Anda di halaman 1dari 6

70 | Jurnal Silva Samalas

ANALISIS POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN


WISATA ALAM SURANADI
Oleh:
Marjuardi Zaen dan Raden Roro Narwastu Dwi Rita
Fakultas Ilmu Kehutanan Universitas Nusa Tenggara Barat

Abstrak

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui indeks kaenekaragaman jenis burung, mengetahui keapadatan
burung dan mengetahui kelimpahan burung di kawasan Wisata Alam Suranadi. Metode penelitian adalah
metode transek jalur dan pengamatan cepat, metode ini menggunakan panjang dan lebar jalur yang di
sesuaikan dengan kondisi topografi dan kerapatan tegakan.Hasil penelitian menunjukkan indeks
keanekaragaman jenis burung di kawasan Wisata Alam Suranadi adalah 2, dengan kriteria 1< H’ < 3yang
artinya sedang. Kepadatan burung 0,0573 (individu/m²) dan Kelimpahan Burung di Kawasan Wisata
Alam Suranadi adalah jenis burung Walet Linchi (Collocalia linchi) memiliki total indeks kelimpahan
tertinggi 34,9%, Cabai Lombok (Dicaeum maugei) 17,4%, Layang-layang batu (Hirundo tahiticia)
11,3%, Bondol jawa (Lhoncura leucogastroides) 7,9%, Gelatik batu kelabu (Parus major) 4,5%, Madu
sriganti (Nectarinia jugularis) 4,2%, Isap madu topi Australia (Lichmera indistinct) 4,0%, Bentet kelabu
(Lanius schach) 2,6%, Raja udang biru (Alcedo coerulescens) 1,7%, Kacamata laut (Zosterops Chloris)
1,6%, Burung gereja erasia (Passer montanus) 1,6%, Isap madu topi sisik (Lichmera lombokia) 1,6 %,
Cici padi (Cisticola juncidis) 1,5%, Bondol hijau (Erytrura gouldiae) 1,5%, Raja udang punggung merah
(Ceyx rufidorsa) 1,2%, Gemak loreng (Turnix suscitator) 0,5%, Celapuk rinjani (Otus jolandae) 0,4%,
Kacamata gunung (Pleci Montanus) 0,4%, Delimukan zamrud (Chalcophaps) 0,3%, Bubut alang-alang
(Centropus bengalensis) 0,2%, Kancilan bakau (Pachycephala grisola) 0,2%, Gagak hutan (Corvus
enca) 0,2% dan yang terendah Elang Bondol (Haliastur Indus) 0.1%.

Kata kunci : Keanekaragaman jenis burung di TWA Suranadi

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman ekosistem (Prasetyo, 2002). Sebagai salah satu
burung yang cukup tinggi. Alikodra (2002) komponen ekosistem, burung mempunyai
menyatakan bahwa tingginya keanekaragaman hubungan timbal balik dan saling tergantung
jenis burung di suatu wilayah didukung oleh dengan lingkungannya. Atas dasar peran dan
tingginya keanekaragaman habitat karena habitat manfaat ini maka kehadiran burung dalam suatu
bagi satwa liar secara umum berfungsi sebagai ekosistem perlu dipertahankan (Arumasari,
tempat untuk mencari makan, minum, istirahat, 1989).
dan berkembang biak. Berdasar pada fungsi Manfaat dan fungsi burung yang begitu
tersebut, maka keanekaragaman jenis burung besar bagi kehidupan manusia, sehingga
juga berkaitan erat dengan keanekaragaman tipe mendorong upaya untuk menjaga kelestarian
habitat serta beragamnya fungsi dari setiap tipe dan keanekaragamannya. Namun akhir-akhir ini
habitat. Kelestarian burung dapat dipertahankan kehidupan burung semakin lama semakin
dengan melakukan konservasi jenis yang terdesak yang sebagian besar disebabkan oleh
didahului dengan berbagai studi atau penelitian manusia dengan merusak dan mengubah fungsi
tentang satwa tersebut, antara lain jenis burung, habitat burung. Kegiatan tersebut antara lain
jumlah individu jenis burung dan penyebaran dengan konversi lahan untuk pemukiman,
burung. peternakan, perkebunan, perindustrian,
Burung merupakan suatu obyek pelestarian pertambangan dan lainnya. Kegiatan-kegiatan
keanekaragaman hayati karena manfaatnya tersebut membutuhkan lahan yang cukup luas,
terhadap kelangsungan hidup manusia. Manfaat sehingga habitat burung semakin berkurang
secara langsung adalah sebagai komoditi dengan bertambahnya kegiatan yang dilakukan
ekonomi, sedangkan manfaat burung secara oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
tidak langsung, yaitu untuk menjaga kestabilan hidupnya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat

Volume 1, No. 1, Juni 2018


ISSN. 2621-6779 Jurnal Silva Samalas| 71

menyebabkan kepunahan yang melampaui METODOLOGI PENELITIAN


tingkat pengembaliannya (Primack et al. 1998).
Berbagai program telah dijalankan a. Metode Transek Jalur
pemerintah untuk melakukan konservasi baik Metode ini merupakan salah satu cara
secara insitu maupun exsitu akan tetapi yang sering digunakan dalam pengumpulan
kenyataan menunjukkan bahwa populasi burung data jenis dan jumlah individu satwaliar.
semakin berkurang. Era reformasi yang Panjang dan lebar jalur yang digunakan
berhembus justru semakin memperparah disesuaikan dengan kondisi topografi dan
kerusakan daerah konservasi karena adanya
kerapatan tegakan di lokasi pengamatan.
berbagai perusakan hutan oleh masyarakat
sehingga habitat burung semakin rusak. Luas transek pengamatan: 1000 x 10 =
Perkembangan kota yang semakin luas juga 10.000 m², jadi jalur yang digunakan
menyebabakan vegetasi habitat burung semakin sepanjang 1 km, lebar jalur 5 m kekiri dan 5
berkurang sehingga tidak ada tempat bagi meter kekanan. Data dicatat dari perjumpaan
burung untuk dapat berkembang biak dengan langsung dengan satwa burung yang berada
baik (Wibowo Yuni, 2004). dalam lebar jalur pengamatan
Di Pulau Lombok terdapat lima lokasi
Taman Wisata Alam salah satunya adalah
Taman Wisata Alam Suranadi. Taman Wisata
Alam (TWA) Suranadi merupakan hutan alam
yang relatif utuh di tengah jepitan
perkembangan sekitarnya. Taman Wisata Alam
Suranadi di tetapkan berdasarkan SK Mentan
No. 646/Kpts/Um/10/76 tanggal 16 oktober
1976 dengan luas 52 ha dan terletak di desa
Suranadi. Potensi alam yang relatif terjaga,
menjadikan hutan TWA Suranadi kaya akan
keanekaragam tumbuhan maupun satwa.
Menjelang musim hujan, pada sekitar bulan
September sampai oktober dapat di jumpai Gambar 1. Pengamatan Transek Jalur
cukup banyak jenis kupu kupu di lokasi yang
agak terbuka. Di kawasan ini juga terdapat b. Pengamatan Cepat
beranekaragaman burung. Metode ini digunakan untuk mengetahui
Menurut Desmawati (2010) burung jenis-jenis burung yang terdapat di lokasi
merupakan plasma nutfah yang memiliki pengamatan. Pengamatan tidak harus di lakukan
keunikan dan nilai yang tinggi baik nilai pada suatu jalur khusus atau lokasi khusus.
ekologi, ilmu pengetahuan, wisata dan budaya. Pengamat cukup mencatat jenis-jenis burung
Penelitian tentang burung merupakan hal yang yang ditemukan,misalnya saat survei lokasi,
sangat penting karena burung bersifat dinamis berjalan diluar waktu pengamatan, dan
dan mampu menjadi indikator perubahan sebagainya.
lingkungan yang terjadi pada tempat burung
tersebut berada. Hal ini dikarenakan burung c. Pengamatan Kicauan Burung
merupakan vertebrata yang mudah terlihat Data pengamatan tidak langsung adalah
secara umum, mudah diidentifikasi, persebaran data yang diperoleh berdasarkan jejak,
yang luas, namun dalam pengelolaan dan kotoran (fases), sarang dan informasi dari
konservasi cenderung tidak banyak dilakukan di petugas maupun dari masyarakat
wilayah yang kelimpahan burungnya tinggi
termasuk Indonesia. Oleh karena itu tujuan dari d. Analisis Data
penelitian ini adalah: Mengetahui indeks Data berupa jumlah perjumpaan burung di
keanekaragaman, kepadatan dan kelimpahan setiap lokasi pengamatan akan di analisis indeks
jenis Burung di Kawasan Wisata Alam Suranadi keanekaragaman, frekuensi keterdapatan (Fi),
dan indeks kelimpahan relative (IKR) spesies
burung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut. Indeks keanekaragaman dengan
72 | Jurnal Silva Samalas

menggunakan rumus yang di adopsi dari Keanekaragaman spesies burung berhubungan


Shannon dan Wiener (1988): dengan keseimbangan dalam komunitas. Jika
nilai keanekaragamannya tinggi, maka
H’ = —∑ pi ln pi keseimbangan komunitasnya juga tinggi. Tetapi,
H’ = —∑ {(ni / n ) ln (ni / n)} jika nilai keseimbangan tinggi belum tentu
menunjukkan keanekaragaman spesies dalam
dimana: komunitas tersebut tinggi. Indeks
H = indeks keanekaragaman keanekaragaman semakin tinggi maka hubungan
ni = jumlah individu
n = jumlah total individu antar komponen dalam komunitas akan semakin
dengan kriteria: kompleks (Firdaus et al., 2014).
H’ < 1 = menunjukkan tingkat keanekaragaman
jenis yang rendah
1 < H’ < 3 = menunjukkan tingkat keanekaragaman
jenis yang sedang
H’ > 3 = menunjukkan tingkat keanekaragaman
jenis yang tinggi

Kepadatan Populasi dihitung dengan rumus:

Keterangan:
D = Kepadatan populasi (Jumlah individu/m²)
n = jumlah satwa yang teramati
L = panjang total transek
w = lebar transek

Perhitungan indeks kelimpahan relative


(IKR) dengan persamaan yang di adopsi dari
Krebs (1989) yaitu:

Selanjutnya nilai indeks kelimpahan relative


digolongkan dalam tiga kategori yaitu tinggi
(>20%), sedang (15%-20%), dan rendah
(<15%).
Gambar 3. Nilai indeks keanekaragaman jenis burung
HASIL DAN PEMBAHASAN di TWA Suranadi

a. Indeks keanekaragaman jenis burung di Odum (1994) menyatakan keberadaan jenis


TWA Suranadi atau keanekaragaman spesies di suatu wilayah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditentukan oleh berbagai faktor dan mempunyai
dilakukan di TWA Suranadi, baik malalui sejumlah komponen yang dapat memberi reaksi
perjumpan langsung maupun rekaman suara secara berbeda-beda terhadap faktor geografi,
ditemukan 23 spesiaes burung dengan total perkembangan dan fisik. Helvoort (1981)
individu sebanyak 1721 individu. Dari 23 menambahkan bahwa keanekaragaman jenis
spesiaes burung yang ditemukan di 3 stasiun burung berbeda dari suatu tempat ke tempat
diperoleh indeks keanekaragaman jenis burung lainnya, hal ini tergantung pada kondisi
di TWA Suranadi sebesar 2.203. Apabila dilihat lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya.
dari kriteria indeks keanekaragaman berada pada Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi
1 < H’ < 3 yang artinya menunjukkan tingkat tajuk merupakan faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman jenis yang sedang. keanekaragaman jenis burung. Keanekaragaman
Keanekaragaman burung didefinisikan merupakan khas bagi suatu komunitas yang
sebagai jumlah jenis burung beserta berhubungan dengan banyaknya jenis dan
kelimpahannya masing-masing disuatu area. jumlah individu tiap jenis sebagai komponen

Volume 1, No. 1, Juni 2018


ISSN. 2621-6779 Jurnal Silva Samalas| 73

penyusun komunitas. Pernyataan ini diperkuat usia serta hutan campuran, menunjukkan
oleh Alikondra (2002) menyatakan bahwa faktor perbedaan jumlah jenis serta kepadatan individu
yang mempengaruhi nilai keanekaragaman jenis burungnya. Laiolo et al. (2003) menyatakan
(H’) adalah kondisi lingkungan, jumlah jenis juga bahwa perubahan struktur hutan dapat
dan sebaran individu pada masing-masing jenis. mempengaruhi perubahan pemanfaatan ruang
Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) (relung ekologi) oleh burung, baik secara
burung di TWA Suranadi termasuk dalam vertikal maupun horizontal seperti dalam
kategori sedang. Taman Wisata Alam Suranadi pencarian makan dan substrat.
merupakan kawasan pelestarian alam, faktor-
faktor yang mempengaruhi indeks c. Kelimpahan burung di TWA Suranadi
keanekaragaman jenis (H’) burung di TWA Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
Suranadi salah satunya adalah kondisi bahwa spesies burung Walet Linchi (Collacalia
lingkungan. TWA Suranadi yang memiliki tipe Linchi) merupakan spesies burung yang
ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah memiliki indeks kelimpahan relatif tertinggi
dimana kondisi tegakan sangat didominasi oleh yaitu 34,9% dan indeks kelimpahan yang paling
pohon alami yang masih cukup rapat dengan rendah adalah burung Elang Bondol (Haliastur
tegakan pohon yang sangat besar yang memiliki Indus) yaitu 0,1%. Burung Walet Linchi
diameter mencapai 3,57 m dengan tinggi (Collacalia Linchi) mempunyai jumlah individu
mencapai 50 m. Selain itu faktor lingkungan 600 ekor. Burung ini sangat umum dan gampang
yang juga mempengaruhi nilai indeks dilihat. Dapat dijumpai disetiap bentuk habitat.
keanekaragaman jenis (H’) burung di TWA Hal tersebut disebabkan oleh sifat burung ini
Suranadi adalah karena seluruh kawasan yang sangat jarang bertengger. Sebagian besar
dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Hal hidupnya berada di udara, memangsa serangga-
tersebut menjadikan kawasan TWA Suranadi serangga yang terbang sambil terbang.
tidak sepenuhnya terbebas dari tangan manusia. Kelimpahan adalah istilah umum yang
Terdapat beberapa aktifitas manusia di TWA digunakan untuk suatu populasi satwa dalam hal
Suranadi yang menjadi permasalahan. Widodo jumlah yang sebenarnya dan keanekaragaman
(2009) menyatakan bahwa habitat yang naik turunnya populasi atau keduanya (Shaw
kondisinya baik dan jauh dari gangguan manusia 1985 diacu dalam Mahmud 1991). Kelimpahan
serta didalamnya mengandung bermacam- erat kaitannya dengan distribusi, sehingga
macam sumber pakan, memungkinkan memiliki biasanya kedua istilah ini seringkali digunakan
jenis burung yang banyak. bersama-sama (Andrewartha & Birch 1954
diacu dalam Mahmud 1991). Kelimpahan dapat
b. Kepadatan populasi burung di TWA dinyatakan juga sebagai jumlah organism per
Suranadi unit area (kepadatan absolut), atau sebagai
Kepadatan burung di hitung berdasarkan kepadatan relatif, yaitu kepadatan dari satu
jumlah individu setiap jenis burung yang populasi terhadap populasi lainnya (Krebs
ditemukan. Hasil penelitian kepadatan populasi 1978). Kelimpahan relatif adalah perbandinngan
burung di TWA Suranadi 0.0573 (individu/m²). kelimpahan individu tiap jenis terhadap
Menurut Alikodra (1990), kepadatan kelimpahan (jumlah) seluruh individu dalam
populasi satwa liar akan bervariasi menurut suatu komunitas (Krebs 1978). Kelimpahan
wilayah dan tipe habitat, termasuk klas burung. burung pemakan buah mungkin dapat di
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ukuran hubungkan dengan kelimpahan pohon yang
dan kepadatan populasi adalah kondisi iklim, sedang berbuah (Bibby et al. 2000).
kemampuan adaptasi suatu jenis satwa liar, Welty (1982) mengemukakan bahwa
intreraksi antar individu maupun antar jenis dan modifikasi lingkungan alami menjadi lahan
penyakit. Lambert (1992) dalam Partasasmita pertanian, perkebunan, kota, jalan raya dan
(2003) menambahkan bahwa perubahan kawasan industry berakibat buruk bagi burung.
vegetasi dalam suatu habitat dapat Walaupun modifikasi tertentu habitat alami
mempengaruhi burung-burung yang hidup di dapat membawa keberuntungan bagi spesies-
dalamnya, baik mengenai komposisi komunitas spesies tertentu, namun secara keseluruhan
maupun kebiasaan hidupnya. Hal serupa berakibat merusak kehidupan burung.
ditemukan pula oleh Hadiprayitno (1999) yang
menyatakan pada habitat pinus yang berbeda
74 | Jurnal Silva Samalas

KESIMPULAN Kawasan Konservasi. Bogor. Pusat


Indeks keanekaragaman jenis Burung di Penelitian dan Pengembangan Perubahan
Kawasan Wisata Alam Suranadi adalah 2. Iklim dan Kebijakan dan Penelitian dan
dengan kriteria 1 < H’ < 3 yang artinya sedang Pengembangan Kehutanan Kementerian
Kepadatan Burung di Kawasan Wisata Alam Kehutanan Republik Indonesia.
Suranadi 0.0573 (individu/m²). Kelimpahan Cagar Alam Pulau Rambut. Skripsi. Jurusan
Burung di Kawasan Wisata Alam Suranadi Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas
adalah jenis burung Walet Linchi (Collocalia Kehutanan IPB. Bogor.
linchi) memiliki total indeks kelimpahan Darmawan, M.P. 2006. Keanekaragaman Jenis
tertinggi 34,9%, Cabai Lombok (Dicaeum Burung pada Beberapa Tipe Habitat di
maugei) 17,4%, Layang-layang batu (Hirundo Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan
tahiticia) 11,3%, Bondol jawa (Lhoncura Timur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
leucogastroides) 7,9%, Gelatik batu kelabu Bogor. 138 hlm.
(Parus major) 4,5%, Madu sriganti (Nectarinia Darmawan.2011. Keanekaragaman jenis burung
jugularis) 4,2%, Isap madu topi Australia di beberapa tipe lahan mangrove Desa
(Lichmera indistinct) 4,0%, Bentet kelabu Sungai Burung Kecamatan Dente Teladas
(Lanius schach) 2,6%, Raja udang biru (Alcedo Kabupaten Tulang Bawang. Skripsi.
coerulescens) 1,7%, Kacamata laut (Zosterops Jurusan Kehutanan. Universitas Lampung.
Chloris) 1,6%, Burung gereja erasia (Passer Bandar Lampung.
montanus) 1,6%, Isap madu topi sisik (Lichmera Desmawati, I. 2010. Studi Distribusi Jenis-Jenis
lombokia) 1,6 %, Cici padi (Cisticola juncidis) Burung Dilindungi Perundang-
1,5%, Bondol hijau (Erytrura gouldiae) 1,5%, Dewi,RS.2007. Keanekaragaman Jenis Burung
Raja udang punggung merah (Ceyx rufidorsa) di Beberapa Tipe Habitat Taman Nasional
1,2%, Gemak loreng (Turnix suscitator) 0,5%, Gunung Ciremai. Departemen Konservasi
Celapuk rinjani (Otus jolandae) 0,4%, Kacamata Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
gunung (Pleci Montanus) 0,4%, Delimukan Fakultas Kehutanan IPB.Bogor.
zamrud (Chalcophaps) 0,3%, Bubut alang-alang Ensiklopedi Indonesia. 1992. Ensiklopedi
(Centropus bengalensis) 0,2%, Kancilan bakau Indonesia Seri Fauna. PT. Ichtiar Baru
(Pachycephala grisola) 0,2%, Gagak hutan Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling
(Corvus enca) 0,2% dan yang terendah Elang Bioekologi. Buku.Buku Aksara. Jakarta
Bondol (Haliastur Indus) 0.1% Hadiprayitno, G. 1999. Pengunaan Habitat oleh
Berbagai Jenis Burung yang Berada di
Kawasan Hutan Gunung Tangkuban
DAFTAR PUSTAKA Perahu, Jawa Baraat. Program Pascasarjana
ITB. Bandung. Tidak dipublikasikan.
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Helvoort, B.V. 1981. Bird Populations in The
Jilid I. Fakultas IPB. Bogor Rural Ecosistems of West Java. Nature
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan satwa liar. Conservation Depertment. Netrherlands.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Krebs, C.J. 1978. Ecological Methodology.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Harper dan Row, Publisher, New York.
Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Laiolo, P., E. Caprico, and A. Rolando. 2003.
Pertanian Bogor. Bogor. Effects of logging and Nonnative tree
Arumasari. 1989. The Book of Bird Life. Van Proliferation on the Birds Overwintering in
Nostrand Company Inc. New York. the Upland Forest of North-western Italy.
B.S. Dewi.2005. Studi Keanekaragaman jenis Forest Ecology and Management 179:441-
burung di rawa Universitas Lampung. 454.
Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas Mac Kinnon. J. 1998. Seri Panduan Lapangan
Pertanian Universitas Lampung. Bandar Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali,
Lampung. dan Kalimantan. Buku. LIPI.Bogor.
Bibby, C., M.Jones., and Marsden, S.2000. MacKinnon J., K. Phillips, dan B.V. Balen.
Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan : Survei 1998. Panduan Lapangan Burung-burung
Burung. Buku. BirdLife International- di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan.
Indonesia Programme. Bogor. Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI.
Bismark, M.2011. Prosedur Operasi Standar MacKinnon, J., K. Phillips, dan B. Van Balen.
(SOP) Untuk Survei Keragaman Jenis Pada 2010. Burung-burung di Sumatera. Jawa.

Volume 1, No. 1, Juni 2018


ISSN. 2621-6779 Jurnal Silva Samalas| 75

Bali. dan Kalimantan. LIPI-Burung


Indonesia. Bogor.
Mahmud, A. 1991. Kelimpahan dan Pola
Penyebaran Burung-burung Merandai di
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah
Mada University Press.Yogyakarta.
Odum, E.P.1971. Fundamental of Ecology.
Third Edition. W.B Sounders Co.
Philadelpia.
Partasasmita, R. 1998. Ekologi Makan Burung
Betet, Psittacula alexandri (L.) di Kawasan
Kampus IPB Darmaga. Bogor.
Partasasmita, R. 2003. Ekologi Burung Pemakan
Buah dan Perananya Sebagai Penyebar Biji.
Makalah Falsafah Sains Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Prasetyo, DK. 2002. Studi Habitat Sekitar
Sarang Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) Di
Kawasan Cibolau Taman Nasional Gede-
Pangrango Jawa Barat. Jurusan Biologi
FMIPA UNDIP. Semarang.
Primack, J.B.; J. Supriatna; M. Indriawan & P.
Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Riyanto, Nurkin B., Palenewan J.L., Jodjo H.,
Suwondo, Delmi A., Renwarin J., Kleden
P., Rahman M. N., Hatta G.M., 1985.
Ekologi Dasar. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur.
Ujung Pandang.
Teknologi Sepuluh November. Surabaya. 68
hlm.
Undangan Indonesia di Kawasan Wonorejo,
Surabaya. Skripsi. Institut
van Hoeve. Jakarta.
Welty, J.C. 1982. The Life of Bird. Saunders
College Publishing. Philadelphia.
Wibowo, Y. 2004. Keanekaragaman Burung Di
Kampus Universitas Negeri Yogyakarta.
[Karya Tulis]. Jurusan Pendidikan Biologi
FMIPA Universitas Negri Yogyakarta.
Widodo, W. 2009. Komparasi Keragaman Jenis
Burung-Burung di Taman Nasional Baluran
dan Alas Purwo Pada Beberapa Tipe
Habitat. Jurnal Berkala Penelitian Hayati.
(14): 113-124.
Wiens, J. A. 1992. The Ecology of Bird
Communities I: 241-374. Foundations and
Patterns. Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai