H’ = -Σ{ni/N) x ln
(ni/N)}
Keterangan :
H’ = Indeks diversitas Shannon-Wiener
Gambar 1. Lokasi pengamatan avifauna ni = jumlah individu spesies i
N = jumlah total individu semua spesies
B. Metodologi Sampling Avifauna
Praktikum ini diawali dengan menentukan lokasi yang Indeks Kesamaan Komunitas
representative dan cocok untuk pengamatan burung. Lokasi Kesamaan komunitas antara dua ekosistem yang berbeda
yang dipilih sebaiknya tidak ditutupi kanopi sehingga menggunakan indeks Morisita-Horn dengan rumus :
memiliki jarak pandang yang luas. Setelah ditemukan lokasi
yang sesuai selanjutnya direkam dengan menggunakan GPS. IMH = 2∑(ani x bni) / (da + db)aN x bN
Pengamatan burung pada praktikum ini menggunakan
metode transect. Metode ini diawali dengan membuat
transek sejauh 300 meter dengan jarak kanan dan kiri sejauh Keterangan:
mata memandang. Pengamat berjalan dari titik awal hingga IMH = koefisien Morisita – Horn
titik akhir kemudian mencatat burung yang ditemui di dalam Ani = jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di
transek, maupun yang melintas diatas transek. Pengamat komunitas a
dapat sesekali berhenti. Waktu pengamatan dalam satu Bni = jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di
transek adalah 2 jam. Metode transect mengutamakan komunitas b
pengamatan burung yang sedang makan atau bertengger pada aN = jumlah individu di komunitas a
pohon-pohon di lokasi pengamatan. Oleh karena itu, perlu bN = jumlah individu di komunitas b
dilakukan penegakan tumbuhan di lokasi tersebut dengan da = ∑ ani2 / aN2 dan db = ∑ bni2 / bN2
mencatat jenis pohon dimana spesies burung tersebut
ditemukan. Hal ini dimungkinkan ada kaitan antara burung
yang ditemukan dengan jenis vegetasi tempat dia ditemukan, Kelimpahan Jenis (Pi)
terkait dengan pola makan, jenis makanan atau pola nesting. Kelimpahan burung didapat dari perhitungan jumlah dari
Sebagai data pendukung dicatat pula variabel-variabel setiap jenis burung yang ada. Penentuan nilai kelimpahan ini
sebagai berikut : untuk mengetahui atau menetapkan jenis-jenis burung yang
Perilaku, apakah terbang atau bertengger melimpah atau tidak.
Perilaku saat terbang atau bertengger (menelisik, Jumlah burung spesies ke-i
makan, diam dan sebagainya) Pi =
Jumlah total burung
Kategori tegakan bila burung sedang bertengger
(pohon, tihang dan sebagainya). Bila memungkinkan,
dicatat pula jenis tumbuhan tempat bertengger
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
C.Analisis data
Berdasarkan pengamatan komunitas avifauna yang telah
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan mencari dilakukan pada 4 lokasi yang berbeda dengan 2 jenis vegetasi
indeks dominansi, indeks diversitas Shannon-Wiener, dan yaitu vegetasi hutan pantai dan vegetasi hutan musim
indeks kesamaan komunitas MorisitaHorn. diketahui total spesies yang teramati adalah 34 spesies pada
hutan musim dan 36 spesies pada hutan pantai dengan
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT 3
perbandingan jumlah individu dan jumlah spesies pada 2.3 < H’ < 6.9 Sedang
masing-masing lokasi sebagai berikut : H’ > 6.9 Tinggi
[8] mengatakan bahwa keanekaragaman jenis terdiri dari
dua komponen yaitu jumlah jenis dan jumlah individu dari
masing-masing jenis (kelimpahan jenis). Keanekaragaman
jenis burung umumnya berbeda antara habitat yang satu
dengan habitat yang lainnya [9] menjelaskan bahwa
perbedaan keanekaragaman dapat terjadi karena terdapatnya
perbedaan dalam struktur vegetasi pada masing-masing tipe
habitat, sehingga akan menyebabkan bervariasinya sumber
pakan yang ada dalam suatu habitat.
Struktur vegetasi merupakan salah satu faktor kunci yang
Grafik 1. Jumlah spesies dan jumlah individu pada 4 lokasi mempengaruhi kekayaan spesies burung pada tingkat lokal
[2]. Hubungan yang sangat erat antara komunitas burung
Dilihat dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa hutan dengan indeks keragaman habitat menunjukan bahwa burung
pantai 1 memiliki kekayaan jenis dan jumlah individu yang
sangat tergantung pada keragaman kompleksitas dari pohon,
paling tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh struktur vegetasi pada
lokasi tersebut yang mendukung untuk kehidupan komunitas tiang dan semak. Terjadi perbedaan struktur komunitas
burung. Gebang merupakan tanaman yang khas sebagai burung pada daerah yang mempunyai struktur vegetasi yang
penyusun formasi vegetasi dari hutan pantai, tetapi ada juga berbeda, ataupun antara vegetasi alami dengan yang
yang tumbuh di hutan musim meskipun jumlahnya tidak terganggu [6].
sebanyak yang ada di hutan pantai. secara ekologi, pohon Berdasarkan dari pengamatan yang dilakukan pada 4
gebang berfungsi sebagai tempat habitat berbagai satwa lokasi dengan 2 jenis vegetasi yang berbeda ditemukan
terutama burung Kangkareng Perut-putih (Anthracoceros
bahwa hutan musim 1 memiliki nilai indeks keanekaragaman
albirostris), Julang Emas (Aceros undulatus), dan gagak
hutan (Cervus encha), serta berbagai jenis burung pemakan yang paling tinggi yaitu 2.65, hutan musim 2 memiliki nilai
biji lainnya yang memanfaatkan bijinya untuk dimakan. 2.470, hutan pantai 1 2.34 dan hutan pantai 2 memiliki nilai
Jenis dan tinggi vegetasi merupakan hal pertama yang 2,477. Berdasarkan range indeks keanekaragaman Shannon-
dapat mempengaruhi sebaran vertikal burung. Berkaitan juga Wiener ke-empat lokasi pengamatan memiliki
dengan jenis vegetasi yang ada, burung akan lebih sering keanekaragaman jenis sedang, sehingga dapat dikatakan pada
berada di vegetasi yang menyediakan cukup makanan. lokasi hutan musim dan hutan pantai memiliki
Beragamnya tipe vegetasi menyediakan banyak pilihan bagi
keanekaragaman jenis burung sedang. nilai indeks
burung dalam memilih sumber daya yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyaknya pilihan itu keanekaragaman pada hutan masim menunjukkan nilai yang
mengakibatkan burung tidak terpaku pada satu pilihan jenis lebih tinggi dikarenakan hutan musim memiliki struktur
makanan. Keanekaragaman jenis sangat dipengaruhi oleh vegetasi yang beragam dan adanya tumbuhan bawah pada
tingkat makanannya. Selain aktivitas makan, kebiasaan lain lantai hutan dengan kerapatan sedang serta keadaan bentang
juga mempengaruhi sebaran vertikal burung, misalnya adalah alam yang terdapat berbagai sumber air menyebabkan
kebiasaan bertengger. Dengan struktur vegetasi dan kondisi
kelembaban tanahnya tinggi, sehingga sangat baik untuk
lain yang berbeda, maka selain keragaman jenis yang
berbeda, kelimpahan burungpun akan berbeda. habitat satwa. Hutan musim di Taman Nasional Baluran
terdiri dari dua tipe yaitu hutan musim dataran rendah dan
Tabel 1. Nilai keanekaragaman jenis pada 4 lokasi hutan musim dataran tinggi. Di hutan musim, hampir semua
Lokasi H’ jenis burung di Taman Nasional Baluran ditemukan bahkan
Hutan Musim 1 2.65 untuk jenis-jenis yang paling jarang terdapat disini. Serindit
Hutan Musim 2 2.47 Jawa (Loriculus pusillus) adalah contoh burung yang menurut
Hutan Pantai 1 2.34 refrensi hanya ditemukan di hutan hujan namun ditemukan di
Hutan Pantai 2 2.47 hutan musim Baluran. Hutan musim juga menyediakan
makanan yang beragam dari banyaknya jenis tumbuhan yang
Menurut [7] kriteria dari indeks keanekaragaman Shannon- ada dihutan musim seperti widoro bekol (Zizypus
Wiener adalah sebagai berikut : rotundifolia), kemloko (Emblica officinalis), pilang (A.
Tabel 2. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener leucoplhoea), asam (Tamarindus indica), kelampis (A.
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener tomentosa), talok (Grewia eriocarpa) dan walikukun
Range Kriteria (Schoutenia ovate). Jenis vegetasi pada hutan Pantai hanya
0 < H’ < 2.3 Rendah sesuai bagi beberapa jenis burung saja seperti burung air
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT 4
karena juga dipengaruhi jenis tumbuhan yang kurang dibanyak tempat). Collocalia linchi merupakan burung yang
beragam seperti mantingan (Syzygium polyanthum), sangat umum di Taman Nasional Baluran. Aktif sepanjang
malengan (Excoecaria agalloca) Hal ini menyebabkan hari, terbang tanpa lelah. Tipe vegetasi yang relatif terbuka
keanekaragaman jenis burung pada hutan musim lebih tinggi yang ada di Taman Nasional Baluran membuat burung ini
daripada hutan pantai. mudah teramati. Sering terlihat bersama kelompok kapinis
Keanekaragaman spesies di suatu wilayah ditentukan oleh terbang di atas kubangan air di savana. Merupakan walet
berbagai faktor dan mempunyai sejumlah komponen yang paling kecil dengan ukuran 10 cm. Tubuh atas berwarna
dapat memberi reaksi secara berbeda-beda terhadap faktor hitam kebiruan buram dan tubuh bawah berwarna abu-abu
geografi, perkembangan dan fisik [10]. Keanekaragaman jelaga, perut keputih-putihan. Ekornya sedikit bertakik.
spesies kecil yang terdapat pada komunitas daerah dengan Sesekali terdengar suaranya, nada tinggi “ciir-ciir”. Taman
lingkungan yang ekstrim seperti daerah kering, tanah miskin Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan
apalagi bekas kebakaran atau letusan gunung berapi, bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi
sedangkan keanekaragaman yang tinggi biasanya terdapat sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang
pada lingkungan yang optimum, keanekaragaman jenis direkatkan dengan air ludahnya [11].
burung di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor -faktor
sebagai berikut:
1. Ukuran luas habitat. Semakin luas habitatnya cenderung
semakin tinggi keanekaragaman jenis burung.
2. Struktur dan keanekaragaman vegetasi. Di daerah yang
keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi maka
keanekaragaman jenis hewannya termasuk burung, tinggi
pula. Hal ini disebabkan oleh setiap jenis hewan hidupnya
tergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.
3. Keanekaragaman dan tingkat kualitas habitat secara umum
di suatu lokasi. Semakin majemuk habitatnya cenderung
semakin tinggi keanekaragaman jenis burungnya.
4. Pengendali ekosistem yang dominan. Keanekaragaman
jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem yang
terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem Grafik. Kelimpahan avifauna pada hutan musim 2
yang diatur secara biologi. Berdasarkan grafik diatas yang menunjukkan kelimpahan
pada lokasi hutan musim 2, spesies yang melimpah adalah
Pycnonotus goiavier atau merbah cerukcuk. Merupakan
burung yang sangat mudah dijumpai di seluruh kawasan
Taman Nasional Baluran. Persis sama dengan Cucak
Kutilang burung ini sangat aktif sepanjang hari.
Berkelompok dan sering terlihat berbaur dengan burung jenis
lainnya. Selain merbah cerukcuk pada lokasi hutan musim 2
juga banyak ditemukan walet linchi dan Trenon vernans atau
punai gading. Punai Gading memiliki penyebaran yang
cukup luas, mulai dari hutan pantai, savana dan hutam
musim. Menyukai pohon yang sedang berbuah. Hidup
berkelompok dalam jumlah besar. Di Taman Nasiobal
Baluran merupakan jenis yang umum, meskipun pola
distribusinya masih belum bisa diperkirakan. Pernah tercatat
di blok Evergeen, Savana Bekol, Savana Kramat, Savana
Grafik. Kelimpahan avifauna pada hutan musim 1 Talpat, Pondok Mantri dan sepanjang jalan Batangan - Bekol.
Berukuran sama dengan jenis punai lainnya (29 cm) warna
Berdasarkan grafik diatas spesies yang melimpah pada
dominan hijau, kepala abu-abu, dada orange dan leher depan
daerah hutan musim 1 adalah (Collocallia linchi) yang
sampai belakang berwarna ungu. Punai betina hampir
ditemukan sebanyak 26 individu pada hutan musim 1. Hal ini
seluruhnya berwarna hijau. Pola pergerakannya yang tidak
dikarenakan Collocalia linchi merupakan burung yang
menentu cukup merepotkan untuk bertemu burung ini. Hal
bersifat aerial dan bersifat kosmopolit (dapat dijumpai
ini sesuai dengen kondisi ketika diamati, punai gading
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT 5
Gambar1. Dendogram indeks MorisitaHorn melingkar di atas hutan, perkebunan dan juga di padang
rumput dengan pepohonan.
Berdasarkan hasil perhituhan indeks MorisitaHorn Burung Srigunting hitam hidup di dahan bercabang
diketahui bahwa Hutan Musim 1 mempunyai komunitas yang horizontal dekat permukaan tanaah, dataran rendah dan
paling dekat dengan hutan Pantai 1 dengan nilai indeks tempat terbuka. Burung ini juga banyak ditemukan di daerah
0,7776. Hal ini karena pada hutan Musim 1 dan Hutan pantai pesisir pantai [13].
1 memiliki 5 jenis spesies yang tidak dijumpai pada Hutan Faktor lain yang menyebabkan hutan musim 1 memiliki
Musim 2 maupun hutan pantai 2. Spesies tersebut adalah : kesamaan komunitas yang paling dekat dengan hutan pantai
1 adalah struktur vegetasi yang serupa pada lokasi ini. Hutan
Nama Ilmiah Nama Indonesia pantai 1 didominasi oleh mangrove dan vegetasinya relatif
Anthracoceros albirostris kangkareng perut putih terbuka begitu pula pada hutan musim 1 yang vegetasinya
Caprimulgus affinis cabak kota didominasi oleh akasia dan semak sehingga tidak memiliki
kanopi yang lebat dan memiliki ruang terbuka yang luas.
Corvus enca gagak hutan
Hutan pantai 1 dan hutan musim 2 memiliki nilai
Dicrurus macrocercus srigunting hitam
kesamaan komunitas sebesar 0,686. Hal ini dikarenakan
Spilornis cheela elang bido terdapat 2 spesies yang hanya terdapat pada hutan musim 2
Tabel 4. Spesies pada hutan musim 1 dan hutan pantai 1 dan hutan pantai1 yaitu :
Kangkareng perut putih merupakan burung yang suka Nama ilmiah Nama Indonesia
hidup diatas pohon tinggi yang memiliki buah. Hutan pantai
Ducula aenea pergam hijau
1 memiliki vegetasi yang sesuai bagi burung ini, salah satu
Macropygia emiliana uncal batu
jenis pohon yang disukai oleh kangkareng adalah Ficus sp.
Burung gagak hutan juga merupakan jenis burung arboreal Tabel 5. Spesies pada hutan pantai 1 dan hutan musim 2
yang suka hidup pada ranting pohon yang tinggi. Menurut Ducula aenea ditemukan pada pucuk pohon asem
[10] burung gagak sering dijumpai di daerah hutan pantai dan (Tamarindus indica) di hutan musim dan ditemukan pada
sangat sensitive dengan kehadiran manusia. Jumlahnya di dahan pohon kering yang tinggi sedang bertengger pada
Taman Nasional Baluran terus menurun akibat perburuan dan hutan pantai. Burung ini mempunyai kebiasaan bertengger di
burung ini tidak suka berbagi pohon dengan burung lain. atas tajuk pohon yang tinggi pada sore hari, berpasangan atau
[13] menyatakan bahwa burung-burung arboreal dalam kelompok kecil dan mengeluarkan suara “Um” yang
menggunakan pohon sebagai tempat untuk bertengger, keras, atau “kruk-kroorr” yang khas. Memiliki persebaran
bersarang serta melakukan aktivitas makan. Penyebaran Jenis sangat luas di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran.
burung berdasarakan karakteristik spesies yang ditemukan Menyukai pohon yang sedang berbuah [11].
perbedaan berdasarkan tipe habitatnya. Burung-burung Macropygia emiliana memiliki kebiasaan suka bertengger
arboreal memiliki struktur morfologi yang sesuai untuk hidup di bawah tajuk yang rindang ketika musim penghujan,
pada tajuk pohon sebagai contoh adalah tipe kaki berupa kaki memasuki musim kemarau, ketika daun-daun berguguran,
petengger. warnanya yang coklat tua kemerahan hampir menyamai
Cabak kota merupakan jenis burung terrestrial, burung ini kondisi pohon-pohon yang hampir seluruhnya berwarna
sering ditemukan diatas semak. Pada siang hari burung ini coklat karena kering. Terbang sangat cepat tak bersuara
besembunyi di rerumputan di daerah terbuka, savana, pantai. begitu merasa terganggu oleh kehadiran manusia.
Pada malam hari beterbangan atau keluar dari semak-semak Persebarannya lebih banyak di wilayah sisi timur Taman
dan duduk di jalan setapak atau jalan aspal, apabila ada Nasional Baluran. Berukuran sedang (30 cm) dengan ekor
gangguan langsung terbang dan bersembunyi pada semak- panjang, bulu sayap primer berwarna hitam dengan leher
semak hutan. Burung ini menempati habitat di hutan musim sampai dada bergaris-garis tidak terlalu tegas.
dan savanna [10]. Seperti yang dikatakan pada pernyataan Hutan pantai 2 dan hutan musim 2 memiliki nilai
diatas, bahwa saat siang hari burung cabak kota ditemukan kesamaan komunitas yang paling rendah hal ini dikarenakan
bersembunyi direrumputan di pantai, savanna dan hutan tidak ditemukan spesies khusus pada lokasi ini. Spesies yang
musim, jadi hal ini sesuai dengan hasil pengamatan, burung ditemukan pada umumnya merupakan spesies yang juga
cabak kota ditemukan saat bersembunyi direrumputan. ditemukan pada lokasi lainnya.
Elangular bido hidup pada vegetasi yang rapat seperti
IV. KESIMPULAN
hutan. Biasanya bertengger pada dahan pohon yang teduh.
Burung ini ditemukan di hampir semua tipe vegetasi di Berdasarkan praktikum pengamatan komunitas avifauna
seluruh wilayah Taman Nasional Baluran. Sering terbang dapat disimpulkan bahwa burung merupakan anggota
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT 7
pembentuk suatu ekosistem yang saling berhubungan dengan Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu
lingkungannya. Tipe vegetasi yang beragam pada Taman Hayat, Jilid I, IPB, Bogor, (1990).
Nasional Baluran memberi peluang bagi habitat [10] Odum, E., P. 1993. Dasar-dasar Ekologi, Edisi
beranekaragam burung. Metode yang digunakan dalam Ketiga. Gajahmada University Press,Yogyakarta.
pengamatan avifauna ini adalah line transect yaitu dengan [11] Winnasis Swiss , Toha Achmad, Sutadi. Burung-
membutat garis sejauh 300 meter dengan jarak pandang 100 burung Taman Nasional Baluran. Balai Taman
m ke kanan dan kiri. Hasil analisa data menunjukkan bahwa Nasional Baluran. Situbondo. (2009)
spesies yang paling melimpah disemua jenis vegetasi adalah [12] MacArthur, R. H. and Wilson, E. O. The Theory of
wallet linchi (Collocalia linchi) karena burung ini merupakan Island Biogeography. Princeton, N.J.: Princeton
burung cosmopolit yang mempunyai wilayah edar yang luas. University Press. (1967)
Sedangkan jika dilihat dari keankearagamannya hutan musim [13] Isaccha, J.P., Maceirac, M.S., Boa, M.R. Demarı S.
1 memiliki keanekaragaman spesies yang paling tinggi Peluce. 2005. Bird-habitat relationshipin semi-arid
dengan nilai 2.65, dari nilai tersebut keanekaragman burung natural grasslands and exotic pastures in the west
di Taman Nasional Baluran termasuk kategori sedang. pampas of Argentina. Journal of Arid Environments
Berdasarkan perhitungan kesamaan komunitas, hutan musim 267–283. (2005)
1 dan hutan pantai 1 memiliki kesamaan komunitas yang [14] Hilman.. Komunitas Burung. Universitas
paling mirip karena terdapat 5 spesies yang hanya ditemukan Diponegoro : Semarang. (2009).
dilokasi tersebut yaitu elang bido, kangkareng perut putih,
cabak kota, gagak hutan dan srigunting hitam.
DAFTAR PUSTAKA
[1] MacKinnon, J., Karen Phillipps dan Bas van
Balen. Burung – Burung di Sumatera, Jawa,
Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah,
Sarawak dan Brunei Darussalam). Puslitbang
Biologi – LIP : Bogor. (1997)
[2] Wiens JA. The Ecology of Bird Communities 1.
Cambridge. Cambridge University Press. (1989)
[3] Peterson RT. Burung. Pustaka Alam Life,
Tiara Pustaka. Jakarta. (1980)
[4] Morin, edgar. Seven complex lesson in future
education. Unesco publishing : New York. (1999)
[5] Sujatnika, Jepson P, Soehartono T.R, Crosby M.J.,
Mardiastuti A. Melestarikan Keanekaragaman
Hayat Indonesia: Pendekatan Daerah Burung
Endemik. PHPA/Birdlife International-Indonesia
Programme. Jakarta. (1995)
[6] Paeman PB.. The Scale of Community Structure:
Habitat Varition and Avian Guilds in The Tropical
Forest. Ecological Monographs 72: 19-39. (2002)
[7] Brower, J.E, Jerrold H. Z., Car I.N.V.E. Fields and
Laboratory Methods for General Ecology. Third
Edition. Wm C. Brown Publisher : New York.
(1990)
[8] Helvoort VB. A study on bird population in the
rural ecosystem of West Java, Indonesia. A semi
quantitative approach report, Natcons Departement
Agricultural University Wageningen, (1981)
[9] Alikodra HS. Pengelolaan satwa liar. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT 8