Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Ekologi Hewan 2013 1

Studi Komunitas Avifauna di Kawasan Hutan


Musim dan Hutan Pantai, Taman Nasional Baluran,
Situbondo
Abstrak— Pola sebaran spasial tumbuhan dan satwa adalah terdapat komunitas, interaksi antar komunitas dengan
salah satu karakteristik yang penting dalam suatu komunitas lingkungannya membentuk suatu ekosistem.
ekologi. Ketersediaan sumber makanan, tempat bersarang, Keberadaan jenis burung pada suatu tempat sangat
tempat bermain, bertengger dan berlindung dari hewan musuh ditentukan oleh kondisi faktor lingkungan baik biotik
merupakan faktor penting yang ikut menentukan kehadiran maupun abiotoik dari daerah yang ditempatinya tersebut.
jenis burung pada suatu habitat. Praktikum ini bertujuan
Burung-burung jenis tertentu akan menetap dan
untuk mengidentifikasi jenis-jenis burung di suatu komunitas
atau ekosistem dan membandingkan jenis-jenis burung pada berkembangan biak pada suatu daerah bila syarat minimal
suatu komunitas atau ekosistem dikaitkan dengan habitatnya. semua aspek yang dibutuhkan tersedia cukup. Ketersediaan
Metode yang digunakan pada pengamatan komunitas avifauna sumber makanan, tempat bersarang, tempat bermain,
dengan metode transek. Dari lokasi pengamatan hutan musim bertengger dan berlindung dari hewan musuh merupakan
1, hutan musim 2, hutan pantai 1 dan hutan pantai 2 terdapat 5 faktor penting yang ikut menentukan kehadiran jenis burung
spesies avifauna yang banyak ditemukan di keempat lokasi pada suatu habitat [2].
pengamatan komunitas avifauna. Spesies tersebut adalah Kondisi fisik Taman Nasional Baluran yang khas tersebut
Aegithina tiphia, Collocalia linchi, Cinnyris jugularis, pada akhirnya menciptakan berbagai macam tipe vegetasi,
Pycnonotus aurigaster, Streptopelia chinensis. Spesies tersebut mulai dari hutan pegunungan kering tapi selalu hijau, hutan
sama-sama bisa hidup di semua tipe habitat. Dan dari musim dataran tinggi, hutan musim dataran rendah, hutan
perhitungan indeks biodiversitas (H’), hutan musim 1 memiliki
savanna dan semak belukar, hutan mangrove, sedikit rawa,
nilai H’ sebesar 2.652742, hutan musim 2 memiliki nilai H’
sebesar 2.470241, hutan pantai 1 memiliki nilai H’ sebesar padang lamun dan terumbu karang. Musim penghujan yang
2.348738, dan hutan pantai 2 nilai H’ sebesar 2.477556. nilai lebih panjang dan perbedaan curah hujan antara musim
tersebut termasuk kategori tinggi karena H’>2.0. Antara hutan penghujan dan kemarau yang sangat radikal menciptakan
musim 1 dengan hutan pantai 1 memiliki tingkat kesamaan hutan musim yang tersebar hampir merata di seluruh
yang paling dekat dengan nilai Imh sebesar 0.777632496. kawasan.
Dari banyaknya tipe vegetasi itulah yang kemudian menjadi
Kata Kunci— Komunitas Avifauna, Biodiversitas, Hutan salah satu faktor tersedianya daya dukung lingkungan yang
Musim, Hutan Pantai baik bagi kehidupan burung. Dengan asumsi bahwa semakin
beragam tipe vegetasi maka semakin beragam pula
I. PENDAHULUAN persediaan pakan dan lokasi bersarang serta berlindung bagi
beragam burung [ 9 ]. [4], mencatat setidaknya ada 154 jenis

K eanekaragaman jenis hayati di Indonesia yang


terhimpun dalam ekosistem hutan tropika mulai dari
ekosistem pantai hingga ekosistem pegunungan, jumlahnya
burung dari seluruh wilayah Taman Nasional Baluran seluas
25.000 ha. Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi
jenis-jenis burung di suatu komunitas ataupun ekosistem
mencapai 47 tipe ekosistem. Dengan berbagai serta bertujuan untuk membandingkan jenis-jenis burung
keanekaragaman hayati yang berbeda dan latar belakang
pada suatu komunitas yang dikaitkan dengan habitatnya.
demikian, dunia menetapkan Indonesia sebagai negara
megabiodiversitas. Pola sebaran spasial tumbuhan dan satwa
adalah salah satu karakteristik yang penting dalam suatu
II.METODOLOGI
komunitas ekologi. Hal ini merupakan suatu hal yang
mendasar dari setiap kelompok organisme dan merupakan
A. Waktu dan Lokasi Pengamatan
tahap awal dalam meneliti suatu komunitas [18].
Kawasan Taman Nasional Baluran memiliki beberapa tipe Praktikum pengamatan komunitas burung (avifauna) ini
ekosistem yang tersebar mulai dari ketinggian 0 – 1.247 m dilakukan pada Hari Sabtu tanggal 12 April 2013 di Hutan
dpl. Menurut [1], di Taman Nasional Baluran terdapat 6 tipe musim dan hutan Pantai Bama Taman Nasional Baluran.
vegetasi yang berkembang di areal tersebut yaitu hutan Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 WIB
payau, hutan pantai, hutan musim atau hutan daun lebar sampai pukul 08.00 WIB karena pada waktu tersebut
gugur daun, hutan awet hijau, hutan pegunungan dan tipe merupakan awal aktivitas dari burung.
vegetasi di daerah berawa. Tipe vegetasi sangat berkaitan
dengan jenis satwa liar yang dapat ditemukan di areal
tersebut seperti burung, mamalia dan reptilia. Salah satu
kawasan konservasi yang terdapat potensi jenis burung yaitu
Taman Nasional Baluran yang merupakan suatu kawasan
yang dapat dipandang sebagai suatu habitat yang didalamnya
Laporan Praktikum Ekologi Hewan 2013 2

Sangat Tinggi H>3.0


Tinggi H>2.0
Sedang 1.6<H<2.0
Rendah 1.0<H<1.5
Sangat rendah H<1.0

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan komunitas avifauana di Taman Nasional


Baluran Situbondo dilakukan pada 4 lokasi yaitu hutan
musim 1, hutan musim 2, hutan pantai 1 dan hutan pantai 2.
Pada pengamatan komunitas avifauna di wilayah hutan
Gambar 1. Lokasi pengamatan komunitas avifauna transek 7
musim 1, kawasan Taman Nasional Baluran terdapat 23
di kawasan hutan musim 2 spesies dengan total 99 individu yang teramati. Pada kawasan
B. Metode Pengamatan Burung ini spesies yang mendominasi adalah Collocalia linchi.
Metode yang digunakan pada pengamatan komunats
avifauna menggunakan metode transek. Metode transek
adalah suatu metode pengamatan populasi satwa liar melalui
pengambilan contoh dengan bentuk unit contoh berupa jalur
pengamatan [7]. Metode ini dilakukan dengan menarik garis
transek sejauh 300 m dengan jarak pandang ke kanan dan kiri
masing-masing transek sejauh 50 m. Satu transek sepanjang
300 meter diamati 2 kelompok selama 2 jam. Metode
pengataman praktikum kali ini yaitu mengutamakan
pengamatan burung yang sedang makan atau bertengger pada
pohon-pohon di lokasi. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan binokuler, hal hal yang perlu diamati adalah
bentuk luar atau morfologi dari burung misalnya warna,
ukuran tubuh, paruh, ekor, dan suara. Sehingga didapatkan
identifikasi spesiesnya. Kemudian mengamati vegetasi Grafik 1. Grafik indeks diversitas (H’) komunitas avifauna di
tempat burung terlihat dicatat bagaimana keadaan lingkungan hutan musim 1
burung beraktivitas misalnya bertengger di pohon, air, tanah,
dll, ketiga mengamati perilaku burung (nesting) pada saat Berdasarkan grafik indeks biodiversitas (H’) tersebut
terlihat. Setelah didapatkan seluruh data yang dibutuhkan , menunjukkan bahwa sebagian besar spesies memiliki nilai
dicatat untuk kemudian diolah. indeks biodiversitas yang cukup tinggi. Wallet Linchi
(Collocalia linchi) memiliki indeks biodiversitas yang paling
tinggi diantara semua spesies burung di kawasan hutan
C.Analisis Data musim 1 dengan nilai indeks sebesar 0.351137. Total nilai
Analisis data dihitung nilai dominansi D (%), indeks indeks biodiversitas avifauna di hutan musim 1 adalah
diversitas Shannon-wienner (H’), dan indeks Morisita-Horn sebesar 2.652742. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat
dari masing-masing transek. Menurut [5], Derajat pemusatan biodiversitas avifauna di hutan musim 1 tinggi karena nilai
dominansi pada satu atau beberapa spesies dinyatakan dalam biodiversitas (H’) pada hutan musim ini >2.0. Kekayaan
indeks dominansi, yang menunjukkan banyaknya peranan spesies dan kesamaannya dalam suatu nilai tunggal
jenis organisme dalam hubungannya dengan komunitas digambarkan dengan Indeks diversitas. Indeks diversitas
secara keseluruhan. Menurut [6] untuk mengukur indeks mungkin hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan
keanekaragaman (diversity index) dapat menggunakan rumus spesies. Ada nilai indeks diversitas yang sama didapat dari
komunitas dengan kekayaan yang rendah dan tinggi
kesamaan kalau suatu komunitas yang sama didapat dari
komunitas dengan kekayaan tinggi dan kesamaan rendah
[18].
Dari pengamatan, kawasan hutan musim 1 memiliki
keanekaragaman yang tinggi karena terdapat banyak sekali
spesies avifauna. Hal ini sesuai dengan pernyataan [18]
bahwa suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman
Sedangkan menurut [8] tingkat keanekaragaman dapat tinggi adalah jika komunitas tersebut disusun oleh banyak
dianalisis berdasarkan kriteria spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki
Laporan Praktikum Ekologi Hewan 2013 3

keanekaragaman rendah jika komunitas itu disusun oleh hanya tingkat keanekaragaman tiap spesiesnya saja yang
sedikit spesies. berbeda.
[9] menyatakan bahwa keragaman spesies burung Keanekaragaman berhubungan dengan pola distribusi
merupakan sesuatu refleksi dari bermacam-macam habitat burung. Faktor – faktor yang mempengaruhi distribusi
dan kondisi iklim yang mampu mendukungnya. Burung dapat burung [12] yaitu : waktu dan geologi, penghalang fisik,
menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat mobilitas kebutuhan akan lingkungan, toleransi ekologi dan
hutan maupun habitat bukan hutan. Secara umum, burung faktor – faktor psikologis. Menurut Storer, Burung tersebar di
memanfaatkan habitat sebagai tempat mencari makan, semua benua, lautan dan hamper seluruh kepulauan.
beraktivitas, berkembang biak dan berlindung [21]. Penetrasi burung – burung tersebut mencapai artik dan
Berbagai jenis avifauna dapat mendiami suatu habitat antartika termasuk meliputi daerah permukaan laut sampai
tertentu. Menurut [11], menyatakan bahwa kelengkapan pegunungan. Dengan mempertimbangkan kemampuan
habitat terdiri dari berbagai jenis termasuk makanan, terbang, mereka mempunyai
perlindungan dan faktor lain yang diperlukan oleh jenis satwa kemampuan penyebarab geografi dan habitat yang luas.
untuk bertahan hidup. Beberapa faktor yang menentukan Struktur dan komposisi vegetasi dipengaruhi oleh beberapa
keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat faktor yaitu flora dan tempat tumbuh (habitat) yang berupa
untuk beristirahat, bermain, berkembang biak, bersarang, situasi iklim dan keadaan tanah. Komposisi vegetasi / disebut
bertengger, dan berlindung. Untuk hidup di dalam suatu juga bentuk pertumbuhan / bentuk hidup dari tumbuhan
habitat, burung memerlukan syarat-syarat tertentu seperti mencakup jenis – jenis tumbuhan yang mempunyai ciri – ciri
kondisi habitat yang cocok, baik, dan aman dari segala morfologi yang sama dikelompokkan dalam satu tipe bentuk
gangguan. Hubungan antara habitat dengan satwaliar dapat pertumbuhan [13].
terlihat pada sketsa profil vegetasi. Vegetasi hutan musim cenderung lebih terbuka dengan
Pada pengamatan komunitas avifauna di wilayah hutan pohon – pohon penyusunnya lebih berjauhan dan tidak ada
musim 2, kawasan Taman Nasional Baluran terdapat 24 persaingan di antara semua tumbuhan untuk mendapatkan
spesies burung dengan total 208 individu yang teramati. Di cahaya. Batang pokok pohon cenderung bersifat masif, agak
kawasan ini spesies Pycnonotus goiavier yang paling pendek, tajuk biasanya bulat dan besar, seringkali memencar
mendominasi diantara semua spesies dengan total individu luas dari ketinggian tidak seberapa jauh dari permukaan
yang teramati sebesar 61. tanah. Langit – langit pohon tidak setebal dan serapat hutan
hujan tropik. Cahaya dapat menembus lantai hutan yang
menyebabkan lantai hutan tertutup rapat oleh tumbuhan
bawah [14]. Vegetasi hutan musim menunjukkan
kenampakan yang jauh lebih bervariasi. Persyaratan
ekologinya cenderung menjadi demikian kritis, sehingga
perubahan sedikit saja dalam iklim tanah dapat menimbulkan
perubahan yang nyata dalam formasi tumbuh – tumbuhan.
Musim kemarau yang panjang dapat mengakibatkan
kekeringan pada tanah sampai ke dalam, karena itu tumbuhan
di hutan musim umumnya berakar dalam [13].
Komunitas hutan musim terdiri atas 3 tingkat yaitu :
Pohon– pohon dengan tajuk terpisah, vegetasi tumbuhan
bawah yang lebat serta berdaun kecil dan keras, lapisan tanah
/ serasah yang terdiri atas terna kecil dan pendek [14]. Pohon
–pohonnya tidak terlalu tinggi, jarang melebihi 30 m sampai
Grafik 2. Grafik indeks diversitas (H’) komunitas avifauna di puncak tajuk utama. Tajuk lebih berkembang, batang lebih
hutan musim 2 pendek dan lebih kuat dari pada pohon penyusun hutan hujan
tropika dan biasanya kurang rapat [14]. Ciri khas biomassa
Berdasakan grafik indeks biodiversitas (H’) tersebut hutan ini sebagian besar pohon – pohon yang menempati
menunjukkan bahwa spesies Pycnonotus goiavier memiliki kanopi atas meranggas pada musim kemarau dan sebagian
indeks biodiversitas yang tertinggi yaitu sebesar 0.359743 besar pohon kanopi bawah tetap berdaun [16].
sedangkan spesies Anthreptes malacensis, Centropus Pada komposisi tipe vegetasinya, antara hutan musim 1
bengalensis, Centropus nigrorufus, Geopelia striata, dengan hutan musim 2 berbeda dari tingkat kerapatan
Halcyon chloris, Hirundo rustica memiliki indeks vegetasinya. Pada hutan musim 1 kerapatan vegetasinya
biodiversitas paling rendah yaitu masing-masing sebesar sangat tinggi sehingga kawasan ini jauh dari gangguan
0.025661. total nilai indeks biodiversitas (H’) komunitas manusia dan masih sangat alami sehingga tingkat
avifauna di kawasan hutan musim 2 adalah sebesar 2.470241. biodiversitas pada hutan musim 1 lebih tinggi. Di kawasan
nilai tersebut menunjukkan bahwa indeks biodiversitas pada hutan musim 2 telah ada jalan setapak dan tingkat kerapatan
kawasan hutan musim 2 tinggi karena memiliki nilai H’ >2.0. vegetasinya tidak setinggi pada hutan musim 1 sehingga ada
Dari spesies-spesies burung yang ditemukan pada 2 lokasi faktor gangguan dari manusia yang membuat tingkat
hutan musim menunjukkan bahwa spesies yang ditemukan di biodiversitas hutan musim 2 tidak setinggi hutan musim 1.
hutan musim musim 1 dengan hutan musim 2 rata-rata sama
Laporan Praktikum Ekologi Hewan 2013 4

Hutan musim dijumpai dari lereng Gunung Baluran sampai diantara spesies yang lain yaitu sebesar 0.342672. Pada
mendekati pantai [17], kawasan hutan pantai 2 ini memiliki total nilai indeks
Pada pengamatan komunitas avifauna di wilayah hutan biodiversitas sebesar 2.477556. Nilai ini menunjukkan bahwa
pantai 1, kawasan Taman Nasional Baluran terdapat 31 hutan pantai memiliki nilai keanekaragaman (biodiversitas)
spesies burung dengan total 253 individu yang teramati. yang tinggi karena nilai H’>2.0.
Spesies yang mendominasi pada kawasan ini sama dengan Hutan pantai di kawasan Taman Nasional Baluran terdapat
spesies yang mendominasi pada kawasan hutan musim 1 antara Pandean dan Candibang serta beberapa tempat seperti
yaitu spesies Collocalia linchi. Labuan Merak, Bama, dan sebelah Timur dari Gatal. Pantai
Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam
kecil, atau lereng karang, tergantung daerahnya. Vegetasi
pantai yang tumbuh adalah formasi Baringtonia  yang
berkembang baik. Jenis burung yang dapat dijumpai diderah
ini seperti kangkareng (Anthrococeros albirostris), pergam
(Ducula aenea), elang laut (Pandion haliaeetus) [15]. Tetapi
berdasarkan hasil pengamatan, pada kawasan hutan pantai 1
maupun 2 tidak ditemukan Pandion haliaeetus tetapi untuk
spesies Ducula aenea ditemukan dalam jumlah yang banyak
yaitu sekitar 10 individu dan spesies Anthrococeros
albirostris sebanyak 7. Dan kedua spesies ini hanya
ditemukan di kawasan hutan pantai 1.
Pantai Bama dengan berbagai macam habitat merupakan
lokasi terbaik untuk menemukan burung. Jalan setapak ke
Grafik 3. Grafik indeks diversitas (H’) komunitas avifauna di arah Utara dan Selatan yang berada tepat di daerah ekoton
kawasan hutan pantai 1. antara hutan mangrove dan hutan musim adalah salah satu
lokasi utama. Beberapa jenis burung yang mudah ditemui
Berdasarkan grafik indeks biodiversitas (H’) tersebut dan difoto di areal ini seperti CangakLaut (Ardea
menunjukkan bahwa wallet Linchi (Collocalia linchi) sumatrana), Bangau Tong-tong (Leptop losjavanicus),
memiliki indeks biodiversitas yang paling tinggi diantara Rajaudang Biru (Alcedo coerulenscens), dan Pelatuk Ayam
semua spesies burung di kawasan hutan musim 1 dengan (Dryocopus javensis). Meskipun cukup sulit, tapi mungkin
nilai indeks sebesar 0.353785. Total indeks biodiversitas di hanya di sekitar pantai Bama ada Sikatan Cacing (Cyornis
kawasan hutan pantai 1 adalah sebesar 2.348738. Nilai ini banyumas), Pelanduk Semak (Malacocinda sepiarium),
menunjukkan bahwwa tingkat biodiversitas avifauna di Perenjak Coklat (Prinia polychroa), Ciungair Jawa
kawasan hutan ini termasuk dalam kategori tinggi karena (Macronous flavicollis) dan Gagak Hutan (Corvus enca) [15].
nilai H’ >2.0. Sesuai dengan pernyataan [15], berdasarkan pengamatan
Pada pengamatan komunitas avifauna di wilayah hutan yang dilakukan di kawasan hutan pantai 1 dan hutan pantai 2
pantai 2, kawasan Taman Nasional Baluran terdapat 21 dijumpai spesies Alcedo coerulenscens karena memang
spesies burung dengan total 104 individu yang teramati. Pada spesies burung ini suka bertengger di rantai mangrove [15],
wilayah ini spesies Artamus leucorynchus merupakan spesies dan Dryocopus javensis walaupun jumlahnya tidak banyak.
yang dominan dengan jumlah individu yang teramati paling Sedangkan untuk spesies Ardea sumatrana, Leptop
banyak. losjavanicus tidak ditemukan pada pengamatan. Dan untuk
spesies yang hanya ditemukan pada hutan pantai 1 adalah
Corvus enca. Hal ini sesuai dengan pernyataan [15] karena
memang spesies ini susah ditemui dan hutan pantai
merupakan habitat yang cocok untuk gagak hutan karena di
hutan pantai terdapat banyak pohon gebang sebagai tempat
bertengger gagak hutan selain itu gagak hutan suka
bertengger di pohon tinggi. .
Pada komposisi tipe vegetasinya, antara hutan pantai 1
dengan hutan pantai 2 berbeda karena pada lokasi
pengamatan di hutan pantai 1 cenderung kearah daerah
perbatasan antara hutan pantai dengan hutan savana. Pada
lokasi pengamatan hutan pantai 1 berada di kawasan bird
watching trail. Pada lokasi ini, tipe vegetasinya didominasi
Grafik 4. Grafik indeks diversitas (H’) komunitas avifauna di oleh pohon tinggi seperti pohon gebang dan pohon ketapang
kawasan hutan pantai 2. (Terminalia cattapa). Sedangkan untuk hutan pantai 2,
lokasi pengamatan lebih kearah daerah disekitar pantai Bama
Berdasarkan grafik indeks biodiversitas (H’) tersebut yang komposisi vegetasi dominan adalah jenis pohon akasia.
menunjukkan bahwa spesies Artamus leucorynchus Di setiap lokasi pegamatan komunitas avifauna selalu
merupakan spesies dengan indeks biodiversitas (H’) tertinggi terdapat spesies Collocalia linchi dengan tingkat dominasi
Laporan Praktikum Ekologi Hewan 2013 5

yang tinggi. Seperti pada kawasan hutan musim 1 dan hutan


pantai 1. Burung ini sangat umum di Taman Nasional
Baluran. Aktif sepanjang hari dan terbang tanpa lelah.
Burung ini suka terbang didaerah dengan tipe vegetasi yang
terbuka. Sering terlihat bersama kelompok kapinis terbang di
atas kubangan air di savana. Taman Nasional Baluran
memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering
digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang [15] selain itu
walet Linchi sering ditemukan di berbagai komunitas habitat
karena walet Linchi dapat hidup di semua tipe habitat yang
terbuka .
Di kawasan hutan musim 2 spesies Pycnonotus goiavier
(Merbah cerukcuk) yang merupakan tipe burung petengger
adalah spesies yang dominan. Karena pada kawasn hutan Diagram 1. Perbandingan indeks biodiversitas (H’) dari 4
musim 2 banyak terdapat pohon yang digunakan untuk lokasi pengamatan komunitas avifauna.
bertengger spesies burung ini.
Selain itu, di kawasan hutan pantai 2 spesies Artamus Berdasarkan diagram perbandingan H’ dari keempat lokasi
leucorynchus (kekep babi) merupakan spesies dominan. pengamatan komunitas avifauna tersebut menunjukkan
Burung ini lebih mudah ditemukan dalam kelompok besar, bahwa pada kawasan hutan musim 1 memiliki indeks
memburu mangsanya di areal kebakaran bersama kelompok biodiversitas tertinggi diantara lokasi pengamatan yang lain.
srigunting. Burung ini suka berlama-lama di udara, seperti Perbedaan ini disebabkan oleh faktor kondisi fisik alam.
layang-layang. Ditemukan hampir diseluruh kawasan Taman Menurut [16] bahwa habitat yang kondisinya baik dan jauh
Nasional Baluran dalam kelompok-kelompok tidak terlalu dari gangguan manusia serta di dalamnya mengandung
besar. Burung ini mudah diamati dari dekat terutama ketika bermacam-macam sumber pakan, memungkinkan memiliki
di tengah hari, dia sering bertengger di pucuk-pucuk tajuk jenis burung yang banyak. Pada kawasan hutan musim 1 atau
yang terbuka atau di pucuk-pucuk antenan [15]. yang berada di zona evergreen dengan tingkat kerapatan
Disemua kawasan pengamatan komunitas avifauna juga hutan yang tinggi menyebabkan kawasan hutan ini jauh dari
terdapat spesies Cinnyris jugularis atau yang biasa disebut gangguan manusia. Semak belukar yang terdapat di kawasan
burung madu sriganti. Spesies ini persebarannya di Taman ini dapat menjadi salah satu faktor yang membuat burung-
Nasional Baluran sangat luas. Burung ini dapat ditemukan di burung tersebut tertarik untuk singgah. Semak belukar yang
pinggir-pinggir hutan yang terbuka di hutan musim, hutan rapat merupakan tempat berlindung yang baik bagi burung
pantai dan hutan mangrove. Sering terlihat berpasangan atau terutama yang bertubuh kecil terhadap serangan angin
kelompok kecil. Satu kelompok biasanya hanya ada satu kencang, udara, dingin, dan predator yang lebih besar[17].
jantan. Tidak terlalu terganggu dengan keberadaan manusia. Sedangkan pada daerah pengamatan di hutan pantai terdapat
Sering terlihat bersama dengan kelompok burung lain [15] jalan setapak yang biasa dilalui warga sekitar sehingga dapat
sehingga spesies ini sangat mudah diamati di setiap lokasi mengganggu habitat alami dari satwa liar yang hidup disana.
pengamatan komunitas avifauna. Indeks keanekaragaman membuktikan bahwa kekayaan
Spesies lain yang memiliki indeks biodiversitas yang hayati dalam suatu kawasan didukung secara penuh oleh
tinggi di keempat lokasi pengamatan adalah spesies Hirundo kondisi ekologis disekelilingnya. Mulai dari aktivitas
tahitica atau yang biasa disebut layang-layang batu. makhluk hidup lain yang hidup berdampingan, keberadaan
Memiliki persebaran yang agak luas. Hidup berkelompok predator, ketersediaan pakan, hingga ketersediaan tempat
dalam jumlah kecil, jumlah kelompok terbesar ditemukan di tinggal yang aman dan nyaman untuk burung tersebut hingga
sekitar Blok Gatel di areal persawahan dan areal tambak ikan dapat berkembangbiak.
[15]. Sehingga burung ini paling melimpah di lokasi Berdasarkan praktikum pengamatan komunitas avifauana
pengamatan hutan pantai baik hutan pantai 1 maupun hutan di Kawasan Taman Nasional baluran, didapatkan indeks
pantai 2. kesamaan komunitas dari dua lokasi pengamatan yaitu
Beberapa jenis Megalaima sp, adalah burung-burung yang kawasan hutan musim dan kawasan hutan pantai.
hanya ditemukan di hutan dengan kerapatan dan
keanekaragaman vegetasi tinggi.

Gambar 1. Dendogram indeks kesamaan komunitas avifauna


hutan musim dan hutan pantai di Taman Nasional Baluran
Laporan Praktikum Ekologi Hewan 2013 6

Dari dendogram indeks Morisita Horn (Imh) kesamaan Selain itu juga terdapat spesies Aegithia tiphia yang sering
komunitas avifauna tersebut menunjukkan bahwa antara dijumpai di lokasi pengamatan. Menurut [15], burung ini
komunitas avifauna di hutan musim 1 dengan hutan pantai 1 hidup sendirian atau kadang-kadang berpasangan, melompat
memiliki indeks kesamaan sebesar 0.777632496. pada cabang-cabang pohon dan bersembunyi diantara rantin-
Berdasarkan nilai tersebut menunjukkan hubungan ranting pohon. Untuk mengamatinya tidak sulit, karena di
kekerabatan komunitas avifauna antara hutan musim 1 seluruh kawasan Taman Nasional baluran dapat ditemukan
dengan hutan pantai 1 lebih dekat dibanding komunitas spesies ini. Hewan ini selalu dijumpai di setiap lokasi
avifauna antara hutan pantai 1 dengan hutan musim 2 yang pengamatan karena suaranya yang terdengar sangat khas.
memiliki nilai Imh sebesar 0.686963593. sedangkan untuk Untuk spesies burung yang sama-sama terlihat di kawasan
komunitas avifauna di hutan musim 2 dengan hutan pantai 2 hutan pantai, baik hutan pantai 1 maupun hutan pantai 2
memiliki kesamaan yang sangat jauh dengan nilai Imh adalah Halcycon chloris atau biasa disebut sebagai cekakak
sebesar 0.597489259. Hal ini disebabkan karena nilai indeks sungai. Burung ini sering ditemui di kawasan hutan pantai
morisitahorn yang mendekati 1 merupakan dua lokasi yang Bama. Burung ini sangat mudah ditemui di Taman Nasional
komunitas spesiesnya hampir sama. Menurut [18], Baluran. Sering ditemukan bertengger pada ranting pohon
Standarisasi indeks Morisita merupakan perbaikan dari baik sendirian atau berpasangan. Menempati semua tipe
Indeks Morisita dengan meletakkan suatu skala absolut habitat, hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan musim.
antara -1 hingga 1. Suatu penelitian simulasi membuktikan Sangat jarang ditemukan di savana. Saat air laut surut, sering
bahwa indeks ini merupakan metode terbaik untuk mengukur terlihat di atas batu karang di padang lamun sambil
pola sebaran spasial suatu individu karena tidak bergantung mengawasi mangsa. Meskipun sangat mudah diamati tapi
terhadap kepadatan populasi dan ukuran sampel. [18] sangat susah didekati [15].
menyatakan bahwa kemiripan suatu komunitas dengan Dari tipe vegetasinya, antara hutan musim 1 dengan hutan
komunitas lain dapat dinyatakan dengan similarity pantai 1 yang memiliki Indeks kesamaan paling dekat dengan
coefficients dan distance coefficients. Similarity coefficients tipe vegetasinya dan tipe kerapatan vegetasi hampir sama.
memiliki nilai yang bervariasi antara 0 (jika kedua komunitas Pada kawasan hutan musim 1 dan hutan pantai 1 sama-sama
benar-benar berbeda) hingga 1 (jika kedua komunitas jauh dari gangguan manusia. Pada hutan pantai 1 dan hutan
identik). musim 1 vegetasinya sama-sama didominasi oleh pohon
Dari perhitungan Imh yang menunjukkan bahwa antara tinggi yang dapat digunakan untuk bertengger dan spesies
hutan musim 1 dengan hutan pantai 1 memiliki tingkat tumbuhan Tamarindus indica yang merupakan sumber
kesamaan paling tinggi diantara hutan musim 2 dan hutan makanan bagi komunitas avifauna seperti Treron vernans dan
pantai 2. Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa ada 13 Streptopelia chinensis. Contohnya adalah pada spesies
spesies yang sama dari kedua kawasan pengamatan tersebut Pycnonotus aurigaster dan spesies Pycnonotus goiavier yang
yaitu Aegithina thipia, Anthracoceros merupakan burung petengger yang ditemukan di hutan
albirostris,Caprimulgus affinis, Cinnyris jugularis, musim 1 dan hutan musim 2. Sehingga memiliki
Collocalia linchi, Corvus enca, Dicrurus sp., Geopelia kecendrungan spesies avifauna yang berada di hutan musim 1
striata, Pavo muticus, Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus dengan hutan pantai 1 sama. Dan rata-rata dari semua jenis
goiavier, Spilornis cheela, Streptopelia chinensis. Dan dari avifauna yang teramati sedang bertengger di pohon atau
dua lokasi tersebut spesies Collocalia linchi memiliki jumlah cabang pohon. Selain itu, menurut [10] menyatakan bahwa
yang paling banyak teramati. keanekaragaman jenis burung pada suatu komunitas
Dari keempat lokasi pengamatan terdapat 5 spesies yang mempunyai korelasi dengan sumberdaya alam yang ada pada
ditemukan di keempat lokasi pengamatan komunitas komunitas tersebut.
avifauna. Spesies tersebut adalah Aegithina thipia, Pada strata pohon diketahui banyak menyediakan sumber
Collocalia linchi, Cinnyris jugularis, Pycnonotus aurigaster, pakan berupa buah-buahan, biji-bijian dan serangga dengan
Streptopelia chinensis. Hal ini disebabkan karena kelima jumlah yang cukup banyak sesuai dengan keanekaragaman
spesies tersebut dapat hidup di berbagai tipe habitat. vegetasinya, serta merupakan tempat bersarang yang ideal
Spesies Pycnonotus aurigaster atau yang biasa disebut bagi sebagian jenis avifauna. Keadaan ini sesuai dengan
sebagai cucak kutilang merupakan salah satu dari spesies pernyataan [10] bahwa pembagian atau distribusi avifauna
yang sering di jumpai di lokasi pengamatan komunitas sangat diatur oleh kesesuaian habitatnya, setiap famili dan
avifauna karena spesies ini dapat hidup di berbagai tipe jenis harus beradaptasi dengan masing-masing habitat yang
habitat. Menurut [15], Seperti burung Merbah Cerukcuk, sesuai untuk makan dan bertelur. Begitu juga perilaku sosial
Cucak kutilang juga adalah burung yang sangat umum di dan kebiasaan mereka sangat bergantung pada habitatnya.
Taman Nasional Baluran, meskipun populasinya tidak
sebanyak Merbah Cerukcuk. Burung ini aktif sepanjang hari,
ribut dan hidup dalam kelompok. Sering dijumpai di daerah
IV. KESIMPULAN
savana atau daerah terbuka dan tepi hutan musim. Selain itu
juga sangat bersahabat dengan kehadiran manusia. spesies ini Berdasarkan praktikum komunitas avifauna dapat
banyak dijumpai di hutan musim 1 maupun hutan musim 2 disimpulkan bahwa terdapat 5 spesies avifauna yang
karena sesuai dengan pernyataan [15] lebih sering di jumpai ditemukan di keempat lokasi pengamatan komunitas
di tepi hutan musim atau daerah terbuka. avifauna. Spesies tersebut adalah Aegithina thipia,
Collocalia linchi, Cinnyris jugularis, Pycnonotus aurigaster,
Laporan Praktikum Ekologi Hewan 2013 7

Streptopelia chinensis. Dan pada wilayah hutan musim 1 dan


hutan pantai 1 memiliki tingkat kesamaan yang paling dekat
berdasarkan indeks Morisita Horn. Sedangkan hutan pantai 2
memiliki nilai kesamaan yang sangat jauh dari hutan musim
1. Dari keempat lokasi pengataman memiliki nilai
biodiversitas yang tinggi karena rata-rata nilai H’ lebih dari
2.0.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Partomihardja, T. “Check-list of plant species in the Baluran national
park, East Java,” (1989) Paper Unpublished
[2] C. J. Krebs, Ecology: The experimental analysis of distribution and
abundance. New York: Harper & Row Publishers (1972).
[3] V. B. Helvort, “A Study on Bird Population in The Rural Ecosystem of
West Java, Indonesia a Semi Quantitative Approach,” Nature
Conservation Dept. Agriculture University Wageningen-The Netherand
(1981).
[4] J. McKinon et al, Burung-burung di Sumatra, Jawa, Bali dan
Kalimantan. Birdlife International (2000).
[5] Heddy S. dan Kurniati M, Prinsip-prinsip Dasar Ekologi, Suatu
Bahasan tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada (1996).
[6] Corlett R. T. and H. K. Kwok, “The bird communities of anatural
secondary forest and a Lophostemon confertus plantation in Hong
Kong, South China,” Forest Ecology and Management 130 (2000) 227-
234.
[7] M. Sutherland and A. K. Sylvester, Advertising And The Mind Of The
Consumer. Jakarta: Penerbit PPM (2006).
[8] S. H. Alikodra, Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor: Pusat Antar.
Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor (1990).
[9] Sajithiran T. M., Jamdhan S. W. dan Santiapillai C., “A Comparative
Study of the Diversity of Birds in Three Reservoirs in Vavuniya, Sri
Lanka,” Tiger Paper. 31(4) (2004) 27–32.
[10] M. Walters, The Complete Birds of the World Illustrated Edition.
London: David & Charles Newton Abbot (1981).
[11] Bailey J. A., Principles of Wildlife Management. New York: John Wiley
&. Sons (1984).
[12] E. H. Dunn et al, Monitoring Bird Population in Small Geographic
Areas. Canada Minister of Environment (2006).
[13] D. Mueller-Dombois and H. Ellenberg, Aims and Methods of Vegetation
Ecology. New York: John Wiley & Sons (1974).
[14] B. Poulin, G. Levebvre and R. McNeil, “Tropical Avian Phenology in
Relation to Abundance and Exploitation of Food Resources,” Ecology
73(6) (1992) 2295-2309.
[15] Winnasis et al, Burung-burung Taman Nasional Baluran. Situbondo:
Balai Taman Nasional Baluran (2009).
[16] W. Widodo, “Komparasi Keragaman Jenis Burung-Burung di Taman
Nasional Baluran dan Alas Purwo Pada Beberapa Tipe Habitat,” Jurnal
Berkala Penelitian Hayati (14) (2009) 113-124.
[17] H. Rusmendro, Ruskomalasari, A. Khadafi, H. B. Prayoga, dan L.
Apriyanti, “Keberadaan Jenis Burung Pada Lima Stasiun Pengamatan di
Sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Depok-Jakarta”.
Jurnal Penelitian Universitas Nasional VIS VITALIS.2 (2) (2009) 50-64.
[18] J. A. Ludwig dan J. F. Reynolds, Statistical Ecology. New York: John
Willey & Sons (1988).
[19] Nilson S.G., “Effect of Forest Management on the Breeding Bird
Community in Southern Sweden,” Biol. Conserv. No. 16 (1979) 135-44.
[20] A. Asep, Burung-burung Agroforest di Sumatra. In: Mardiastuti A, Eds.
Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre- ICRAF, SEA Regional
Office. 112 p (2011).
[21] J. C. Welty and L. Baptista, The Life of Bird. New York: Sounders
College Publishing (1988).

Anda mungkin juga menyukai