Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM TOPIK III

PENGAMATAN SEL KELAMIN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Praktikum Struktur Perkembangan Hewan 2 yang dibina oleh
Dr. Umie Lestari, M.Si

Disusun oleh :
Dania Merit Novitasari (160342606251)
Devi Ayu Mandasari (160342606249)
Kharin Furaida Dwi (160342606293)
Miftahul Mufinadiroh (160342606244)
Riris Novia Azemi (160342606286)

Kelompok 5 / Offering G
Biologi 2016

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
September 2016
PENGAMATAN SEL KELAMIN

TUJUAN
Dengan dilakukannya praktikum pada kali ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengenal struktur morfologi spermatozoid dan sel telur pada amphibi yang diwakili
oleh katak.
2. Mengamati perbedaan sel kelamin yang diambil dari bagian-bagian sistem reproduksi
yang berbeda.

DASAR TEORI

Gametogenesis adalah proses pembentukan sel kelamin (gonad). Proses pembentukan


ovum (sel telur) dinamakan oogenesis dan proses pembentukan spermatozoid dinamakan
spermatogensis. Gamet jantan disebut spermatozoid dan gamet betina disebut sel telur
(ovum). Secara keseluruhan gametogenesis dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode
perbanyakan, tumbuh dan pematangan.
Sperma adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin jantan di tubulus seminiferus
testis dan bertugas membawa informasi genetik jantan ke sel telur dalam tubuh betina.
Spermatozoa berbeda dari sel telur yang merupakan sel terbesar dalam tubuh organisme,
melainkan adalah gamet jantan yang sangat kecil ukurannya dan mungkin terkecil.
Spermatozoa secara struktur telah teradaptasi untuk melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu
menghantarkan satu set gen haploidnya ke telur dan mengaktifkan program perkembangan
dalam sel telur (Sherwood, 2001).
Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom
lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon sebagai gamet
jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru, oleh karena itu di dalam
reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa (Guyton & Hall, 2006).
Pembentukan Gamet, sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti berflagellum.
Sperma dihasilkan dalam tubulus seminiferus testis oleh sel-sel khusus yang disebut
spermatonia. Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis
membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi spermatosit primer. Meiosis dari
setiap spermatosit primer menghasilkan 4 sel haploid adalah spermatid sekunder. Spermatid
ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi
sel sperma (Scanlon & Sanders, 2003).
Sel sperma terdiri atas kepala yang terdapat kromosom dalam suatu keadaan kompak
inaktif, dua sentriol dan ekor. Salah satu sentriol merupakan badan basal dari flagellum
merentang sepanjang ekor. Mitokondria mengelilingi bagian atas flagellum yang
menyediakan energy untuk gerakan pukulan cambuk. Menurut Nalbandov (1995), galea
kapitis dahulunya hanya ditemukan pada sperma dewasa, tetapi sekarang diketahui bahwa
galea kapitis ini merupakan bagian normal kepala sperma. Galea kapitis biasanya terlarut bila
sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pengecatan.
Kepala spermatozoa katak berbentuk oval memanjang dan datar pada satu pandangan
dan sempit pada pandangan lain yang melangsing ke apeks yang tipis. Kepala sperma terisi
sepenuhnya dengan materi inti, kromosom, terdiri dari DNA yang bersenyawa dengan
protein. Informasi genetik yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan di
dalam molekul DNA yang tersusun oleh banyak nukleotida. DNA adalah materi penerjemah
genetik yang sangat padat. Setiap spermatozoon mengandung kurang lebih 2,5 milyar
informasi penting untuk membentuk foetus walaupun diperlukan 300 milyar spermatozoa
untuk membentuk satu gram DNA. (Toelihere, 1991)
Ekor yang terdiri atas tiga bagian yaitu middle piece, principal piece dan end piece.
Ekor ini berfungsi untuk pergerakan menuju sel telur. Ekor yang motil itu pada pusatnya
sama seperti flagellum memiliki struktur axoneme yang terdiri atas mikrotubul pusat
dikelilingi oleh Sembilan doblet mikrotubul yang berjarak sama satu dengan yang lainnya.
Daya yang dihasilkan mesin ini memutar ekor bagaikan baling-baling dan memungkinkan
sperma meluncur dengan cepat. Keberadan mesin pendorong ini tentunya membutuhkan
bahan bakar yang paling produktif yaitu gula fruktosa yang telah tersedia dalam bentuk
cairan yang melingkupi sperma.
Ada 6 jenis sel spermatogenik, yaitu spermatogonia primer, spermatogonia sekunder,
spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid & spermatozoa. Fase spermatogenesis
yang merupakan fase perbanyakan sel, bakal sel kelamin jantan memperbanyak diri secara
mitosis, dan menghasilkan spermatogonium. Periode ini berlangsung di dalam stadium
embrio. Kemudian selanjutnya di dalam testis. Fase Tumbuh didalam testis, spermatogonium
akan tumbuh berkali-kali lipat sehingga bertambah besar yang dinamakan spermatosit primer.
Kemudian spermatosit primer mempersiapkan diri untuk pematangan. Fase pematangan pada
periode pematangan, terjadi pembelahan meiosis untuk mendapatkan gamet yang haploid. Di
dalam tubulus seminiferus dari testis spermatosit I mengalami pembelahan meiosis I. Dari
satu spermatosit I akan menghasilkan dua spermatosit II dan nantinya akan mengalami
pembelahan meiosis II dan masing-masing menghasilkan dua spermatid. Kemudian
spermatid akan berdiferensiasi dan berubah bentuk (transformasi) menjadi spermatozoid.
(Djuhanda, 1981).
Kista sperma berkembang dan melepaskan spermatozoa ke duktus pengumpul, yang
kemudian diangkut ke saluran sperma, saluran Wolff dan kloaka. Untuk pertama kalinya sel
bersilia di epitel duktus Wolffian caecilian. Kloaka dibagi menjadi urodeum dan phallodeum.
Urodeum tersusun atas epitel bersilia dan glandular pada daerah dorsolateral dan ventral,
masing-masing sebagai lapisan permukaan dalamnya. Fallodeum otot dilapisi oleh epitel
bersilia. Mullerian berpasangan sejajar dengan usus dan bergabung dengan kloaka. Bagian
posterior duktus dimodifikasi sebagai kelenjar Mullerian. Daerah yang paling posterior
adalah non-kelenjar dan dilapisi oleh epitel bersilia. (Pewhom, dkk. 2014)
Katak betina memiliki sepasang ovarium terletak pada bagian belakang rongga tubuh
yang diikat oleh mesovarium, memiliki rahim dan oviduk. Pada sebelah kranialnya dijumpai
jaringan lemak berwarna kuning (fat body). Saluran reproduksi berupa oviduk yang
merupakan saluran berkelok-kelok. Oviduk dimulai dengan bangunan yang mirip corong
dengan suatu lubang. Oviduk mengadakan pelebaran yang disebut duktus mesonefrus, dan
akhirnya bermuara pada kloaka.
Selama musim kawin, dinding ovarium menjadi bertatahkan dengan sejumlah besar
folikel ovarium. Setiap folikel ovarium berisi telur yang berkembang. Folikel ovarium
bergerak menuju lumen ovarium. Ovarium dengan kondisi demikian sangat jauh membesar
dengan warna hitam serta bintik-bintik kuning muda. Setiap saluran telur adalah tabung
panjang yang sempit dan sangat melingkar. Akhir anterior saluran telur membentuk corong
oviducal lebar dan berjumbai. Corong oviducal terletak di sisi dorsal paru-paru yang
mengarah ke saluran telur.
Sel telur (ovum) diproduksi didalam ovarium. Perkembangan sel telur terjadi didalam
folikel-folikel telur. Foliker telur yang matang akan mengalami ovulasi, sel telur yang
dilepaskan dari ovarium akan masuk kedalam oviduk. Sel telur (ovum) dilengkapi dengan
membran sel disebut plasmalema atau oolema yang berfungsi untuk melindungi sitoplasma,
inti, yolk, dan organel-organel dalam sel.
Menurut Tenzer, dkk (2001), selain oolema, kebanyakan sel telur (ovum) dikelilingi oleh
membran-membran telur. Membran telur yang disekresi oleh sel telur sendiri disebut
membran telur primer. Membran vitelin yang mengelilingi oolema termasuk membran telur
primer. Membran telur yang disekresi oleh sel-sel folikel disebut membran telur sekunder.
Sedangkan membran telur yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar oviduk dan uterus disebut
membran sel tersier, misalnya membran cangkang dan cangkang kapur pada telur reptil dan
aves.
Pada katak betina, oogenesis dimulai dengan oosit yang tumbuh dan berkembang secara
bertahap, pertumbuhan oosit meningkat yang menyebabkan yolk menjadi besar. Sel oogonia
yang bersifat diploid membelah secara mitosis menghasilkan oosit primer. Kemudian ribuan
oosit primer memulai suatu periode pertumbuhan yang masing-masing oositnya terselubung
dalam seberkas sel yang disebut folikel. Bahan makanan dialihkan dari sel-sel folikel tersebut
ke oosit yang sedang tumbuh. Ketika tahap ini selesai, sel telur diselubungi oleh membran
vitelin. Sel telur katak yang telah matang dan berjumlah sepasang ditampung oleh suatu
corong. Perjalanan ovum dilanjutkan melalui oviduk. Dekat pangkal oviduk pada katak
betina dewasa terdapat saluran yang menggembung yang disebut kantung telur (uterus).
Oviduk katak betina terpisah dengan ureter. Oviduk nya berkelok-kelok dan bermuara pada
kloaka.
Menurut Chumnanpuen, dkk (2016), tahap folikel meliputi germinal oogonia dan oosit
primer, folat previtellogenic awal dan akhir, folikel vitellogenik dini dan akhir dan folikel
atretik. Germinal oogonia terdiri dari sel oogonia dan prefolikular. Oosit primer dikaitkan
dengan sel folikel. Folat heritellogenic awalnya membentuk selubung vitelline, lapisan sel
theca dan bercak ooplasmic glycoprotein. Folikel vitellogenic mengandung butiran kuning
telur berukuran heterogen.
Menurut Haddah & Prado (2005), amfibi terutama anuran (katak dan kodok)
menunjukkan keragaman model reproduksi yang lebih besar daripada vertebrata tetrapoda
lainnya. Dua puluh sembilan model reproduksi telah dikenali untuk anuran, meningkat lebih
dari 34% jumlah model reproduksi yang dikenal dengan anuran di seluruh dunia. Model
reproduksi yang baru dikenali untuk katak ini meningkat hampir 48% jumlah model
reproduksi anuran yang dikenal dengan Neotropika.
Daftar Rujukan

Chumnanpuen. Muikham, K. Chatchavalvanich. & Srakaew. 2016. Ovum, Microscopic


structures of the ovary and female genital ducts of Supachai's caecilian. Journal of
Medical Science, (Online), 97 (4): 454-463. (Wiley-Blackwell-www.wiley.com/;
Acta Zoologica-onlinelibrary.wiley.com/journal/10.1111/(ISSN)1463-6395), diakses
pada 16 September 2017.

Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico: Bandung.

Guyton & Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Haddah, C. & Prado, C. 2005. Reproductive Modes in Frogs and Their Unexpected Diversity
in the Atlantic Forest of Brazil. Journal of Agriculture, (Online), 55 (3): 207-217,
(https://e-resources.perpusnas.go.id:2171/docview/216475764?accountid=25704),
diakses pada 16 September 2017.

Nalbandov. 1995. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Scanlon & Sanders. 2003. Essential of Anatomy and Physiology. Philadelphia: F. A. Davis
Company.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Hewan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tenzer, A., Handayani, N., Lestari, U., Listyorini, D., Judani, T. & Gofur, A. 2001. Petunjuk
Praktikum Perkembangan Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Toelihere, M. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa.

Pewhom, A., Chumnanpuen, P., Muikham, I., Chatchavalvanich, K. & Sreakaew, N. 2014.
Histomorphological studies of the testis and male genital ducts of Supachai's
caecilian. Journal of Anatomy and Morphology, (Online), 97 (1): 76-89. (Wiley-
Blackwell-www.wiley.com/;Acta Zoologica-
onlinelibrary.wiley.com/journal/10.1111/(ISSN)1463-6395), diakses pada 16
September 2017.

Anda mungkin juga menyukai