Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN
SISTEM ENDOKRIN

Dosen Pengampu :
Dr. Retno Susilowati,M.Si

Berry Fakhry Hanifa, S.Si., M.Sc

Tyas Nyonita Punjungsari, S.Pd., M.Sc

Disusun Oleh :
Nama : Khalyli Rimakhusshofa
NIM : 18620022
Kelas : Biologi C
Tanggal : 19 November 2020
Asisten : Qoyin Nadhori

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Pendahuluan

Pengaturan beberapa proses fisiologis melibatkan kerjasama struktural dan


fungsional antara sistem endokrin dan sisem saraf. Banyak organ dan jaringan
endokrin memiliki sel-sel saraf khusus, yang disebut sel-sel neurosekresi yang
mensekresikan hormon. Bahkan hewan yang sangat berbeda seperti serangga dan
vertebrata mempunyai sel-sel neurosekresi dalam otaknya yang mensekresikan
hormon kedalam darah. Beberapa zat kimia mempunyai fungsi baik sebagai sistem
hormon endokrin maupun sebagai sinyal dalam system saraf. Epinefrin (dikenal pula
sebagai adrenalin), misalnya, berfungsi dalam tubuh vertebrata sebagai apa yang
disebut hormon “fight or flight” (yang dihasilkan oleh medulla adrenal, suatu kelenjar
endokrin) dan sebagai neurotransmitter yang mengirimkan pesan antara tiap neuron
dalam sistem saraf ( Isnaeni, 2006).
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (duictless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
memengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan pesan tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-
kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin. Sistem endokrin terdiri dari sekelompok
organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah
menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran
darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan
berbagai organ tubuh. Berbagai makhluk hidup mempunyai hormon untuk
mengkoordinasikan kegiatan dalam tubuhnya ( Suhandoyo, 2015).
Pada insekta kelenjar endokrin lebih banyak digunakan untuk proses
pertumbuhan dan metamorfosis. Selama masa pertumbuhan, serangga akan
menanggalkan eksoskeletonnya secara berkala. Proses pergantian kulit ini disebut
molting. Molting terjadi sampai stadium dewasa. Hormon yang menyebabkan
terjadinya molting adalah hormon ekdison. Hormon ini dihasilkan dari kerja sama
kelenjar protorasik yang terletak di dalam dada dan hormon yang dihasilkan oleh
otak. Otak serangga juga menghasilkan hormon yang mempengaruhi proses
metamorfosis, yaitu hormon juvenil. Hormon ini berfungsi menghambat proses
metamorfosis. Sekresi hormon juvenil yang cukup akan membuat ekdison
merangsang pertumbuhan larva. Namun, jika sekresi hormon ini berkurang maka
ekdison akan merangsang perkembangan pupa ( Lukman, 2009).
Allah Berfirman dalam Al Qur’an Surat Al A’la Ayat 2-3 yang memiliki arti:
“Yang menciptakan, lalu menyempurnakan (penciptaan-Nya)Yang menentukan kadar
(masing-masing) dan memberi petunjuk”(QS. Al A’la Ayat 2-3)
Dapat diketahui berdasarkan ayat di atas, Allah telah menciptakan Makhluk hidup
sesuai dengan kadar dan porsinya masing- masing, termasuk Sistem Endokrin yang
ada pada Makhluk hidup, tentu Allah menciptakannya sesuai dengan fungsi masing-
masing agar Makhluk hidup tetap dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai hormon-hormon yang berperan mengkordinasikan
kegiatan dalam tubuh hewan invertebrata khususnya insekta maka dilakukan
praktikum ini degan melihat pengaruh pengaruh dekok daun sereh (Cymbopogon
nardus) terhadap larva nyamuk. .
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada Praktikum “ Sistem Endokrin” adalah Bagaimana pengaruh
dekok daun sereh (Cymbopogon nardus) terhadap larva nyamuk.
1.3.Tujuan
Tujuan pada Praktikum “ Sistem Endokrian” adalah Untuk Mengetahui pengaruh
dekok daun sereh (Cymbopogon nardus) terhadap larva nyamuk.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
Alat- alat yang digunakan Pada Praktikum “ Sistem Edokrin” adalah sebagai berikut:
1. Kompor ( 1 Buah)
2. Panci ( 1 Buah)
3. Saringan ( 1 Buah)
4. Beaker Glass ( 6 Buah)
5. Pengaduk kaca ( 1Buah)
6. Termometer ( 1Buah)

2.1.2. Bahan

Bahan- bahan yang digunakan pada Praktikum “ Sistem Endokrin” adalah sebagai
berikut:

1. Daun Sereh (Cymbopogon nardus) ( Secukupnya)


2. Aquadest (Secukupnya)
3. Larva nyamuk ( 60 Ekor)

2.2. Cara Kerja

Cara Kerja yang digunakan pada Praktikum “ Sistem Endokrin” adalah


sebagai berikut:

a. Pembuatan Dekok Daun Sereh


1. 100 gram daun sereh dicuci dengan air mengalir, keudian dikeringanginkan.
2. Daun sereh direbus dalam 1 L aquadest hingga mendidih dan daun layu
3. Rebusan daun sereh didinginkan kemudian disaring.
b. Pengujian Dekok Daun Sereh terhadap Larva
1. Dibuat larutan dekok daun sereh dengan konsentrasi 0%, 20%, 40%, 60%,
80%, dan 100%, masing-masing dibuat dalam beaker glass yang telah diberi
label dengan penambahan aquadest sampai volume 50 ml.
2. Larutan diukur temperaturnya antara 20-30 ºC.
3. Setiap beaker glass diisi 10 ekor larva.
4. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang
mat
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil

Hasil yang di dapatkan dari Praktikum Sistem Endokrin Pada Larva nyamuk
setelah di masukkan ke dalam larutan Daun Serih (Cymbopogon nardus) dengan
konsentrasi yang berbeda- beda selama 24 Jam, didapati hasil sebagai berikut:

Konsentrasi Nyamuk Larva

0% 0 10

20% 4 6

40% 6 4

60% 5 5

80% 5 5

100% 1 9

4.2.Pembahasan

Praktikum ini digunakan bahan berupa nyamuk, di karenakan Nyamuk


termasuk Serangga yang kelenjar endokrinnya lebih banyak digunakan untuk
metamorfosis Menurut Astuti ( 2009) Nyamuk termasuk jenis serangga dalam Ordo
diptera, dari kelas Insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik tubuh yang
langsing dan enam kaki Panjang. Nyamuk mengalami empat tahap dalam siklus
hidupp yaitu telur, larva. Pupa, dan dewasa. Pada insekta kelenjar endokrin lebih
banyak digunakan untuk proses pertumbuhan dan metamorfosis. Selama
masa pertumbuhan. Sehingga dengan menggunakan nyamuk maka dapat
memudahkan untuk melihat hasil dari praktikum system endokrin

Hasil yang didapatkan berdasarkan data di atas yakni Konsentrasi yang


diberikan diperoleh hasil mortalitas yang tinggi, hal ini menunjukkan Bahwa Daun
serih (Cymbopogon nardus) sangat berpengaruh terhadap Perkembangan Larva
Nyamuk, yakni proses metamorfosis larva pada nyamuk menjadi terhambat. Hal
tersebut terjadi karena adanya beberpa kandungan di dalam daun serih (Cymbopogon
nardus) yang dapat menghambat proses metamorfosis serangga khususnya pada
larva. Pernyataan ini sesuai dengan Pendapat Astuti dan Santoso( 2014) bahwa Serai
(Andropogon nardus L.) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang
berpotensi sebagai larvasida. Serai mengandung sitronellal, geraniol, dan minyak
atsiri, yang diduga senyawa-senyawa ini dapat berfungsi sebagai insektisida.
Sitronella dan geraniol merupakan bahan aktif yang tidak disukai dan sangat
dihindari serangga, termasuk nyamuk sehingga penggunaan bahan-bahan ini sangat
bermanfaat sebagai pengusir nyamuk. Sitronella dan geraniol merupakan bahan aktif
yang tidak disukai dan sangat dihindari serangga, termasuk nyamuk sehingga
penggunaan bahan-bahan ini sangat bermanfaat sebagai pengusir nyamuk . Namun
berdasarkan data di atas didapati data yakni hasil larva pada konsentrasi 40 % justru
hasil mortalitasnya rendah, hal itu dikarenakan kemungkinan Larva yang
dimasukkan pada larutan konsentrasi tersebut sudah Terlalu dewasa atau juga bisa
dikarenakan karena Keragaman genetik larva . Sehingga Larutan Daun Serih
(Cymbopogon nardus) tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan larva. Hal
ini Sesuai dengan Pernyataan Kolo et, all ( 2018) bahwa Mortalitas Larva tinggi
pada perlakuan dosis mungkin berkaitan dengan keragaman genetik dari setiap
individu (larva) dalam suatu populasi.
Kandungan- kandungan tersebutlah pada Daun Serih (Cymbopogon nardus)
yang dapat menghambat proses Larva pada metamorfosis Nyamuk, Ketika Proses
Metamorfosis pada Larva Nyamuk Terhambat hal ini juga tentunya menghambat
kerja hormone, khususnya hormone juvenil dan Ekdison. Menurut Pernyataan
Lukman ( 2009) bahwa Selama masa pertumbuhan, serangga akan menanggalkan
eksoskeletonnya secara berkala. Proses pergantian kulit ini disebut molting. Molting
terjadi sampai stadium dewasa. Hormon yang menyebabkan terjadinya molting
adalah hormon ekdison. Hormon ini dihasilkan dari kerja sama kelenjar protorasik
yang terletak di dalam dada dan hormon yang dihasilkan oleh otak. Otak serangga
juga menghasilkan hormon yang mempengaruhi proses metamorfosis, yaitu hormon
juvenil. Hormon ini berfungsi menghambat proses metamorfosis. Sekresi hormon
juvenil yang cukup akan membuat ekdison merangsang pertumbuhan larva. Namun,
jika sekresi hormon ini berkurang maka ekdison akan merangsang perkembangan
pupa. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Pendapat Habibi (2017) yaitu juvenile
hormone (JH) adalah sebuah hormon sesquiterpenoid dan salah satu dari hormon
sebenarnya pada insekta yang disekresikan oleh korpora allata dan hormon ini
ditemukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi dalam hemolymph selama tahapan
tertentu dari larva insekta, dimana hormon ini berperan dalam pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan pada insekta, mempertahankan tahapan larva atau
menghambat metamorfosis. Jadi juvenile hormone hanya ada ketika “program”
genetik dari insekta membutuhkan pertumbuhan tanpa pematangan atau diferensiasi
Namun menurut Noriega (2014) Juvenile hormone (JH) memainkan suatu peran
yang penting dalam kontrol endokrin dari embriogenesis, molting, metamorfosis dan
reproduksi. Demikian pula pernyataan Adler et, all ( 2012) bahwa Edikson berfungsi
pada proses pergantian kulit ( ediksis).
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uraian dia atas adalah Bahwa
Daun serih (Cymbopogon nardus) sangat berpengaruh terhadap Perkembangan Larva
Nyamuk, yakni pada proses metamorfosis larva pada nyamuk menjadi terhambat. Hal
tersebut terjadi karena adanya beberpa kandungan di dalam daun serih (Cymbopogon
nardus) seperti sitronellal, geraniol, dan minyak atsiri, yang diduga senyawa-senyawa
ini dapat berfungsi sebagai insektisida. Dan Kandungan- kandungan tersebut juga
menyebabkan Terhambatnya kerja hormone pada Nyamuk, khususnya hormone
juvenil dan Ekdison.

4.2. Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka


sebaiknya dalam satu kali praktikum hanya membahas satu topik saja, sehingga hal
tersebut bisa mendorong praktikan dalam proses pengerjaan laporan yang maksimal.
Dan sebaiknya Asisten Laboratorium sebelum praktikum dimulai alangkah baiknya
Asisten mengadakan review terlebih dahulu mengenai topik yang akan dibahas saat
praktikum terhadap praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adler, John, and Robert J. Grebonk. 2012. Biosynthesis and Distribution of Insect
Molting Hormone in Plant. Symposium. 30(3)
Astuti, Dewi, dan Handoko Santoso. 2014. Pengaruh Variasi Dosis Larutan Daun
Serai ( Andropogon nardus L) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes
sp. Sebagai Sumber Belajar Biologi. BIOEDUKASI. 1(2)
Astuti, Puji Endang, dan Rina Mariana. 2009. Oviposisi dan Perkembangan Nyamuk
Armigeres Pada Berbagai Bahan Kontainer. Jurnal Aspirator. 1(2): 87-93
Habibi, Soraya. Juvenile Hormone ( JH) Sebagai Pendukung dan Pengontrol
Kehidupan Insekta. Jurnal Prodi Biologi Universitas Terbuka. 2(1): 65-68
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kansius
Kolo, Safrinus. 2018. Activity Of Biolarvacide Extract Leaf Annona muricata L and
Cymbopogon nardus L Leaves to Aedes aegypti mosquito larve. Portal
Journal Unimor.1(1): 11-13
Lukman, Aprizal. 2019. Peran Hormon dalam Metamorfosis Serangga. Jurnal FKIP
Universitas Jambi. 4(2)
Noriega, Fernando. 2014. Juvenile Hormone Biosybthesis in Insect: What Is New,
What do We Know, And What Questions Remain?. International Scholary
Research Notice. 1(16)
Suhandoyo. 2015. Pengantar Endokrinologi Umum. Fakultas MIPA Universitas
Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai