :
Hewani : hati, ginjal, susu, kuning telur, daging
Nabati : bayam, daun singkong, kacang-kacangan, kangkung
- Flour (F)
Fungsi :
Menguatkan gigi
Sumber : Susu, otak, kuning telur
- Natrium (Na) dan Klor
Fungsi :
Kedua zat ini diperlukan dalam pembentukan asam klorida dalam lambung.
Setiap hari kitra memerlukan natrium dan klor sekitar 15 20 gr.
- Kalium (K)
Fungsi :
1. untuk kontraksi otot
2. berperan dalam transmisi impuls syaraf
- Yodium (I)
Fungsi :
Pembentukan hormon tiroksin pada kelenjar gondok (tiroid)
Kekurangan :
Menimbulkan pembengkakan pada kelenjar gondok

37
Enzim pencernaan
Enzim adalah bikatalisator, artinya senyawa organik yang dapat mempercepat
reaksi kimia tetapi zat itu sendiri tidak ikut bereaksi. Proses reaksi kimia di dalam
tubuh sangat dipengaruhi oleh zat tersebut. Hal ini terbukti bahwa banyak reaksi kimia
yang dapat berlangsung di dalam tubuh, tetapi bila direaksikan di luar tubuh tidak
dapat bereaksi.
Enzim adalah zat yang tersusun atas protein.
Sifat enzim :
- kerjanya dipengaruhi oleh suhu dan pH
- sebagai biokatalisator
- hanya dapat bekerja pada suatu zat tertentu
- bekerja secara khas dan diberi nama menurut senyawa atau zat yang
mempengaruhinya
- hanya sedikit diperlukan
- enzim merupakan suatu koloid

5.2 Kebutuhan Energi untuk Aktivitas Tubuh


Energi yang digunakan aktivitas tubuh berasal dari pembakaran (oksidasi) zat-zat
makanan. Untuk mengukur jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh digunakan alat
kalorimeter. Selain itu pengukuran dapat dilakukan dengan mengukur perbandingan
banyaknya CO2 yang dihasilkan dan O2 yang diperlukan pada proses pembuatan
energi. Jumlah kalori yang diperlukan oleh otot untuk melakukan berbagai aktivitas
sebanding dengan aktivitas otot tersebut. Metabolisme basal adalah energi yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam keadaan istirahat total dalam suhu lingkungan yang
normal. Energi tersebut diperlukan untuk memelihara proses hidup seperti aktivitas
jantung, pernafasan, mempertahankan suhu tubuh. Metabolisme basal dipengaruhi oleh
luas permukaan tubuh, umur dan jenis kelamin.

38
Gambar 9. Respirasi seluler

Energi diperoleh melalui proses respirasi di tingkat seluler. Glukosa dan oksigen akan
diuraikan menjadi CO2, H2O dan energi yang digunakan untuk membentuk 36 dan 38
molekul ATP. Dua molekul ATP terbentuk selama proses glikolisis, dua molekul ATP
terbentuk melalui proses fosforilasi yang terjadi selama siklus Krebs. Transfer
elektron akan menghasilkan 32 atau 34 molekul ATP dari satu molekul glukosa.
Oksigen diperlukan pada berbagai tahapan tersebut. Alur siklus Krebs ditunjukkan
pada gambar di bawah ini.

39
Gambar 10. Alur siklus Krebs

Semua reaksi kimia di dalam tubuh baik katabolisme maupun anabolisme


menghasilkan energi maupun membutuhkan energi dalam bentuk ATP. Semua
molekul yang berperan dalam proses metabolisme akan mengalami penguraian, daur
ulang ataupun diekskresikan dari tubuh. Reaksi katabolisme akan menguraikan
molekul kompleks sehingga reaksinya menghasilkan energi (eksoterm), contohnya
adalah glikolisis, siklus Krebs, dan transport elektron. Sedangkan proses anabolisme
adalah proses sintesis molekul kompleks dari molekul yang lebih sederhana, reaksinya
membutuhkan energi (endoderm). Pertukaran energi membutuhkan molekul ATP
(adenosine triphosphate).

40
Gambar 11 . Peran ATP sebagai energi untuk proses metabolisme

Energi ditemukan ditemukan diantara ikatan atom-atom. Proses oksidasi akan


menurunkan kandungan energi pada molekul sedangkan proses reduksi akan
meningkatkan energi yang terkandung dalam molekul. Reaksi oksidasi-reduksi selalu
berjalan seiring dalam tubuh mahkluk hidup. Ketika sebuah substat mengalami
oksidasi maka substrat yang lain akan mengalami proses reduksi.

Oksidasi biologis melibatkan kehilangan (electron) atom hydrogen. Reaksi dehidrasi


membutuhkan koenzim untuk mentransfer atom hidogen pada molekul lainnya.
Koenzim yang umumnya ditemukan dalam sel dan berfungsi untuk membawa ion H+
adalah :

1. NAD (nicotinamide adenine dinucleotide)


2. NADP (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate)
3. FAD (flavin adenine dinucleotide)

Reduksi biologis adalah penambahan electron (atom hydrogen) pada sebuah molekul.
Reaksi ini akan meningkatkan energi potensial dari molekul.

Mekanisme produksi ATP melibatkan proses fosforilasi yang terjadi pada level subtrat
(di sitosol). Proses fosforilasi adalah pelekatan gugus fosfat yang mengandung energi
tinggi. Fosforilasi oksidatif aktif terjadi di mitokondria sedangkan fotofosforilasi

41
terjadi di klorofil sel tanaman yang melibatkan peran serta cahaya. Proses fosforilasi
yang terjadi pada sel hewan ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 12. Proses fosforilasi yang terjadi pada sel hewan


5.3 Metabolisme Karbohidrat
Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur
dengan ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan
ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati menjadi
maltosa dan dekstrin. Pencernaan tersebut sebagian besar terjadi di mulut dan
lambung. Mucin dalam saliva tidak mencerna pati, tetapi melumasi bahan makanan
sehingga dengan demikian bahan makanan mudah untuk ditelan.

Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam


lemak terbang. Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan
nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada
enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam sintesis mikrobial.

Amylase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus (duodenum)
yan kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan
maltosa. Enzim-enzim lain dalam usus halus yang berasal dari getah usus mencerna
pula karbohidrat. Enzim-enzim tersebut adalah :

42
1. sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
2. maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa
3. laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.

Mikroorganisme dalam caecum dan colon mencerna pula selulosa menjadi asam-asam
lemak terbang. Enzim yang dikeluarkan oleh tractus digestivus hewan tidak turut
campur dalam pencernaan selulosa tersebut di atas yang dilakukan oleh
mikroorganisme caecum dan colon.

Pakan ternak ruminansia terdiri atas hijauan dan konsentrat. Konsentrat terdiri atas
hijuan yang banyak mengandung pati. Pakan utama hijauan yang sebagian besar
komponen utamanya adalah serat kasar. Karbohidratnya banyak mengandung
selulosa, hemiselulosa, lignin (bukan KH) tetapi selalu menempel pada karbohidrat.
Pada ternak unggas, makanan setelah diintake masuk lambung. Karbohidrat yang
terkandung pada makanan dalam bentuk polisakarida akan diubah menjadi
monosakarida (glukosa) secara enzimatis. Di usus halus akan diserab (melalui villi)
dan diedarkan ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan digunakan sebagai
sumber energi (di darah banyak mengandung glukosa)
Kelebihan glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen di hati (melalui proses
glikogenesis). Jika jumlahnya masih berlebih akan disimpan dalam bentuk asam lemak
(lemak hypoglisemia) dan dimanfaatkan jika sewaktu-waktu kekurangan energi
(pertama-tama yang digunakan adalah glikogen agar tidak terjadi glukogisemia yaitu
kekurangan glukosa darah.
Jika glikogen habis maka yang diambil adalah jaringan lemak (asam lemak diubah
menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis) dalam rangka menjaga sumber
glukosa darah.

43
Gambar 13 . Diagram proses glukoneogenesis.

Jika lemak di hati habis, maka yang dirombak adalah protein jaringan, diubah menjadi
asam amino dan dimanfaatkan menjadi energi. Tidak ada materi alternatif lain setelah
protein jaringan.
Energi dibutuhkan setiap saat, maka injeksi glukosa dapat dikerjakan jika diketahui
kadar glukosa darah menurun ( di bawah normal) atau kondisi kelaparan.
Kandungan lemak seharusnya lebih sedikit jika dibandingkan karbohidrat. Rumput
memiliki kadar lemak 2%, dan karbohidrat mencapai 75%.
Pada ternak ruminansia, setelah karbohidrat diintake saat masuk ke rumen akan
difermentasi oleh mikroba rumen menjadi VFA dan dijadikan sebagai sumber energi.
Dalam kondisi anaerob ATP yang dihasilkan dari VFA digunakan untuk pertumbuhan
mikroba. Populasi bakteri 1011/ml cairan rumen sedangkan populasi protozoa adalah
106/ml cairan rumen. Populasi tersebut harus tetap dijaga untuk mencerna serat kasar
(dalam proses fermentasi). Sebagian besar untuk ternak itu sendiri.
Proporsi VFA (asetat, propionat,butirat) bisa berubah tergantung jenis makanannya.
Pakan yang paling banyak mengandung serat (hijauan) paling banyak menghasilkan
asetat , sedangkan pakan yang banyak mengandung pati (konsentrat) paling banyak
menghasilkan propionat.
Ratio acetat dan propionat merupakan indeks untuk menentukan kualitas pakan. Jika
ratio acetat dibandingkan propionat nilaianya besar maka pakan tersebut banyak
mengandung SK berhubungan dengan produksi ternak.

44
Sapi perah menghasilkan air susu (dilihat dari kadar lemaknya). Jika banyak diberikan
asetat maka kadar lemaknya akan meningkat 73% karena asetat merupakan prekusor
untuk pembentukan lemak susu. Jika ingin kandungan lemak air susu tinggi, maka
konsumsi hijauan harus tinggi pula.
Propionat merupakan prekusor untuk pembentukan protein jaringan. Untuk konsentrat
yang diberikan adalah : pollard (sisa penggilingan gandum) dan bekatul.
Untuk sapi juga diberikan bungkil kelapa sawit (limbah pabrik minyak), bungkil biji
kapuk, premix sebagai sumber mineral. Selain itu dapat ditambahkan ampas tahu,
ampas tempe, ampas bir.
Pada sapi potong kereman, jika mengharapkan lemak karkas yang tinggi, maka perlu
diberikan hijauan.
Proporsi pakan yang baik untuk ternak RMT menghasilkan produksi yang optimal
adalah hijauan : konsentrat = 60 : 40 (dalam BK).
Karbohidrat utama dalam ternak ruminansia yaitu selulosa , hemiselulosa, pati dan
pektin. Karbohidrat tersebut akan diubah menjadi asam lemak terbang (VFA) yaitu
asam asetat, asam propionate, dan asam butirat. Proporsi karbohidrat dan protein yang
masuk ke tubuh ternak ruminansia harus seimbang untuk kelangsungan hidup mikroba
rumen.
Karbohidrat yang ditemukan dalam darah adalah glukosa. Konsentrasi glukosa
tertentu dibutuhkan dalam aliran darah untuk aktivitas normal. Kelebihan glukosa
akan dsimpan. Jika terjadi kekurangan energi, simpanan glukosa akan dimanfaatkan
untuk mensuplai kebutuhan tersebut. Pada saat karbohidrat dicerna maka akan
diuraikan menjadi glukosa. Glukosa dismpan dalam bentuk glikogen pada hati selain
itu dalam kuantitas besar ditemukan pada otot. Kelebihan glukosa juga dapat diubah
menjadi lemak simpanan. Ketika energi dibutuhkan, glukosa akan dioksidasi untuk
menghasilkan energi, dengan produk sampingan adalah CO2 dan air. Sejumlah kecil
karbohidrat juga ditemukan di protoplasma.
Setelah mengkonsumsi makanan, karbohidrat kompleks akan diuraikan menjadi
glukosa yang diserab dari saluran pencernaan menuju pembuluh darah kapiler pada vili
yang terdapat pada usus halus yaitu usus halus kemudian menuju pada vena portal
yang menuju hati. Simpanan glukosa di dalam hati disebut glikogen. Glukosa yang
tersisa akan memasuki sistem sirkulasi sistemik (sistem peredaran darah tubuh) dan

45
akan ditranspotasikan ke jaringan. Keberadaannya dalam darah akan mengakibatkan
peningkatan level gula di dalam darah. Glukosa dipindahkan dari darah menuju sel
jaringan untuk dioksidasi sehingga menhasilkan energi atau disimpan sebagai glikogen
di dalam otot atau sebagai lemak pada jaringan lainnya untuk digunakan saat
dibutuhkan.
Karena suplai yang kontinyu dari gula dibutuhkan oleh jaringan, maka glukosa secara
kontinyu juga akan dipindahkan dari darah. Jika kadar glukosa dalam darah tidak
dipertahankan pada level yang sesuai, maka kadar gula di dalam darah akan menuruh
hingga mencapai level yang kritis. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, tubuh
secara kontinyu akan memenuhi kebutuhan glukosa tersebut dengan menggunakan
simpanan glukosa dalam bentuk glikogen di dalam hati. Melalui mekanisme tersebut,
level glukosa di dalam darah akan dipertahannkan. Simpanan glukosa di hati akan
dipergunakan kekurangan glukosa dengan jalan mengubah molekul non karbohidrat
khususnya protein dan lemak menjadi glikogen.
Selama aktivitas yang berat, glikogen dalam otot dimanfaatkan untuk menghasilkan
energi, dan dengan ketidak hadiran jumlah oksigen yang memadai, maka asam laktat
akan diproduksi. Jika terlalu banyak asam laktat yang terbentuk melalui proses ini,
maka asam laktat tersebut akan memasuki aliran darah kemudian ditransportasian ke
hati selanjutnya akan dikonversikan kembali menjadi glikogen.

46
Gambar 14. Jalur metabolisme karbohidrat

5.4 Metabolisme Lemak


Metabolisme lemak tidak terlalu memegang peranan penting dalam ternak ruminansia
karena pemberian lemak terlalu tinggi akan menurunkan kecernaan serat kasar. Pada
dasarnya lipida dibagi menjadi dua yaitu lemak dan minyak. Lemak banyak disebut
sebagai trigliserida. Lipida bekerja dengan enzim lipase diuraikan menjadi asam lemak
dan gliserol.

Lemak yang essensial adalah asam lemak linoleat, linolenat, arachidonat Setelah

47
proses pencernaan, asam lemak dan gliserol akan diserab melalui sistem limpatika dari
usus. Selanjutkan akan memasuki pembuluh vena cava dekat jantung menuju aliran
darah. Lemak dimungkinkan untuk disipan dalam jumlah besar pada jaringan
penunjang (connective tissue) di bawah kulit dan bantalan berbagai organ. Secara
tidak langsung lemak dapat diubah menjadi glikogen dan bahkan menjadi protein di
hati. Lemak juga dapat disimpan di hati.

Sumber lemak hewani memiliki kadar trigliserida dan kolesterol yang lebih banyak
(merupakan asam lemak jenuh)
Sumber lemak nabati banyak mengandung asam lemak tak jenuh.
Kandungan lemak hijauan adalah 3-10% dari BK, meskipun dosis sedikit tetapi jika
dikonsumsi dalam jumlah banyak akan memberikan kontribusi yang cukup berarti
terhadap sumbangan energi.
Lemak dalam rumen oleh mikroorganisme akan difermentasi menjadi asam lemak dan
glserol yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yaitu gliserol.
Jika lemak dikonsumsi banyak akan menguangi kecernaan hijauan itu sendiri.
Daun dari hijauan didominasi oleh asam lemak tak jenuh, yaitu linoleat, linolenat, dan
sedikitoleat di kloroplas daun.
Konsentrat pada ruminansia bukan merupakan pakan utama tapi merupakan suplemen.
Ternak ruminansia yang dipelihara intensif (kereman,perah) membutuhkan tambahan
ekstra gizi dengan jalan pemberian konsentrat
Campuran konsentrat adalah biji-bijian sumber energi, biji-bijian sumber protein, dan
mineral.
Biji-bijian banyak mengandung lemak contohnya adalah bungkil kedelai, bungkil
kelapa, dan bungkil kapuk. Dengan menambah konsentrat maka konsumsi protein juga
meningkat.
Tujuan penambahan minyak kelapa pada ransum untuk menambah energi.
Jika masih kurang dapat ditambahkan jagung (harus ada) untuk dapat mencapai
kandungan energi sebesar 3000 kkal.
Asam lemak dari biji-bijian (kacang tanah, kedelai, jagung) kaya dengan asam lemak
tak jenuh khususnya linoleat.
Kandungan lemak dalam rumen cukup beragam karena kadar lemak di rumen
tergantung pada keberadaan mikroba rumen dan ransum yang dintake

48
Keberadaan lemak :
Proses yang penting dalam rumen yaitu proses lipolisis ; lemak dihidrolisa oleh enzim
lipase yang berasal dari mikroba (statement 1) atau dari pakan itu sendiri (statement
2).
Asam lemak jenuh memiliki kandungan atom H yang lengkap.
Asam lemak tak jenuh kandungan atom H berkurang 1 atau 2 atom
Proses untuk menambah lagi atom H pada rantai asam lemak tak jenuh diubah menjadi
jenuh (menjadikan produk ternak daging, susu) mengandung asam lemak jenuh. Hal
tersebut kurang baik karena banyak mengandung kolesterol.
Hasil dari proses biohidrogenasi ialah asam linoleat dan asam stearat yang diserab di
dinding rumen, yang melakukan proses tersebut bisa bakteri, protozoa, dan hahan itu
sendiri.
Kelebihan VFA diubah dalam bentuk jaringan lemak ( di bawah jaringan kulit)
Proses fermentasi pada protein yang terjadi dalam rumen juga sebagian kecil
menghasilkan VFA selain NH3 (meskipun proporsinya lebih sedikit)
Karbohidrat, lemak, dan protein juga menghasilkan asam lemak.
Kandungan lemak mikroorganisme rumen sebesar 15%.
Trigliserida kandungannya sedikit pada hijauan, komponen lain seperti glikolipida dan
phospholipida merupakan bakalan dalam pembentukan lipoprotein.
Proprorsi lemak yang terdapat dalam mikroorganisme adalah 30%, asam lemak bebas
70% tergantung siklus pertumbuhan mikroorganisme, pembebasan lemak tubuh dalam
rumen, pakan yang diintake.
Mikroorganisme dalam rumen bisa menghidrolisis lemak (gliserol) dengan enzim dari
ternak. Asam lemak tersebut sebagai sumber energi. Phospholipida merupakan
gabungan protein dengan lemak penting untuk pertumbuhan.
Asam lemak tidak bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikroba karena
keadaan anaerob. Substansi yang dapat dimanfaatkan adalah gliserol. Oleh karena itu
jika ternak banyak mengkonsumsi pakan yang mengandung asam lemak, dapat
menghambat kecernaan serat kasar.
Jika konsumsi hijauan turun maka produk asam asetat akan turun. Hal tersebut
mengakibatkan produksi susu juga turun.

49
Lemak kacang tanah jika dibandingkan lemak kedelai lebih sulit dirombak oleh
mikroorganisme. Sehingga banyak yang by-pass (langsung masuk
abomasum)menghasilkan lemak tak jenuh pada produknya (air susu, daging)
Lemak unprotected/protected jika by-pass maka strukturnya akan sama dengan produk
awalnya.
Dari lemak yang tidak mudah dirombak oleh mikroba disukai oleh konsumen di negara
maju karena dihasilkan daging kambing (lamb) yang mengandung asam lemak tak
jenuh (karena banyak yang by-pass) sehingga prodknya menjadi sehat.
Sebagian besar sumber energi dari asam lemak diserab sebelum usus halus, yang
paling banyak diserab sebelum usus halus adalah asam butirat, asam propionat, dan
asam asetat.

Gambar 15. Katabolisme lipida: Liposisis dan gliserol

5.5 Lemak sebagai sumber energi dan struktur penyusun sel


Lemak akan dioksidasi untk menghasilkan energi, dengan produk sampingannya
adalah CO2 dan air. Lemak akan dimanfaatkan dengan tujuan ketka sebagian besar
simpanan glikogen telah dimanfaatkan. Dengan kata lain, lemak akan dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi ketika sumber lannya gagal untuk dimanfaatkan sedangkan
glikogen glikogen siap untuk dipergunakan sewaktu-waktu. Molekul lemak menyusun

50
struktur dari membran yang ditemukan di bagian luar protoplasma dan stoplasma dari
sel. Sel membram membantu elastisitas membran atau menampilkan kealamian dari
membran semi permiabel sel. Struktur membran sel ditunjukkan pada Gambar 16. di
bawah ini.

Gambar 16 . Struktur membran sel

51
Lipolysis

Gambar 17. Metabolisme lemak dan asam lemak di rumen

5.6 Metabolisme Protein (Asam Amino)


Asam amino tersusun utamanya dari unsur karbon, hidrogen, oksige, dan nitrogen.
Sejumlah kecil mengandung elemen lain seperti sulfur. Ketika asam amino diubah
menjadi glukosa atau lemak, unsur nitrogen dipindahkan pertama kali di hati dan
diubah menjadi urea. Urea ditransportasikan dalam cairan ke ginjal untuk kemudian
diekskresikan dalam bentuk urin. Setelah makan, terdapat peningkatan jumlah urea
dalam darah mengindikasikan kelebihan asam amino yang telah mengalami proses
konversi pada hati. Ginjal dan otot juga dapat memindahkan unsur nitrogen dalam
bentuk amonia (NH3) namun tidak dalam bentuk urea CO(NH2)2.

Senyawa yang tersusun atas karbon, oksigen, dan hidrogen dapat dioksidasi untuk
menghasilkan energi, CO2, dan air. Senyawa tersebut dapat dikonversi menjadi
glukosa atau lemak untuk nantinya dioksidasi atau disimpan yang nantinya digunakan
saat dibutuhkan. Protein menyusun struktur penting pada protoplasma dan asam
amino dari darah dapat digabungkan melalui sejumlah reaksi untuk membentuk protein

52
sel dan protein plasma yang beragam. Protein (asam amino) banyak ditemukan di
berbagai daerah pada tubuh dibandingkan pada otot dan menjadi unit dasar berbagai
komponen meliputi enzim yang terlibat dalam pencernaan dan antibodi yang
digunakan untuk memerangi infeksi.

Dalam tubuh ternak, protein akan diuraikan menjadi asam amino, kemudian
ditransportasikan ke hati. Asam amino dimanfaatkan melalui proses oksidasi guna
menghasilkan energi atau digunakan untuk sintesis protein yang baru (enzim,
hemoglobin, antibody, hormone, fibrinogen, aktin, myosin, kolagen, elastin, dan
keratin. Kelebihan protein akan diubah menjadi glukosa atau trigliserida. Absorbsi
protein dalam tubuh distimulasi oleh insulinlike growth factors (IGFs) dan insulin.

5.7 Siklus asam amino dalam sel


Beberapa protein dari sel jaringan dan plasma protein secara konstan diuraikan
menjadi asam amino dan ditransfer menuju aliran darah. Asam amino bersama dengan
zat makanan lain yang berasal dari makanan dimanfaatkan untuk mensintesis protein
yang baru guna menggantikan struktur protein yang sudah usang, atau zat makanan
tersebut dapat dioksidasi untuk membentuk glukosa atau lemak. Dengan kata lain,
terdapat siklus pergantian protein yang teratur pada tubuh mahkluk hidup, namun
terdapat sejumlah protein yang relatif konstan pada individu yang telah dewasa.
Selama fase pertumbuhan terdapat peningkatan protein tubuh sebagai akbat dari
meningkatnya jumlah sel pada tubuh yang sedang mengalami pertumbuhan tersebut.

Sel hati akan mengubah asam amino menjadi substansi yang dapat memasuki siklus
Krebs, proses tersebut melibatkan reaksi :

1. Deaminasi, yaitu memindahkan gugus amino (NH2)


2. Konversi NH2 menjadi ammonia selanjutnya akan diubah menjadi urea.

Urea akan diekskresikan bersama urin. Substansi yang telah mengalami konversi
tersebut akan memasuki siklus Krebs untuk memproduksi ATP. Diagram metabolisme
asam amino ditunjukkan pada Gambar 18. di bawah ini.

53
Gambar 18. Metabolisme asam amino

5.8 Kontrol Metabolisme Karbohidrat dan Level Gula Darah


Hormon memgang peranan penting dalam mengontrol proses metabolisme, beberapa
jenis hormon yang terlibat antara lain ;

1. Natural growth hormon : Hormon ini diproduksi oleh kelenjar pituitari


anterior, reaksinya adalah merangsang peningkatan konsentrasi gula darah,
menurunkan intake glukosa untuk sel jaringan amun meningkatkan jumlah
glikogen yang terdeposit di dalam otot.
2. Insulin : Hormon ini diproduksi oleh Islets of Langerhan yang terdapat pada

54
pankreas berfungsi menurunkan level gula darah dengan cara mempercepat laju
penyimpanannya sehingga berakibat terhadat penurunan konsentrasi glukosa
dalam darah.
3. Glukagen : Hormon ini diproduksi oleh Islets of Langerhan dan memiliki efek
yang berlawanan dengan insulin yaitu meningkatkan kadar gula dalam darah.
4. Cortison dan Hidrocortison : Hormon ini diproduksi oleh corteks adrenal,
memberikan efek peningkatan level glukosa dalam darah dan glikogen dalam
hati.
5. Adrenalin dan Noradrenaline : Hormon ini diproduksi oleh medulla adrenal
selama kondisi darurat, merangsang pemecahan glikogen dalam hati dan
mengakibatkan meningkatnya level gula di dalam darah untuk mensuplai
energi saat dibutuhkan dengan cepat.
6. Tyroid Hormon : Hormon ini diproduksi oleh kelenjar tiroid, memiliki fungsi
yang sangat luas pada berbagai proses metabolisme.

Gambar 19. Hipotalamus

55
Gambar 20 . Struktur anatomi pankreas

Level glukosa yang normal dalam sirkulasi darah merupakan hasil dari keseimbangan
antara konsentrasi hormon-hormon tersebut di atas. Jika keseimbangan tersebut
bergeser, maka akan terjadi perbahan level glukosa di dalam darah. Kemungkinan
penyebab terbesar dari ketidak seimbangan tersebut adalah kerusakan pada Islets of
Langerhan yang memicu penurunan jumlah insulin dan glucogen yang diproduksi.
Availability of carbohydrates
Akibatnya adalah terjadi peningkatan level gula dalam darah, dan simpanan glikogen
akan terbuang. Konsentrasi gula akan banyak didapatkan pada urin.

Tabel 2. Availability dan laju kecernaan fraksi karbohidrat yang berbeda


Table 1. Availability and digestion rate of different carbohydrate fractions.

Rumen Small intestine Hind gut Digestion rate


Cell solubles
Sugars High (High)1,2 (High)1 Very fast
Starch High (variable) Variable Variable Fast
Soluble fibre
Pectins, -glucans High 0 (High)1) Fast?
Insoluble fibre
NDF Variable 0 Variable Slow
1
Only very little will reach post-duodenal digestive tract
2
Some exceptions like sucrose

Huhtanen, P., Ahvenjrvi, S., Weisbjerg, M.R., Nrgaard, P., 2006. Digestion and passage of fibre in ruminants.
Proceedings Xth ISRP. Wageningen Acedemic Publishers. 87-135.
56
5.9 Laju Metabolik
Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein berhubungan erat dengan kerja hormon.
Hormon sangat mempengaruhi proses penyimpanan, pemecahan zat makanan. Selain
itu hormon juga berpengaruh terhadap konversi molekul zat makanan tersebut.

Terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap laju metabolisme, yaitu laju
produksi energi dalam tubuh. Laju produksi energi tersebut tergantung pada jenis
kelamin, umur, dan level aktivitas ;

a) Jenis kelamin : Individu betina memiliki laju metabolik yang lebih rendah jika
dibandingkan pada individu betina.
b) Umur : Individu yang lebih muda memiliki laju metabolik per unit bobot badan
yang lebih tinggi jika dibandingkan pada ternak dewasa.
c) Aktivitas : Level aktivitas yang lebih besar, maka kebutuhan energi akan lebih
besar, oleh karena itu laju metabolik akan ikut meningkat guna memenuhi
kebutuhan energi tersebut.

Rangkuman
1. Metabolisme didefinisikan sebagai berbagai reaksi kimia yang terlibat dalam
pemanfaatan zat makanan dalam tubuh. Hormon memegang peranan penting dalam
proses metabolisme.
2. Zat-zat makanan adalah bahan-bahan yang diperlukan oleh tubuh supaya tetap
hidup, meliputi air, protei, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.
3. Energi yang digunakan aktivitas tubuh berasal dari pembakaran (oksidasi) zat-zat
makanan.
4. Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam
lemak terbang. Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak, protein
dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B.
5. Pada saluran pencernaan, polisakarida akan diuraikan menjadi gula sederhana
(glukosa, fruktosa, dan galaktosa) yang siap diserab oleh tubuh. Pada hati, fruktosa
dan galaktosa akan ditransformasikan menjadi glukosa, dan akan disimpan dalam
bentuk glikogen. Dalam sel tubuh, glukosa dapat dijadikan sebagai sumber energi,
dikonversikan menjadi molekul lain, atau dijadikan simpanan energi dalam bentuk

57
lemak.
6. Pada ternak ruminansia, lemak mengalami proses biohidrogenasi sehingga menjadi
asam lemak jenuh. Lemak dioksidasi untuk memproduksi ATP. Kelebihan lemak
akan disimpan di jaringan adipose dan hati. Lemak berperan penting untuk
struktual atau molekul penting lainnya meliputi : (i) fosfolipida membrane plasma ;
(ii) lipoprotein yang mentransportasikan kolesterol ; (iii) tromboplastin untuk
pembekuan darah ; (iv) myelin sheaths untuk mempercepat penyampaian informasi
syaraf ; dan (v) kolesterol yang digunakan untuk sintesis garam empedu dan
hormone steroid.
7. Dalam tubuh ternak, protein akan diuraikan menjadi asam amino, kemudian
ditransportasikan ke hati. Asam amino dimanfaatkan melalui proses oksidasi guna
menghasilkan energi atau digunakan untuk sintesis protein yang baru (enzim,
hemoglobin, antibody, hormone, fibrinogen, aktin, myosin, kolagen, elastin, dan
keratin. Kelebihan protein akan diubah menjadi glukosa atau trigliserida. Absorbsi
protein dalam tubuh distimulasi oleh insulinlike growth factors (IGFs) dan insulin.
8. Laju metabolik dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, dan level aktivitas lemak.

Latihan Soal
1. Apakah yang dimaksud metabolisme dan beri penjelasan perbedaan anabolisme
dan katabolisme !
2. Hormon apa yang berperan dalam pengaturan proses metabolisme? Beri
penjelasan!
3. Uraikan tentang proses metabolisme karbohidrat pada ternak ruminansia !
4. Beri penjelasan tentang proses biohidrogenasi asam lemak yang terjadi pada ternak
ruminansia !
5. Uraikan tentang proses metabolisme protein pada ternak ruminansia !
6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju metabolik zat makanan ? Beri
penjelasan !

58
VI. NILAI NUTRISI PAKAN

Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa memahami tentang konsep nilai nutrisi pakan.
2. Mahasiswa memahami teknik evaluasi nutrisi pakan.

Tujuan
1. Mahasiswa memahami tentang konsep nilai nutrisi pakan.
2. Mahasiswa memahami tekni evaluasi nutrisi pakan.

Pendahuluan
Pakan ternak ruminansia mengandung bahan yang kaya serat kasar. Selain limbah
pertanian, ternak ruminansia juga dapat memanfaatkan limbah industri. Beberapa
bahan pakan alam memilki potensi untuk dijadikan sebagai pakan ternak. Bahan
pakan yang dikategorikan nonkonvensional perlu mendapatkan perhatian khusus
sebelum diaplikasikan pemanfaatannya sebagai pakan ternak. Serat kasar yang
tinggi dan zat antinutrisi adalah faktor pembatas dalam sistem pencernaan sehingga
tidak akan memberikan respon yang baik terhadap produktivitas ternak. Untuk
mengestimasi nilai nutrisi bahan pakan diperlukan metode analisa laboratorium
maupun menggunakan ternak secara langsung.

Pada bab ini akan disajikan pembahasan tentang konsep nilai nutrisi pakan dan
metode yang digunakan untuk menganalisa nilai nutrisi pakan ternak.

6.1 Definisi
Definisi nilai nutrisi pakan adalah respon produksi ternak (PBB, produksi susu)
terhadap pakan yang dikonsumsinya. Merupakan fungsi dari intake (I) dan kualitas
(NV)
Feeding value = f(intake NV)
Nutritive value atau kualitas pakan adalah fungsi dari komposisi fisik dan kimia
pakan, kecernaan, laju, dan tempat terjadinya pencernaan dan efisiensi pemafaatan
zat-zat nutrisi yang diserap.

59
Intermediate metabolis adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh proses
fermentasi di dalam rumen (VFA, NH3, CO2).

6.2 Metode Pengukuran Nilai Nutrisi Pakan


6.2.1 In Vivo
Secara langsung
Yaitu dengan mengukur jumlah yang disajikan dengan jumlah yang tersisa
Dapat dilakukan dengan percobaan intensif secara in vivo dalam kandang individu
atau pengukuran pre-grazing dan post grazing herbage mass.
Contoh perhitungannya :
Pre grazing herbage mass = 4000 kg BK/ha
Post grazing herbage mass = 1500 kg BK/ha
Ternak dilepas selama 8 hari dengan jumlah 25 ekor

Konsumsi BK =
4000 1500
258
= 12,5 kg BK/hari/ekor
Pengukuran hijauan dengan cara pelemparan kotak besi berukuran 1 1 m, dilempar
sebanyak 50 kali. Maka akan diperoleh produksi rata-rata, misalnya 75 g hijauan
segar/m2.
Produksinya adalah 750.000 g segar/ha
BK = 150 kg BK/ha
Konsumsi BK =3% BB
=3% 200 kg
=6 kg/ekor
Secara tidak langsung
Yaitu dengan menggunakan marker, syaratnya marker merupakan substansi yang
tidak dapat dicerna. Contoh menggunakan marker chromium (Cr2O3)
konsumsi feses
Daya cerna = atau
konsumsi
feses
Konsumsi =
1 DC

60
Lajuterlep asnyaCr 2O3(mg / hari)
Feses yang dikeluarkan =
KonsentrasiCr 2O3dalamfeses
4
Misalnya = = 200 mg OM (Organic Matter)
0,02
Dapat diukur secara in vitro 78,5%
200
Konsumsi BO =
1 0,785
=930 gram BO
Jika BO HMT = 80%, maka konsumsi BK = 1.163 g
Jika BK HMT = 90%, maka konsumsi segar = 1.293 g
Ternak untuk maintenance membutuhkan 7-8 % protein
Hampir 75% pakan ternak merupakan sumber karbohidrat.

Gambar 21. Metode pengukuran kecernaan menggunakan metode in vivo; sapi


perah difistula pada saluran pencernaan duodenal dan ileal

61
Fibre digestion is dependent on the competition
between
Gambar digestion
22. Metode and
evakuasi passageinout
eksperimen of the rumen
vivo
Digestibility = kd/(kd+kp)

Fractional rate of digestion kd

Fractional
Feed intake rate of
passage kp

Rumen

Gambar 23. Diagram aliran pakan di rumen ; kecernaan serat tergantung pada
kompetisi antara proses pencernaan dengan laju keluarnya pakan.

Kecernaan = kd/ (kd+kp)

6.2.2 Analisa Proksimat


Analisa proksimat digunakan untuk menganalisa kandugan zat makanan bahan
pakan. Cara ini dikembangkan oleh Wender experiment station di Jerman oleh
Hemberg dan Stocman pada tahun 1965, yaitu suatu metode analisis yang
menggolongkan komponen yang ada pada makanan. Cara ini dipakai hampir di

62
seluruh dunia, dan disebut analisis proksimat. Analisis proksimat ini didasarkan
atas komponen susunan kimia dan kegunaannya (Tillman et al., 1984). Kamal
(1994) menyatakan bahwa disebut analisis proksimat karena hasil yang diperoleh
hanya mendekati nilai yang sebenarnya, oleh karena itu untuk menunjukkan nilai
dari sistem analisis proksimat selalu dilengkapi dengan istilah minimum atau
maksimum sesuai dengan manfaat fraksi tersebut.
Dari sistem analisis proksimat dapat diketahui adanya 6 macam fraksi yaitu 1) Air,
2) Abu, 3) Protein kasar, 4) Lemak kasar (ekstrak eter), 5) Serat kasar, 6) Ekstrak
tanpa nitrogen. Khusus untuk ekstrak tanpa nitrogen nilainya dicari hanya
berdasarkan perhitungan yaitu 100% dikurangi jumlah dari kelima fraksi yang lain
(Kamal, 1994).
Air
Yaitu dimaksud air dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap
pada pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105 sampai 110 C dengan
tekanan udara bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap.
Penentuan kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk
menentukan kadar bahan kering dari bahan tersebut (Kamal, 1994).
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan dipanaskan
dalam oven dengan suhu 105 C pemanasan berjalan hingga sampel tidak turun lagi
beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel bahan pakan disebut sebagai sampel
bahan kering dan penggunaanya dengan sampel disekat purien air atau kadar airnya
(Tillman et al., 1984).
Abu
Sampel bahan kering ditambah dan dibakar pada suatu crucible dengan suhu 600 C
selama beberapa jam (Tillman et al., 1984). Yang dimaksud abu adalah sisa
pembakaran sempurna dari suatu bahan. Suatu bahan bila dibakar sempurna pada
suhu 500C sampai 600C selama beberapa waktu maka senyawa organiknya akan
menguap, sedang sisanya yang tidak menguap itulah yang disebut abu atau
campuran dari berbagai oksida mineral sesuai dengan macam mineral yang
terkandung di dalam bahannya (Kamal, 1994).
Protein kasar
Protein kasar adalah nilai hasil bagi dari total nitrogen ammonia dengan faktor 16%

63
berasal dari asumsi bahwa protein mengandung nitrogen 16%. Kenyataannya
nitrogen yang terdapat di dalam pakan tidak hanya berasal dari protein saja tetapi
ada juga nitrogen yang berasal dari senyawa bukan protein atau nitrogen non protein
(Non Protein Nitrogen atau NPN). Dengan demikian maka nilai yang diperoleh dari
perhitungan di atas merupakan nilai dari apa yang disebut protein kasar (Kamal,
1994).
Sampel dianalisis dengan alat Kjedhal. Analisis ini menggunakan asam sulfat
dengan suatu katalisator dan pemanasan. Zat organik dari sampel lalu dioksidasi
oleh asam sulfat lalu nitrogen diubah dalam bentuk amonium sulfat sedangkan
kelebihan asam sulfat akan dinetralisir oleh NaOH dan sampel larutan menjadi basa.
Dari amonium sulfat tadi lalu didestilisi dalam medium asam untuk mendapatkan
nitrogen secara kuantitatif. Karena protein mengandung nitrogen rata-rata 16 %
maka faktor 6,25 harus dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (Tillman et
al., 1984).
Serat kasar
Sampel yang bebas lemak dan telah disaring dipakai untuk mendapatkan serat kasar.
Sampel bila ditambah 1,25% asam sulfat dan dipanaskan selama 30 menit,
kemudian residu disaring, endapan yang didapat ditambah 1,25% NaOH dan
dipanaskan 30 menit kemudian disaring dan endapan yang didapat dioven,
dikeringkan, dan ditimbang lalu dibakar dan abunya ditimbang. Perbedaan antara
berat endapan sebelum dibakar dan abu adalah serat kasar (Tillman et al., 1984).
Kamal (1994) menyatakan bahwa yang dimaksud serat kasar adalah semua bahan
organik dalam bahan pakan yang kecernaanya rendah, sedangkan dalam analisis
proksimat yang dimaksud serat kasar adalah semua senyawa organik yang tidak
larut dalam perebusan dengan larutan NaOH 1,25% atau 0,313 N yang berurutan
masing-masing selama 30 menit.
Lemak kasar
Menurut Kamal (1994) lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang larut
dalam pelarut lemak (ether, petroleumether, petroleum benzen, dsb.) oleh karena itu
lemak kasar lebih tepat disebut ekstrak eter. Tillman et al., (1984) menyatakan
bahwa sampel bahan kering diekstraksi dengan etil eter selama beberapa jam, maka
bahan yang didapat adalah lemak sedangkan yang menguap adalah eter.

64
Ekstrak Tanpa Nitrogen (ETN)
Komponen ini didapat dengan mengurangi sampel behan kering dengan semua
komponen-komponen seperti air, serat kasar, lemak kasar, protein kasar, dan abu
(Tillman et al., 1984).
Komponen dari ekstrak tanpa nitrogen adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, gula,
fruktan, pati, pektin, asam organik, resin, tanin, pigmen, dan vitamin larut air
(Kamal, 1994). Kamal (1994) juga menjelaskan yang dimaksud ekstrak tanpa
nitrogen dalam arti umum adalah sekelompok karbohidrat yang kecernaanya tinggi
sedangkan dalam analisis proksimat yang dimaksud ekstrak tanpa nitrogen adalah
sekelompok karbohidrat yang mudah larut dalam perebusan dengan H2SO4 1,25 %
atau 0,225 N dan pada perebusan dengan larutan NaOH 1,25% atau 0,313 N yang
berurutan masing-masing selama 30 menit. Walaupun demikian, untuk penentuan
kadar ekstrak tanpa nitrogen hanya berdasarkan perhitungan 100% - (% air + % abu
+ % PK + % SK + % LK ) (Kamal, 1994).

6.2.3 Analisa Serat Kasar


Komponen terbesar pakan ternak ruminansia adalah serat kasar. Oleh karena itu
analisa serat kasar memegang peranan penting dalam evaluasi nutrisi bahan pakan
ternak ruminansia.
Analisa Serat meliputi :
1. CRUDE FIBRE (SERAT KASAR) dan
2. DETERGENT FIBRE
- Neutral detergent Fibre
- Acid detergent fibre
DIETARY FIBRE (SERAT PANGAN) mencakup :
- Total Dietary fibre
- Soluble Dietary fibre
- Insoluble Dietary fibre
Hal-hal penting diperhatikan dalam analisa serat adalah :
a) CF : Residu ekstraksi dlm asam dan alkali panas
b) Indek bahan tak tercerna utk pakan (forage)
c) Tidak cocok sebagai indek untuk pangan

65
d) Hasil analisis < Serat Pangan
e) Selama analisis ada kehilangan: selulosa : 20-25%, hemiselulose: 80%, lignin
50-90% dan pektin mencapai 100%.
Detergent fiber merupakan perkembangan dari crude fiber, lebih cocok untuk
analisa pakan, analisa detergent fiber dibagi menjadi dua, yaitu :
- NEUTRAL DETERGENT FIBRE (NDF)
- ACID DETERGENT FIBRE (ADF)
ANALISIS SERAT PANGAN dapat menggunakan Metoda AOAC (Enzymatc-
Gravimetric Method), prinsipnya adalah :
a) Ekstraksi lemak
b) Gelatinisasi
c) Hidrolisis dan pemisahan pati (amilase & amyloglukosidase)
d) Hidrolisis dan pemisahan protein (protease)
e) Presipitasi Serat Pakan (dg ethyl alkohol)
f) Endapan = Total Serat Pakan
g) Koreksi : kadar abu
Prosedur Analisis Serat Pakan (DF) (AOAC, 1995) adalah :
1. Timbang sampel (0.3-0.5 mm mesh) 1 gram, masukkan dalam beaker 400 ml
2. Tambahan 50 ml buffer posfat, pH 6.0
3. Tambahkan 0.1 ml Termamyl, tutup denan aluminium foil dan masukkan dalam
water bath mendidih selama 15 menit, goyang setiap 5 menit. Pastikan bahwa
suhu sampel mencapai 95-100oC. Tambah waktu pemanasan bila perlu (total
waktu di dalam waterbath 30 menit).
4. Dinginkan sampel pada suhu kamar dan atur pH menjadi 7.5 dengan
penambahan 10 ml larutan 0.275 N NaOH
5. Tambahkan 5 gr protease (krn protease bersifat lengket, dianjurkan untuk
membuat larutan ensim 50 mg protease dlm 1 ml buffer posfat) dan tambahkan
0.1ml larutan ensim. Tutup dengan aluminium foil dan inkubasikan selama 30
menit
6. Dinginkan dan tambah 10 ml 0.325M lar HCl. Atur pH hingga 4.0-4.6.
Tambahkan 0.3 mL amyloglukosidase, tutup dengan aluminium foil dan
inkubasikan pd 60oC selama 30 menit denga agitasi kontinyu.

66
7. Tambahkan 280 ml 95% ETOH, panasi 60oC dan presipitasikan pada suhu
kamar 60 menit.
8. Saring dengan krus yg telah diberi celite 0.1 mg yang diratakan dengan ETOH
78 %.
9. Cuci residu dlm krus dgn 20ml ETOH 78% (3x), 10 ml ETYOH 95% (2x) dan
10 ml aseton (1x)
10. Keringkan residu dlm oven vakum 70oC semalam atau oven 105oC sampai berat
konstan. Koreksi DF dengan abu.
11. % DF = a- (b)/w x 100. a= berat sampel konstan; b= berat abu w=berat awal
sampel.
NDF: NDF is the residue not solubilised after boiling
with a neutral detergent solution

100
ADF
Lignin
80 NDF Cellulose
Hemicellulose
60 Difference
Sugar
40 Starch
Crude protein
20 Crude fat
Ash
0

Gambar 24. Grafik penguraian fraksi komponen bahan pakan ; NDF adalah residu
yang tidak larut setelah dididihkan dengan neutral detergent solution.

Rangkuman
1. Definisi nilai nutrisi pakan adalah respon produksi ternak (PBB, produksi susu)
terhadap pakan yang dikonsumsinya. Merupakan fungsi dari intake (I) dan
kualitas (NV).
2. Nutritive value atau kualitas pakan adalah fungsi dari komposisi fisik dan kimia
pakan, kecernaan, laju, dan tempat terjadinya pencernaan dan efisiensi

67
pemafaatan zat-zat nutrisi yang diserap.
3. Metode yang digunakan untuk menganalisa nilai nutrisi zat makanan ternak
ruminansia adalah metode percobaan di lapang menggunakan ternak (in vivo)
dan analisa di laboratorium (analisa proksimat dan analisa serat kasar)

Latihan Soal
1. Apakah yang dimaksud nilai nutrisi pakan ?
2. Beri penjelasan tentang metode pengukuran konsumsi secara langsung !
3. Beri penjelasan tentang zat-zat makanan yang dapat dideterminasi menggunakan
analisa proksimat ! Uraikan masing-masing prosedur analisanya!
4. Sebutkan prosedur analisa serat kasar !

68
VII. TEKNIK PENYUSUNAN RANSUM

Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami jenis serta klasifikasi pakan ternak
ruminansia.
2. Mahasiswa mampu menyusun pakan ternak ruminansia sesuai dengan
kebutuhan hidup.
3. Mahasiswa mampu mengaplikasikan teknologi yang diterapkan pada pakan
ternak

Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami jenis serta klasifikasi pakan ternak
ruminansia.
2. Mahasiswa mengetahui teknik menyusun pakan ternak ruminansia sesuai
dengan kebutuhan hidup.
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami teknologi yang diterapkan pada
pakan ternak.

Pendahuluan
Ternak-ternak ruminansia dipelihara untuk dimanfaatkan tenaga maupun
diambil hasilnya berupa produk hewani dengan cara mengembangbiakkannya
sehingga dapat meningkatkan pendapatan para petani. Agar ternak peliharaan
tumbuh sehat dan kuat, sangat diperlukan pemberian pakan. Pakan memiliki
peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun
untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging)
serta tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk
memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan
yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik
dan dalam jumlah cukup. Pakan yang sering diberikan pada ternak antara lain
berupa: hijauan dan konsentrat (makanan penguat).

7. Jenis Pakan Ternak Ruminansia


1

69
Jenis pakan ternak yang convensional digunakan untuk pakan ternak ruminansia
adalah :
1. Hijauan Segar
Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak
dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia)
maupun yang tidak (disengut langsung oleh ternak). Hijauan segar
umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan,
tanaman biji-bijian/ jenis kacang-kacangan.
Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak,
mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di
daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak
sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak
mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa
yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.
a. Rumput-rumputan
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum
maximum), rumput Setaria (Setaria sphacelata), rumput Brachiaria
(Brachiaria decumbens), rumput Mexico (Euchlena mexicana) dan
rumput lapangan yang tumbuh secara liar.
i. Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo
(Stylosantes guyanensis), centro (Centrocema pubescens),
Pueraria phaseoloides, Calopogonium muconoides dan jenis
kacang-kacangan lain.
ii. c. Daun-daunan: daun nangka, daun pisang, daun turi, daun
petai cina dll.
b. Jerami dan hijauan kering
Termasuk kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan
hijauan pakan ternak yang sudah dipotong dan dikeringkan.
Kandungan serat kasarnya lebih dari 18% (jerami, hay dan kulit biji
kacang-kacangan).
c. Silase
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk

70
segar biasanya berasal dari tanaman sebangsa padi-padian dan
rumput-rumputan.
d. Konsentrat (pakan penguat)
Contoh: dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, garam dan
mineral.

7. Klasifikasi Pakan Ternak Ruminansia


2
Pakan ternak ruminansia diklasifikasikan pada bahan pakan sumber energi,
sumber protein, dan sumber vitamin dan mineral ;

1. Sumber energi
Termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak
yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan
konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya,
bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok,
yaitu:
a. Kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum)
b. Kelompok hasil sampingan serealia (limbah
penggilingan)
c. Kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil
sampingannya)
d. Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam
rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput
setaria).
2. Sumber protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang
mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari
hewan/tanaman).
Golongan ini dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. Kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang
terdiri atas jenis daun-daunan sebagai hasil sampingan

71
(daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang
dan bungkil)
b. Kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya
lamtoro, turi kaliandra, gamal dan sentero
c. Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung
ikan, tepung tulang dan sebagainya).
3. Sumber vitamin dan mineral
Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman
maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan
konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur,
pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan
batang). Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi
dan penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi
konsentrasi kandungan vitamin dan mineralnya.
Saat ini bahan-bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral sudah
tersedia di pasaran bebas yang dikemas khusus dalam rupa bahan olahan
yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya premix, kapur,
Ca2PO4 dan beberapa mineral.

7. Pedoman Teknis Pembuatan dan Pengolahan Pakan Ternak


3
Dalam pembuatan dan pengeloaan pakan ternak haruslah memperhatikan
beberapa hal, yaitu ;

1. Kebutuhan Pakan
Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap
nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada
jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi
tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur,
kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak
yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula.
Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National
Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan

72
dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia.
Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan
kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan
pakan yang sesuai/bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.
1. Konsumsi Pakan
Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang
berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas
sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok.
Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta
tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan
meningkat pula.
Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal
(kondisi ternak itu sendiri).
a. Temperatur Lingkungan
Ternak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki
temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya,
baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak.
Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat
kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang
meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan,
keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan
tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh
lingkungan.
Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya,
maka akan terjadi pula perubahan konsumsi pakannya.
Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan
kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur
lingkungan hidupnya, maka tubuh ternak akan terjadi
kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan
turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih
rendah, ternak akan membutuhkan pakan karena ternak

73
membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan
pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan
ternak dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan
evaporasi.
b. Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan
sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki
oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh
organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin,
manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang
menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk
mengkonsumsinya.
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan
hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai
rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen
(N) dan fosfor (P) lebih tinggi.
c. Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan
keadaan lapar. Pada ternak ruminansia, selera merangsang
pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar.
Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara
mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi
kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu
sendiri.
d. Status fisiologi
Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis
kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau dalam
keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan sapi
periode laktasi adalah : (i) tidak perlu memberi sekenyang-
kenyangnya ; (ii) kosentrat diberikan terlebih dahulu setelah
itu baru hijauan, pakan yang kaya gizi diprioritaskan terlebih

74
dahulu ; (iii) pada pagi hari, pakan diberikan sesudah
pemerahan. Konsentrat diberikanterlebih dahulu setelah itu
baru hijauan ; (iv) pada sore hari setelah diberi konsentrat,
sapi diperah kemudian diberi hijauan ; dan (v) pemberian
konsentrat dicombor kemudian dicampur dengan air. Hal
tersebut akan meningkatkan palatabilitasnya.
e. Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap
konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung
di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding
terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi
konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah
konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan
akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung
pakan rendah.
f. Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran
(hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan
yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan
ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna.
Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-
potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5
cm.
g. Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat
konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi
pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian,
kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak
yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan
menjadi berat badan metabolis yang merupakan bobot
tubuh ternak tersebut. Berat badan ternak dapat diketahui

75
dengan alat timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan
ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang badan
dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan
menggunakan formula:
Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada 2
(inci) / 661
Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung
dengan cara meningkatkan berat badan dengan nilai
0,75
Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75
h. Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat
badan (ternak potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak
kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang
dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan.
Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan) lebih
rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat
badannya (terutama selama masa puncak produksi) di
samping performansi produksinya tidak optimal.
2. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak
Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan
kepada ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur
nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam
dan keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi
tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan
pakan secara umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan
vitamin.
Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan
fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan hidup dan
berproduksi secara normal. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat diketahui
melalui proses analisis terhadap bahan pakan yang dilakukan di
laboratorium. Analisis itu dikenal dengan istilah analisis proksimat.

76
1. Peralatan Pembuatan Pakan Ternak : macam-macam Silo
Silo dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk tergantung pada
lokasi, kapasitas, bahan yang digunakan dan luas areal yang tersedia.
Beberapa silo yang sudah dikenal adalah:

a. Pit Silo: silo yang dirancang berbentuk silindris


(seperti sumur) dan di bangun di dalam tanah.
b. Trech Silo: silo yang dibangun berupa parit
dengan struktur membentuk huruf V.
c. Fench Silo: silo yang bentuknya menyerupai
pagar atau sekat yang terbuat dari bambu atau
kayu.
d. Tower Silo: silo yang dirancang membentuk
sebuah menara menjulang ke atas yang bagian
atasnya tertutup rapat.
e. Box Silo: silo yang rancangannya berbentuk
seperti kotak.

7. Formulasi Pakan
4
Dalam memformulasikan penyusunan ransum atau pakan, perlu menggunakan
Tabel Patokan Kebutuhan Nutrisi. Sebagai contoh kebutuhan nutrisi dalam
penyusunan ransum bagi sapi perah adalah sebagai berikut :

1. Sapi perah betina muda berat 350 kg, satu setengah bulan menjelang
beranak(melahirkan pada umur 36 bulan), membutuhkan pakan dengan
kandungan nutrisi sebagai berikut:
a) Kebutuhan hidup pokok dan reproduksi: Bahan Kering=6,4 Kg,
ME=13 Mcal, Protein=570 gram, mineral=37 kg.
b) Laktasi I: Bahan Kering=1,0 Kg, ME=2,02 Mcal, Protein=93,6
gram, Mineral=5 kg.
c) Sehingga jumlah Bahan Kering=7,4 kg, ME=15,02 kg,
Protein=663,6 gram, Mineral=42 gram.

77
2. Dari kebutuhan nutrisi tersebut, kebutuhan pakannya dapat diformulasikan
dengan suatu metode. Misalnya bahan-bahan pakan yang tersedia adalah:
a) Rumput gajah: Bahan Kering=16%, ME=0,33 Mcal, Protein=1,8
gram%BK, Mineral=2,5 gram%BK
b) Rumput Kedele: Bahan Kering=93,5%, ME=3,44 Mcal,
Protein=44,9 gram%BK, Mineral=6,3 gram%BK
c) Bungkil kelapa: Bahan Kering=86%, ME=2,86 Mcal, Protein=18,6
gram%BK, Mineral=5,5 gram%BK
3. Rumput gajah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering
sebanyak 80%= 80/100X7,4 kg = 5,92 kg BK. Maka kandungan protein
yang sudah dapat dipenuhi rumput adalah: sebanyak = 1,8/100 X 5,92 kg =
106,56 gram protein.
Kekurangan:
Bahan kering = 7,4 - 5,92 kg = 1,48 kg
Protein = (663,6 - 106,56) gram = 557,04 kg atau 557,04/1480 X 100% =
37,64%.
Bungkil kedelai akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 19,04/26,3
X 1,48 kg = 1,07 kg BK.
Bungkil kelapa akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 7,26/26,3 X
1,48 kg = 0,41 kg BK.
Jadi, jumlah bahan pakan segar yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan ternak dengan kondisi tersebut di atas adalah:
Rumput gajah = 5,92 X 100/16 kg = 37 kg
Bungkil kedelai = 1,07 X 100/93,5 kg = 1,14 kg
Bungkil kelapa = 0,41 X 100/86 kg = 0,48 kg.

Formulasi Pakan menggunakan Metode Pearson Square (Dua Bahan


Pakan)

Pearson square atau metode kotak ransum seimbang adalah metode sederhana
yang sudah digunakan selama bertahun-tahun. Metode ini sangat berguna
ketika ransum ternak hanya menggunakan dua bahan pakan. Jika anda
mengamati angka-angka yang tampak pada kotak persegi pearson square yang

78
sangat menjadi perhatian penting adalah angka yang terletak di tengah. Angka
tersebut menunjukkan kebutuhan ternak terhapat zat makanan tertentu. Zat
makanan tersebut dapat merupakan protein kasar atau TDN, asam amino,
mineral atau vitamin.
Prosedur pearson square untuk penyusunan ransum dirancang untuk menyusun
ransum yang sederhana. Untuk dapat menggunakan metode tersebut terdapat
beberapa langkah yang harus dijalankan. Kandungan zat makanan dari
kompnen bahan pakan harus diekspresikan menggunakan unit satuan yang sama
(contohnya berdasarkan bahan kering dry-matter atau bahan segar as-fed).
Contoh kotak persegi yang digunakan pada metode peason squre ditunjukkan
pada Gambar 21. di bawah ini.

Gambar 21. Contoh kotak persegi yang digunakan pada metode peason squre

Untuk menjadikan pearson square sebagai metode yang konsisten, terdapat tiga
peraturan yang harus diprhatikan, yaitu ;
1. Nilai angka yang berada di tenah kotak persegi harus berada diantara
dua nilai angka yang diletakkan pada sisi sebelah kiri dari persegi.
Contohnya , kebutuhan protein kasar sebesar 14% harus diantara
kandungan protein kasar bahan pakan yang digunakan, ,misalnya dua
bahan pakan tersebut adalah bungkil kedelai yang memiliki kandungan
protein kasar 45% dan jagung yang memiliki kandungan protein kasar
10%. Jika bahan pakan yang digunakan adalah barley yang memiliki
kandungan protein kasar 12% dan jagung yang memiliki kandungan

79
protein kasar 10%, maka kalkulasi pearson square tidak akan bekerja
karena 14% di luar kisaran nilai yang berada di sisi bagian kiri dari
persegi tersebut.
2. Angka negative tidak diperhitunggkan pada metode ini. Perhatian hanya
ditujukan pada perbedaan nilai angka antara kebutuhan zat makanan
dengan kandungan zat makanan bahan pakan yang digunakan.
3. Cari selisih antara nilai angka kandungan bahan yang digunakan dengan
nilai angka kebutuhan zat makanan kemudian nilai angka yang diperoleh
tersebut ditempatkan secara berseberangan pada bagian kanan persegi.
Dengan menjumlahkan kedua nilai angka di bagian kanan persegi
tersebut kemudian membagianya dengan total, maka kita dapat
mendeterminasi persentase penggunaan masing-masing bahan pakan
tersebut dalam ransum guna memenuhi kebutuhan zat makanan pada
level tertentu. Selalu tempatkan secara diagonal (berseberangan) angka-
angka dalam persegi tersebut untuk mendeterminasi tiap-tiap bagian.
Selalu lakukan perhitungan ulang untuk meyakinkan bahwa perhitungan
matematis yang dilakukan tidak mengalami kekeliruan. Gunakan nilai
kandungan zat makanan bahan pakan dan kebutuhan menggunakan
dasar bahan kering (dry-matter basis) lalu ubahlah berdasarkan bahan
segar, setelah formulasi pakan dihitung.
Penggunaan jagung (31/ 35) 100 bagian ransum 88,57%
Penggunaan bungkil kedelai (4/ 35) 100 bagian ransum 11,43% Teliti
kembali perhitungan tersebut :

88,57 lb jagung 10% PK = 8,86


11,43 lb bungkil kedelai 10% PK = 5,14
100 lb campuran = 14 lb PK, atau 14%

Catatan 1 kg = 2,3 lbs

80
Formulasi Pakan menggunakan Metode Pearson Square (Lebih Dua
Bahan Pakan)

Memungkinkan untuk mencampur lebih dari dua bahan pakan menggunakan


Pearson square. Contohnya untuk mempersiapkan 15% PK dalam pakan
campuran yang mengandung suplemen 60 % bungkil kedelai (kandungan
PK=45% Dan 40% corn gluten meal (kandungan PK 45%) dan campuran
butiran berupa 65% jagung (kandungan PK = 9%) dan 35% gandum
(kandungan PK=12%). Ikutilah tahapan berikut :
Biasanya hanya dua komponen pahan pakan yang dapat digunakan dengan
metode Pearson Square, maka komponen bahan pakan tersebut digabungkan
terlebih dahulu seperti berikut :
60% bungkil kedelai 45% PK = 27,0%
40% corn gluten meal 45% PK = 18,0%
Suplemen protein dalam campuran = 45,0%

65% jagung 9% PK = 5,85%


35% gandum 9% PK = 4,20%
Protein dalam campuran butiran = 10,05%

5 bagian 60% = 3 bagian bungkil kedelai


5 bagian 40% = 2 bagian corn gluten meal
30 bagian 65% = 19,5 bagian jagung
30 bagian 35% = 10,5 bagian gandum
35,0

(335) 100% = 8,57% bungkil kedelai


(235) 100% = 5,71% corn gluten meal
(19,535) 100% = 55,72% corn
(10,535) 100% = 30% gandum

Teliti kembali
8,57 lb bungkil kedelai (PK=45%) = 3,86 lb
5,71 lb corn gluten meal (PK=45%) = 2,57 lb
55,72 lb jagung (PK=9%) = 5,01 lb
30 lb gandum (PK=12%) = 3,60 lb
100 lb bagian 15,04 lb atau 15% PK

Catatan : 1 kg = 2,3 lb

81
Gambar 22. Contoh kotak persegi yang digunakan pada metode peason squre
menggunakan lebih dari dua bahan pakan

Determinasi Komposisi Pakan


Nilai protein pakan atau persentase komponen bahan pakan yang lain seperti
(contohnya kalsium dan fosfor) dapat dideterminasi dengan beberapa cara. Dua
metode yang umum digunakan untuk mengekspresikan baik berdasarkan bahan
kering atau bahan segar. Ikuti tahapan prosedur di bawah ini untuk menghitung
komposisi berdasarkan bahan kering.

Nilai protein berdasarkan bahan segar dibagi dengan kandungan bahan kering
dikalikan 100 setara dengan kandungan protein kasar berdasar bahan kering.
Jika hijauan kering alfalfa digunakan sebagai contoh, nilai protein kasar adalah
17% bedasarkan bahan segar. Berdasarkan bahan kering, nilai protein dari
hijaan tersebut dihitung dengan cara : 17 0,91 (kandungan kadar air 9%)
dikalikan 100 setara dengan 18,7% protein kasar.

Untuk mendeterminasi kandungan total digestible nutrient (TDN) terhadap


alfalfa berdasarkan bahan segar mengikuti prosedur yang sama : 50% (nilai
TDN berdasarkan bahan segar) dibagi dengan 0,91 (kandungan bahan kering
pada pakan) dikalikan 100 setara dengan 54,9% TDN berdasarkan bahan kering.

82
Untuk mendeterminasi kandungan total digestible nutrient (TDN) hijauan
alfalfa berdasarkan bahan kering, ikutilah tahapan-tahapan berikut ini ; 50
persen (nilai TDN berdasarkan bahan segar) dibagi dengan 0,91 (Kandungan
bakan kering pakan) di kalikan 100 setara dengan 54,9% TDN berdasarkan
bahan kering. Sedangkan, kandungan protein kasar atau nilai TDN juga dapat
diekspresikan berdasarkan level bahan kering. Contohnya, jika digunakan dasar
90%, ikutilah tahapan perhitungan berikut ; Misalnya nilai TDN adalah 76%
dan kandungan bahan kering 86% (kadar air = 14%), berapakah nila TDN
pakan berdasarkan 90% BK?
(76 0,90) 0,86 =79,5% TDN berdasarkan 90% BK
Perhitungan Komposisi Ransum
Jika kita mengetahui komposisi bahan kering dari ransum dan ingin
mendeterminasi berapa komposisi berdasarkan bahan segar pada campuran
tersebut, buatlah perhitungan seperti ditunjukkan pada Tabel 3. dan Tabel 4 di
bawah ini :

Tabel 3. Konversi dari bahan kering menjadi bahan segar


Komposis Komposis Kandunga Perhitungan Ransum
i Pakan i BK n BK (%) (berdasarka
ransum n bahan
segar)
Silase 70 35 700,35=20 (200233)10 84,84
jagung 0 0
Alfalfa 30 90 300,30 =33 (33233)100 14,16
233

Tabel 4. Konversi dari bahan segar ke bahan kering


Komposi Komposi Kandunga Perhitungan Ransum
si Pakan si BK n BK (%) (berdasarka
ransum n bahan
segar)
Silase 65 35 650,35=22, (22,7554,25)1 41,94
jagung 75 00
Alfalfa 35 90 350,90 (31,5054,25)1 58,06
=31,50 00

83
Teknologi Pakan
Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan
yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan
memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan tujuan untuk
mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi produk yang berdaya
guna.
Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik (pemotongan rumput
sebelum diberikan pada ternak) akan memberi kemudahan bagi ternak yang
mengkonsumsinya. Pengolahan secara kimiawi (dengan menambah beberapa
bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman yang semula
berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan mikroba
yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya.
Banyak teknik pengolahan telah dilakukan di negara-negara beriklim sub-tropis
dan tropis, akan tetapi sering menyebabkan pakan menjadi tidak ekonomis dan
masih memerlukan teknik-teknik untuk memodifikasinya, terutama dalam
penerapannya di tingkat peternak.
Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan di lapangan
adalah:
Pembuatan Hay
Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput-rumputan/leguminosa
yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air: 20-30%. Pembuatan Hay
bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu
pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan
memilik daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah
agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk
jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan
pakan hijauan pada musim kemarau.
Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:
1) Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan
hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar
matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang

84
dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda:
warna kecoklat-coklatan).
2) Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat
menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air
50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga
(berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal),
sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna gosong)
yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
Pembuatan Silase
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau
leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase.
Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau
atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan. Prinsip utama
pembuatan silase:
1) Menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman.
2) Mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses
fermentasi kedap udara.
3) Menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.
4) Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan
kualitas yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara
organoleptik, yakni:
a. mempunyai tekstur segar
b. berwarna kehijau-hijauan
c. tidak berbau
d. disukai ternak
e. tidak berjamur
f. tidak menggumpal
Beberapa metode dalam pembuatan silase:
1. Metode Pemotongan
a) Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm
b) Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastic

85
c) Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
d) Tutup dengan plastik dan tanah
2. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan
untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri
pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan
campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat,
asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir
/onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut:
a) asam organik: 4-6kg
b) molases/tetes: 40kg
c) garam : 30kg
d) dedak padi: 40kg
e) menir: 35kg
f) onggok: 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara
merata ke seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila
menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan
perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah,
3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar
terjadi pencampuran yang merata.
3. Metode Pelayuan
a) Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan
kering 40% - 50%.
b) Lakukan seperti metode pemotongan
Amoniasi
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian
(jerami) dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda (NaOH), sodium
hidroksida (KOH) atau urea (CO(NH2) 2. Proses amoniasi dapat menggunakan
urea sebagai bahan kimia agar biayanya murah serta untuk menghindari polusi.
Jumlah urea yang diperlukan dalam proses amoniasi: 4 kg/100 kg jerami. Bahan
lain yang ditambahkan yaitu : air sebagai pelarut (1 liter air/1 kg jerami).

86
Pakan Pemacu
Merupakan sejenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan dan
peningkatan populasi mikroba di dalam rumen, sehingga dapat merangsang
penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan meningkatkan produksi.
Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat
difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting. Dapat memperbaiki
formula menjadi lebih kompak, mengandung energi cukup tinggi sehingga
dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa. Urea merupakan bahan pakan
sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Setiap kilogram urea mempunyai nilai
yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25X46%). Dalam proporsi tertentu
mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya
cerna.
1. Proses Pembuatan
Dilakukan dalam suasana hangat dan bertahap :
a) Molases (29% dari total formula) dipanaskan pada suhu 50 C.
b) Buat campuran I (tapioka 16%, dedak padi 18%, bungkil kedelai
13%).
c) Buat campuran II (urea: 5%, kapur 4%, garam 9%).
d) Buat campuran III (tepung tulang 5% dan mineral 1%).
e) Buat campuran IV dari campuran I, II, III yang diaduk merata.
f) Masukkan campuran IV sedikit sedikit ke dalam molases, diaduk
hingga merata (15 menit).
g) Masukkan dalam mangkok/cetakan kayu beralas plastik dan
padatkan.
h) Simpan di tempat teduh dan kering.
i) Kualitas Nutrisi
Hasil analisis proksimat, pakan pamacu yang dibuat dengan
formulasi tersebut mempunyai nilai nutrisi sebagai berikut: Energi
1856 Kcal, protein 24%, kalsium 2,83% dan fosfor 0,5%.
j) Jumlah dan Metode Pemberian
Pemberian pakan pamacu dapat meningkatkan konsentrasi amonia
dalam rumen dari (60-100) mgr/liter menjadi 150-250 mgr/liter.

87
Jumlah pemberian pakan pemacu disesuaikan dengan jenis dan berat
badan ternak. Untuk ternak ruminansia kecil (domba/kambing)
maksimum 4 gram untuk setiap berat badan. Untuk ternak
ruminansia besar (sapi) 2 gram untuk setiap berat badan dan 3,8
gram untuk kerbau. Pemberian pakan pemacu sangat cocok bagi
ternak ruminansia yang digembalakan dan diberi sisa tanaman
pangan seperti jerami atau bahan pakan berkadar protein rendah.
Pakan Penguat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis
pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan
sebagai penguat. Mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan
pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-
kacangan, vitamin dan mineral). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan pakan penguat:
1. Ketersediaan Harga Satuan Bahan Pakan
Beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga
bervariasi, sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga perunit bahan
pakan sangat berbeda antara satu daerah dan daerah lain, sehingga
keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu
dihitung terlebih dahulu.
2. Standar kualitas Pakan Penguat
Kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya
terutama kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap Kg pakan
penguat harus mengandung minimal 2500 Kcal energi dan 17% protein,
serat kasar 12%.
3. Metode dan Teknik Pembuatan
Metode formulasi untuk pakan penguat adalah metode simultan, metode
segiempat bertingkat, metode aljabar, metode konstan kontrol, metode
ekuasi atau metode grafik.
4. Prosedur Memformulasi
a) Buat daftar bahan pakan yang akan digunakan, kandungan nutrisinya
(energi, potein), harga per unit berat, harga per unit energi dan harga

88
per unit protein.
b) Tentukan standar kualitas nutrisi pakan penguat yang akan dibuat.
c) Memformulasi, dilakukan pada form formulasi.
d) Tentukan sebanyak 2% (pada kolom %) bahan pakan sebagai
sumber vitamin dan mineral.
e) Tentukan sebanyak 30% bahan pakan yang mempunyai kandungan
energi lebih tinggi daripada kandungan energi pakan penguat, tetapi
harga per unit energinya yang paling murah (dapat digunakan lebih
dari 1 macam bahan pakan).
f) Tentukan sebanyak 18% bahan pakan yang mempunyai kandungan
protein lebih tinggi daripada kandungan protein pakan penguat,
tetapi harga per unit proteinnya paling murah.
g) Jumlahkan (% bahan, Kcal energi, % protein dan harganya), maka
50% formula sudah diperoleh.
h) Lakukan pengecekan kualitas dengan membandingkan kualitas
nutrisi %0% formula dengan kualitas nutrisi 50% pakan penguat.
Rangkuman
1. Jenis jenis pakanternak ruminansia adalah hijauan segar, jerami dan
hijauan kering, silase, dan konsentrat.
2. Klasifikasi pakan ternak ruminansia meliputi ; sumber energi, sumber
protein, sumber vitamin dan mineral.
3. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan dan pengolahan
pakan ternak adalah : (i) kebutuhan pakan ternak ; (ii) konsumsi pakan ; (iii)
kandungan nutrisi pakan ; dan (iv) peralatan pembuatan pakan ternak.
4. Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan
pakan yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya
cerna dan memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan
tujuan untuk mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi
produk yang berdaya guna.
5. Teknologi pengelolaan pakan ternak yang mudah diaplikasikan di lapang
adalah : (i) pembuatan hay ; (ii) pembuatan silase ; dan (iii) amoniasi.

89
Latihan Soal
1. Sebutkan jenis-jenis pakan ternak beserta contohnya masing-masing !
2. Sebutkan klasifikasi pakan ternak ruminansia beserta contohnya masing-
masing!
3. Faktor-faktor apa yang harus diperhatikan dalam menyusun pakan ternak
ruminansia !
4. Coba susunlah pakan sapi periode laktasi menggunakan bahan pakan
konvensional yaitu rumput gajah dan konsentrat (kandungan protein 18%)!
5. Apa manfaat dari penerapan teknologi terhadap pakan ternak !
6. Sebutkan prosedur amoniasi untuk jerami padi !
7. Apakah yang dimaksud dengan :
a. Silase
b. Pakan penguat
c. Hay

90
VIII. GANGGUAN METABOLISME

Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami gangguan metabolisme yang terjadi pada
ternak ruminansia.
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan penanganan ternak ruminansia yang
mengalami gangguan metabolisme

Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami gangguan metabolisme yang terjadi pada
ternak ruminansia.
2. Mahasiswa mengetahui tindakan penanganan ternak ruminansia yang mengalami
gangguan metabolisme

Pendahuluan
Keberhasilan setiap usaha peternakan tidak hanya bergantung atas factor- factor
bibit, pakan, dan manajemen, akan tetapi bergantung pula terhadap faktor penyakit.
Usaha yang telah dirintis dengan susah payah akan jadi sia sia, bila peternak tidak
memperhatikan kesehatan ternak. Oleh karena itu pengendalian penyakit menjadi
lebih utama dibandingkan pengobatan terhadap penyakit yang telah berjangkit di
suatu peternakan. Berdasarkan penyebabnya, penyakit dikelompokkan ke dalam
enam kelompok, yaitu :
1. Penyakit yang diakibatkan oleh parasit.
2. Penyakit yang diakibatkan oleh virus.
3. Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri.
4. Penyakit yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme.
5. Penyakit yang diakibatkan oleh faktor keturunan (genetik).
6. Penyakit yang diakibatkan oleh kesalahan nutrisi, penatalaksanaan atau
lingkungan.
Selain berdasarkan penyebabnya, penyakit dapat pula dikelompokkan berdasarkan
sistem tertentu di dalam tubuh ternak, antara lain ;
1. Penyakit pada sistem pencernaan.
2. Penyakit yang menyerang hati.

91
3. Penyakit pada sistem cardiovaskuler.
4. Penyakit pada darah dan organ-organ pembentuk darah.
5. Penyakit pada sistem urinary (saluran kencing).
6. Penyakit pada sistem saraf.
7. Penyakit pada perototan dan pertulangan
8. Penyakit pada kulit.
9. Penyakit pada sistem reproduksi.
Pada bab ini akan dibahas khusus tentang penyakit yang diakibatkan oleh gangguan
yang terjadi pada tubuh ternak ruminansia.
8.1 Bloat
Nama lain: Kembung perut, Timpani ruminal, Tympanitis, Hoven, Meteorism
Bloat/ kembung perut merupakan bentuk penyakit/ kelainan alat pencernaan yang
bersifat akut, yang disertai penimbunan gas di dalam lambung ternak ruminansia.
Penyakit kembung perut pada sapi lebih banyak terjadi pada sapi perah
dibandingkan dengan sapi pedaging atau sapi pekerja.
1. Penyebab
Bloat/ kembung perut dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
a. Faktor makanan/ pakan:
a) Pemberian hijauan Leguminosa yang berlebihan.
b) Tanaman/ hijauan yang terlalu muda.
c) Biji bijian yang digiling sampai halus.
d) Imbangan antara pakan hijauan dan konsentrat yang tidak seimbang
(konsentrat lebih banyak).
e) Hijauan yang terlalu banyak dipupuk dengan Urea.
f) Hijauan yang dipanen sebelum berbunga (terlalu muda) atau sesudah
turunnya hujan terutama pada daerah yang sebelumnya kekurangan air.
g) Makanan yang rusak/ busuk/ berjamur.
h) Rumput/ hijauan yang terkena embun atau terkena air hujan.
b. Faktor ternak itu sendiri :
a) Faktor keturunan.
b) Tingkat kepekaan dari masing masing ternak.
c) Ternak bunting yang kondisinya menurun.

92
d) Ternak yang sedang sakit atau dalam proses penyembuhan.
e) Ternak yang kurang darah (anemia).
f) Kelemahan tubuh secara umum.
2. Penularan
Penyakit ini tidak menular.
Tanda tanda penyakit
a) Perut sebelah kiri membesar, menonjol keluar dan kembung berisi gas.
b) Ternak tidak tenang, gelisah, sebentar berbaring lalu segera bangun.
c) Ternak mengerang kesakitan.
d) Nafsu makan turun bahkan tidak mau makan.
e) Ternak bernapas dengan mulutnya.
f) Pada saat berbaring, ternak menjulurkan lehernya untuk membebaskan
angin/ gas dari perut.
4. Pencegahan
a) Jangan menggembalakan/ melepas ternak terlalu pagi, karena rumput
masih mengandung embun.
b) Jangan membiarkan ternak terlalu lapar.
c) Hijauan yang akan diberikan hendaknya dilayukan terlebih dahulu.
d) Jangan memberikan makanan yang sudah rusak/ busuk/ berjamur.
e) Jangan memberikan rumput muda atau rumput yang basah karena embun/
hujan dan rumput yang bercampur kotoran.
f) Menghindari leguminosa yang terlalu banyak dalam ransum.
g) Hindari pemberian rumput/ hijauan yang terlalu banyak, lebih baik
memberikan sedikit demi sedikit tetapi sering kali.
5. Pengobatan
a. Secara medis
Anti Bloat (bahan aktif: Dimethicone), dosis sapi/ kerbau: 100 ml obat
diencerkan dengan 500 ml air, sedang untuk kambing/ domba: 25 ml obat
diencerkan dengan 250 ml air, kemudian diminumkan.
Wonder Athympanicum, dosis: sapi/ kerbau: 20 50 gram, sedang untuk
kambing/ domba: 5 20 gram, dicampur air secukupnya, kemudian
diminumkan.

93
b. Secara tradisional.
100 200 ml minyak goreng/ minyak kelapa dicampur minyak kayu putih/
minyak atsiri lainnya, kemudian diminumkan.
Ternak diberi gula merah yang disedu dengan asam Jawa.
Jahe (secukupnya) digiling, tambahkan 1 sendok teh kopi bubuk, campurkan
dengan 100 150 ml air . Berikan setiap hari sampai sembuh.
Jahe (secukupnya) digiling, gosokkan pada tubuh ternak 1- 3 kali/hari.
Berikan daun pepaya segar sebagai pakan.
Satu sendok teh kopi bubuk, satu sendok teh garam, campurkan dengan air
sebanyak 100 150 ml. Berikan setiap 2 kali sehari sampai sembuh.
6. Hubungan Kesehatan Masyarakat:
Tidak ada, artinya penyakit ini tidak menular kepada manusia dan
apabila dipotong dagingnya dapat dikonsumsi.

8.2 Ketosis
Ketosis adalah kelainan fisiologis yang biasanya terjadi pada sapi perah beberapa
minggu post partum. Tanda-tanda ketosis antara lain anorexia, atony rumen,
konstipasi, turunnya produksi susu dan penurunan berat badan.
Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk primer ataupun sekunder. Ketosis primer
adalah kelainan metabolik yang terjadi apabila tidak disertai kondisi patologis
lainnya, sedangkan ketosis sekunder adalah dampak dari kelainan patologis lainnya
seperti milk fever, mastitis, metritis atau retensio sekundinarum. Mekanisme yang
menyebabkan ketosis belum diketahui dengan pasti.
Salah satu penyebab utamanya adalah kebutuhan glukosa yang meningkat untuk
sintesa susu pada awal masa laktasi karena sapi akan memanfaatkan cadangan lemak
tubuh sebagai sumber energi. Namun oksidasi asam lemak yang tidak sempurna
terjadi dan terbentuk badan-badan keton, level gula darah turun, keton dalam darah
meningkat dan terjadi infiltrasi lemak dalam jaringan hati.
Faktor penyebab kunci terjadinya ketosis yaitu tidak cukupnya pasokan energi dan
protein setelah sapi beranak. Pengobatan yang sering dilakukan pada sapi yang
menderita ketosis adalah infus glukosa intravena. Dalam beberapa kejadian injeksi
glukokortikoid juga sering dilakukan.

94
Tindakan terbaik yang dapat dilakukan adalah pemberian pakan yang sangat
palatable yang akan menstimulasi pasokan bahan kering dan energi. Ketosis dapat
dicegah dengan pemberian ransum seimbang pada masa awal laktasi dan
memaksimalkan pasokan bahan kering pada ransumnya. Hendaknya sapi diberikan
hijauan dengan kualitas yang baik terutama pada awal masa laktasi. Perhatian
khusus sangat diperlukan pada masa kering kandang, sapi tidak boleh terlalu gemuk.
Pemberian niacin pada ransum 2 minggu sebelum melahirkan sampai dengan 10 hari
setelah melahirkan dapat membantu mencegah terjadinya ketosis

8.3 Grass Tetany


Grass Tetany adalah gangguan metabolisme yang serius diindikasikan dengan
rendahnya level magnesium dalam darah. Grass tetany juga disebut grass staggers
dan white pasture poisoning. Penyakit ini biasanya terjadi pada induk betina yang
sedang menyusui anaknya kurang dari umur dua tahun, namun penyakit ini juga
dapat terjadi pada sapi perah dara maupun pada fase kering serta dapat terjadi pada
pedet pada fase pertumbuhan. Hal tersebut sering terjadi pada ternak sapi yang
menkonsumsi rumput dengan kadar air yang tinggi atau rumput yang umurnya mash
terlalu muda biasanya terjadi pada ternak yang dipelihara di lahan penggembalaan.
Pemupukan yang kaya nitrogen akan mengakibatkan penurunan ketersediaan
magnesium, khususnya untuk tanah yang tinggi kadar potassium atau aluminium.
Grass tetany sering terjadi pada musim dingin (suhu pada kisaran 45-60 F), ketika
rumput tumbuh dengan subur atau saat musim gugur diikuti dengan tumbuhnya
tanaman baru.

Grass tetany ditandai dengan tidak terkoordinasinya pergerakan dan diakhiri dengan,
menggigil koma, dan kematian. Ternak-ternak pada lahan penggembalaan diketahui
megalami kematian tanpa sakit. Menggigil biasanya tampak pada ternak jika ternak
menderita grass tetany hingga mengalami kematian.

Tindakan pencegahan tergantung besarnya kondisi penyebab timbulnya penyakit


tersebut yang harus ditangani. Kurangi akses ternak terhadap hijauan yang beresiko
tinggi jika mengkonsumsinya. Sapi jantan, sapi dara, sapi perah, dan induk sapi yang

95
memiliki anak berumur lebih dari 4 bulan rentan terserang penyakit ini.
Penggunaan dolomit atau batu kapur yang kaya magnesium pada hijauan termasuk
leguminosa dalam padang campuran akan menurunkan resiko terserangnya penyakit
grass tetany pada ternak umbaran. Suplementasi akan meningkatkan lavel
magnesium dalam darah dan mengeliminir kejadian grass tenany selain itu
pemberian magnesium pada pakan dalam jumlah yang sesuai juga dapat mencegah
timbulnya penyakit tersebut.

8.4 Milk Fever


Kasus milk fever (hypocalcemia) ditemukan selama duapuluh tahun terakhir pada
peternakan domba. Domba betina yang sedang menyapih selama dua sampai tiga
minggu. Domba betina yang berukuran sedang, galur murni Katahdin dikawinkan
dengan domba jantan Dorper. Memperoleh 2 lbs pakan barley per hari dan 2 lbs
campuran rumput/clover hay, yang pemberiannya tidak secara bersamaan. Domba-
domba tersebut juga menapatkan campuran mineral secara bebas. Setelah beberapa
hari ditemukan domba-domba tesebut mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut
dimungkinkan adalah milk fever, permasalahan yang timbul selama periode akhir
masa kebuntingan. Domba-domba tersebut menerima pakan yang rendah
kandungan kalsiumnya. Berley dan rumput-rumputan relatif rendah kandungan
kalsiumnnya, sehingga tidak banyak kontribusinya jika diberikan pada ternak.
Khususnya untuk ternak pada periode akhir kebuntingan tidak direkomendasikan
memberikan hanya hijauan berupa rumput-rumputan.
When I returned from my trip and fed my sheep that evening, they didn't go after the
feed like they normally had. One ewe was off feed completely. I checked with my
neighbor and she said everything had been fine while I was gone. I went to bed,
hoping that everything would be back to normal the next morning. But, the next
morning, I found another ewe down, splayed out, with her head cocked back. Her
temperature was normal and she was slightly bloated. There wasn't much life left in
her. The ewe that had not eaten the night before was sluggish and still not eating.
She had a stilted gait.
When ewes go off feed or down during late pregnancy, my first thought is
pregnancy toxemia (ketosis), and I went ahead and gave the mobile ewe a dose of

96
propylene glycol. The downed ewe was in no shape to receive oral therapy, plus I
had serious doubts about it being ketosis because the ewes were receiving a ration
that was more than adequate in energy. Thus, my next thought was milk fever,
another likely problem during late pregnancy. I knew that the ewes were receiving
very little calcium through the barley and with the hay not containing a lot of clover
and being of poor quality (stemmy), not much calcium was being provided there
either. I zeroed in on milk fever. Obviously, these two ewes had not been
consuming adequate amounts of the free choice mineral, particularly with respect to
their increasing needs for calcium during late gestation.
I administered calcium gluconate under the skin and while this might have been
adequate for the one ewe, it would not get into the bloodstream quick enough for the
downed ewe. It was a race against the clock to save her. It had been awhile (since
graduate school ) since I had bled ewes via the jugular vein, so I elected to call a
vet. I am new to the area and I thought this would also be a good opportunity to
establish a relationship with a local veterinarian. He arrived within two hours and
administered calcium and dextrose via jugular IV to both ewes.
After receiving calcium intravenously, the down ewe lifted her head and began to
show interest in her surroundings. She changed positions for the next several hours
and began to nibble on grain and hay that evening. Over the next four to five days
her appetite remained very poor, particularly with respect to the grain, so I continued
to administer calcium subcutaneously. I dosed her with propylene glycol twice a
day and gave her an injection of vitamin B-complex to stimulate her appetite. She is
now fully recovered from her near-death experience. The other ewe received an
additional oral dose of calcium and was back to normal within a day. I dosed a few
other ewes that were looking dopey with oral calcium.
This mini-outbreak of milk fever gave me cause to re-evaluate my ration and make
adjustments to keep it from happening again. In addition to whole barley, the ration
now contains a commercial 38% protein-mineral-vitamin pelleted supplement. I
mix enough supplement into the barley so that the ewes receive their daily NRC
requirements of calcium through the hay and grain ration and do not have to rely on
the free choice mineral to meet their calcium needs. A blood sample from the
downed ewe had revealed a calcium level of 2.69 (normal range is 9.1 to 10.8).

97
Milk fever is different in sheep as compared to dairy cattle in that ewes oftentimes
develop symptoms pre-lambing, as was the case here. Milk fever may also occur
around lambing, as the ewe's hormones may inhibit her ability to sufficiently
mobilize calcium reserves. The symptoms of milk fever and ketosis are similar,
though milk fever seems to develop more suddenly. The differential diagnosis is the
ewes response to calcium therapy. The key to both conditions is early recognition,
proper treatment and eliminating the predisposing factors.

8.5 White Muscle Disease (WMD)


Pengertian
White muscle disease (WMD) adalah penyakit degenerasi fungsi otot yang
ditemukan pada sebagian besar ternak. Penyakit tersebut diakibatkan oleh defisiensi
selenium dan/atau vitamin E. Sebenarnya masih diragukan antara keduanya.
Defisiensi selenium (Se) berhubungan dengan defisiensi selenium pada tanah dan
tidak mencukupinya intake selenium hijauan yang tumbuh pada lahan pertanian
tersebut. Beberapa area di Amerika Serikat, termasuk Amerika bagian Timur Laut
(Northeast) dipandang sebagai wilayah yang rendah level seleniumnya. Defisiensi
selenium terjadi ketika kandungan dalam tanah kurang dari 0,5 mg Se/kg tanah dan
termasuk tanaman pertanian yang mengandung kurang dari 0,1 mg Se/kg hijauan
tanaman pertanian.

Defisiensi vitamin E tergantung pada tipe tanah dan akan direfleksikan terhadap
kualitas hijauan. Ternak yang merumput biasanya megkonsumsi vitamin E dalam
jumlah yang cukup. Hal tersebut dikarenakan leguminosa yang segar dan tanaman
pastura merupakan sumber vitamin E yang sangat baik, sedangkan silase, biji-bijian,
butir-butiran serealia, dan hijauan kering cenderung merupakan memiliki kandungan
vitamin E yang rendah. Penyimpanan bahan pakan dalam kurun waktu yang lama
menakibatkan penurunan akivitas vitamin E sebesar 50% per bulan. Pada kasus
WMD, defisiensi selenium dan vitamin E menimbulkan gejala yang mengakibatkan
kerugian ekonomis dan gangguan fungsi reproduksi : menurunkan laju konsepsi,
fetal reabsorption, dystocia, retained placenta, penurunan produksi susu, dan
penurunan kualitas semen. Hal tersebut dapat mengakibatkan laju pertumbuhan

98
yang rendah atau kelemahan selama periode pertmbuhan. Domba mengkonsumsi
pakan yang rendah kandungan selenium akan memproduksi wool dengan kuantitas
yang rendah dan meningkatkan kasus kejadian periodontal disease. Selenium dan
vitamin E juga memegang peranan yang penting dalam respon kekebalan tubuh
yang normal.
Symptoms
Seluruh breed domba dan kambing berpotensi untuk terserang WMD, dan kondisi
tersebut dapat berkembang baik pada sisem pemeliharaan intensif maupun system
pemeliharaan ekstensif. WMD biasanya ditemukan pada ternak yang baru saja lahir
dan ternak yang sedang pada fase pertumbuhan pesat.
All breeds of sheep and goats are suceptible to WMD, and the condition may
develop under extensive or intensive management systems. WMD is most
commonly found in newborns or fast growing animals. Kids are believed to be more
susceptible than lambs, possibly because they have a higher requirement for
selenium. The disease can affect both the skeletal and cardiac muscles.
When the skeletal muscles are affected, symptoms vary from mild stiffness to
obvious pain upon walking, to an inability to stand. Lambs/kids may tremble in pain
when held in a standing position. A stiff gait and hunched appearance are common.
Affected lambs/kids may remain bright and have normal appetites, but eventually
they become too weak to nurse. When the problem occurs in newborns, they are
born weak and unable to rise. Sudden exercise may trigger the condition in older
lambs and kids.
When the disease affects the heart, the animal shows signs similar to pneumonia,
including difficult breathing, a frothy nasal discharge (may be blood stained), and
fever. The heart and respiratory rates are elevated and often irregular. Skeletal and
cardiac muscle disease may occur concurrently.
Selenium deficiency can be confirmed by measuring selenium levels in whole blood
or tissues. A diseased animal will have less than 0.04 ppm of selenium in its blood.
Breeding ewes require more selenium, and their blood levels should be over 0.5
ppm. At necropsy, the muscles of affected animals appear paler than normal and
may show distinct longitudinal striations or a pronounced chalky appearance due to
abnormal calcium deposition.

99
Gambar 25. Domba yang teserang penyakit white muscle disease
Treatment
Treating the heart form of WMD is usually ineffective and those that survive often
do not thrive because of the residual cardiac damage. The muscle form of the
disease can be successfuly treated with supplemental selenium and/or vitamin E.
Producers need to follow label directions carefully when using selenium for
treatment. The concentrations of selenium (per ml) vary greatly with each product,
and excessive or repeated injections can result in selenium toxicity and possibly
death.
The commercially available selenium/vitamin E product(s) commonly used in the
U.S. do not contain therapeutic levels of vitamin E. Additional vitamin E may need
to be provided through an injection of vitamin E alone or through oral vitamin E
products. Affected animals usually respond favorably to a single treatment of
vitamin E and/or selenium in 24 hours, though recovery may not be complete,
depending upon the severity of the condition. Animals which do not respond to
treatment may be treated a second time. Treatment should not exceed two doses.
Tindakan Pencegahan
Deficiencies occur when animals are fed poor-quality hay or straw or lack access to
pasture. High concentrations of other minerals (e.g. calcium, sulfur, copper) and
feed contaminants (e.g. nitrate, unsaturated fats, sulfates) may decrease absorption
of selenium in the small intenstine. Diets high in polyunsaturated fatty acids or
deficient in Vitamin C and/or beta-carotene increase vitamin E requirements,
whereas adequate dietary selenium is almost completely protective against vitamin E
deficiency.

100
WMD can be prevented by supplementing the diet of susceptible animals with
selenium and vitamin E. Since it occurs mostly in lambs and kids whose mothers
were fed a selenium-deficient diet, supplementation of pregnant animals helps
reduce disease in newborns. This is because selenium is transferred from dam to
fetus across the placenta and also is present in the colostrum. While not much
Vitamin E is transmitted across the placenta, colostral levels of Vitamin E increase
with ewe/doe supplementation.

While pasture, hay, grain, and other supplements can be analyzed to determine the
amount of selenium to be added to supplemental feeds, it is important to note that
selenium supplementation is controlled by law. For sheep, selenium can be
supplemented in a complete ration at a level up to 0.3 ppm, in a feed supplement so
that the intake of selenium does not exceed 0.7 mg per head per day, and in
salt/mineral mixes at 90 ppm as long as total daily consumption does not exceed 0.7
mg/head/day. Selenium supplementation of feed has not been approved specifically
for goats.
Injectable selenium compounds are available to prevent WMD in at risk-animals;
however, injections are a poor alternative compared to routinely providing adequate
selenium and vitamin E in the diet. Ideally, the total diet for sheep and/or goats
should contain 0.10 to 0.30 ppm of selenium.

Rangkuman
1. Penyakit yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme pada ternak ruminansia
meliputi : boat, grass titany, white muscle disease, dan milk fever.
2. Bloat adalah bentuk penyakit/ kelainan alat pencernaan yang bersifat akut, yang
disertai penimbunan gas di dalam lambung ternak ruminansia.
3. Grass titany adalah gangguan metabolisme yang serius diindikasikan dengan
rendahnya level magnesium dalam darah. Grass tetany juga disebut grass
staggers dan white pasture poisoning
4. Ketosis adalah kelainan fisiologis yang biasanya terjadi pada sapi perah beberapa
minggu post partum. Tanda-tanda ketosis antara lain anorexia, atony rumen,

101
konstipasi, turunnya produksi susu dan penurunan berat badan.
5. White muscle disease adalah penyakit dgenerasi fungsi otot, ditemukan pada
sebagian besar ternak disebabkan karena defisiensi selenium.
6. Milk fever adalah gangguan metabolisme yang diakibatkan oleh defisiensi
kalsium pada ternak perah pada periode laktasi. sehingga mengakibatkan
kelumpuhan pada ternak akibat mobilisasi kalsium dari tulang

Latihan Soal
1. Sebutkan penyakit yang diakibatkan karena gangguan metabolisme pada ternak
ruminansia.
2. Sebutkan penyebab, tanda-tanda, dan pencegahan terhadap penyakit ;
a. Bloat
b. Grass titany
c. White muscle disease, dan
d. Milk fever
e. Ketosis

102
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Penyakit Thympani (Kembung Perut) Pada Ternak Sapi. BIP.Sulut.

Church., 1988. Physology of Ruminant.

Chuzaemi ,S., dan Bruchem J. V. 1990. Fisiologi Nutrisi Ruminansia. LUW- Universitas
Brawijaya.

D.G. Pugh., 2002 .Sheep & Goat Medicine edited by D.G. Pugh (2002); Goat Medicine by
Mary C. Smith and David M. Sherman (1994); and Sheep Production Handbook by
the American Sheep Industry Association (2002)

Gibney , M.J. and I. A. Macdonald. 2003. Nutrition and Metabolism. Blackwell Sciece.
USA.

J.Wagner dan T.L. Stanton. 2006. Livestock Series Management : Formulating Ration With
the Pearson Square no.1.618. Colorado State University Cooperative Extention.

Rook J. A. F. Nutritinal Physiology of Farm Animal. Edited by J. A. F. Rook and P. C.


Thomas. Longman London and New York.

Kartadisastra, H.R. (1997). Penyediaan & Pengelolaan Pakan ternak Ruminansia (Sapi,
Kerbau, Domba, Kambing). Yogyakarta, Kanisius

Pratiwi ,T., dkk. 1990. Diktat Fisiologi Ternak. Universitas Brawijaya.

Preston and Leng., 1992. Ruminant Production System with Avalable Process in The
Tropic and Subtropic

Soebarinoto, Chuzaemi,S., Mashudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Universitas Brawijaya.

Svendson ,P.,A.M. Carter. 1984. An Introduction for Animal Physilogy

Tillman A, D., Hartadi, H., Reksohadiprodjo S., Prawirokusumo S., dan Lebdosoekojo S
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar .. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

W. A. Edwards and K. A. Hassall. 1996. Cellular Biochemistry and Physiologi,. McGraw-


Hill Kogakusha,Ltd.

Yulianti D. L., Krisnaningsih, A.T.N., dan Kustyorini, T.I., 2013. Model Evaluasi
Suplementasi Minyak Ikan Terproteksi Untuk Mewujudkan Kualitas dan
Produktivitas Kambing Di Kecamatan Doko Kabupaten Blitar. Penelitian Dosen
Pemula 2013.

103
104
105

Anda mungkin juga menyukai