Anda di halaman 1dari 7

PRAKTIKUM II

A. Judul
Analisis Kualitas Sperma Hamster
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menguasai tehnik penghitungan jumlah sperma
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi criteria motilitas, viabilitas dan
morfologi sperma
C. Dasar Teori
Menurut Akbar (2010) Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia
pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah
banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya
terkarakteristik dengan baik. Mencit yang sering digunakan dalam penelitian di
laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus putih “inbreed” maupun
“outbreed”. Dari hasil perkawinan sampai generasi 20 akan dihasilkan strain-
strain murni dari mencit.
Mencit memiliki bentuk tubuh kecil, berwarna putih, serta memiliki siklus
estrus yang pendek dan teratur antara 4 – 5 hari. Tempat untuk pemeliharaan
mencit harus dijauhkan dari kebisingan, serta menjaga kebersihannya, dengan
suhu ruangan 18 – 19 derajat Celcius dan kelembaban udara antara 30 – 70%.
Pada mencit betina memiliki berat badan sekitar 18-35 g dan dewasa dengan umur
35-60 hari. Biasanya mencit dapat hidup selama 1-2 tahun, dengan masa
reproduksi 1,5 tahun.
Menurut Karimah (2017) Sistem reproduksi pada jantan terdiri atas
sepasang testis yang terdapat dalam skrotum, sepasang kelenjar asesori dan organ
kopulasi.
a. Testis
Testis merupakan salah satu organ yang penting dalam reproduksi jantan. Testis
berfungsi untuk memproduksi sperma dan hormon reproduksi yaitu testosterone .
Testis terdiri dari sepasang gonad yang berbentuk oval. Testis dibungkus skrotum
yang terdiri dari tiga atau empat lapisan. Lapis superficial kulit, dibawahnya
terdapat lapis fibrosa dan jaringan otot yaitu tunica dartos dibawahnya terdapat
tunica vaginalis yang menutupi dinding skrotum. Bagian dalam testis terdapat
lobuli-lobuli yang didalamnya terdiri dari saluran-saluran kecil yang bergulung
yang disebut tubulus seminiferus yang menghasilkan dan berisi spermatozoa.
Dinding tubulus seminiferus terdiri dari dua tipe sel yaitu sel yang memproduksi
sperma dan sel pendukung yang memproduksi cairan sumber makanan sperma.
Sel-sel pendukung tersebut dikenal sebagai sel sertoli. Disamping itu, terdapat sel
interstitial yang berada diantara tubulus seminiferus yang memproduksi hormon
testosterone (Hartono, 2014).
Ketika masa pubertas tiba, tubulus seminiferus akan bekerja dengan
optimal menghasilkan sperma dan hormon-hormon reproduksi seperti testosteron
dan androgen. Pada saat itu, secara tidak langsung dibutuhkan kapasitas yang
besar dari tubulus seminiferus yang akan meningkatkan bobot dan volume testis
untuk mendukung proses tersebut. Perkembangan dan peningkatan produksi
sperma merupakan suatu hal yang berjalan seiring dengan perkembangan bobot
testis. Susunan testis yang terdiri dari 90% tubulus seminiferus akan
mempengaruhi bobot testis hewan dewasa. Testis sebagai organ kelamin primer
mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa atau sel-sel kelamin
jantan, dan mengsekresikan hormone kelamin jantan, testosteron. Spermatozoa
dihasilkan didalam tubulus seminiferus atas pengaruh FSH (Follicle Stimulating
Hormone) sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstitial dari Leydig
atas pengaruh ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone). FSH merupakan
glikoprotein yang salah satu fungsinya adalah bersama-sama dengan androgen
dalam proses spermatogenesis, sedangkan ICSH merupakan 6 glikoprotein yang
memiliki fungsi untuk proses ovulasi dan merangsang sel Leydiguntuk
mensekresi androgen (Hartono, 2014).
b. Penis
Organ kopulatoris hewan jantan, penis, mempunyai tugas ganda yaitu
pengeluaran urin dan peletakan semen ke dalam saluran reproduksi hewan betina.
Penis terdiri dari akar, badan dan ujung bebas yang berakhir pada kepala penis.
Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang relatif besar dan
diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal berwarna putih, tunica albuginea. Di
bagian ventral terdapat corpus cavernicum urethrae, suatu struktur yang relatif
lebih kecil yang mengelilingi urethrae (Hartono, 2014).
c. Epididimis
Epididimis adalah suatu struktur memanjang yang bertaut rapat dengan
testis. Ia mengandung ductus epididymidis yang sangat berliku-liku. Epididimis
dapat dibagi atas kepala, badan dan ekor. Epididimis terletak dibagian permukaan
dorsal testis. Organ tersebut terdiri dari tubulus-tubulus yang bersambung dari
testis melalui ductus efferentes yang lembut. Secara makroskopis dibedakan
adanya kepala (caput), badan (corpus) dan ekor (cauda) epididimis (Hartono,
2014).Epididimis mempunyai fungsi utama: pengangkutan, konsentrasi, maturasi
dan penyimpanan sperma. Pada fase maturasi sperma yang telah matang akan
segera dilepaskan kedalam lumen tubulus seminiferus. Pada proses maturasi,
spermatozoa membutuhkan bahan utama yang terdiri atas ion (Ca, Na, K, Cl),
substrat (protein, asam sialat, glikogen, asam laktat, gliserol fosforilkolin) serta
enzim yang semuanya dihasilkan oleh lumen epididimis. Poerwodihardjo (2011)
menambahkan bahwa epididimis merupakan penghubung antara kelenjar testis
dengan vas deferens. Epididimis berfungsi untuk pematangan spermatozoa dan
untuk menyimpan spermatozoa yang sudah matang (dewasa). Saluran epididimis
dan vas deferens juga berfungsi untuk transport spermatozoa. 7 Proses
pendewasaan sperma (maturasi sperma) merupakan hal yang sangat penting untuk
memperoleh kualitas sperma yang baik. Sperma yang memasuki epididimis akan
mengalami perubahan morfologis dan biokimia untuk memperoleh kapasitas
fertilisasi maksimum. Proses maturasi ini meliputi juga perubahan struktural
diantara bagian kepala dan ekor sperma serta perubahan unsur-unsur permukaan
kepala sperma disertai peningkatan motilitas sperma progresif. Penyimpanan
sperma pada epididimis dilakukan pada bagian kauda epididimis. Pada daerah ini,
konsentrasi sperma relatif tinggi dengan lumen duktus epididimis yang lebar.
Proses perkembangan epididimis berjal seiring dengan perkembangan reproduksi
itu sendiri. Perkembangan epididimis yang optimal diperlukan untuk mendukung
proses spermatogenesis yang telah dilakukan pada organ testis terlebih dahulu.
Hubungan antara produksi sperma dengan cadangan atau depot sperma di dalam
epididimis adalah rendah (Amann, 2015).
Semen terdiri atas dua komponen, yaitu plasma semen dan spermatozoa.
Plasma semen adalah cairan yang berfungsi sebagai medium bagi spermatozoa,
diproduksi oleh kelenjar–kelenjar tambahan yaitu kelenjar bulbourethralis
(kelenjar cowper), kelenjar prostat dan kelenjar vesikularis. Spermatozoa adalah
sel kelamin (gamet) yang diproduksi di dalam testis melalui proses
spermatogenesis, yang bersama–sama dengan plasma semen akan dikeluarkan
melalui saluran kelamin jantan untuk membuahi sel telur (Soeharso, 2010).
Spermatozoa adalah sel kelamin yang memegang peranan penting dalam
proses pembuahan. Cikal bakal spermatozoa sudah ada sejak embrio berupa sel–
sel gonosit yang sudah aktif mengadakan pembelahan, sehingga menghasilkan
spermatogonia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada masa pubertas, spermatogonia
akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi Spermatosit I yang kemudian
memasuki fase miosis, sehingga membentuk spermatid yang mempunyai jumlah
kromosom separuh dari jumlah kromosom sel sebelum miosis (haploid).
Spermatid kemudian akan mengalami proses perubahan bentuk melalui tahap–
tahap yang panjang yang disebut dengan proses spermiogenesis dan pada akhir
spermiogenesis ini akan dihasilkan spermatozoa yang mempunyai struktur
spesifik sesuai dengan fungsinya untuk membuahi sel telur. Spermatozoa terdiri
atas bagian kepala, leher dan ekor spermatozoa.
Bagian dari sperma memiliki fungsi sebagai berikut (Campbell, 2012):
1. Kepala (head) yang terdiri dari inti sel tebal dan memiliki sedikit
sitoplasma yang diselubungi dengan selubung tebal dan inti sel (nukleus)
mengandung kromosom dan gen.
2. Leher (neck) merupakan bagian yang menghubungkan antara kepala
dengan badan. Leher terdiri dari sembilan segmen kolom materi berserat.
3. Badan (middle piece) merupakan bagian yang mengandung mitokondria
yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan spermatozoa.
4. Ekor (tail) terdiri dari axial filament dibagian dalam dan membran
plasma dibagian luar yang berfungsi untuk pergerakan sperma. Pada
bagian ekor terdapat sedikit sitoplasma dan mengandung rangka poros
yang disebut aksonema.
Sperma pada manusia memiliki perbedaan dengan sperma mencit pada bagian
kepala. Ujung kepala sperma mencit atau tikus berbentuk seperti pengait,
sedangkan sperma manusia berbentuk elips (Hill, M,A :2015).
Perkembangan sel-sel spermatogenik di dalam tubuli seminiferi testis dan
kualitas sperma merupakan indikator untuk mengontrol fertilitas dari suatu
individu. Sel-sel spermatogenik seperti spermatogonia, spermatosit dan spermatid
merupakan cikal bakal terbentuknya spermatozoa, sehingga keberadaan sel-sel
spermatogenik di tubuli seminiferi testis merupakan titik tolak untuk menilai
fertilitas. Demikian pula halnya dengan kualitas sperma seperti motilitas,
konsentrasi dan abnormalitas. Baik sel-sel spermatogenik maupun kualitas sperma
dapat dikendalikan untuk mengontrol fertilitas dan dapat dijadikan parameter
untuk melihat efek antifertilitas dari suatu bahan (Solihati, 2013)
Penilaian kualitas spermatozoa meliputi konsentrasi, motilitas, viabilitas,
abnormalitas dan gerakan massa spermatozoa. Penentuan kualitas pada motilitas
spermatozoa dilakukan berdasarkan pemberian nilai 0-5. Nilai 0 diberikan bila
spermatozoa imotil atau tidak bergerak; Nilai 1 bila gerakan berputar di tempat;
Nilai 2 bila gerakan spermatozoa berayun atau melingkar (kurang dari 50%
bergerak progresif dan tidak ada gelombang); Nilai 3 bila spermatozoa bergerak
progresif dan menghasilkan gerakan massa (50-80%); Nilai 4 bila gerakan
progresif, gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% sperma motil;
Nilai 5 bila gerakan spermatozoa terjadi sangat progresif, gelombang sangat cepat
dan spermatozoa menunjukkan 100% motil aktif. Perhitungan motilitas dapat juga
dilakukan dengan menaksir spermatozoa yang bergerak progresif (maju) dari
keseluruhan lapangan pandang yaitu dengan cara mengalikan daerah taksir dengan
100%. Perhitungan persentase daya hidup (viabilitas) dan abnormalitas
spermatozoa menggunakan preparat ulas berdasarkan perbedaan afinitas zat warna
antara sel-sel sperma yang mati dan hidup. Jumlah sperma yang hidup dihitung
secara objektif. Abnormalitas spermatozoa meliputi kelainan pada kepala, badan
dan ekor spermatozoa. Abnormalitas spermatozoa dibedakan antara bentuk
abnormalitas primer dan sekunder. Bentuk abnormalitas primer berasal dari
gangguan pada testis dan abnormalitas sekunder berasal dari kesalahan perlakuan
setelah semen dikeluarkan dari testis (karena goncangan yang keras, dikeringkan
terlalu cepat, dipanaskan terlalu tinggi, kesalahan dalam membuat preparat ulas).
Abnormalitas spermatozoa primer meliputi kepala kecil, besar, miring, bulat,
kepala dua, ekor dua, akrosom salah bentuk, leher besar, sedangkan abnormalitas
sekunder meliputi leher patah, leher ekor kusut, ekor patah, ekor bergulung dan
kepala terpisah dari leher (Toelihere, 2013).
Meurut Ashfahani (2017) juga, Kualitas spermatozoa meliputi beberapa
aspek, yaitu motilitas spermatozoa yang dapat dibagi menjadi tiga kriteria
(motilitas baik, motilitas kurang baik dan tidak motil), morfologi spermatozoa
meliputi bentuknya (normal atau abnormal, abnormalitas dapat terjadi pada
kepala, midpiece atau ekor), konsentrasi atau jumlah spermatozoa dan viabilitas
(daya hidup) spermatozoa.
Motilitas adalah unsur yang sangat penting dalam fertilisasi, karena
motilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan gambaran spermatozoa
yang sehat. Motilitas membantu transport spermatozoa untuk mencapai terjadinya
fertilisasi. Sifat motilitas spermatozoa akan tampak setelah bercampur dengan
sekresi dari kelenjar kelamin aksesoris pada saat ejakulasi (Hayati, 2011)
Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel perma yang mati dan hidup
digunakan untuk menghitung jumlah sperma hidup secara objektif, yang
dilakukan pada saat semen segar dicampurkan dengan zat warna (larutan eosin
2%). Sel-sel sperma yang hidup tidak atau sedikit sekali menghisap warna,
sedangkan sel yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas dindingnya
meningkat. Dijelaskan lebih lanjut bahwa tujuan pewarnaan diferensial adalah
untuk mengetahui persentase sel-sel sperma yang mati dan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Amann, P.R. 2015. Sperm Production Rates. In The Testis (A.D. Johnson, W. R
Gomes and N.L. Vandemark, eds), pp. 455-471. Vol. I. Academic Press
New York, London.

Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi


Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press. Jakarta.

Ashfahani, Elfira Dzikri, Dkk. 2016. Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Mencit
(Mus musculus L.) setelah Pemberian Ekstrak Temu Putih (Curcuma
zedoaria (Berg.) Roscoe.). Jurnal Biologi. Vol. XIV (1) : 20 – 23. ISSN :
1410 5292

Campbell. (2012): Biology Concepts and Connections Seventh Edition. Pearson


(175-176).
Hartono. 2014. Histologi Veteriner Jilid II, Organologi. Laboratorium Histologi,
Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Hayati, A., 2011, Kajian Kualitas dan Protein Membran Spermatozoa Tikus
(Rattus norvegicus) Akibat Pemaparan 2-Methoxyethanol. Disertasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hill, M.A. (2015): Embryology spermatozoa development. Data diperoleh melalui
internet:https://embryology.med.unsw.edu.au/embryology/Spermatozoa_De
velopment. Diakses tanggal 10 Oktober 2019.

Karimah, Anis. 2017. Jumlah dan Motilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus
musculus L.) setelah Pemberian Minyak Atsiri Rimpang Rumput Teki
(Cyperus rotundus) [Skripsi]. Universitas Lampung. Lampung

Poerwodihardjo, S. 2011. Peranan Kelenjar-Kelenjar Kelamin Pada Alat Kelamin


Pria dalam Proses Reproduksi, Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan.
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Soeharso, P. 2010. Beberapa Aspek Biokimia Plasma Semen dan Spermatozoa


dalam Proses Reproduksi, Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan.
Penerbit Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta.

Solihati, N. Dkk. 2013. Perkembangan Sel-Sel Spermatogenik dan Kualitas


Sperma Pascapemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica). JITV Vol. 18
No 3 Th. 2013:192-201

Toelihere, M.R. 2013. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa.


Bandung.

Anda mungkin juga menyukai