FISIOLOGI HEWAN
Dosen Pengampu :
NIM :18620022
Kelas : Biologi C
Asisten : Zharivah A.
8. Untuk memahami macam pakan dan syarat-syarat pakan ruminasia yang baik.
Cara Kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
3. Setelah rumput kering, rumput dicampur dengan dedek atau bekatul halus
hingga tercampur rata.
4. Campuran rumput dan dedek dimasukkan ke dalam drum plastik, dan
dimampatkan agar tidak ada udara yang masih berada di dalam drum.
5. Ketika drum sudah hampir penuh, ditutup menggunakan plastik. Bagian atas
plastik diberi dedek untuk memastikan tidak ada rongga pada plastik.
6. Ditutup lagi dengan plastik dan karung, serta ditali menggunakan karet ban.
BAB III
PEMBAHASAN
Praktikum pengolahan bahan pakan secara biologis, dilakukan pembuatan
silase. Bahan dasar hijauan yang digunakan untuk pembuatan silase adalah
rumput, namun tidak diberi tetes tebu (Produk). Hal ini didukung oleh pendapat
Sapienza dan Bolsen (1993) mengungkapkan bahwa Silase merupakan makanan
ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi hijauan dengan kandungan uap
air yang tinggi. Pembuatan silase tidak tergantung kepada musim jika
dibandingkan dengan pembuatan hay yang tergantung pada musim. Tujuan dari
silase yakni untuk mengawetkan sisa-sisa pakan yang diperoleh. Pada silase juga
dapat diambil nutrisinya, yang mana pada tumbuhan hijau banyak mengandung
lignin sehingga diambil dari silase. Seperti pendapat Murni, dkk (2008) yakni
Silase adalah pakan awetan hijauan segar yang telah mengalami proses ensilase
(fermentasi) oleh bakteri asam laktat dalam kondisi anaerob (kondisi tanpa udara
dan oksigen). Untuk memacu terbentuknya asam dapat di tambahkan berbagai
bahan aditif berupa bahan karbohidrat seperti tetes, dedak jagung dll. Tujuan dari
pembuatan silase ialah: Supaya pakan hijauan ternak yang di dapatkan masih
berkualitas tinggi dan tahan lama, dapat diberikan pada saat musim kemarau yang
sulit mendapatkan pakan hijauan; Dapat memanfaatkan hijauan pada saat
kelebihan produksi hijauan; Dan memanfaatkan hasil sisa pertaniaan.
Pendapat Zakariah (2012) bahwa prinsip dari pembuatan silase adalah pakan dari
hijauan segar yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar
air tinggi (40 sampai 70%), sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat
makanan/gizi di dalamnya. Untuk memenuhi kondisi anaerob tersebut, maka pada
proses penyimpanannya dilakukan dengan menutup rapat silo dan menguncinya
dengan klep besi. Pendapat Bolsen, dkk (1996), namun selain itu, hijauan dapat
dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat
fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan
tekanan osmosis sel-sel hijauan). Bahan campuran dapat berupa: asam-asam
organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes,
garam, dedak padi, menir/onggok. Kemudian pendapat Parakkasi (1999)
menambahkan bahwa secara umum, Silase juga ditambahkan zat aditif. Yang
dimaksud dengan aditif dalam pembuatan silase adalah segala sesuatu yang dapat
membantu ensilase, dengan berperan dalam mensuplai nutrien bagi bakteri asam
laktat untuk memproduksi asam laktat, enzim atau mikrobia yang dapat
meningkatkan ketersediaan karbohidrat atau nutrien lain yang dibutuhkan bakteri
pembentuk asam laktat. Menurut Ridwan, dkk (2005), Dedak aromatik yang
digunakan sebagai bahan aditif, dapat berperan multifungsi yaitu sebagai sumber
nutrient bagi mikroba penghasil asam, dan juga menyediakan enzim yang dapat
membantu proses fermentasi. Hal ini, karena pada proses fermentasi dedak
aromatik telah ditambahkan probiotik heriyaki. Dengan hal ini, maka dedak
aromatik sebagai bahan aditif dapat menghasilkan silase dengan kualitas lebih baik
dan dengan waktu yang relatif lebih singkat.
Pendapat Woodard dan Prine (1993) mengungkapkan bahwa pada hari
pembuatan sebelum penyimpanan, diperoleh bahan yang berwarna hijau,
beraroma rumput, dengan tekstur yang kasar dan cenderung basah (lembab), dan
rasa yang hambar. Dari pengamatan tersebut, maka pada proses pembuatannya
belum terjadi perubahan apapun pada bahan dasar yaitu rumput. Maka dilakukan
proses penyimpanan selama satu minggu untuk diamati perubahan yang terjadi.
Selama prosesnya, dapat pula dilakukan pengamatan apakah fermentasi secara
anaerob berjalan. Pengamatan dapat dilakukan dengan memeriksa temperatur
silo. Apabila suhu silo tinggi (panas), maka fermentasi sedang berjalan dan belum
selesai. Setelah satu minggu penyimpanan dilakukan pengamatan kembali untuk
mengetahui hasil proses fermentasi. Hasil pengamatannya adalah warna menjadi
kekuningan, aroma yang menjadi harum buah, tekstur yang menjadi relatif kering
(sedikit basah), dan rasa yang sedikit manis. Kriteria silase yang baik menurut
Direktorat Pakan Ternak (2009) yaitu berwarna hijau kekuningan; pH 3,8 - 4,2;
tekstur lembut dan bila dikepal tidak keluar air dan bau; Kadar air 60 - 70% dan
baunya wangi.
Menurut Melayu (2010) Proses pembuatan silase secara garis besar terdiri atas
empat fase : (1) fase aerob; (2) fase fermentasi; (3) fase stabil; dan (4) fase
pengeluaran untuk diberikan kepada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri khas
yang sebaiknya diketahui agar kualitas hijauan sejak dipanen, pengisian ke dalam
silo, penyimpanan dan periode pemberian pada ternak dapat dipelihara dengan baik
agar tidak terjadi penurunan kualitas hijauan tersebut. Pendapat Schroeder (1997)
menambahkan bahwa proses pembuatan silase (ensilase) akan berjalan optimal
apabila pada saat proses ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat
berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari
penambahan akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk
mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat
proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur,
merangsang produksi asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari
silase.
Kemudian tambahan dari Ennahar (2003) Selama proses fermentasi asam
laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat
menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat
dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan
fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi
dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL)
yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat.
Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim
atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik,
karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak dan
silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat
badan pada sapi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
menjadi partikel yang lebih kecil; bakteri dalam rumen dapat mensintesis
vitamin B dan K.
5. Untuk saat ini, kebanyakan konsentrat dibuat dari limbah pertanian. dan jumlah
penggunaan dalam komposisi konsentrat harus dibatasi. Sehingga, untuk
melengkapinya ditambah dengan bahan – bahan lain supaya nilai nutrisinya
tetap seimbang. Cara pembuatannya pertama adalah menentukan kandungan
gizi yang ada pada konsentrat. Kandungan gizi yang ideal untuk konsentrat
yaitu : Kadar air maksimal 12%, Protein kasar maksimal 12%, Lemak kasar
maksimal 6%, SK maksimal 12–17, Abu maksimal 64%. Kedua penentuan
formula konsentrat. Bahan penyusun konsentrat memiliki banyak sekali variasi,
namun yang terpenting adalah keseimbangan nutrisi, kandungan nutrisi,
ketersediaan bahan, dan harga. Selain harus memenuhi kebutuhan nutrisi, kita
juga harus mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan. Maka harganya
harus murah, maka dari itu sebaiknya kita menggunakan bahan pakan lokal
yang tersedia di sekitar kita.
4.2 Saran
2. Mahasiswa atau Praktikan diharapkan agar mengikuti apa yang dikatakan oleh
asisten laboratorium yang lebih paham dalam pembuatan silase, supaya hasil
yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ennahar. S., Y. Cai., And Y. Fujita. 2003. Phylogenetic Diversity Of Lactic Acid
Bacteria Associated With Paddy Rice Silage As Determined By 16s
Ribosomal Dna Analysis. Applied And Environmental Microbiology. 69
(1): 444-451.
Hasanah.. 2011. Perbedaan Hewan Ruminansia Dan Non Ruminansia.
Http://Mellyhatulhasanah.Blogspot.Com/2011/11/Perbedaan-Hewan-
Ruminansia-Dan-Non.Html Diakses Pada 29november 2020.
Junaedi. 2011. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia. Surabaya: Unair Press.
Schroeder, J.W. And C.S.Park. 1997. Using A Total Mixed Ration For Dairy
Cows. Amerika: North Dakota States University (Ndsu).