Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Khalyli Rimkahusshofa

NIM :18620022

BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni)

Salah satu komoditas unggulan sumberdaya laut ialah rumput laut.


Pembudidayaan komoditas rumput laut adalah yang paling banyak. Rumput laut
menduduki posisi pertama dari 10 komoditas perikanan unggulan budidaya lainnya.
Produksi rumput laut mengalami kenaikan rata-rata 32% per tahun. Pada tahun 2018,
produksi rumput laut Indonesia mencapai 2,5 juta ton dan diproyeksikan mencapai 10
juta ton pada tahun 2019 (Kordi, 2019).

Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang
termasuk dalam kelompok makro alga benthic atau benthic algae yang habitat
hidupnya di dasar perairan dengan cara melekat. Tanaman ini tidak bisa diperbedakan
bagian antara akar, batang dan daun, sehingga bagian tumbuhan tersebut disebut
thallus, oleh karena itu tergolong tumbuhan tingkat rendah. Rumput laut
dikelompokkan menjadi 3 kelas berdasarkan pigmen yang dikandungnya yaitu
rumput laut merah (Rhodophyceae), rumput laut coklat (Phaeophyceae), dan rumput
laut hijau (Chlorophyceae). Ketiga golongan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang
cukup tinggi karena dapat menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid
seperti agar, karagenan, dan alginat (Anggadiredja et al., 2008).

Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil laut yang berpotensi untuk
dikembangkan. Potensi rumput laut cukup besar dan tersebar hampir diseluruh
perairan nusantara. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis
ganggang merah (Rhodophyceae) karena mengandung agar-agar, karaginan, porpiran,
furcelaran maupun pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang
merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat (Wahyu dkk,
2016). Salah satu ganggang merah (Rhodophyceae) yang sering dibudidayakan
adalah Rumput laut dari spesies Eucheuma cottoni
Deskripsi Rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah salah satu
carragaenophtytes yaitu rumput laut penghasil karaginan, yang berupa senyawa
polisakarida. Karaginan dalam rumput laut mengandung serat (dietary fiber) yang
sangat tinggi. Serat yang terdapat pada karaginan merupakan bagian dari serat gum
yaitu jenis serat yang larut dalam air. Karaginan dapat terekstraksi dengan air panas
yang mempunyai kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada
rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke
dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch (Anggadiredja, 2008).

Dalam dunia perdagangan nasional dan internasional, Eucheuma cottonii


umumnya lebih dikenal dengan nama Cottonii. Spesies ini menghasilkan karaginan
tipe kappa. Oleh karena itu secara taksonomi diubah namanya dari Eucheuma
alvarezii menjadi Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii umumnya terdapat di daerah
tertentu dengan persyaratan khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut atau
yang selalu terendam air. Melekat pada substrat di daerah perairan berupa karang batu
mati, karang batu hidup, batu gamping dan cangkang molusca (Agustang dkk, 2021)
Menurut Anggadireja (2008), taksonomi dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii
adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii


(Kappaphycus alvarezii)
Menurut Anggadiredja (2006), Eucheuma cottonii masuk kedalam marga Euchema
dengan ciri-ciri umum adalah :

 Berwarna merah, merah-coklat, hijau-kuning


 Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng
 Substansi thalli “gelatinus” dan atau “kartilagenus” (lunak seperti tulang rawan)
 Memiliki benjolan-benjolan dan duri

Karakteristik gel kappa-karaginan dicirikan oleh tipe gel yang lebih kuat dan
rapuh dengan sineresis dan memiliki efek sinergis yang tinggi dengan locust been
gum. Pada umumnya rumput laut jenis Eucheuma cottonii (karaginan) dapat
melakukan interaksi dengan makromolekul yang bermuatan misalnya protein
sehingga mempengaruhi peningkatan viskositas, pembentukan gel dan pengendapan
(Anggadiredja, 2006). Rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar
berikut:

Gambar 1.
Rumput Laut (
Eucheuma cottoni
)( Sumber:
Wahyu dkk, 2016 dan Anggadiredja, 2006 ).

Keberhasilan budidaya rumput laut dengan pemilihan lokasi sangat tepat dan
merupakan salah satu faktor penentu. Gambaran tentang biofisik air laut yang
diperlukan untuk usaha budidaya rumput laut penting diketahui agar tidak timbul
masalah yang dapat menghambat usaha itu sendiri dan mempengaruhi mutu hasil
yang dikehendaki. Lokasi dan lahan budidadaya Eucheuma sp. sangat ditentukan
oleh kondisi ekologis yang meliputi parameter lingkungan fisika, Kimia dan biologi
(Sulistijo, 1978).

a. Kondisi Lingkungan Fisika


 Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya maupun rumput laut dari
pengaruh angin dan gelombang yang besar, maka diperlukan lokasi yang
terlindung dari hempasan ombak sehingga diperairan teluk atau terbuka tetapi
terlindung oleh karang penghalang atau pulau didepannya baik untuk budidaya
rumput laut (Besweni, 2002)
 Dasar perairan yang paling baik untuk pertumbuhan Eucheuma adalah yang stabil
terdiri dari potongan karang mati bercampur dengan karang pasir. Hal ini dapat
diindikasikan adanya sea grass yang merupakan petunjuk adanya gerakan air
yang baik. Dasar perairan yang berpasir dan sedikit lumpur dapat dikatakan baik
juga terutama untuk penanaman dengan sistim rakit bambu atau tali rawai
(Besweni, 2002).

 Kedalaman air yang baik bagi pertumbuhan rumput laut adalah 30 - 60 cm


pada surut terendah. Hal ini untuk menghindari rumput laut mengalami
kekeringan karena terkena sinar matahari secara langsung pada waktu surut
terendah dan memperoleh penetrasi sinar matahari yang cukup pada waktu air
pasang. Tetapi pada kedalaman 0-30 cm dan 60-200 cm masih cukup baik.
Sistem penanaman lepas dasar dapat dilakukan pada perairan dengan
kedalaman 0-60 cm, sistem rakit bambu pada kedalaman 30-200 cm dan sistem
tali rawai pada kedalaman sekitar 200 cm (Besweni, 2002).
 Kenaikan temperatur yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput taut
menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan tidak sehat Oleh karena
itu suhu yang baik unruk budidadaya rumput laut adalah 27 -30 C (Besweni,
2002).
 Tingkat kecerahan yang tinggi diperlukan dalam budidaya rumput laut. Hal
ini dimaksudkan agar cahaya penetrasi matahari dapat masuk ke dalam air.
Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor
utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat
transparansi sekitar 1,5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut
(Besweni, 2002).
 Kesuburan dari rumput laut sangat ditentukan oleh gerakan air yang berombak
maupun berarus. Gerakan air diperlukan untuk pengangkut yang paling baik
zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan rumput laut. Disamping itu
gerakan air yang cukup juga dapat untuk menghindari terkumpulnya kotoran
pada thallus. Adanya arus dapat mengatasi kenaikan temperatur air laut yang
tajam. Kecepatan arus yang dianggap cukup untuk budidaya rumput taut
sekitar 20 -40 cm/detik (Besweni, 2002).
b. Kondisi Lingkungan Kimia
 Rumput laut tumbuh pada salinitas yang tinggi. Penurunan sa1initas akibat air
tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak
normal. Oleh karena itu budidaya rumput laut sebaiknya jauh dari mulut
muara sungai. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut adalah
28 -34 per mil dengan nilai optimum 32 per mil (Besweni, 2002).
 Keasaman yang baik sekitar pH 6 - 9, tetapi yang optimum adalah
antara 7,5- 8,0 (Besweni, 2002).
 Untuk kegiatan budidaya diperlukan kisaran kandungan nitrat 1,0 - 3,0
ppm dan untuk fosfat berkisar antara 0,021 - 0,10 ppm dapat dikatakan
perairan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang baik dan dapat
digunakan untuk kegiatan budidaya laut (Besweni, 2002).
c. Kondisi Lingkungan Biologi
Sebaiknya untuk perairan budidaya Eucheuma dipilih perairan yang secara
alami ditumbuhi oleh komunitas dari berbagai roakro algae seperti ulva,
Caulerpa, Padina. Hypnea clan Jain-lain, dimana hal ini merupakan salah
satu indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya Eucheuma.
Kemudian sebaiknya bebas dari hewan air lainnya yang bersifat herbivora
terutama ikan baronang/lingkis (Sigarus sp), penyu laut ( Cheonia midos) dan
bulu babi yang dapat memakan tanaman budidaya (Besweni, 2002).
Pemilihan lokasi untuk masing-masing metode mempunyai spesifikasi
tertentu. Pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut dapat dibagi menjadi 3
rnetode sesuai dengan teknologi budidaya yaitu: metode rakit (apung), lepas
dasar dan metode dasar. Dari ketiga metode tersebut yang sudah
direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan (2005) adalah metode rakit
clan rnetode lepas dasar. Lebih lanjut menurut Zulbainarni, 2002 bahwa metode
budidaya rumput laut jenis Eucheuma sp yang sudah memasyarakat di Indonesia
adalah :

 Metode Lepas Dasar (off bottom method)


Penanaman Eucheuma sp dengan cara metode lepas dasar biasanya untuk perairan
yang mempunyai dasar karang berpasir tidak berlumpur dan arus yang cukup baik
sehingga mudah untuk menancapkan patok/pancang. Kedalaman air sekitar 30-
50 cm pada waktu surut terendah Metode ini ditinjau dari segi biaya lebih murah
dibandingkan metode lainnya dan kualitas rumput laut yang dihasilkan relatif baik
tetapi pertumbuhan tanaman lebih kecil (Zulbainarni, 2002)
 Metode Rakit Apung
Dasar perairan terdiri dari karang dan pergerakan air didominasi oleh ombak serta
kedalaman perairan lebih dari 5 meter. Metode ini menggunakan sebuah rakit
apung dengan ukuran 2,5 x 5 meter. Antara satu rakit dengan rakit yang lain
dapat digandeng dan agar rakit tidak hanyut terbawa arus maka dapat
dipergunakan tali plastik sebagai penahan antar rakit dan menggunakan jangkar
didasar perairan (Zulbainarni, 2002). Menurut Besweni (2002) bahwa Eucheuma
yang dipelihara dengan metode apung tingkat pertumbuhan hariarmya sebesar 2-
3%

DAFTAR PUSTAKA

Agustang., Sri Mulyani, Erni Indrawati. 2021. Budidaya Rumput Laut Potensi
Perairan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan: CV Berkah
Utami
Anggadiredja et al, 2006. Rumput Laut. Pembudidayaan, Pengolahan, dan
Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial Seri Agribisnis. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.

Anggadireja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2008. Rumput Laut: Budidaya,


Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Jakarta: Penebar
Swadaya

Besweni, 2002. Kajian Ekologi Ekonomi Pengembangan Budidaya Rumpu Laut di


Kepulauan Seribu (Studi Kasus di Gugusan P.Pari). Tesis Program
Pascasarjana IPB

Direktorat Jendral Perikanan . 2005. Pedoman Teknis Pemilihan Lokasi Budidaya


Rumput Laut. Ditjen Perikanan

Kordi, G. H. 2019. Kiat sukses budidaya rumput laut di laut dan tambak. Jogjakarta:
Penerbit Andi

Sulistijo, 1978. Rumput Laut (Algae). Lembaga Oseanologi Nasional- LIPI Jakarta

Wahyu, Farhanah., Andi Adri Arief , Djumran Yusu. 2016. Adaptasi Sosio-Ekologi
Budidaya Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Pada Masyarakat Pesisir Di
Kelurahan Lamalaka, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng. Jurnal
Octopus. 5(1)

Zulbinarni, N. 2002. Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Pulau Pari


Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Jakarta Utara (Tidak
dipublikasikan ). Tesis Program Pascasarjana IPB

Anda mungkin juga menyukai