PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mengetahui tingkat fertilitas sperma tersebut dapat dipakai cara pengamatan
konsentrasi, morfologi, motilitas dan biokimia ejakulat. Kualitas sperma sangat berpengaruh
terhadap kemampuan sperma dalam melakukan pembuahan terhadap sel telur, yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Untuk dapat menganalisis spermatozoa
melalui pengamatan konsentrasi dan morfologi sperma maka dilakukanlah praktikum ini.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dari praktikum ini adalah bagaimana menghitung konsentrasi spermatozoa,
bagaimana mengetahui morfologi sperma dan membedakan sperma normal dan abnormal.
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah dapat mengetahui bagaimana cara menghitung
konsentrasi spermatozoa, dapat mengetahui morfologi sperma dan dapat membedakan sperma
normal dan abnormal.
1.4 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini yaitu dapat menghitung konsentrasi spermatozoa, dapat
mengetahui morfologi sperma dan dapat membedakan sperma normal dan abnormal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spermatozoa
Spermatozoa merupakan salah satu faktor fertilitas jantan. Spermatozoa merupakan
sistem sito kultural yang motil dimana pembentukannya memerlukan kondisi yang sangat baik
secara internal dan eksternal agar terbentuk spermatozoa yang mampu menetasi sel telur secara
sempurna. Macam spermatozoa menurut struktur ada 2 kelompok, yaitu tak berflagellum, dan
berflagellum. Yang tak berflagellum terdapat pada beberapa jenis evertabrata, yakni nematoda,
crustacea, diplopoda. Yang berflagellum yang umum terdapat pada hewan. Flagellum itu ada
yang satu (umum), ada yang dua (jarang). Yang berflagellum lazim memiliki bagian-bagian :
kepala dan ekor. Kepala sebagai penerobos jalan masuk menuju dan masuk ke dalam ovum, dan
membawa bahan genetis yang akan diwariskan kepada cucu-cucu. Ekor untuk pergerakan
menuju tempat pembuahan dan untuk mendorong kepala menerobos selaput ovum (Yatim,
1994).
Sel spermatozoa terdiri dari bagian kepala yang tersusun akrosom yang terletak dibagian
ujung dan tersusun atas satu sek kromosom yang bersifat haploid yang kompak, inaktif, dan
statis. Bagian leher tersusun atas mitokondria dan sentriol tunggal. Bagian ekor berporos pada
flagellum, memiliki rangka dasar disebut axonem, dibentuk atas 9 duplet dan 2 singlet
mikrotubul. Ekor mengandung sentriol, mitokondria dan serat fibrosa. Panjang ekor seluruhnya
sekitar 55 μm dan tebalnya 1μm (dekat pangkal) sampai 0,1μm (dekat ujung). Bagian kepala
berfungsi sebagai penerobos jalan menuju masuk kedalam ovum dan membawa bahan genetik
yang diwariskan. Mitokondria yang terdapat di bagian midlepiece berfungsi sebagai penyuplai
ATP sebagai energi yang digunakan sek spermatozoon untuk pergerakan ekor. Bagian ekor
spermatozoon berfungsi untuk pergerakan spermatozoon menuju tempat pembuahan dan untuk
mendorong kepala menerobos selaput ovum (Nurhayati,2004).
Menurut Rugh (1968), spermatozoa mencit yang normal terbagi atas bagian kepala yang
bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek middle piece dan bagian ekor yang
sangat panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm sedangkan panjang spermatozoa
seluruhnya sekitar 0,1226 mm (122,6 mikron). Bentuk spermatozoa abnormal dapat
diklasifikasikan berdasarkan bentuk kepala dan ekornya. Menurut Washington et al, (1983),
bentuk sperma abnormal pada tikus terdiri dari bentuk kepala seperti pisang, bentuk kepala
tidak beraturan (amorphous), bentuk kepala terlalu membengkok dan lipatan-lipatan ekor yang
abnormal.
Spermatozoa yang normal terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Dengan
morfologi kepala lonjong jika dilihat dari atas dan “pyriform” jika dilihat dari
samping, lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung. Panjang 4 – 5µm, lebar 2,5 –
3,5µm. Sebagian besar kepala berisi inti. Dua pertiga bagian depan inti diselaputi tutup akrosom.
Jika terjadi pembuahan maka tutup akrososm pecah, d a r i a k r o s o m n y a k e l u a r e n z i m –
e n z i m , y a n g p e n t i n g diantaranya ialah hialuronidase dan protease mirip tripsin. Enzim
itu perlu untuk membuyarkan sel corona radiata yang menyalut ovum dan menembus zona
pelucida.(Yatim, 1996). Sperma abnormal terjadi karena berbagai macam gangguan dalam
spermatogenesis, terutama pada spermiogenesis. Bagian kepala menggepeng, raksasa, kepala
kecil, bagian tengah besar, kepala bercabang dua, ekor pendek, letak ekor abaksial, sisa
sitoplasma melekat, ekor bagian utama bercabang dua (Yatim, 1994).
Gambar 2. Hemasitometer.
Sketsa di atas menggambarkan Haemocytometer. Bagian yang ditandai adalah
kesembilan ruang pada haemocytometer(gambar paling kiri); kolom tengah (nomor 5) terdiri dari
25 kolom lagi (gambar tengah), dan bagian mikrograf dari bagian yang dilingkari pada gambar
tengah (gambar paling kanan), memperlihatkan salah satu dari 25 kotak dari kolom no 5 yang
diperbesar (bagian yang dilingkari pada gambar tengah ) dilinkupi oleh tiga garis yang berisi 16
kotak yang lebih kecil (WHO, 2010).
Untuk melakukan metode perhitungan konsentrasi spermatozoa dengan Hemasitometer
menggunakan rumus:
V P = faktor pengenceran
V = Luas kotak R
(Harr, 2002).
BAB III
METODOLOGI
Praktikum perkembangan telur dan embrio ikan gatul (Poecillia reticulatus) ini
dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 13 November 2012 pukul 07.00-11.00 WIB di
Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Sepuluh Nopember, Surabaya.
Sperma mencit dan manusia dipersiapkan dalam cawan petri yang berisi larutan fisiologis
NaCl 0,9 %. Kemudian sperma mencit dan manusia diteteskan ke gelas objek masing-masing
sebanyak 2 tetes. lalu ratakan dengan kaca objek yang lain. Setelah itu, keringkan dengan
menganginkannya beberapa menit dan rendam dalam metanol selama 5 menit. Lalu, rendam
dalam Eosin Y selama 5 menit dan bilas kelebihan warna dengan air ledeng. kemudian rendam
dalam metilen blue selama 5 menit dan bilas kelebihan warna dengan air ledeng. lalu biarkan
sampai kering dan amati kelainan morfologi yang terjadi dan klasifikasikan sesuai dengan
literatur.
BAB IV
PEMBAHASAN
2. Mencit dibunuh dengan cara Mencit ditarik hingga bagian pada tulang
dislokasi servikalis tengkuk berbunyi yang menandakan bahwa
tulang tengkuk telah patah.
Epididimis
Cacahan epididimis
sperma
sperma
sperma
Perhitungan :
Jumlah total sperma dalam 5 ruang adalah 151
sperma
nXP
V
15.100.000 sel /
mL
kepala
sperma
ekor
leher
ekor
V P = faktor pengenceran
V = Luas kotak R
(Harr, 2002).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Menghitung Konsentrasi Spermatozoa Mencit
Praktikum analisis spermatozoa ini bertujuan untuk menghitung konsentrasi spermatozoa.
Langkah awal adalah menyiapkan mencit jantan yang sudah dewasa untuk diambil
spermatozoanya. Setelah itu mencit tersebut dibunuh dengan cara dislokasi servikalis yaitu
dengan cara mencit dipegang tengkuk lehernya dan dipegang ekornya kemudian ekornya ditarik
sampai terdengar bunyi patah. Cara ini dilakukan agar spermatozoa mencit tetap sehat dan tidak
bercampur dengan bahan kimia jika dibunuh dengan cara dibius. Mencit kemudian dibedah dan
diambil epididimisnya. Hal ini dilakukan karena pada epididimis sperma sudah matang dan
mengalami pergerakan aktif. Setelah itu epididimis diletakkan pada cawan petri yang berisi
larutan NaCl 0,9%. NaCl digunakan karena bersifat isotonis yang akan menjaga sperma untuk
lebih bisa bertahan hidup dan tidak cepat mati. Lalu epididimis dicacah sehalus mungkin agar
sperma keluar. Kemudian suspensi sperma disedot dengan menggunakan pipet thoma sel darah
merah dengan volume 1 ml hal ini dilakukan karena sel darah merah memiliki ukuran yang sama
dengan sperma. Kemudian disedot lagi NaCl sampai batas volume 101. Suspensi disedot
dengan cara ujung pipet thoma diletakkan ke dalam mulut lalu disedot. Lalu buang
satu sampai tiga tetes dalam pipet thoma bagian yang benar-benar mengandung
spermatozoa homogen. Suspensi sperma ditaruh ke dalam hemasitometer improved neubeuer.
Hemasitometer ini berbenruk seperti kaca tebal yang mempunyai sekat – sekat kecil yang hanya
dapat dilihat dengan mikroskop sebab sekat ini bersifat mikroskopis. Sekat – sekat inilah yang
disebut bilik atau kamar. Pada percobaan kali ini hanya dihitung 25 kamar sel darah merah
karena sperma memiliki ukuran seperti sel darah merah.
Berdasarkan hasil yang didapat dari praktikum, pada kamar nomor satu terdapat 32
sperma, pada kamar nomor dua terdapat 30 sperma, pada kamar nomor tiga terdapat 27 sperma,
pada kamar nomor empat terdapat 36 sperma dan pada kamar nomor lima terdapat 26 sperma.
Dari perhitungan konsentrasi mencit dalam 2 mL NaCl 0,9 % didapatkan konsentrasi sebesar
15.100.000 sel/mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kosentrasi sperma mencit termasuk
dalam kelompok oligozoospermia dengan konsentrasi sperma kurang dari 40 juta/mL. Dan
konsentrasi sperma mencit belum termasuk dalam konsentrasi normal sperma..
Menurut Rehan et al, (1975) dalam WHO (2010), melihat konsentrasi sperma pada pria
dapat dibedakan menjadi 4 golongan fertilitas :
Pada pengamatan tidak terlihat adanya sperma mencit yang abnormal. Ciri-ciri sperma
abnormal pada mencit adalah ekor spermatozoa pendek, ekor spermatozoa melipat, leher
spermatozoa putus, ekor spermatozoa patah, ekor spermatozoa melingkar, dan leher spermatozoa
melipat (Aryani, 2009). Secara garis besar abnormalitas morfologi spermatozoa dapat
dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan tempat terjadinya abnormalitas morfologi
spermatozoa tersebut. Abnormalitas primer, apabila abnormalitas morfologi terjadi selama
spermatozoa masih berada di dalam testis, yaitu disebabkan oleh ketidaksempurnaan
spermatogenesis terutama pada saat spermiogenesis. Abnormalitas sekunder terjadi apabila
selama proses pengangkutan DNA penyimpanan spermatozoa di dalam saluran reproduksi
terutama di dalam epididimis mengalami gangguan. Abnormalitas tersier, apabila abnormalitas
morfologi terjadi selama manipulasi semen oleh pemeriksaan (Toelihere, 1985).
(Aryani, 2009).
Pada sperma normal manusia terlihat bagian-bagiannya yaitu kepala yang lonjong, leher
dan ekor. Hal ini sesuai dengan WHO (2010), yang menyatakan bahwa sperma normal memiliki
bentuk kepala oval beraturan dengan ekor lurus panjang di tengahnya. Pada pengamatan tidak
terlihat adanya sperma abnormal yang memiliki ciri-ciri bagian kepala menggepeng, raksasa,
kepala kecil, bagian tengah besar, kepala bercabang dua, ekor pendek, letak ekor abaksial, sisa
sitoplasma melekat, ekor bagian utama bercabang dua. (Yatim, 1994).
Menurut Toelihere (1985), hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa antara
lain penurunan suhu mendadak (cold shock), panas yang berlebihan, bahan kimia atau benda
asing lainnya yang dapat menurunkan daya gerak spermatozoa. Setyadi (2006), menambahkan,
motilitas akan berlangsung dengan baik bila ditopang oleh banyak hal diantaranya adalah
morfologi dari spermatozoa itu sendiri. Morfologi yang baik adalah kepala berbentuk ‘koma’
dengan besaran normal, ekor tidak melingkar ataupun ganda. Selain itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi keabnormalitasan sperma adalah karena pada keadaan stress, membrane
spermatozoa yang banyak mengandung polyunsaturaded fatty acid mudah mengalami
peroksidasi akibat adanya radikal bebas seperti superoksid anion, lipid peroksid dan hidrogen
peroksid sehingga dapat menyebabkan kerusakan membran spermatozoa dan dapat
mengakibatkan terjadinya spermatozoa yang abnormal (kelainan bagian kepala, bagian leher atau
bagian ekor) (Coveli, 1992).
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
perhitungan kosentrasi spermatozoa dari mencit yang diamati dalam 5 ruang Hemasitometer
didapatkan konsentrasi 15.000.000 sel/ml yang menandakan bahwa kosentrasi mencit ini belum
mencapai normal. Dalam pengamatan spermatozoa mencit didapatkan sperma yang normal yang
bercirikan mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing dan ekor panjang lurus dan tidak
terdapat sperma abnormal. Sedangakan pada pengamatan spermatozoa manusia didapatkan
sperma normal yang bercirikan kepala lonjong dilihat dari atas dan pyriform dilihat dari
samping, lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung, panjang ekor seluruhnya sekitar 55
mikrometer dan tebalnya beragam, pembagian ekor atas 4 bagian tak dapat dibedakan dibawah
mikroskop cahaya yaitu leher, bagian tengah, bagian utama, dan bagian ujung dan pada
pengamatan tidak terdapat sperma abnormal.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. THE X-RAY MICROSCOPE AT ASTRID – PROJECTS. Diakses dari
Aryani, Retno. 2009. Pengaruh Asap Briket Batu Bara Non Karbonisasi terhadap
Morfologi Spermatozoa Mencit (Mus musculus). Bioprospek Vol. 6 Nomor 1 hal 85-91
Campbell, Neil A., et al. 2002. Biologi Jilid III Edisi Ke-5. Erlangga, Jakarta.
Coveli V., 1992. What is stress. How does it correlate with the immune system in stress and the
Johnson, M.H & B.J. Everitt, 1995. Essential Reproduction. 3rd ed. Blackwell Sci. Publ:
Oxford.
Nurhayati, A.P.D. 2004. Diktat Perkembangan Hewan. Prodi Biologi FMIPA ITS. Surabaya.
Rugh, R. 1968. The mouse its reproduction and development. Burgess publishing company
Setyadi, A.D. 2006. Organ Reproduksi Dan Kualitas Sperma Mencit (Mus musculus L.) yang
Mendapat Pakan tambahan Kemangi (Ocinum Basilium) Segar. Skripsi Program Studi
Ville, Claude A., Walkel, Warren F dan Robert Barnes D. 1999. Zoologi Umum. Erlangga:
Jakarta.
WHO. 2010. WHO laboratory manual for the examination and processing of human semen