Npm : 200110150080 Tema : Perubahan Sosial Pada Masyarakat Desa
Perubahan sosial adalah terjadinya perbedaan dalam aspek kehidupan
masyarakat dari waktu ke waktu (Rusidi, 2000). Aspek-aspek kehidupan masyarakat itu telah disistematiskan pada stuktur proses sosial. Dimana perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi pada struktur (kebudayan dan kelembagaan) pada pola proses sosial. Menurut Parson, dinamika masyarakat berhubungan dengan perubahan masyarakat. Kemudian, terdapat beberapa unsur yang berinteraksi satu sama lain. Unsur-unsur tersebut adalah: 1. Orientasi manusia terhadap situasi yang melibatkan orang lain. 2. Pelaku yang mengadakan kegiatan dalam masyarakat. 3. Kegiatan sebagai hasil orientasi dan pengolahan pemikiran pelaku tentang bagaimana mencapai cita-cita.
Perubahan sosial kultural masyarakat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti perkembangan pengetahuan dan teknologi, perkembangan transportasi dan komunikasi serta perpindahan penduduk dari desa ke kota. Dengan memahami definisi perubahan sosial dan budaya di atas, maka suatu perubahan dikatakan sebagai perubahan sosial budaya apabila memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Tidak ada masyarakat yang perkembangannya berhenti karena setiap
masyarakat mengalami perubahan secara cepat ataupun lambat. 2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan akan diikuti. 3. perubahan pada lembaga sosial yang ada. 4. Perubahan yang berlangsung cepat biasanya akan mengakibatkan kekacauan sementara karena orang akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. 5. Perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau spiritual saja karena keduanya saling berkaitan.
Menurut Lerner (1983) memudarnya masyarakat tradisional disebabkan
oleh adanya kemampuan membaca dan menulis, urbanisasi, kemampuan mengkonsumsi media serta kesungguhan empati, seperti pada masyarakat di Timur Tengah. Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakan suatu proses yang terjadi secara terus menerus, namun perubahan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya tidak selalu sama (kompleks) karena banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan
masyarakat khususnya di wilayah pedesaan. Salah satunya adalah peniruaan teknologi dalam bidang pertanian yang merupakan orientasi utama pembangunan di Indonesia. Menurut Soelaiman (1996) penerimaan teknologi bagi masyarakat desa baik itu dipaksakan maupun inisiatif sendiri akan mempengaruhi perubahan perilaku dalam skala yang besar. Lebih dari itu, introduksi teknologi yang tidak tepat dapat membawa implikasi terhadap perubahan sosial kultural masyarakat. Seperti perubahan struktur, kultur, dan interaksional di pedesaan. Analisis Soelaiman (1996) perubahan dalam satu aspek akan merembet keaspek lain. Struktur keluarga berubah, dimana buruh wanita tani biasanya menumbuk padi sekarang tinggal dirumah dan kehilangan pekerjaan. Keadaan demikan dapat menyebabkan urbanisasi yang nantinya akan berimplikasi pada perubahan karakteristik masyarakat desa. Bila sebelumnya masyarakat desa memiliki sifat solidaritas yang tinggi diantara sesamanya, karena melihat perkembangan kehidupan masyarakat yang rumit dan kompleks, sehingga akan menggeser tata nilai yang telah lama terbentuk.
Hampir 80% atau lebih penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan
yang bekerja pada sektor pertanian sebagai mata pencarian pokok, sehingga merupakan lapangan kerja dan produktif dan menyediakan pendapatan yang pada akhirnya dapat meningkatkan tarap hidup masyarakat. Kebijaksanaan pembangunan pertanian dalam tiga dekade terakhir berorientasi pada peningkatan produksi melalui penggunaan teknologi padat modal. Tujuan akhir yang diharapkan pemerintah adalah meningkatnya pangan dalam negeri melalui pencapaian swasembada pangan dan mengurai ketergantungan pangan terhadap negara luar. Untuk mencapai tujuan di atas, pelaksanaan pembangunan melalui progam progamnya dilaksanakan dengan penerapan kebijaksanaan menyeluruh yang direncanakan dan disusun secara top down. Daerah, dalam hal ini provinsi harus menyelesaikan kebijaksanaan pusat dengan kondisi wilayah setempat. Selain itu, untuk mempercepat pertumbuhan pertanian dilakukan pembangunan sub sektor dengan pendekatan yang berbeda tetapi sasaran sama. Tidak jarang unsur politis dan birokrasi turut bermain mewarnai pelaksanaan kebijakan pembangunan pertanian guna menyukseskan progam-progam nasional yang dilaksanakan di daerah. Konsepsi mengenai keberhasilan pencapaian kesejahteraan masyarakat diukur dari pertumbuhan ekonomi nasional (GNP), dengan mengandalkan terjadinya trickle down effect.
Kebijakan pembangunan pertanian dengan pola top down dengan
orientasi produksi melalui penggunaan teknologi modern yang sangat teknis mekanistis, telah menimbulkan masalah-masalah dan perubahan-perubahan, baik pemerintah daerah yang mengimplementasikan kebijaksanaan pusat maupun masyarakat petani sebagai obyek dari pembangunan.
Masalah-masalah umum yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan
pembangunan pertanian antara lain:
1. Menumbuhkan ketergantungan pemerintah derah dalam perencanaan
pembangunan, sehingga sering tidak sesuai dengan kondisi wilayah dan sosial budaya masyarakat. 2. Menimbulkan ego sub sektoral dalam pelaksanaan progam-program pembangunan pertanian, karena lemahnya kordinasi dan integrasi antara sub sektor. 3. Merosotnya nilai-nilai tradisional dan norma-norma kekeluargaan yang saling membutuhkan dan ketergantungan yang hidup di pedesaan. DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Rusidi. 2001. Metode dan Teknik Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Bandung:
Program Pascasarjana UNPAD.
Lerner, Daniel. 1983. Memudarnya Masyarakat Tradisional (terjemahan
Muljarto Tjokrowinoto) Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soelaiman, Munandar. M. 1996. Dinamika Masyarakat Transisi. Mencari
Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan. Pustaka Pelajar, Bandung.
Soekanto, Soedjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. CV Rajawali, Jakarta.