Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II

GAMETOGENESIS DAN SIKLUS REPRODUKSI

Dosen Pengampu :

drg. Anik Listiyana

Dr. Drh. Hj. Bayyinatul Mucharomah, M.Si

Kholifah Holil,M.Si

Disusun Oleh :

Nama : Khalyli Rimakhusshofa

NIM : 18620022

Kelas : Biologi C

Asisten : Verianika Nugrahini

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2020
HASL DAN PEMBAHASAN

1. Spermatogenesis
1.1 Testis
1.1.1 Hasil
Foto pengamatan

1.1.2 Pembahasan
Hasil yang terdapat terhadap pengamatan ini adalah ditemukan pada preparat testis
berupa organ- organ testis meliputi: Spermatocyte, Spermatogonium ( sel induk sperma) ,
banyak sel yang tersebar secara acak atau yang disebut dengan sel sertoli, sel lydic, spermatid,
dan tubulus seminiferous, pada testis ini lah spermatogenesis terjadi dan pada testis inilah
tahapan spermatozoa yang terlihat hanya sampai spermatid dimana pada tahap ini sperma
belom memiliki ekor . Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukada (2011) bahwa
Spermatogenesis terjadi di dalam testis. Di dalam testis terdapat tubulus seminiferous. Dinding
tubulus seminiferous terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ikat, pada jaringan
spermatogonium terdapat sel- sel spermatogenia dan sel sertoli yang berfungsi memberikan
nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferous juga terdapat sel lydic yang
berfungsi mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada proses spermatogenesis.
Pernyataan diatas juga diperkuat oleh Jepson (2019) bahwa sel sperma diproduksi pada
tubulus seminiferous yang berada pada testis. Di dalam dinding tubulus seminiferous bayak sel
yang tersebar secara acak yang disebut dengan sel sertoli. Sel ini berfungsi untuk memberi
makanan untuk sel sperma yang belum matang. Ketika sel sperma telah matangg (
spermatogonia), spermatogonium ( sel induk sperma) memperbanyak diri dengan cara
pembelahan mitosis dan meiosis. Dari spermatogonium, sel sperma akan berubah menjadi
spermatosit primer secara mitosis. Setelahnya spermatosit primer membelah secara meiosis
kedua, spermatosit skunder membelah diri lagi menjadi empat spermatid yang sama bentuk
dan ukuran. Spermatid lah merupakan tahapan akhir dimana spermatid belom memiliki ekor
dan kemudian lanjut transit ke epididimis untuk terbentuk sperma yang matang ( spermatozoa)
menuju vas deferens dan siap dikeluarkan bersama air mani ketika jantan menalami ejakulasiu.
1.2 Epididimis
1.2.1 Hasil
Foto pengamatan

1.2.2 Pembahasan

Hasil pengamatan terhadap preparat epididimis ditemukan berupa lapisan- lapisan


yang terlihat yaitu terdiri terdiri dari jaringan epithelium, lamina propria, otot polos , dan
juga terdapat sel sperma ( spermatozoa) pada lumen. Epididimis sendiri merupakan saluran
panjang yang berkelok- kelok berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma atau
pematangan sperma yang nantinya akan dikirim ke vas deferens. Swhingga pada epididymis
inilah spermatozoa mengalami pematangan. Hal ini dijelaskan oleh Akmal ( 2015) bahwa
epididimis dilapisi oleh epitel berlapis semu kolumnar dengan sel- sel kolumnar yang sangat
panjang dengan stereosilia yang panjang dan sel basal yang kecil. Lamina proprianya tipis
dengan jaringan ikat dan otot polos. Segerombol spermatozoa dapat terlihat dalam lumen
epidididmis. Proses pembentukan sperma atau spermatogenesis pada manusia adalah berawal
dari spermatogonium yang merupakan sel induk sperma yang akan mengalami pembelahan
secara mitosis , kemudian yang kedua adalah spermatosit primer yang merupakan hasil mitosis
dari spermatogonium dan akan membelah secara meiosis untuk membentuk sperma, kemudian
tahap ketiga adalah spermatosit skunder yang mana merupakan hasil meiosis atau spermatosit
primer. Pada tahap ini terjadi pengurangan jumlah kromosom dari induknya, tahap yang
keempat adalah spermatid yang merupakan hasil meiosis kedua dari spermatosit skunder. Dan
tahapan yang paling akhir adalah sperma tau spermatozoa yang merupkan hasil diferensiasi
dari spermatid. Pada tahap ini terjadi perubahan spermatid menjadi sperma yang akan
dimatangkan di epididimis kemudian memiliki kepla, leher, dan juga ekor.

2. Spermatozoa
2.1 Sperma Perokok
2.1.1 Hasil

Foto literature

(Rahimi, 2020)

Keterangan
1. Kepala sperma
2. Leher dan bagian tengah sperma
3. Ekor sperma

2.1.2 Pembahasan

Hasil pengamatan yang dilakukan berdasarkan studi literature terhadap sperma


Manusia menunjukkan bahwa sperma terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kepala sperma,
leher sperma, dan bagian ekor sperma. Hal ini dijelaskan oleh Ferial ( 2013) bahwa Sperma
terdiri dari tiga bagian utama yaitu berupa kepala, midpiece/leher, dan ekor. Kepala
mengandung materi genetis dan dirancang dan dirancang supaya dapat menembus sel telur ,
sedangkan midpiece atau leher adalah rumah bagi organel yang memungkinkan produksi
energy dalam sperma. Sedangkan ekor berfungsi sebagai sarana untuk bergerak. Sperma yang
berkualitas adalah sperma yang memiliki kondisi normal serta mampu untuk membuahi sel
telur atau ovum. Berkualitas atau tidaknya sperma dapat ditentukan dari beberapa aspek
diantranya adalah jumlah, morfolofi dan motolitas. Pada pria normal tiap 1ml air mani
mengandung sekitar 15 juta sperma. Hal ini sangat berbeda dengan jumlah sperma yang dimilki
oleh pria perokok, dimana dapat menyebabkan jumlah sperma yang dihasilkan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Putra (2014) bahwa asap rokok yang dihirup oleh perokok aktif atau pasif
selama 45 hari telah menyebabkan diameter tubulus seminiferous menjadi menurun, hal ini
diakibatkan oleh zat- zat yang terkandung dalam rokok. Sehingga jumlah spermatozoa yang
dihasilkan akan lebih sedikit dari yang tidak mengalami penurunan. Terganggunya
spermatogenesis di tubulus seminiferous mengakibatkan akan menurun kualitas sperma,
sehingga akan menyebabkan infertile. Kualitas sperma merupakan kondisi atau keadaan yang
dimiliki oleh spermatozoa.

2.2 Sperma sapi

2.2.1 Hasil
2.2.2 Pembahasan
Foto literature

2
3
1

( Jepson, 2019)

Keterangan:
1. Kepala
2. Leher
3. Ekor
2.2.3 Pembahasan

Hasil pengamatan berdasarkan studi literature yang dilakukan terhadap sperma Sapi
menunjukkan bahwa sperma terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kepala sperma, leher sperma,
dan bagian ekor sperma. Hal ini dijelaskan oleh Ferial ( 2013) bahwa Sperma terdiri dari
tiga bagian utama yaitu berupa kepala, midpiece/leher, dan ekor. Kepala mengandung materi
genetis dan dirancang dan dirancang supaya dapat menembus sel telur , sedangkan midpiece
atau leher adalah rumah bagi organel yang memungkinkan produksi energy dalam sperma.
Sedangkan ekor berfungsi sebagai sarana untuk bergerak
Menurut Rahimati (2015) bahwa Normal dan abnormalnya spermatozoa sapi bisa
dilihat berdasarkan frekuensi ejakulasi. Frekuensi ejakulasi mempengaruhi abnormal
spermatozoa, semakin tinggi frekuensi ejakulasi maka semakin banyak morfologi abnormal
spermatozoa yang didapatkan. Abnormalitas sel spermatozoa juga bisa dipengaruhi oleh
beberapa factor, seperti stress, genetic, dan gangguan tubuli seminiferous, untuk sebab
terjadinya abnormalitas primer disebabkan oleh kegagalan proses spermatogenesis, factor
genetic, penyakit, dan kondisi lingkungan yang tidak sesuai. sedangkan abnormaalitas primer
yaitu spermatozoa mengalami kelainan setelah meninggalkan tubuli seminiferous ditandai
dengan ekor putus, kepala pecah, dan kepala tanpa ekor. Dan menurut Riyadi (2010)
Normalnya sperma sapi bisa dilihat berdasarkan warna semen yang dikeluarkan. Semen sapi
normal berwarna putih susu atau krem keputih- putihan dan keruh, serta volumenya antara 5-
8 ml. Proses spermatogenesis pada sapi terjadi selama 55 hari berlangsung pertama kali kali
ketika sapi berumur 10 tahun sampai 12 bulan. Umur tujuh tahun, pada saat pubertas
spermatozoa masih banyak yang abnormal karena masih muda, sehingga banyak mengalami
kegagalan pada waktu dikawinkan, dan volume, konsentrasi, motilitas dan total spermatozoa
sapi jantan dewasa lebih banyak daripada sapi jantan muda.
3. Oogenesis
3.1 Hasil
Foto pengamatan

( Gambar pereparat Corpus luteum)

3.2 Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap oogenesis ini menggunakan preparat Corpus luteum karena
korpus luteum merupakan tahap aktif terakhir dari siklus folikel ovarium. Pada corpus luteum
inilah terjadi sekresi hormon progesterone yang sangat memiliki peran penting terhadap
reproduksi. Hal ini di jelaskan oleh Jelena (2011) bahwa Korpus lutem jaringan kuning di dalam
ovarium yang dibentuk oleh sebuah folikel yang telah masak dan mengeluarkan ovumnya.
Dalam Rahim korpus luteum akan menghasilkan hormone progesterone yang berguna untuk
mengatur siklus menstruasi, mengembangkan jaringan payudara, menyiapkan Rahim pada
waktu kehamilan, dan melindungi dari kankerr endometrium pada wanita menopause, korpus
luteum akan berhenti memproduksi hormone progesterone pada saat ovum tidak dibuahi dan
berkembang menjadi korpus albikan.
Tahapan tahapan atau proses Oogenesis dijelaskan oleh Sukada (2011) bahwa
Oogenesis diawali dengan sel germinal yang disebut juga oogonium. Sel ini mengalami mitosis
untuk menambah jumlajnya. Proses oogenesis terjadi dalam tiga proses, yang pertama yakni
Parental dimana disini oosit primer mengalami pertumbuhan di meiosis I. pada tahap ini sel- sel
folikel atau yang dikenal dengan sel- sel folikel berkembang biak membentuk epitel kuboid
bertingkat. Sel- sel ini memproduksi glikoprotein untuk membentuk zona pellucida disekitar
oosit primer. Yang kedua adalah tahap Antral, dimana folikel skunder adalah ruangan erisi
cairan antara sel- sel granulose yang bergabung membentuk cairan sentral atau bisa disebut
antrum. Dalam tiap siklus menstruasi bulanan, folikel skunder ini berkembang dibawah
hormone perangsang dan hormone luteinisasi. Yang ketiga adalah tahap pra ovulasi, diamana
pada proses ini meiosis terpenuhi dan dipengaruhi oleh hormone LH. Dalam tahap ini, dua sel
h aploid yang berukuran beda terbentuk di dalam folikel. Salah satu sel anak yang menerima
sitolasma lebih sedikit membentuk badan kutub. Sel anak lainnya disebut sebagaia oosit
skunder, kemudian kedua sel tersebut masuk kedalam tahap meiosis II. Badan kutub
berreplikasi untuk membentuk dua badan kutub. Yang ke empat adalah proses ovulasi, setalah
proses oogenesis selajutnya adalah proses ovulasi yang dibagi menjadi tiga fase yakni fase
preovulatorri ( lapisan Rahim mulai menebal), fase ovulasi ( fase kesuburan), fase post ovulasi
( sel telur matang yang tidak dibuahi maka akan berhenti memproduksi hormone, dan lapisan
Rahim pun rusak sehingga luruh dari tubuh/ Menstruasi).

4. Siklus Reproduksi
4.1 Hasil

Foto pengamatan

4.2 Pembahasan

Hasil pembahasan berdasasarkan pengamatan diatas yakni menunjukkan siklus


reproduksi pada hewan mamalia non primate yang disebut dengan siklus estrus, adapun
tahapannya adalah Proestrus, Estrus ( awal sampai akhir), metestrus dan diestrus. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sitasiwi ( 2017) bahwa Mamalia Non Primata dia mengalami siklus
reproduksi berupa estrus sedangkan mamalia primate dia menglami siklus reproduksi berupa
menstruasi. Siklus estrus merupakan siklus yang terutama diregulasi oleh hormone estrogen
mempengaruhi histologi epitel dinding vagina, sehingga sel epitel vagina mengalami perubahan
selama siklus estrus, hasil apus vagina pada fase proestrus sel epitel masih berbentuk bulat, fase
estrus memperlihatkan sel- sel epitel yang sudah mengalami kornifikasi, tanpa inti dengan
pewarnaan giemsa berwarna biru pucat. Pada fase metestrus ditandai dengan epitel kornifikasi
dengan jumlah yang sedikit dan jumlah leukosit yang cukup tinggi. Sedangkan pada fase
diestrus menunjukkan sel- sel yang berbentuk kolumnar dengan inti sel yang jelas. Siklus estrus
pada hewan dipengaruhi oleh factor ekstrinsik dan instrinsik. Faktor instrinsik utama yang
mempengaruhi estrus adalah umur dan genetic, sedangkan factor ekstrinsik diantaranya adalah
fotoperodisme, suhu, dan suplai makanan.
Pernyataan diatas juga dijelaskan oleh Syahrum ( 1994) bahwa pada fase proestrus
dimulai dengan regresi corpus luteum dan berhentinya progesterone dan memperluas memulai
estrus, fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 haridan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan
produksi estrogen. Yang kedua adalah fase estrus, estrus merupakan klimaks fase folikel. Pada
fase inilah betina siap menerima jantan, dan saat ini pula terjadi ovulasi , dan pada fase ini betina
mengalami birahi atau panas. Fase yang ketiga yaitu Metaestrus, fase ini diawali dengan
penghentian fase estrus, umumnya pada fase ini merupakan fase terbentuknya corpus luteum
sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Yang keempat adalah fase diestrus , pada fase ini corpus
luteum bekerja secara optimal atau bisa disebut pada fase ini disebut juga fase persiapan uterus
untuk kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Muslim dan Dian Masyitah. 2015. Epididimis dan Peranannya Pada Prmatangan
Spermatozoa. JESBIO. 4(2):
Ferial.W, Eddyman. 2013. Kajian Pemeriksaan Mikroskopik Spermatozoa Manusia Melalui
Pemberian Nutrisi Kerang Darah( Anadora granosa). Jurnal Sainsmat. 2(1) : 1-13
Jelena, Tomac. 2011. Biology Of The Corpus Luteumj. Periodicum Biologorum. 113(1): 43-
49.
Jepson, A., Arlt, J., Statham, J., Spilman, dkk. 2019. High Throughput Characterisation Of Bull
Semen Motility Using Differential Dynamic Microscopy. Plos One . 14 ( 4)
Putra, Yuhendri. 2014. Pengaruh Rokok Terhadap Jumlah Sel Spermatozoa Mencit Jantan (
Mus musculus, Strain Jepang). Jurnal Sainstek. 6(1) : 30-42
Rahimi, Madiseh, M., Mohammadi, M., Hassanvand, dkk. 2020. Assesment of The Toxicity
Effects of Nicotine on sperm and Ivf and The Potential Protective Role of Silymarin
an Experimental Study in Mice. Middle East Fertility Sicietu Journal. 25(1): 1-9
Rahimati, dkk. 2015. Kualitas dan Morfologi Abnormal Spermatozoa Sapi Aceh Pada Berbagai
Frekuensi Ejakulasi. Prosiding seminar Nasiolan Biotik. 4(1): 24-27
Riyadhi, M. 2010. Kajian Morfologi Spermatozoa Sapi Simmental di Beberapa Balai
Inseminasi Buatan Indinesia. Majalah Ilmu Kehewanan Indinesia. 1(1): 11-9
Sitasiwi, Agung Janika. 2017. Efek Antifertilitas Ekstrak Air dari Biji Carica papaya terhadap
Keteraturan Siklus Estrus Merncit ( Mus musculus). Buletin Anatomi dan Fisiologi.
1(4)
Sukada, Ketut. 2011. Gametogenesis Oogenesis Spermatogenesis. Panduan Laboatorium
Reproduksi Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bali.
Syahrum, H. M. 1994. Reproduksi dan Embrioligi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai