Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

CIRI – CIRI SPERMA YANG BAIK

A. PENGERTIAN SPERMA
Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel
ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga
bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Dimensi kepala
dengan panjang 4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 - 3.5 mikrometer, dengan rasio antara
panjang dan lebar yaitu 1.50 - 1.7. Spermatozoa atau sperma dihasilkan oleh testis,
sedangkan cairan seminal diproduksi oleh kelenjar tambahan di sepanjang saluran
reproduksi pria, yaitu kelenjar vesikula seminalis, prostat, kelenjar bulbo
urethralis, dan kelenjar urethra. (Anonim, 2009).

B. Struktur Sel Sperma


Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang
tidak lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan, berasal dari gonosit yang
menjadi spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder dan selanjutnya
berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah
menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang
penting yaitu kepala dan ekor (Anonim, 2009).
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan
ekor (flagellata). Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini
mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus
lapisan–lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma
mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk
pergerakan sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak (Anonim, 2009).
1. Kepala
Kepala spermatozoa bentuknya bulat telur dengan ukuran panjang 5
mikron, diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang terutama dibentuk oleh
nukleus berisi bahan- atau pada bagian anterior kepala spermatozoa terdapat
akrosom, suatu struktur yang berbentuk topi yang menutupi dua per tiga bagian
anterior kepala dan mengandung beberapa enzim hidrolitik antara
lain: hyaluronidase, proakrosin, akrosin, esterase, asam hidrolase dan Corona
Penetrating Enzim (CPE) yang semuanya penting untuk penembusan ovum (sel
telur) pada proses fertilisasi (Anonim, 2009).
Bahan kandungan akrosom adalah setengah padat yang dikelilingi oleh
membran akrosom yang terdiri dari dua lapis, yaitu membran akrosom dalam
(inner acrosomal membran) dan membran akrosom luar (outer acrosomal
membran). Secara molekuler susunan kedua membran akrosom ini sangat
berbeda, membran akrosom luar bersatu dengan plasma membran (membran
spermatozoa) pada waktu terjadinya reaksi akrosom sedang membran akrosom
dalam menghilang. Bagian ekuatorial akrosom merupakan bagian penting pada
spermatozoa, hal ini karena bagian anterior pada akrosom ini yang mengawali
penggabungan dengan membran oosit pada proses fertilisasi berubah menjadi
spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa (Anonim, 2009).
2. Ekor
Ekor dibedakan atas 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Bagian tengah (midpiece)
b. Bagian utama (principle piece)
c. Bagian ujung (endpiece).
Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikron dengan diameter yang makin
ke ujung makin kecil: di depan 1 mikron, di ujung 0,1 mikron. Panjang bagian
tengah: 5-7 mikron, tebal 1 mikron; bagian utama panjang 45 mikron, tebal 0,5
mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron, tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak
bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop
electron (Anonim, 2009).
Mitokondria sebagai pembangkit energi pada spermatozoa. Principle
piece dibungkus oleh sarung fibrous (fibrous sheath) yang perbatasannya
disebut anulus. Sarung fibrous bentuknya terdiri dari kolom ventral dan dorsal
yang masing-masing melalui rusuk-rusuk. Ke arah sentral ada semacam tonjolan
yang memegangi cincin nomor 3, 8 dari aksonema. Keduanya (tahanan rusuk dan
pegangan cincin aksonema) memberikan gerak tertentu (Anonim, 2009)
C. Spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi di testis. Didalam testis
terdapat tubulus seminiferus. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan
jaringan ikat, pada jaringan epithelium terdapat sel–sel spermatogonia dan sel Sertoli
yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus
terdapat pula sel Leydig yang mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada
proses spermatogenesis (Anonim, 2009).
Sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus yang memiliki panjang 250 m
dalam testes. Sel-sel yang berada di tubulus seminiferus berupa sel germinal dengan
bermacam-macam tahap perkembangan dan sel Sertoli yang memberikan dukungan
penting pada spermatogenesis. Spermatogenesis adalah proses kompleks sel germinal
prmordial spermatogonia (46 kromosom) berproliferasi dan dikonversi menjadi
spermatozoa motil (23 kromosom). Prosesnya memerlukan waktu 64 hari dengan 3 tahap:
mitosis, meiosis, dan spermiogenesis (Anonim, 2011).
Proses spermatogenesis ini dapat terjadi karena dukungan dari sel Sertoli.
Fungsi penting sel Sertoli selama proses spermatogenesis antara lain:
1. Sel Sertoli membentuk tight junction sebagai barrier spermatozoa dengan arah
sehingga dapat mencegah pembentukan antibodi yang dapat menyerang sel
spermatozoa (dianggap sebagai zat asing karena haploid, sel tubuh bersifat diploid).
2. Memberikan makanan.
3. Sel Sertoli berfungsi untuk memfagosit sitoplasma dari spermatid yang berubah
menjadi spermatozoa dan menghancurkan sel germinal yang rusak.
4. Sel Sertoli membentuk lumen cairan tubulus seminiferus sehingga sperma dapat
dilepaskan dari tubulus ke epididimis untuk disimpan dan diproses lebih lanjut.
5. Sel Sertoli mensekresi androgen-binding protein (ABP). ABP berfungsi untuk
mempertahankan testosteron tetap berada dalam tubulus seminiferus, karena
testosteron berupa lipid yang mudah keluar dari membran plasma dan meninggalkan
lumen.
6. Menghasilkan hormon inhibin sebagai umpan balik negatif yang mengontrol
sekresi FSH (Anonim, 2011).
Sel sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis melewati
sebuah proses kompleks yang disebut dengan spermatogenesis. Secara simultan
proses ini memproduksi sperma matang di dalam tubulus seminiferus lewat
langkah-langkah berikut ini:
1. Ketika seorang anak laki-laki mencapai pubertas pada usia 11 sampai 14 tahun, sel
kelamin jantan primitif yang belum terspesialisasi dan disebut dengan
spermatogonium menjadi diaktifkan oleh sekresi hormon testosteron.
2. Masing-masing spermatogonium membelah secara mitosis untuk menghasilkan
dua sel anak yang masing-masing berisi 46 kromosom lengkap.
3. Dua sel anak yang dihasilkan tersebut masing-masing
disebut spermatogonium yang kembali melakukan pembelahan mitosis untuk
menghasilkan sel anak, dan satunya lagi disebut spermatosit primer yang berukuran
lebih besar dan bergerak ke dalam lumen tubulus seminiferus.
4. Spermatosit primer melakukan meiosis untuk menhasilkan dua spermatosit
sekunder yang berukuran lebih kecil dari spermatosit primer. Spermatosit sekunder
ini masing-masing memiliki 23 kromosom yang terdiri atas 22 kromosom tubuh dan
satu kromosom kelamin (Y atau X).
5. Kedua spermatosit sekunder tersebut melakukan mitosis untuk menghasilkan
empat sel lagi yang disebut spermatid yang tetap memiliki 23 kromosom.
6. Spermatid kemudian berubah menjadi spermatozoa matang tanpa mengalami
pembelahan dan bersifat haploid (n) 23 kromosom. Keseluruhan proses
spermatogenesis ini menghabiskan waktu sekitar 64 hari (Anonim, 2011).
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses
pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma
fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan
di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan
epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat
spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-
ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus
testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel
benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia
terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus.
Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari
spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk
membentuk sperma (Anonim, 2009).
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa atau
spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi makan
spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus
berfungsi menghasilkan testosterone (Anonim, 2009).
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon
yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:
1. LH (Luteinizing Hormone) merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon
testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat
kelamin sekunder.
2. FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan
ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk
memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi
spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis
dan membutuhkan waktu selama 2 hari (Anonim, 2009).
Proses pembentukan sel sperma melalui 3 fase yaitu fase pertumbuhan, fase
pembelahan dan fase diferensiasi.
1. Fase Pertumbuhan
Pada fase pertumbuhan sel–sel calon indung sperma tumbuh, membesar dan
berduplikasi. Pada fase ini juga terjadi penambahan materi inti, sintesis DNA dan
sintesis organel sel. Fase ini juga disebut fase persiapan sebelum melakukan
pembelahan. Akhir dari fase pertumbuhan terbentuklah spermatogonium (sel induk
sperma) yang sudah siap untuk melakukan pembelahan (Anonim, 2009).
2. Fase Pembelahan
Tiap spermatogonium yang sudah terbentuk akan mengalami proses
pembelahan . Spermatogonium yang terbentuk akan menjadi spermatosit primer .
Spermatosit primer inilah yang akan mengalami pembelahan. Pembelahan yang
tejadi adalah pembelahan meiosis, yaitu pembelahan yang terjadi pada pembentukan
gamet yang bertujuan untuk mereduksi jumlah kromosom. Spermatosit primer
mengalami pembelahan meiosis I membentuk 2 buah spermatosit sekunder. Jumlah
kromosom sel spermatosit sekunder adalah setengah dari sel spermatosit
primer (Anonim, 2009).
Pembelahan belum selesai, speratosit sekunder yang tebentuk akan segera
mengalami pembelahan menjadi 4 buah spermatid. Spermatid inilah sel yang akan
menjadi sel sperma.
3. Fase Diferensiasi
Spermatid yang terbentuk pada fase pembelahan harus mengalami
perubahan agar mampu berenang mencari letak sel telur. Bentuk awalnya yang
hanya berbentuk bulatan dirasa tidak mungkin mampu mencapai sel telur. Maka
dari itu , spermatid harus mengalami diferensiasi menjadi sel–sel sperma yang siap
untuk membuahi sel telur. Setelah proses diferensiasi, terbentuklah 4 buah sel
sperma aktif yang strukturnya sudah berubah. Kini sperma berbentuk seperti seekor
berudu, dengan bentuk kepala seperti mata panah dan berekor panjang. Tentu saja
bentuk seperti ini dimaksudkan agar sel sperma bisa dengan mudah berenang
mencapai sel telur. Selain itu pada bagian kepala terdapat organel aparatus Golgi
yang berfungsi pada saat penetrasi (Anonim, 2009).
Pada manusia proses spermatogenesis berlangsung setiap hari. Siklus
spermatogenesis berlangsung rata–rata 74 hari. Artinya, perkembangan sel
spermatogonia menjadi spermatozoa matang memerlukan waktu rata–rata 74 hari.
Sementara itu pemasakan spermatosit menjadi sperma memerlukan waktu dua hari.
Proses pemasakan spermatosit menjadi sperma dinamakan spermatogenesis dan
terjadi di dalam epididimis (Anonim, 2009).
Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus berlangsung
sepanjang hidup, walaupun kualitas dan kauntitasnya makin menurun dengan
bertambahnya usia (Anonim, 2009).
D. Kelainan pada Sel Sperma
1. Jumlah Sperma
Cairan yang dikeluarkan pria pada saat ejakulasi sewaktu senggama disebut
cairan semen. Volume normal cairan semen sekitar 2-5 ml. Cairan semen ini
berwarna putih mutiara dan berbau khas langu dengan pH 7-8. Volume cairan
semen dianggap rendah secara abnormal jika kurang dari 1,5 ml. Volume semen
melebihi 5 ml juga dianggap abnormal. Dalam cairan semen inilah jumlah
spermatozoa merupakan penentu keberhasilan memperoleh keturunan. Yang
normal, jumlah spermatozoanya sekitar 20 juta/ml. Pada pria ditemukan kasus
spermatozoa yang kurang (oligozoospermia) atau bahkan tak ditemukan sel sperma
sama sekali (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).
Kecuali sel-sel spermatozoa, dalam cairan semen ini terdapat zat-zat lain yang
berasal dari kelenjar-kelenjar sekitar reproduksi pria. Zat-zat itu berfungsi
menyuplai makanan dan mempertahankan kualitas spermatozoa sehingga bisa
bertahan hidup sampai masuk ke dalam saluran reproduksi wanita, (Tri Bowo,
2011).
2. Kelainan Bentuk (Morfologi)
Sperma yang normal berbentuk seperti kecebong. Terdiri dari kepala, tubuh,
dan ekor. Kelainan seperti kepala kecil atau tak memiliki ekor akan
mempengaruhi pergerakan sperma. Ini tentu saja akan mempersulit sel sperma
mencapai sel telur (Tri Bowo, 2011).
3. Pergerakan Lemah
Untuk mencapai sel telur, sel sperma harus mampu melakukan perjalanan
panjang. Ini pun menjadi penentu terjadinya pembuahan. Jumlah sel sperma yang
cukup, jika tak dibarengi pergerakan yang normal, membuat sel sperma tak akan
mencapai sel telur. Sebaliknya, kendati jumlahnya sedikit namun pergerakannya
cepat, bisa mencapai sel telur (Tri Bowo, 2011).
Kasus lemahnya pergerakan sperma (asthenozoospermia) kerap dijumpai.
Adakalanya spermatozoa mati (necrozoospermia). Gerakan spermatozoa dibagi
dalam 4 kategori, yaitu:
a. Bergerak cepat dan maju lurus
b. Bergerak lambat dan sulit maju lurus
c. Tak bergerak maju (bergerak di tempat)
d. Tak bergerak
Sperma dikatakan normal bila memiliki gerakan normal dengan kategori a
lebih besar atau sama dengan 25% atau kategori b lebih besar atau sama dengan
50%. Spermatozoa yang normal satu sama lain terpisah dan bergerak sesuai
arahnya masing-masing. Dalam keadaan tertentu, spermatozoa abnormal
bergerombol, berikatan satu sama lain, dan tak bergerak. Keadaan tersebut
dikatakan terjadi aglutinasi. Aglutinasi dapat terjadi karena terjadi kelainan
imunologis di mana sel telur menolak sel sperma (Tri Bowo, 2011).
4. Cairan Semen Terlalu Kental
Cairan semen yang terlalu kental mengakibatkan sel sperma sulit bergerak.
Pembuahan pun jadi sulit karena sel sperma tak berhasil mencapai sel telur. Pada
kasus normal, saat diejakulasikan, cairan semen dalam bentuk yang kental akan
mencair (liquifaksi) antara 15-60 menit (Tri Bowo, 2011).
5. Saluran Tersumbat
Saat ejakulasi, sperma keluar dari testis menuju penis melalui saluran yang
sangat halus. Jika saluran-saluran itu tersumbat, maka sperma tak bisa keluar. Umumnya
hal ini disebabkan trauma pada benturan. Bisa juga karena kurang menjaga kebersihan
alat kelamin sehingga menyuburkan kehidupan virus atau bakteri (Tri Bowo, 2011).
6. Kerusakan Testis
Testis dapat rusak karena virus dan berbagai infeksi, seperti
gondongan, gonorrhea, sifilis, dan sebagainya. Untuk diketahui, testis merupakan pabrik
sperma. Dengan demikian kesehatannya harus dijaga karena testis yang sehat akan
menghasilkan sperma yang baik secara kualitas dan kuantitas. Testis ini sangat sensitif.
Mudah sekali dipengaruhi oleh faktor-faktor luar. Jika testis terganggu, produksi sperma
bisa terganggu. Mungkin saat berhubungan, pria tetap mengeluarkan sperma. Hanya saja
tanpa sel sperma (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).

E. Contoh Kasus Mengenai Sperma dan kode ICD 10

1) Oligospermae : Jumlah Sperma yang sedikit


Kode ICD 10 : N46.1

2) Aspermia : Kondisi tidak ada sperma


Kode ICD 10 : N42.8

3) Spermatolysis : Pemecahan sel sperma


Kode ICD 10 : 607.3
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Spermatogenesis. (Online). Tersedia http://sarmanpsgala.wordpress.co
m/2009/06/01/spermatogenesis-proses-pembentukan-sperma/. Diakses tanggal 24
Desember 2011.
Anonim. 2011. Bioteknologi pada Sistem Reproduksi. Tersedia http://E-
bookbioteknologipdsistemreproduksi.pdf. Diakses tanggal 27 Desember 2011.
Bowo, Tri. 2011. Enam Masalah Pada Sperma
Pria. (Online). Tersedia http:// kesehatan. kompas. com /read/2010/05/19/17145773/ M
asalah. pada. sperma.Pria. Diakses 24 Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai