Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN

Pakan Ternak Ruminansia

Dosen Pengampu :

Dr. Retno Susilowati, M.Si


Berry Fakhry Hanifa, S.Si., M.Sc
Tyas Nyonita Punjungsari, S.Pd., M.Sc
Disusun Oleh :
Nama : Khalyli Rimakhusshofa

NIM :18620022

Kelas : Biologi C

Asisten : Zharivah A.

Tanggal : 23 November 2020

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Pendahuluan
Ternak ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki empat buah lambung
dan mengalami proses memamahbiak atau proses pengembalian makanan dari
lambung kemulut untuk dimamah. Contoh hewan ruminansia ini adalah ternak sapi,
kerbau, kambing, serta domba (Ardianto, 2012).
Hewan Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang
memiliki lambung dengan beberapa ruangan. Hewan ruminansia termasuk dalam
sub ordo Ruminansia dan ordonya adalah Artiodaktil atau berkuku belah. Hewan
ruminansia memiliki empat lambung, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum,
Abomasum. Selain itu hewan ruminansia juga memamah makanan yang telah
dicerna atau biasa disebut memamah biak (Apik, 2011). Pada sistem pencernaan
ternak ruminasia terdapat suatu proses yang disebut memamah biak (ruminasi).
Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara di dalam rumen.
Pada saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada dalam rumen dikembalikan
ke mulut (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali (proses remastikasi),
kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut
dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang
terkoordinasi dalam rangkaian proses tersebut bermanfaat pula untuk
pengadukan digesta inokulasi dan penyerapan nutrien. Selain itu
kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untuk pergerakan digesta
meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice (Junaedi, 2011).
Allah Berfirman dalam Al Qur’an Surat Al A’la Ayat 2-3 yang memiliki
arti: “Yang menciptakan, lalu menyempurnakan (penciptaan-Nya)Yang
menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”(QS. Al A’la Ayat 2-3)
Dapat diketahui berdasarkan ayat di atas, Allah telah menciptakan Makhluk
hidup sesuai dengan kadar dan porsinya masing- masing. Termasuk Hewan-hewan
herbivora (pemakan rumput) seperti domba, sapi, kerbau, dan kambing disebut
sebagai hewan memamah biak (ruminansia). Sistem pencernaan makanan pada
hewan ini lebih panjang dan kompleks. Makanan hewan ini banyak mengandung
selulosa yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem
pencernaannya berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. Hewan ruminansia
memiliki seperangkat alat pencernaan seperti rongga mulut (gigi) pada hewan
ruminansia terdapat gigi gerahan yang besar yang berfungsi untuk menggiling dan
menggilas serta mengunyah rerumputan yang mengandung selulosa yang sulit
dicerna (Hasanah, 2011).
Lambung hewan ruminansia terdiri atas lambung pengunyah,
yaitu rumen (perut besar) dan retikilum (perut jala), serta lambung kelenjar
yaitu omasum (perut kitab) dan abomasum (perut masam). Abomasum merupakan
lambung sesungguhnya yang juga dimiliki mamalia lainnya (Hasanah,
2011).Berdasarkan penjelasan diatas maka dibutuhkan sebuah praktikum untuk
mengetahui bagaimana susunan alat pencernaan ternak ruminansia serta bagaimana
fungsi atau peranan dari alat pencernaan ternak ruminansia tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada raktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana lingkungan yang sesuai untuk Ternak Ruminansia?
2. Bagaimana kebutuhan gizi ruminansia dan cara pemenuhannya?
3. Bagaimana macam makan dan syarat- syarat pakan ruminansia yang baik?
4. Bagaimana melakukan fermentasi pakan ruminansia. Beternak hewan
ruminansia?

5. Bagaimanateknik pembuatan konsentrat pakan ternak ruminansia?


1.3.Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut :

6. Untuk memahami lingkungan yang sesuai untuk ternak ruminansia.

7. Untuk memahami kebutuhan gizi ternak ruminasia dan cara pemenuhannya.

8. Untuk memahami macam pakan dan syarat-syarat pakan ruminasia yang baik.

9. Untuk melakukan fermentasi pakan ruminansia. Beternak hewan ruminansia.

10. Untuk memahami teknik pembuatan konsentrat pakan ternak ruminansia


BAB II
METODE PRAKTIKUM

Cara Kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Disiapkan rumput, dicacah kecil kira-kira sepanjang 5 cm.

2. Dikeringkan di bawah sinar matahari.

3. Setelah rumput kering, rumput dicampur dengan dedek atau bekatul halus
hingga tercampur rata.
4. Campuran rumput dan dedek dimasukkan ke dalam drum plastik, dan
dimampatkan agar tidak ada udara yang masih berada di dalam drum.
5. Ketika drum sudah hampir penuh, ditutup menggunakan plastik. Bagian atas
plastik diberi dedek untuk memastikan tidak ada rongga pada plastik.
6. Ditutup lagi dengan plastik dan karung, serta ditali menggunakan karet ban.
BAB III
PEMBAHASAN
Praktikum pengolahan bahan pakan secara biologis, dilakukan pembuatan
silase. Bahan dasar hijauan yang digunakan untuk pembuatan silase adalah
rumput, namun tidak diberi tetes tebu (Produk). Hal ini didukung oleh pendapat
Sapienza dan Bolsen (1993) mengungkapkan bahwa Silase merupakan makanan
ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi hijauan dengan kandungan uap
air yang tinggi. Pembuatan silase tidak tergantung kepada musim jika
dibandingkan dengan pembuatan hay yang tergantung pada musim. Tujuan dari
silase yakni untuk mengawetkan sisa-sisa pakan yang diperoleh. Pada silase juga
dapat diambil nutrisinya, yang mana pada tumbuhan hijau banyak mengandung
lignin sehingga diambil dari silase. Seperti pendapat Murni, dkk (2008) yakni
Silase adalah pakan awetan hijauan segar yang telah mengalami proses ensilase
(fermentasi) oleh bakteri asam laktat dalam kondisi anaerob (kondisi tanpa udara
dan oksigen). Untuk memacu terbentuknya asam dapat di tambahkan berbagai
bahan aditif berupa bahan karbohidrat seperti tetes, dedak jagung dll. Tujuan dari
pembuatan silase ialah: Supaya pakan hijauan ternak yang di dapatkan masih
berkualitas tinggi dan tahan lama, dapat diberikan pada saat musim kemarau yang
sulit mendapatkan pakan hijauan; Dapat memanfaatkan hijauan pada saat
kelebihan produksi hijauan; Dan memanfaatkan hasil sisa pertaniaan.

Pendapat Zakariah (2012) bahwa prinsip dari pembuatan silase adalah pakan dari
hijauan segar yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar
air tinggi (40 sampai 70%), sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat
makanan/gizi di dalamnya. Untuk memenuhi kondisi anaerob tersebut, maka pada
proses penyimpanannya dilakukan dengan menutup rapat silo dan menguncinya
dengan klep besi. Pendapat Bolsen, dkk (1996), namun selain itu, hijauan dapat
dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat
fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan
tekanan osmosis sel-sel hijauan). Bahan campuran dapat berupa: asam-asam
organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes,
garam, dedak padi, menir/onggok. Kemudian pendapat Parakkasi (1999)
menambahkan bahwa secara umum, Silase juga ditambahkan zat aditif. Yang
dimaksud dengan aditif dalam pembuatan silase adalah segala sesuatu yang dapat
membantu ensilase, dengan berperan dalam mensuplai nutrien bagi bakteri asam
laktat untuk memproduksi asam laktat, enzim atau mikrobia yang dapat
meningkatkan ketersediaan karbohidrat atau nutrien lain yang dibutuhkan bakteri
pembentuk asam laktat. Menurut Ridwan, dkk (2005), Dedak aromatik yang
digunakan sebagai bahan aditif, dapat berperan multifungsi yaitu sebagai sumber
nutrient bagi mikroba penghasil asam, dan juga menyediakan enzim yang dapat
membantu proses fermentasi. Hal ini, karena pada proses fermentasi dedak
aromatik telah ditambahkan probiotik heriyaki. Dengan hal ini, maka dedak
aromatik sebagai bahan aditif dapat menghasilkan silase dengan kualitas lebih baik
dan dengan waktu yang relatif lebih singkat.
Pendapat Woodard dan Prine (1993) mengungkapkan bahwa pada hari
pembuatan sebelum penyimpanan, diperoleh bahan yang berwarna hijau,
beraroma rumput, dengan tekstur yang kasar dan cenderung basah (lembab), dan
rasa yang hambar. Dari pengamatan tersebut, maka pada proses pembuatannya
belum terjadi perubahan apapun pada bahan dasar yaitu rumput. Maka dilakukan
proses penyimpanan selama satu minggu untuk diamati perubahan yang terjadi.
Selama prosesnya, dapat pula dilakukan pengamatan apakah fermentasi secara
anaerob berjalan. Pengamatan dapat dilakukan dengan memeriksa temperatur
silo. Apabila suhu silo tinggi (panas), maka fermentasi sedang berjalan dan belum
selesai. Setelah satu minggu penyimpanan dilakukan pengamatan kembali untuk
mengetahui hasil proses fermentasi. Hasil pengamatannya adalah warna menjadi
kekuningan, aroma yang menjadi harum buah, tekstur yang menjadi relatif kering
(sedikit basah), dan rasa yang sedikit manis. Kriteria silase yang baik menurut
Direktorat Pakan Ternak (2009) yaitu berwarna hijau kekuningan; pH 3,8 - 4,2;
tekstur lembut dan bila dikepal tidak keluar air dan bau; Kadar air 60 - 70% dan
baunya wangi.
Menurut Melayu (2010) Proses pembuatan silase secara garis besar terdiri atas
empat fase : (1) fase aerob; (2) fase fermentasi; (3) fase stabil; dan (4) fase
pengeluaran untuk diberikan kepada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri khas
yang sebaiknya diketahui agar kualitas hijauan sejak dipanen, pengisian ke dalam
silo, penyimpanan dan periode pemberian pada ternak dapat dipelihara dengan baik
agar tidak terjadi penurunan kualitas hijauan tersebut. Pendapat Schroeder (1997)
menambahkan bahwa proses pembuatan silase (ensilase) akan berjalan optimal
apabila pada saat proses ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat
berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari
penambahan akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk
mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat
proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur,
merangsang produksi asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari
silase.
Kemudian tambahan dari Ennahar (2003) Selama proses fermentasi asam
laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat
menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat
dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan
fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi
dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL)
yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat.
Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim
atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik,
karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak dan
silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat
badan pada sapi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Lingkungan yang sesuai untuk ternak ruminansia yakni harus memperhatikan


suhu yang sesuai (secara normal antara 0-40°C, namun terdapat beberapa
hewan yang hidup pada suhu di bawah titik beku atau di atas suhu 50°C).
Kemudian juga harus memperhatikan kelembapan udara. Karena pada suhu
udara yang tinggi yang disertai kelembaban yang tinggi pula, menyebabkan
masalah atau gangguan pengeluaran uap air melalui pernafasan. Selain itu
intensitas cahaya matahari juga dibutuhkan.
2. Zat gizi yang dibutuhkan oleh ternak Ruminansia dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu: (a) kebutuhan untuk mikroba di dalam rumen dan (b)
kebutuhan untuk ternak itu sendiri. Kebutuhan zat gizi untuk ternak
ruminansia sendiri sama dengan ternak monogastrik yaitu membutuhkan air,
protein, lemak, serat kasar, energi, vitamin dan mineral makro maupun mikro.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi ternak dapat
dikelompokkan sebagai berikut : 1. Stadia Produksi; 2. Umur ternak; 3.
Ukuran tubuh serta kondisinya; 4. Kemampuan menghasilkan susu; 5.
Kondisi iklim; 6. Lama masa perkawinan.

3. Macam-macam bahan pakan ternak Ruminansia dibagi menjadi 3 yaitu


hijauan, konsentrat, dan bahan aditif. Adapun syarat-syarat bahan pakan untuk
Ruminansia yang baik yakni: Memiliki kandungan nutrisi yang baik,
Ketersediaannya selalu kontinyu (Selalu ada), Tidak bersaing dengan
manusia, Harga relative murah, Daya cerna/ kecernaan pakan, Palatabilitas
(Kesukaan), dan Tidak beracun atau tidak mengandung zat antinutrisi.
4. Ternak ruminansia merupakan komoditas ternak yang istimewa dengan
adanya rumen. Pada rumen berlangsung proses fermentasi inilah istimewanya
ruminansia. Fermentasi dalam rumen banyak memberikan manfaat yaitu
bakteri rumen dapat memanfaatkan senyawa NPN menjadi protein tubuh;
mikrobia rumen dapat mendegradasi selulosa dan hemiselulosa yang tidak
dapat dicerna oleh hewan untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi; produk
fermentasi dapat disajikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diabsorpsi;
dapat menampung pakan dalam jumlah besar dan pakan dapat diubah

menjadi partikel yang lebih kecil; bakteri dalam rumen dapat mensintesis
vitamin B dan K.
5. Untuk saat ini, kebanyakan konsentrat dibuat dari limbah pertanian. dan jumlah
penggunaan dalam komposisi konsentrat harus dibatasi. Sehingga, untuk
melengkapinya ditambah dengan bahan – bahan lain supaya nilai nutrisinya
tetap seimbang. Cara pembuatannya pertama adalah menentukan kandungan
gizi yang ada pada konsentrat. Kandungan gizi yang ideal untuk konsentrat
yaitu : Kadar air maksimal 12%, Protein kasar maksimal 12%, Lemak kasar
maksimal 6%, SK maksimal 12–17, Abu maksimal 64%. Kedua penentuan
formula konsentrat. Bahan penyusun konsentrat memiliki banyak sekali variasi,
namun yang terpenting adalah keseimbangan nutrisi, kandungan nutrisi,
ketersediaan bahan, dan harga. Selain harus memenuhi kebutuhan nutrisi, kita
juga harus mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan. Maka harganya
harus murah, maka dari itu sebaiknya kita menggunakan bahan pakan lokal
yang tersedia di sekitar kita.

4.2 Saran

Adapun saran dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa atau Praktikan diharapkan berhati- hati dalam melakukan pembuatan


silase.

2. Mahasiswa atau Praktikan diharapkan agar mengikuti apa yang dikatakan oleh
asisten laboratorium yang lebih paham dalam pembuatan silase, supaya hasil
yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Apik. 2011. Pencernaan Ruminansia Vs Non-Ruminansia. Semarang: Undip Press


Ardianto, Aris. 2012. Ternak Ruminansia Dan Non Ruminansia.
Http://Ayisakin.Blogspot.Com/2012/03/Ternak-Ruminansia-Dan-Non-
Ruminansia Diakses Pada 29 November 2020.
Bolsen Kk, Ashbell G, Weinberg Zg. 1996. Silage Fermentation And Silage
Additives.Review. Ajas. 9: 483–493.
Direktorat Pakan Ternak. 2009. Silase. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan
Dan Kesehatan Hewan.

Ennahar. S., Y. Cai., And Y. Fujita. 2003. Phylogenetic Diversity Of Lactic Acid
Bacteria Associated With Paddy Rice Silage As Determined By 16s
Ribosomal Dna Analysis. Applied And Environmental Microbiology. 69
(1): 444-451.
Hasanah.. 2011. Perbedaan Hewan Ruminansia Dan Non Ruminansia.
Http://Mellyhatulhasanah.Blogspot.Com/2011/11/Perbedaan-Hewan-
Ruminansia-Dan-Non.Html Diakses Pada 29november 2020.
Junaedi. 2011. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia. Surabaya: Unair Press.

Melayu, S.R. 2010. Pembuatan Silase Hijauan. Sumatera Barat: Universitas


Andalas.
Murni, R., Suparjo, Akmal, B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Jambi: Laboraturium Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak Ruminansia. Cetakan


Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ridwan R, Ratnakomala S, Kartika G, Widyastuti Y. 2005. Pengaruh


Penambahan Dedak Padi Dan Lactobacillus Plantarum 1bl-2 Dalam
Pembuatan Silase Rumput Gajah. Jurnal Media Peternakan. 28 (3) : 117-
123.
Sapienza, D. A Dan K. K. Bolsen. 1993. Teknologi Silase. Terjemahan :
Martoyoedo Rbs. Pioner-Hi-Berd International, Inc. England : Kansas
State University.

Schroeder, J.W. And C.S.Park. 1997. Using A Total Mixed Ration For Dairy
Cows. Amerika: North Dakota States University (Ndsu).

Woodard, K.R., And G.M., Prine, 1993. Dry Matter Accumulation Of


Elephantgrass, Energycane And Elephantmillet In A Subtropical Climate.
Crop Science. Vol. 33, 818–824.

Zakariah, M. A. 2012. Teknologi Fermentasi Dan Enzim Fermentasi Asam Laktat


Pada Silase.Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai