Anda di halaman 1dari 34

MIKROBA RUMEN DAN AKTIFITAS BIOKIMIANYA

Oleh

Dr. Ir. Gustaf Oematan, M.Si

1. PENDAHULUAN

Peningkatan produksi dan produktifitas ternak ruminansia dihadapkan pada


berbagai kendala. Salah satu kendala dari aspek mikro yang sangat memainkan peranan
sebagai kendali dalam mencapai tujuan tersebut adalah mikroba rumen. Hal ini karena
ternak ruminansia tidak dapat menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi selulosa.
Enzim ini hanya dapat dihasilkan oleh mikroba yang berada di dalam rumen. Penyediaan
zat-zat makanan yang dimanfaatkan oleh ternak induk semang untuk kepentingan
produksi sangatlah tergantung pada aktifitas mikroba dalam rumen. Materi bukti dari
kondisi ini adalah kendati ransum yang diberikan dengan isoprotein dan isokalori namun
tidak selulu memberikan respon yang sama terhadap ternak. Sumber kegagalannya
aktifitas dan produk fermentasi dalam rumen oleh mikroba rumen kurang diperhitungkan.
Dalam bab ini akan disajikan; pengertian mikroba rumen, komposisi kimia
mikroba, sifat mikroba rumen, klasifikasi bakteri rumen (selololitik, amilolitik,
proteolitik, penghasil gula, penghasil metan, ureolitik, pencerna lipid), karakterisitik
bakteri, sumber energi dan produk utama fermentasi rumen, peran bakteri dalam
pencernaan serat, sel yang dihasilkan dalam proses fermentasi rumen, faktor lingkungan
rumen yang mempengaruhi aktifitas bakteri, karakteristik protozoa, komposisi kimia
protozoa, klasifikasi protozoa, peran protozoa dalam keseimbangan rumen secara
menyeluruh, keuntungan dan kerugian protozoa keberadaan protozoa dalam rumen,
faktor, yang mempengaruhi populasi protozoa, strategi makan protozoa, aktifitas dan
produk fermentasi protozoa dalam rumen, eliminasi protozoa dalam rumen, anaerobik
fungi, karakteristik fungi, klasifikasi fungi, aktifitas dan peran fungi dalam degradasi
pakan, sumber energi dan kebutuhan nutrisi fungi, faktor-faktor yang mempengaruhi
produk fungi, probiotik, sejarah probiotik, pengetian probiotik, karakteristik probiotik,
peran dan kegunaan probiotik.

27
2. Pengertian dan Komposisi Kimia Bakteri

Pengertian bakteri rumen adalah bakteri yang bersifat anaerobik, populasinya


dalam rumen sangat tinggi minimal 106 sampai 1012/g isi rumen, kemudian harus mampu
diisolasi minimal dari dua hewan yang berbeda letak geografisnya dan harus mampu
diisolasi 10 kali minimal dari hewan yang sama. Ciri utama bakteri rumen yakni memiliki
jumlah populasi yang cukup besar, mempunyai laju pertumbuhan dan memiliki aktifitas
metabolis serta memiliki sifat interelasi dalam rumen. Sedangkan komposisi bakteri
terdiri dari protein 27 %, asam nukleat 8 %, lipida 16 %, dinding sel 16 % dan kandungan
abu sebesar 18 %, dengan diameter 1 – 1,5 .

3. Komposisi Mikroba Rumen

Rumen mengandung populasi mikroba yang cukup besar. Dalam rumen terdapat
empat jenis mikro organisme seperti; bakteri, fungi, protozoa dan virus dengan berbagai
produk intermediar dan produk akhir fermentasi yang bermacam-macam, sehingga
menyebabkan kehidupan dalam rumen sangat kompleks. Berdasarkan beberapa literatur
diketahui bahwa jumlah spesies bakteri mencapai 200 spesies. Bakteri merupakan
mikroba rumen yang paling banyak jenis dan populasinya dengan beragam substratnya.
Dalam rumen, populasi bakteri berkisar 1010 - 1012 sel per gr isi rumen. Sedangkan
protozoa sekitar 20 spesies dengan jumlah populasi sekitar 106 per ml cairan rumen dan
populasi jamur sekitar 104 per ml cairan rumen. Untuk informasi tentang peranan virus
dalam rumen belum banyak diketahui.

4. Sifat Mikroba Rumen

Selain karakteristik, mikroba rumen mempunyai beberapa sifat sebagai berikut :


 Feed Specific
Perubahan dalam pemberian pakan akan turut mempengaruhi populasi mikroba dalam
rumen sehingga hal ini memungkin para peneliti untuk memanipulasi sistem ekologi
dalam rumen dengan pemberian pakan spesifik.
 Regional specific
Mikroba memiliki suatu regional specific yang berasal alam dengan tujuan untuk
membela diri, membetuk spora sehingga pada kondisi tertentu mikroba tersebut tetap

28
hidup. Milsalnya domba di Australia mengalami keguguran bulu apabila memakan
daun lamtora yang berlebihan karena ada mimosin, namun domba Garut yang berada
di Indonesia tidak mengalami keguguran bulu karena ada bakteri tertentu yang dapat
mendegradasi mimosin dalam rumen.
 Species Spesific
Ada bakteri tertentu yang ada disatu ternak namun tidak ada pada ternak lain. Untuk
memindahkannya ke ternak yang lain dapat dilakukan dengan cross inoculation.
 Time Specific.
Setiap hari populasi bakteri rumen selalu mengalami perubahan atau tidak stabil

5. Klasifikasi Bakteri Rumen

Spesies bakteri utama dalam rumen dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok
berdasarkan substrat yang difermentasi sebagai berikut:
 Bakteri selulolitik. Bakteri yang termasuk dalam bakteri selulolitik adalah:
fibrobacter succinogens, ruminococcus flavefaciens, ruminococcus albus,
butyrivibrio fibrisolvens, clostridium lockheadii, eubacterium cellulosolvens. Bakteri-
bakteri ini aktif dalam ransum yang kaya makanan berserat tinggi. Keuntungan dari
bakteri yang menyerang selulosa adalah energi (ATP) yang dihasilkan tidak banyak,
karena itu hanya dapat dimanfaatkan oleh bakteri yang menghasilkannya. Lebih
kurang 15 % bakteri yang terdapat dalam hijauan adalah cellulolytic. Umumnya
bakteri-bakteri ini menghasilkan enzim ekstraseluler. Enzim selulase merupakan
gabungan beberapa enzim yang mempunyai fungsi-fungsi khusus dalam degradasi
selulosa menjadi glukosa. Perlu diketahui bahwa satu bakteri tidak dapat
menghasilkan semua enzim. Dalam kaitannya dengan bakteri selulolitik ada tiga
enzim utama yang berperanan dalam hidrolisa selulosa yalitu : (1) endo 1-4--
glukonase yakni yang memotong selulosa secara acak menjadi cellooligosakarida, (2)
selobiohydrolase yakni yang mendegradasi selulosa dan melepaskan selobiosa yang
terletak diujung rantai dan (3) -glukosidase yakni yang menghidrolisa selobiosa dan
oligosakarida menjadi glukosa.
 Bakteri hemiselulolitik. Bakteri yang termassuk dalam bakteri golongan
hemiselulolitik adalah: butyrifibrio fibrisolvens, eubacterium ruminantium, prevotella

29
ruminocola, bacteriodes ruminocola, ruminicoccus sp. Sebagian besar bakteri
selulolitik dapat mendegradasi dan menggunakan hemiselusola.
 Bakteri amylolitik. Bakteri yang termasuk golongan bakteri amylolitik adalah:
bacteroides amylophilus, butyrifibrio fobrisolvens, succinimonas amylolytica,
streptococcus bovis, lactobacillus albus, prevotella ruminicola. Bakteri amylolitik
populasinya dominan pada ternak yang diberi konsentrat tinggi. Bakteri ini
menghasilkan -amylase sehingga dapat memotong pati secara acak.
 Bakteri pencerna gula. Bakteri yang termasuk golongan bakteri pencerna gula adalah
borelia dan lactobacillus ruminis dengan jumlah sedikit. Ransum ruminansia
umumnya terdiri dari polisakarida, namun dalam hijauan terdapat juga gula
 Bakteri lactilitik. Bakteri yang termasuk golongan bakteri lactilitik adalah:
selenomonas ruminantium, veillonella alkalescens, peptostreptococous elsdeini,
megasphaera elsdenii, anaerovibrio, propionic bacterium. Populasi bakteri ini
meningkat pada pemberian pakan konsentrat. Bakteri ini hidup dari produk
fermentasi bakteri lain. Asam laktat yang terbentuk dari pencernaan pati oleh bakteri
lain diubah menjadi asam propionat. Produksi asam laktat meningkat sejalan dengan
meningkatnya populasi bakteri ini dengan produk akhir adalah asam propionat dan
asetat. Jumlah propionat yang dihasilkan akan lebih banyak dari asam asetat sehingga
kondisi ini cocok untuk penggemukan karena propionat sebagai prekursor
pembentukan glikogen melalui proses glukoneogenesis.
 Bakteri proteolitik. Bakteri yang termasuk golongan bakteri proteolitis adalah:
ruminobacter amylophilus, prevotella ruminicola, butyrivibrio fibrisolven,
streptococcus bovis) dan bakteri ini sekitar 38% berada di dalam rumen. Paling
sedikit ada tiga jenis mikrobial proteinase di rumen yakni: (1) cysteine-proteinase, (2)
serine-proteinase dan (3) metallo-proteinase. Banyak bakteri yang mempunyai
eksopeptidase yang berfungsi untuk memecah oligopeptida menjadi asam amino dan
peptida-peptida yang lebih pendek. Ruminobacter amylophilus mempunyai proteinase
seperti tripsin yang melekat pada dinding sel. Bakteri proteolitis merombak protein
ransum menjadi amonia (NH3). Perombakan ini merupakan suatu proses yang boros
karena untuk sintesa satu ikatan peptida dibutuhkan 3 - 5 mole atp.

30
 Bakteri penghasil metan. Bakteri yang termasuk golongan bakteri penghasil methan
adalah: methanobrevibacter ruminantium, methanobacterium formicicum,
methanomicrobium mobile. Bakteri ini punya kelas tersediri dalam rumen karena
peranannya di dalam fermentasi secara keseluruhan, dengan fungsi untuk mengikat
hidrogen (H2) melalui enzim hidrogenase. Bakteri ini bisa mengikat H 2 yang
-6
konsentrasinya sangat rendah (10 m/1M). Bagi hewan induk semang, proses ini
merugikan karena methan tidak terpakai. Bakteri ini sensitif terhadap oksigen,
membutuhkan reducing agent, antara lain cysteine. Pembentujan methan (CH 4)
menghasilkan energi dan meningkatkan efisiensi fermentasi rumen.
 Bekteri ureolytic. Species bakteri yang termasuk golongan bakteri ureolytik adalah:
succinivibrio dextrinosolvens, selenemonas sp., prevotella ruminicolla, ruminicoccus
bromii, butyrivibrio sp,treponema sp., bakteri ini ditemukan sekitar 5% di dalam
rumen dan berperan dalam mencerna urea menjadi amonia.
 Bakteri pencerna lipid. Species bakteri yang termasuk golongan bakteri pencerna
lemak adalah: anaerovibrio lipolytica, butyrivibrio fibrisolvens, treponema bryanti,
eubactyium sp., fusocillus sp., micrococcous sp. Bakteri ini berfungsi untuk
menghidrolisa tryglyserida dan phospholipid menjadi glyserol dan asam lemak.

6. Karakteistik beberapa Bakteri Utama

Bakteri Butyrivibrio fibrisolvens

 Termasuk dalam gram negatif dan berdiameter 0,4 – 0,8  .


 Berbentuk batang dan bergerak atau motil.
 Hidup pada pH 6,5 – 7,2.
 Temperatur optimum 30 – 450 C (mati pada temperatur 200 C atau 500 C).
 Populasi dalam rumen berkisar : 106–108 Cfu/g.
 Sumber nitrogen berasal dari amonia, asam amino, atau pepton.
 Produk akhir (end product) fermentasi adalah butirat, fumarat, asetat, gas hidrogen.
 Sumber karbon selain pati juga berasal dari karbohidrat kompleks seperti : xylan,
hemiselulosa, selulosa, pektin dan dextrins sedangkan karbohidrat sederhana seperti
glukasa, fruktosa, maltosa, sukrosa dan laktosa.

31
Succinomonas amylolytica
 Termasuk dalam gram negatif.
 Hidup secara tunggal, berpasangan, berkelompok (yang sudah tua).
 Berbentuk oval pendek atau coccobacillus.
 Bergerak karena punya flagella.
 Hidup pada pH 6,5 – 6,8.
 Temperatur optimum 30 – 390 C (mati pada temperatur 220 C atau 450 C).
 Tidak menghasilkan hidrogen, format, butirat, laktat dan ethanol.
 Sumber nitrogen berasal dari amonia.
 Sumber sulfur adalah cysteine dan sulfida.
 Perangsang tumbuh asetat.
 Bakteri ini penting untuk mencegah lactat acidosis.
 Sumber karbon adalah pati, dextrins, glukasa, maltosa.
Streptococcus bovis
 Bakteri ini bersama dengan Lactobacillus bertanggung jawab terhadap terbentuknya
laktat acidosis.
 Termasuk dalam gram positif.
 Hidup secara berpasangan dan seperti rantai.
 Berbentuk cocci.
 Populasi dalam rumen rata 107 - 109 per mililiter cairan rumen.
 Hidup pada pH 5 – 6.
 Sumber karbon adalah asetat, valerat dan laktat.
 Doubling timenya .9 menit.
Selenomanas ruminantium:
 Termasuk dalam gram negatif.
 Mudah diidentifikasi karena bentuknya yang inik seperti bulan sabit.
 Motil dengan flagellata disisi cekungannya.
 Populasi dalam rumen rata 106 - 1010 per gram isi rumen.
 Hidup pada pH 6,5 – 6,8.
 Temperatur optimum 35 – 400 C(mati pada temperatur 200 C atau 500 C).
 Memproduksi urease.

32
 Produk akhir (end product) fermentasi adalah butirat, asetat, propionat, carbon
dioksida, suksinat, laktat, asam frmac.
Megasphaera elsdenii
 Termasuk dalam gram negatif.
 Berbentuk cocci besar.
 Berpasangan, seperti rantai (4-8 sel).
 Hidup pada pH 5 – 7.
 Produk akhir (end product) fermentasi glukosa adalah asetat, propionat, butirat,
isobutirat, valerat, isovalerat, carbon dioksida dan sulfur..
 Sumber karbon adalah glukasa, maltosa, manitol dan fruktosa.
Anaerovibrio

 Termasuk dalam gram negatif.


 Berbentuk bulat sabit seperti selenomanas ruminantium.
 Bakteri ini dominan pada ternak yang diberi pakan konsentrat.
 Tidak bisa menggunakan glukosa sebagai sumber karbon.
 Hidup pada pH 7.
 Produk akhir (end product) fermentasi adalah asetat, propionat.

7. Sumber Energi dan Produk Utama Fementasi Bakteri

Sumber dan produk akhir fermentasi bakteri rumen bermacam-macam, tergantung


pada spesies bakteri dan substrat yang difermentasi. Bakateri tidak dapat berkembanbiak
secara optimal dalam rumen jika suplai nitrogen atau mineral dalam rumen terbatas.
Sehingga akan menjadi masalah yang serius pada daerah tropis pada saat musim
kemarau, karena ternak yang merumput tidak akan memperoleh nitrogen yang cukup. Hal
ini karena selama musim kemarau sebagian besar nitrogen ditranslokasikan dalam akar.
Dalam keadaan demikian urea saliva dan muco protein menyajikan sebagian nitrogennya.
Setiap bakteri secara spesifik membutuhkan sumber energi untuk melakukan
fermentasi dengan hasil fermentasi yang beragam. Delapan puluh dua persen mikroba
rumen dapat tumbuh dengan amonium (NH4+) sebagai sumber nitrogen dan 25 persen
NH4+ sebagai satu-satunya sumber nitrogen. Streptococcous ruminantium dapat
menggunakan glyserol, ada bakteri yang menyukai asam-asam amino.seperti

33
Ruminicocci dan Bacteroides menghendaki asam lemak berantai cabang yang terbentuk
dari asam amino valin, leucin dan isoleucin. Bakteri Amylolytik dan Saccharolytik
menghidrolisa pati menjadi hexosa yang kemudian dipecah, lebih lanjut melalui siklus
“Embden Mayerhof”. Heksosa dihidrolisis lebih cepat daripada makan berserat kasar
tinggi. Pada saat hidrolisa terjadi pembebasan banyak ion hidrogen dan kemudian oleh
Methanobacterium ruminantium dan methanobacterium mobilis diubah menjadi methan.
Dengan demikian ion hidrogen terakumulasi sangat tinggi.
Kondisi ini yang menghambat dehidragenasi mikrobial dan akhirnya dialihkan ke
akseptor lain pembebas ethanol dan asam laktat. Asam laktat yang terbentuk akan
digunakan oleh bakteri asam laktat seperti Streptococcous. Apabila bakteri asam laktat
tidak cepat memetabolisis asam laktat maka akan terjadi akumulasi asam laktat. Hal ini
akan menyebabkan pH rumen menurun secara drastis karena pKa asam laktat 3,08 dan
asam lemak terbang pKa (4,75 –4,81) dan akan mengakibatkan perubahan yang sangat
drastis dari populasi mikroba rumen. Bakteri methanogenis dan bakteri asam laktat sangat
terpengaruh oleh pH rendah dan akan mengakibatkan rumen mengalami acidosis
(kelebihan asam). PH yang rendah juga akan menurunkan aliran saliva sehingga dapat
menyebabkan pH turun lebih rendah lagi. Pada Tabel 4. dapat dilihat rangkuman sumber
energi dan produk fermentasi bakteri rumen.
Tabel 4. Bakteri utama rumen, sumber energi dan frodik fermentasinya.
Spesies Sumber Energi/ Substrat Produk Utama Fermentasi
Ruminococcous albus glukosa, selulosa, xylan asetat, laktat, suksinat,
format, etanol, CO2 dan H2
Selenomonas glukosa, pati, laktat, gliserol asetat, laktat, suksinat,
ruminantium dan suksinat propionat, etanol, CO2 dan
H2
Bacteroides glukosa, selulosa, selubiosa, Asetat, suksinat, format
succinogenes pati
Ruminicoccous gkukosa, selulosa, xylan Asetat, suksinat, format, H2
flavivacilus
Succinomonas pati, dextrins, glukasa, Asetat, propionat, suksinat,
amylolytica maltosa. format
Butyrivibrio glukosa, selulosa, xylan, pati, Asetat, butirat, fumarat,
fibrisolvens hemiselulosa, pektin, laktat, , etanol, CO2 dan H2
dextrins, fruktosa, maltosa,
sukrosa dan laktosa.

34
Entodinium maltosa asetat, propionat, butirat,
format, CO2 dan H2
Eubacterium laktat asetat, butirat, format, CO2
dan H2
Bacteriodes pati, maltosa asetat, laktat, suksinat,
amylophylus format, etanol
Streptococcois bovis glukosa, pati Laktat
Lachnospira pektin (xylosa), glukosa, pati asetat, laktat, format, etanol,
CO2 dan H2
Anaerovibrio glyserol Asetat, propionat
Pentostreptococcous laktat, glukosa, glyserol asetat, propionat,
elsddenii butirat,.asam kaproat, CO2
dan H2
Holorticha laktat asetat, propionat, butirat,.
Laktat, CO2 dan H2
Vibrio spesies gliserol valerat, propionat
Succinivibrio glukosa, dextrins Asetat, suksinat, format
Methanobacterium format (CO2 + H2) methan (CH4)

8. Peran Bakteri dalam Pencernaan Pakan


Kecernaan pakan pada ternak ruminansia, sangat ditentukan oleh populasi dan
jenis mikroba yang berkembang dalam rumen, karena proses perombakan pakan pada
dasarnya adalah kerja enzim yang diproduksi mikroba rumen. Bila terjadi peningkatan
konsentrasi enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut diharapkan akan meningkatkan
kecernaan pakan, yang pada akhirnya akan meningkatkan sumber protein untuk ternak.
Untuk itu pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan populasi mikroba rumen
pencerna pakan, perlu mendapat perhatian. Usaha untuk memanipulasi mikroba rumen
dapat dilakukan melalui dua pendekatan yakni dari segi kecukupan nutrien (prekursor)
bagi pertumbuhan mikroba rumen dengan mensuplai nutrient spesifik dan didekati dari
segi ekologi dengan pemberian growth factor.
Adanya mikroba (bakteri) di dalam rumen, menyebabkan ternak ruminansia
mampu mencerna pakan serat bermutu rendah sehingga kebutuhan asam-asam amino
untuk nutrisi protein tidak sepenuhnya tergantung pada kualitas protein pakan yang
diberikan; tetapi ternak ruminansia juga dengan bantuan mikroba rumen, dapat
memanfaatkan nitrogen bukan protein menjadi protein berkualitas tinggi, kemudian
produk fermentasi berupa asam lemak terbang (VFA) dapat disajikan ke organ pasca

35
rumen dalam bentuk mudah dicerna. Dengan demikian secara ringkas bakteri dalam
rumen berfungsi :
 Melaksanakan proses fermentasi dan degradasi pakan.
 Membentuk vitamin B kompleks dan K.
 Sumber zat-zat makanan bagi hewan induk semang.
Pada Tabel 5. dapat digambarkan andil mikroba rumen terhadap nutrisi protein
hewan induk semang.
Tabel 5. Fraksi N dalam rumen.
Konsumsi Bakteri Protozoa N Larut N Makanan Total
N, g/hari
-----------------------------------------mg% -----------------------------------------
11,2 119,8 11,8 15,2 49,0 195,6
23,2 145,8 53,2 38,0 102,2 321,2

Lebih kurang setengah sampai tiga per empat bagian nitrogen berasal dari
mikroba. Nilai hayati protein mikroba cukup tinggi seperti pada Tabel 6. Peranan
mikroba (bakteri) relatif cukup jika kadar protein ransum rendah. Sebaliknya, pada
pemberian pakan berkadar protein tinggi, nutrisi protein akan lebih banyak ditentukan
pleh sifat protein, kualitas protein, dan kuantitas protein bahan makanan.
Tabel 6. Utilisasi Protein Mikroba Rumen (%).
Mikroba TDC BV NPU
Bakteri 74 81 60
Protozoa 91 80 73
Sumber : Weler et al., (1968). dalam Sutardi, (1977).

TDC = True Digestion Coeficient (kecernaan sejati)


BV = Biological value (nilai hayati)

TDC = NI – (FN – MFN) x 100 %


NI
Keterangan :
TDC = True Digestion Coeficient (kecernaan sejati)
NI = Nitrogen Intake
FN = Fecal Nitrogen. MFN = Metabolic Fecal Nitrogen

36
N Used Retensi N
BV = x 100 % = x 100 %
N Absorpsi N Tercerna

Retensi N
NPU = = BV x TDC
Konsumsi N
= NI – (FN – MFN) –(UN – MUN) NI – (FN – MFN)
x
NI – (FN – MFN) NI
NI – (FN – MFN) –(UN – MUN)
=
NI
Retensi N
= x 100 %
Konsumsi N
Keterangan :
TDC = True Digestion Coeficient (kecernaan sejati)
NI = Nitrogen Intake FN = Fecal Nitrogen.
FN = Fecal Nitrogen. MFN Metabolic Fecal Nitrogen
=
UN = Urinary Nitrogen MUN= Metabolic Urinary Nitrogen

9. Sel yang Dihasilkan dari Proses Fermentasi dalam Rumen


Sedikitnya 10 gram bahan kering bakteri dapat dihasilkan dari 1 mole ATP.
Dalam rumen protein yang bernilai hayati rendah akan diubah menjadi protein bernilai
hayati tinggi. Cadangan polisakarida mikroba hanya dapat memenuhi sedikit kebutuhan
karbohidrat dari ternak ruminansia. Untuk mensintesa satu mole hexosa phosphat
dibutuhkan 8 mole ATP dan untuk polimerisasinya menjadi glykogen masih diperlukan
energi phosphat tinggi lainnya untuk setiap mole heksosa. Pada ternak ruminansia akan
terjadi kerugian energi karena banyak energi yang terpakai untuk setiap molekul amonia
yang diresap dinding rumen. Untuk membentuk satu mole urea dalam hati diperlukan 2
mole ATP, selanjutnya untuk proses ekskresi dibutuhkan banyak energi.

37
10. Faktor Lingkungan Rumen yang Mempengaruhi Aktifitas Bakteri

Bagi ternak ruminansia, fenetrasi fraksi serat sangat bergantung pada mikroba
yang berkembang dalam rumen. Untuk itu strategi yang dilakukan untuk meningkatkan
kecernaan pakan serat sejogyanya difokuskan untuk meningkatkan populasi mikroba
rumen yang ditempuh lewat pendekatan kuantitatif yakni, meningkatkan populasi bakteri
rumen dalam mensekresikan enzim dan melalui rekayasa genetik dengan mengupayakan
strain mikroba rumen yang berpotensi menghasilkan enzim pencerna pakan serat yang
lebih banyak. Untuk itu faktor lingkungan rumen sangat memegagang kendali dalam
mendukung pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme rumen seperti :
 Kondisi rumen yang anaerobik. Sebagian besar mikroroorganisme rumen hidup dan
bertumbuh dalam kondisi yang anaerobik, namun sedikit bakteri dalam rumen toleran
terhadap sikidik oksigen karena selama makan sedikit oksigen terbawa ke dalam
rumen bersama makanan dan dengan cepat sekali dimetabolisis.
 Potensial oksidasi dan reduksi (redox) yang rendah (Eh = -100 sampai – 400 mV),
akan membantu kehidupan di dalam rumen.
 pH dalam rumen mendekati netral (6,5 - 7,0) sehingga menstabilkan jumlah cairan
dan konsentrasi ion dalam rumen seperti kadar ion HCO 3 dan PO4 , sehingga tetap
mendukung kehidupan dalam rumen.
 Temperatur dalam rumen yang konstan yakni 38 – 42 OC dan tekanan osmatik (h)
kurang lebih tetap.
 Adanya eruktasi gas menghindarkan terjadinya penimbunan hasil fermentasi sehingga
tidak menghambat kerja enzim pencernaan.
Para peneliti di Universitas Cornell Amerika tahun 1999, menemukan bahwa
bakteri E. Coli pada sisa-sisa makanan biji-bijian yang diberikan kepada sapi, tahan
terhadap zat asam yang keras seperti yang terdapat dalam perut manusia. Tetapi kalau
makanan sapi diganti dengan jerami, bakteri tersebut menjadi peka terhadap zat asam,
sehingga akan mati kalau masuk ke dalam perut manusia yang mengkonsumsi daging
sapi. Jika ternak sapi diberikan jerami sekitar 5 hari sebelum disembeli, bakteri E. Coli
yang terdapat kotoran sapi yang masih segar yang dapat menkontaminasi daging sapi
tampaknya akan kurang mengakibatkan penyakit pada manusia.

38
11. Protozoa Rumen

11.1. Karakteristik Umum dan Komposisi Kimia Protozoa

Populasi protozoa dalam rumen berkisar 105 – 10 6 sel/ml cairan rumen, memiliki
flagel dan cilia. Protozoa berasal dari transfer dari udara yang dibawa masuk bersama
bahan makanan dan juga dari saliva ternak dewasa. Protozoa dapat didekteksi pada 1
minggu sesudah ternak lahir. Ternak domba yang dipisahkan dari induk sejak lahir, bisa
tidak punya protozoa sampai umur 2,5 tahun. Komposisi kimia protozoa teriri dari :
protein 25 %, asam nukleat 9 %, lemak 10 %, dinding sel 6 % dan abu 14 %.

11.2. Klasifikasi Protozoa

Protozoa dalam rumen umumnya terdiri dari :


1. Protozoa Holothricha. Protozoa ini mempunyai cilia atau rambut getar disekitar
tubuhnya, mirip sel-sel paramaecium dan dibedakan atas dua ukuran yakni Isotricha
merupakan prtozoa ukuran besar (65  - 130  ), sedangkan Desytricha merupakan
protozoa berukuran kecil (35  - 65  ). Kedua protozoa ini termasuk dalam Famili
Isotrichidae dan Ordo Trichostomatida. Protozoa Holothricha tidak begitu penting
dalam pencernaan pati dan gula.
2. Protozoa Oligotricha. Protozoa ini mempunyai cilia hanya disekitar mulut.
Bentuknya oval panjang dan dibedakan ke dalam beberapa genus yakni :
1. Entodinium caudatum dan Entodinium simplex berukuran 30  - 70  dan banyak
terdapat sapi dan domba dan bersifat protiolitik (dapat mencerna protein).
2. Ophyroscolex, berukuran 90  - 150  dan bersifat protiolitik (dapat mencerna
protein).
3. Polyplastron multiresiculatum, berukuran 125  - 127 , berkembang dalam rumen.
4. Epidinium ecaudatum caudatum, Epidinium eucadatum tricaudatum, terdapat pada
sapi dan domba, berukuran 50  - 130 .
5. Diplodium, spesies ini berukuran 140  - 200 , merupakan spesies yang terbesar dari
populasi protozoa yang ditemukan.
3. Protozoa Flagelata. Protozoa yang mempunyai flagel dan populasinya dalam rumen
berkisar 103 – 10 4 sel/ml cairan rumen.

39
11.3. Peran Protozoa dalam Keseimbangan Rumen Secara Menyeluruh

Protozoa dalam rumen cukup memegang peranan yang strategis karena :


 Sumbangannya sekitar 2 persen dari berat isi rumen, 40 persen total nitrogen
mikrobial dan 60 persen dari produk fermentasi mikrobaial.
 Dapat meningkatkan absorpsi dinding sel.
 Sebagai stabilisator pH rumen dalam pemberian makanan konsentrat, dapat
memperlambat metabolisme dalam rumen dengan memangsa bakteri. Satu protozoa
dapat memangsa bakteri sekitar 102 – 10 4
sel bakteri setiap jam atau 105 – 10 6

protozoa dapat memansa 107 – 10 10 sel bakteri per jam.


 Berperan dalam pencernaan makanan (fermentasi karbohidrat, protein dan lemak).
 Sebagai sumber polisacarida.
 Sumber protein bagi ternak induk semang.
 Menghasilkan produk fermentasi dan komponen sel spesifik. Produk fermentasi
berupa : asetat, butirat, laktat, karbon dioksida dan ion hidrogen. Nilai biologis dari
protein protozoa yang sangat tinggi sehingga beberapa peneliti mengatakan mirip
dengan “ growth hormone”.
 Protozoa mengandung lemak yang berbeda : (1) 2-aminoethilphosphonic acid (AEPn)
dan (2) adalah 2-amino-3-phosphono propionic acid.
 Protozoa mendetoksifikasi beberapa komponen dan retatif tahan terhadap antibakteri.
Dektoksifikasi seperti antibiotik dan peptisida.
 Protozoa membantun penyerapan logam Cuprum (Cu). Protozoa mengikat Cu dan S
mengadi CuS atau Cu2S sehingga mencegah keracuran Cu.

11.4. Keuntungan dan Kerugian Keberadaan Protozoa dalam Rumen

Keberadaan protozoa dalam rumen masih dipertentangkan. Sebagian ahli nutrisi


ruminansia berpendapat bahwa, protozoa kurang esensial dan menguntungkan dalam
rumen. Alasannya bahwa:
 Usaha mengisolasi bakteri rumen dapat berhasil dengan baik, jika protozoa tidak ada.
 Pada ransum yang bahan utama pakan serat bermutu rendah, keberadaan protozoa
dalam rumen kurang menguntungkan karena cenderung memangsa bakteri, karena
protozoa tidak memperoleh makanan yang layak untuk memenuhi kebutuhan

40
hidupnya. Dengan demikian, hubungan yang positif dalam interrelasi antar bakteri
dan protozoa tidak selaras.
 Keberadaan protozoa banyak memboroskan energi untuk kebutuhan hidupnya karena
termasuk golongan hewan sehingga geraknya dalam rumen selalu menggunakan
energi yang cukup besar.
 Lebih kurang 50% protozoa mewakili biomassa mikroba dalam rumen, namun tidak
begitu esensial untuk ternak ruminansia.
 Protozoa cenderung tertahan dalam rumen, sehingga pada ternak yang diberikan
pakan bermutu rendah dan tanpa dilakukan defaunasi maka penggunaan protein
dalam rumen tidak efisien.
 Sebagian besar biomassa protozoa tidak tersedia bagi pencernaan di usus, karena
cenderung tertahan (retained) di dalam rumen, oleh karena itu nilai pergantiannya
(turn over) sangat lambat.
 Efisiensi pertumbuhan mikroba rumen meningkat dan aliran protein mikroba serta
protein pakan ke organ pasca rumen akan lebih banyak bila protozoa tidak ada.
 Protozoa memperoleh pakan dari sumber protein pakan dan pati dari ingesta rumen.
Dengan demikian maka akan mengurangi biomassa bakteri yang bebas dalam cairan
rumen sekitar 50 - 90% dan dapat menurunkan kecepatan kolonisasi bakteri pencerna
pakan serat .Hasil penelitian Merchen dan Titgemeyer (1992), dengan mengadakan
defaunasi, ternyata defaunasi dapat meningkatkan aliran protein kasar ke organ pasca
rumen sebesar 18 %, dengan rincian peningkatan protein asal bakteri 14 % dan
protein bukan bakteri 25 %. Pada sisi lain, biomassa protozoa ternyata tidak banyak
manfaatnya bagi ternak induk semang.
 Menurunkan produksi wool. Protozoa mengandung asam amino yang mengandung
sulfur yang lebih sedikit dibanding bakteri.
Pendapat kedua, bahwa keberadaan protozoa dalam rumen diperlukan dan
memiliki nilai positif bagi perkembangan mikroba secara keseluruhan. Alasannya bahwa:
 Protozoa sebagai stabilisator dalam mempertahankan pH rumen. Menurut Russell dan
Hespell, (1981) bahwa dalam rumen, produk fermentasi yang dihasilkan oleh
protozoa seperti, asam asetat, asam butirat, asam laktat, gas karbon dioksida dan
hidrogen.

41
 Protozoa dalam rumen lebih senang pada substrat (karbohidrat) yang fermentable,
sehingga dalam rumen protozoa akan cepat memanfaatkan karbohidrat tersebut untuk
kebutuhan hidupnya. Namun pada sisi yang lain, ternyata hal ini dapat memberikan
manfaat yakni, memperlambat proses konversi karbohidrat fermentable menjadi asam
laktat oleh bakteri rumen, sehingga penurunan pH secara drastis dapat dikontrol.
Kondisi pH rumen merupakan salah suatu faktor yang sangat berpengaruh terhadap
populasi mikroba (bakteri) (Kaufmann et al., 1980). Sebab akumulasi asam laktat dan
pH akan menggaggu aktivitas sistem rumen. Penurunan pH secara drastis amat
berbahaya bagi bakteri rumen, terutama bakteri pencerna selulosa, sebaliknya bakteri
pencerna laktat akan meningkat.
 Pemberian pakan yang mengandung konsentrat, akan terjadi fermentasi yang begitu
cepat sehingga menyebabkan pengeluaran saliva dalam rumen yang berkurang.
Sehingga pada keadaan tertentu kemampuan bufer dapat dilampaui, walaupun secara
kontinyu sesungguhnya rumen, mendapat pasokan bufer bikarbonat dan posfat yang
berasal dari saliva. Adanya produksi saliva yang berkurang akan mengurangi
kemampuan bufer dalam rumen dalam mempertahankan pH (Viera, 1986) dan hal ini
dapat dokntol oleh keberadaan protozoa.
 Dilain pihak, sumbangan protozoa terhadap pencernaan rumput berkisar antara 12 -
20% (Amos dan Akin, 1978).
 Kecenderungan protozoa untuk memangsa bakteri juga ada baiknya. Antara lain,
mencegah penurunan NH3 melalui pemeliharaan daur ulang N internal (amonia
bakteri protozoa amonia  dst) sehingga NH3 senantiasa tersedia dalam kadar
yang cukup tinggi untuk digunakan kembali oleh bakteri.

11.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Protozoa

Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi populasi protozoa seperti :


 Kekurangan zat makanan yang dibutuhkan protozoa dalam rumen umumnya akan
memberi efek negatif pada biomassa dan aktivitas mikroba dalam mencerna pakan
terutama pakan serat. Apabila ternak mengalami kelaparan akan mengunrangi
populasi protozoa

42
 Rendahnya pH rumen akan mengurangi populasi protozoa secara drastis. Hal ini
biasanya terjadi pada pemberian pakan yang menyebabkan bakteri streptococcous
meningkat, karena menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH rumen.
 Pemberian agnet yang bersifat defaunesi dapat membunuh protozoa seperti CuSO 4
dan ditergent, lemak, teric Gn9 (alkohol ethoxylate) dan alkanat 3SL3 (Calcium
peroxida = Ixper 80C), monoxol, sodium dioctylsulpho-succinate. dan lain-lain.

11.6. Strategi Makan Protozoa

Pada ransum yang dengan bahan utama pakan serat bermutu rendah, keberadaan
protozoa dalam rumen cenderung menekan perkembangan bakteri. Pada kondisi ini
hubungan yang positif dalam interrelasi antar bakteri dan protozoa tidak selaras, bahkan
keberadaan protozoa banyak memboroskan energi untuk kebutuhan hidupnya. Protozoa
dan bakteri dalam rumen akan selalu bersaing dalam menggunakan beberapa pakan yang
diberikan. Protozoa akan memakan bakteri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehingga populasi bakteri rumen akan berkurang setengah atau lebih. Protozoa akan lebih
senang memanfaatkan pakan berupa pati atau konsentarat daripada pakan serat.
Sebahagian besar protozoa memakan bakteri untuk memperoleh nitrogen dan
mengubah protein bakteri menjadi protein protozoa.Tiap protozoa dapat menelan bakteri
60-700 bakteri dengan kepadatan 109/ml dalam waktu 1 jam (Coleman dan Laurie,
1974). Protozoa juga dapat memakai adenin bebas dan adenin bakteri, komponen-
komponenurasil untuk digabungkan ke dalam asam nukleatnya.
Pemberian pakan dengan frekuensi lebih dari 1 kali dapat membantu memperkecil
fluktuasi harian konsentrasi protozoa bercilia. Dengan sering memberi makan,
ruminansia akan bertambah, daya cerna bahan kering akan bertambah, keseimbangan
nitrogen lebih baik, pertambahan berat badan lebih tinggi dan efisiensi makan lebih baik.
Jadi pola makan dengan cara merumput merupakan suatu sistem makan yang lebih baik
karena interval makan yang sering dapat memberi keuntungan secara menyeluruh dalam
penggunaan pakan. Pada Tabel 7 akan diperlihatkan bagaimana strategi makan dari
berbagai group protozoa dalam rumen.

43
Tabel 7. Strategi Makan Protozoa Dalam Rumen.

Group Strategi Makan

Predator Protozoa yang memakan protozoa yang lain, namun


jumlahnya sangat sedikit, misalnya Polyplastron
multivesiculatum dan Endtodinium bursa
Fungivores Protozoa yang memakan zoospora dari fungi, misalnya
Endtodinium lobosospinasum.
Bacteriovores Protozoa yang memakan bakteri dan partikel yang ada
bakterinya, misalnya Entodinium simplex dan Epidinium
caudatum.
Hebivores Protozoa yang memakan patikel tanaman (chloroplast,
serat), misalnya Diplodinium dentatum dan Epidinium
caudatum
Saprothropres Protozoa yang memakan bahan-bahan organik (gula,
peptida, asam-asam amino, asam nukleat), misalnya
Isotricha prostoma.
Non selective omnivores Protozoa pemakan segala, jadi memakan partikel pakan
dan bakteri dengan ukuran tertentu tanpa pilihan,
misalnya Epidinium caudatum, Ophryoscolex spp
Polyplastron multivesiculatum.

11.7. Aktifitas dan Produk Fermentasi Protozoa dalam Rumen

Populasi protozoa pada umumnya didominasi oleh spesies ciliata. Sedangkan


spesies flagelata biasanya banyak terdapat pada anak sapi, sebelum populasi spesies
ciliata berkembang pesat yakni sekitar 103 - 104 sel per ml cairan rumen. Spesies ciliata
dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu holotricha (ciliata disekitar tubuhnya)
dan oligotricha ciliata hanya ada disekitar mulut). Golongan holotricha mempunyai
bentuk yang sederhana, meliputi isotricha dan dasytricha, dengan sumber energi utama
berupa pati dan gula. Sedangkan golongan oligotricha mempunyai bentuk yang lebih
kompleks, sehingga diduga dapat mencerna selulosa. Aktifitas protozoa dalam rumen
adalah mencerna pencernaan makanan (fermentasi karbohidrat, protein dan lemak).
Substrat yang digunakan dan produk fermentasi protozoa dalam rumen dapat dilihat pada
Tabel 8.

44
Tabel 8. Substrat dan Produk Fermentasi Protozoa dalam Rumen
Genera Substrat yang Produk Akahir
Difermentasi
Isotricha intestinalis pati, sukrusa, glukosa, asetat, propionat, burirat,
pektin laktat, hydrogen, lipida
Isotrich prostoma pati, sukrusa, glukosa, asetat, propionat, burirat,
pektin laktat, hydrogen, lipida, CO2
Desytricha ruminantium pati, glukosa, selubiosa, asetat, burirat, laktat,
maltosa hydrogen, CO2
Entodinium caudatum pati, selubiosa, glukosa, asetat, propionat, burirat,
maltosa, sukrosa laktat, hydrogen, lipida, CO2
Entodinium simplex pati lipida
Diplodium polyplastron Selulosa, glukosa, pati, asetat, propionat, burirat,
sukrosa laktat, hydrogen, CO2
Eudiplodium Selulosa, pati, asetat, propionat, burirat,
hemiselulosa laktat, hydrogen, format, CO2
Epidinium ecaudatum Selulosa, hemiselulosa, asetat, propionat, burirat,
caudatum pati, sukrosa, maltosa laktat, hydrogen, format, lipida
Ophryoscolex caudatus Selulosa, hemiselulosa, asetat, propionat, burirat,
pati hydrogen,

11.8. Eliminasi Protozoa dalam Rumen

Defaunasi adalah merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengurangi


sebagian (parsial) atau menghilangkan seluruh populasi protozoa di dalam rumen ternak.
Menurut Jouany (1991), Eliminasi atau menghilangkan protozoa dari rumen adalah suatu
metode standar untuk mempelajari efek keseluruhan dari protozoa. Efek defaunasi sangat
dipengaruhi oleh situasi pakan, ternak dan mikroba rumen. Untuk itu pada masa kini
perlu pengamatan yang cermat untuk mengecek pengaruh defaunasi dan redefaunasi
untuk mengiliminasi protozoa. Evaluasi komponen ekosistem dan komposisi fauna perlu
dilakukan dengan hati-hati untuk mengetahui peranan protozoa dalam pencernaan dan
metabolismenya pada ternak ruminansia.
Telah banyak produk komersial agensia defaunasi yang dipasarkan, misalnya teric
Gn9 (alkohol ethoxylate) dan alkanat 3SL3 (Calcium peroxida = Ixper 80C), monoxol,
sodium dioctylsulpho-succinate. Produk tersebut dapat menghilangkan protozoa dari
rumen, namun cukup riskan apabila aplikasi penggunaannya tidak sesuai dosis yang
dianjurkan. Mengingat sistem di dalam rumen, sangat kompleks dan ada sebagian

45
protozoa yang bersifat selulolitik, maka sebaiknya tidal; melakukan defaunesi secara
total. Alternatif yang dilakukan untuk mengeliminasi protozoa secara parsial adalah
adalah mencari bahan alami yang lebih aman digunakan (tidak berbahaya bagi ternak);
mempunyai kemampuan sebagai agensia defaunasi tetapi tidak menghilangkan protozoa
secara menyeluruh dan tidak begitu mengganggu aktivitas bakteri atau fungi di dalam
rumen Oematan (1997), mengatakan bahwa penggunaan lemak atau minyak jagung
ataupun bahan pakan yang mengandung tanin dalam ransum dapat menghilangkan
protozoa dalam rumen ternak. Defaunasi dengan lemak memberikan pengaruh yang baik
terhadap efisiensi sintesis mikroba rumen karena terjadinya daur ulang (recycling)
nitrogen bakteri rumen oleh pemangsaan protozoa.
Penggunaan lemak dalam ransum akan mempengaruhi fermentasi rumen. Lemak
sebagai senyawa non polar, tidak mudah dan atau segera larut dalam medium cairan
rumen. Karena itu lemak cenderung berasosiasi dengan partikel pakan dan mikroba
rumen dan bentuk asosiasinya berupa penutupan permukaan secara fisik partikel pakan
oleh lemak, Bakteri rumen memiliki kemampuan lipolisis yang kuat sehingga dengan
cepat dapat menguraikan lemak yang menyelimutinya. Produk hidrolisis lemak dalam
rumen adalah asam lemak bebas, gliserol dan galaktosa. Kemudian gliserol dan galaktosa
dikonversi menjadi bahan sintesis VFA (propionat dan butirat). Pada kondisi
penyelimutan protozoa oleh lemak, protozoa tidak memiliki aktivitas lipolitik sebaik
bakteri. Protozoa hanya banyak terlibat pada hidrolisis fosfolipid, akibatnya pada kondisi
fermentasi rumen banyak lemak, menyebabkan aktifitas metabolik protozoa menjadi
terganggu dan menyebabkan banyak protozoa yang kurang bertahan hidup.
Nangia dan Sharma (1994), dengan menggunakan Sodium dioctyl
sulphosuccinate sebagai agensia defaunasi pada ternak kerbau dengan pemberian
konsentrat, diperoleh hasil sebagai berikut: jumlah konsentrasi asam lemak terbang
(VFA) tidak berbeda, namun proporsi asam propionat meningkat sedangkan asetat dan
butirat menurun. Penelitian ini juga diperoleh jumlah total bakteri dan protein mikroba
sangat tinggi sedangkan nitrogen amonia rumen dan konsentrasi nitrogen menurun.
Pengaruh defaunasi terhadap performans ternak dari beberapa peneliti dapat dilihat pada
Tabel 9.

46
Tabel 9. Pengaruh Defaunasi terhadap Pertumbuhan Ternak, Konsumsi dan
Parameter Metabolis Rumen.
Variabel Ternak Faunasi Defaunasi Sumber Pustaka

PBB (g/h) Sapi 530 757 Bird & Leng (1978)*


Sapi 690 1240
Sapi 479 1271
Domba 122 132
Domba 140 170
70 130
Domba 120 96 Abou Akkada &
91 106 Shazly, (1964)*
Konsumsi BK (g/h) Domba 870 930
Domba 455 410
Sapi 3750 4250
(g/kg BW-0.75) Sapi 1650 2310
N-NH3 (mgN/L) Domba 348 272
(mM) Sapi 10,70 7,33
VFA Total (mM) Sapi 105,10 116,12
(g/kg BOFD*) Domba 32 35
Domba 27,4 42,7
Degradasi PK (%)** Domba 54,5 43,8
Kecernaan BK (%) Sapi 65,1 66,6
Kecernaan ADF (%) Sapi 43,2 46,4
Bakteri, cacahan/ml Sapi 9,22E+10 1,64E+11
Protozoa Sapi 4,04+05 2,43E+05
Keterangan : *) Data dihimpun oleh Jouany, (1991)
**
) Rataan dari 4 macam pakan : tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kedele
dan lupin.

47
Menurut Chaudhary dan Srivastava (1995), defaunasi dengan manoxol ternyata
menurunkan daya cerna bahan kering, bahan organik, ADF, selulosa dan hemiselulosa
sedangkan antara redefaunasi dengan menggunakan Ciliate protozoa dan faunasi tidak
memberikan pengaruh. Sedangkan daya cerna protein kasar memberikan pengaruh yang
sama. Untuk pertambahan berat badan, efisiensi penggunaan ransum memberikan
pengaruh yang berbeda. Penutupan fisik permukaan partikel pakan oleh penggunaan
lemak sebagai agensia defaunasi dapat diduga sebagai salah satu penyebab turunnya
nilai kecernaan bahan kering terutama pada kecernaan fraksi seratnya. Penutupan partikel
pakan dapat menghalangi atau menurunkan kontak langsung enzim-enzim pencernaan
atau mikroba rumen terhadap partikel pakan. Untuk itu, disarankan penggunaan lemak
pada ransum ternak ruminansia jangan terlampau tinggi.

12. Anaerobic Fungi/Jamur

12.1. Karakteristik Umum Jamur Anaerob (anaerobic fungi)

Dikatakan anaoerobic fungi karena para peneliti mikrobiologi tidak mempercayai


bahwa dalam keadaan anaerob akan tumbuh jamur. Namun Jamur anaerob diisolasi
pertama kali pada tahun 1975 oleh Orpin. Tumbuh pada kisaran suhu yang sangat sempit
yakni 33 – 41 OC. Terdeteksi pada umur 8 – 10 hari. Fungi dapat hilang pada pemberian
konsentrat 80 persen pada ternak domba. Siklus hidup terdiri dari 2 fase (stage) yakni:
(1). fase motil (zoosprora), yakni pada fase ini fungi berada bebas atau melayang-layang
karena belum melekat pada partikel pakan dan (2) fase vegitatif (sporangium). Pada fase
vegitatif fungi melekat pada partikel tanaman dengan bantuan rhizoid.
Fungsi rhizoid untuk penetrasi dinding sel tanaman untuk mendapatkan
karbohidrat yang soluble dan untuk membentuk sporangia, yang jika dewasa akan
menghasilkan zoospora membentuk suklus hidup yang baru. Beberapa sporangia
membentuk suatu kumpulan dengan satu rhizoid. Fungi memerlukan partikel pakan
(media padat) agar dapat tumbuh. Jika tidak ada pakan maka fungi akan melayang-layang
dalam rumen. Fungi dapat ditemukan dalam lambung ternak ternak herbivora seperti:
domba, sapi, kambing, rusa, kerbau, impala, kanguru, kuda, gajah, muskox.

48
12.2. Klasifikasi Fungi

Klasifikasi fungi dibedakan dalam tiga kelompok yakni : (1) Neocallimastix sp.,
(2) Piromonas sp., dan (3) Sphaeromonas sp. Termasuk dalam group Neocallimastic sp.
antara lain; Neocallimastix frontalis, sedangkan group Piromonas sp., antara
lain :Piromonas communis dan group Sphaeromonas sp., adalah Sphaeromonas
communis.

12.3. Aktifitas dan Peran Fungi dalam Degradasi Pakan

Dalam proses pencernaan pakan serat, fungi dianggap sebagai pioner dalam
aktifitas fraksi serat di dalam rumen, karena fungi dapat membentuk koloni pada jaringan
lignoselulosa partikel pakan dan adanya rhizoid fungi yang tumbuh jauh menembus
dinding sel serat tanaman, sehingga sangat membantu mikroba rumen (bakteri) dan enzim
pencernaan untuk mencerna pakan. Dalam pencernaan partikel pakan jamur
Neocallimastix sp., dan Piromonas sp., aktifitasnya lebih baik dibandingkan dengan
Sphaeromonas sp., Strain Neocallimastix kira-kira 53 % dinding sel atau kira-kira 75 %
dapat melepaskan struktur polisakarida selulosa dan hemiselulosa hay rumput pada 6 jam
sesudah masa inkubasi.
Fungsi utama dari fungi disamping sebagai pemecah serat (fiber), fungi juga
berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi ternak ruminansia yang mendapatkan ransum
dengan kualitas rendah karena kandungan protein fungi sangat tinggi, komposisi asam
amino cukup seimbang dan asam aminonya mudah diserap di usus halus.
Secara umum produksi enzim yang dihasilkan fungi dalam rumen bervariasi
tergantung pada substrat yang diperoleh. Aktifitas fungi dalam rumen dapat bersifat
selulolitik, xylanolitik, proteolitik. Sebagaian fungi dapat mendegradasi pati dan
menghasilkan enzim  - amilase.

12.4. Sumber Energi dan Kebutuhan Nutrisi Fungi

Sumber energi atau karbon yang digunakan oleh fungi untuk pertumbuhannya
yakni semua polisakarida seperti: selulosa, xylan, pullulan, pustulan, inulin, dan pati , dan
semua karbohidrat sederhana sedangkan polisakarida yang dapat digunakan sebagai
sumber energi bagi fungi adalah pektin dan karbohidrat sederhana yang tidak dapat
digunakan sebagai sumber karbon adalah arabinose, manosa,fukosa, dan galaktosa.

49
Kebutuhan zat makanan bagi fungi baru sedikit yang diketahui, kecuali
Neucalimastix patrisiarum dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk NH4+, amonia dan
asam amino seperti glutamat, serin, dan metionin. Sumber sulfur bagi fungi adalah
sulfida. Sebagai perangsang tumbuh dapat digunakan asetat, isobutirat, 2-methyl butirat,
vitamin dan asam lemak berantai panjang (C14 – C18), namun aetat, isobutirat, 2-methyl
butirat tidak begitu esensial.

12.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Fungi

Fungi karena bersifat anaoerobic maka oksigen yang masuk bersama bahan
makanan akan mempengaruhi populasi fungi. Temperatur diluar kisaran kisaran suhu
yang dibutuhkan oleh fungi yakni 33 – 41 OC. Selain itu kekurangan substrat berupa
karbon, asam amino, vitamin dan mineral akan mempengaruhi populasi fungi. Kenyataan
bahwa, jika terjadi kekurangan zat makanan yang dibutuhkan mikroba dalam rumen
umumnya akan memberi efek negatif pada biomassa dan aktivitas mikroba dalam
mencerna pakan terutama pakan serat. Fungi sangat sensitif dalam rumen sehingga
membutuhkan persyaratan tumbuh dalam rumen. Ada fungi aorobik yang dapat tumbuh
dalam rumen, misalnya Aspergilus fumigatus (penyebab penyakit pernapasan pada
domba) dan Mucor rouxii.
Fungi termasuk salah satu jenis mikroba dalam rumen yang sangat responsif
terhadap pemberian sulfur, karena pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kadar sulfur
dalam ransum. Hal ini dapat dilihat dari kandungan sulfur dalam biomassa mikroba
rumen dapat mencapai sekitar 8 g/kg bahan kering mikroba dan sebagian besar terdapat
dalam protein (Bird, 1973). Bukti yang lain ditunjukan oleh (Gulati et al.,1985) bahwa,
populasi fungi dalam rumen meningkat secara drastis pada ransum yang disuplementasi
sulfur. Peningkatan populasi fungi diikuti oleh peningkatan kecernaan serat sebesar 16 %.

13. Probiotik

13.1. Sejarah Probiotik

Pada tahun 1965 Lilley dan Stillwell menemukan suatu substansi yang
disekresikan oleh mikroba yang dapat merangsang pertumbuhan mikroba lain. Pada
tahun 1971, Speti menemukan ekstrak jaringan yang bisa merangsang pertumbuhan
mikroba. Pada tahun 1974, Parker menemukan suatu organisme dan substansi yang

50
mendukung keseimbangan mikroba di dalam usus. Substansinya adalah antibiotika.
Selanjutnya pada tahun 1989 Fuller mencoba mensuplai mikroba hidup yang dapat
meningkatkan pertumbuhan ternak dengan cara meningkatkan keseimbangan mikroba
dalam usus.

13.2. Pengertian Probiotik

Probiotik mengalami perkembangan yang pesat pada beberapa tahun terakhir.


Definisi probiotik menurut Lylley dan dan Stillwell (1965) adalah substansi yang
dikeluarkan oleh suatu organisme yang merangsang pertumbuhan organisme lain. Dan
probiotik adalah lawan dari antibiotika. Menurut Matthews (1988), mendefinisikan
probiotik sebagai organisme hidup dalam bentuk kering yang mengandung media tumbuh
dan mempunyai produksi metabolisme.
13.3.Karakteristik Probiotik
 Harus bisa dikemas dalam bentuk hidup dalam skala industri.
 Harus stabil dan hidup pada kurun waktu yang lama pada penyimpanan dan kondisi
lapangan tertentu.
 Harus bisa bertahan hidup tetapi tidak perlu tumbuh di dalam usus.

13.4. Jenis Probiotik

Probiotik yang umum dan aman digunakan untuk ternak antara lain: Aspergilus niger,
Aspergilus orizae, Bacillus coagulans, Basillus lentus, Bacilus pumilus, Bacteriodes
amylophilus, Bacteriodes ruminocola, Lactobacillus acidophilus, Lactobacilus brevis,
Saccharomyces cerevisiae, Streptococcous cremoris ( Shin et al, 1989).
Probiotik yang efektif harus bisa digunakan pada kondisi lingkungan yang
berbeda dan dapat bertahan hidup dalam beberapa bentuk yang berbeda seperti cair, padat
dan bubuk. Ragi tape merupakan salah satu bahan yang dpat berperanan sebagai
probiotik. Bahan ini berupa inokulum padat yang mengandung berbagai jenis kapang,
kemis dan bakteri yang mampu menghidrolisis pati. Ragi tape sering digunakan sebagai
starter dalam pembuatan tempe. Menurut Suter (1978), ragi tape mengandung mikroba
yang terdiri dari beberapa jenis kapang yakni Chlamidomucor orivizae, Rhizopus aryzae,
Mucoe sp., sedangkan kamir adalah Saccharomyces cerevisae, Saccaharomyces

51
verdomanni, Candida, Hencenula. Dari mikroba tersebut yang terpenting adalah
Rhizopus aryzae, Saccharomyces cerevisae, Mucoe sp.

13.5. Peran dan Keuntungan Probiotik untuk Pertumbuhan Ternak Ruminansia

Saccharomyces cerevisae adalah feed suplement yang kaya akan vitamin, enzim,
karbohidrat dan protein. Pemanfaatan Saccharomyces cerevisae untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan pakan berserat tinggi. Hasil penelitian Oematan dan Lazarus (1998)
menggunakan ragi tape sebagai sumber probiotik ternyata dapat meningkatkan konsumsi
bahan kering, organik, dapat memperbaiki kondisi biofermentasi, metabolisme,
kecernaan zat-zat makanan ternak sapi bali. Bagimana model aksi dari Ragi dapat dilihat
pada Gambar 1. Pada Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : kultur ragi
Saccharomyces cerevisae dapat memnafaatkan oksigen sehingga keadaan rumen lebih
anaerob yang dapat merangsang pertumbuhan bakteri tertentu. Dengan meningkatnya
bakteri di dalam rumen akan meningkatkan pula pemanfaatan asam laktat dan terjadi juga
pemanfaatan amonia yang menyebabkan pH rumen menjadi optimum sehingga akan
meningkatkan populasi bakteri. Adanya peningkatan populasi bakteri akan menyebabkan
peningkatan pemanfaatan amonia, kecernaan pakan dan peningkatan protein mikroba
rumen. Terjadinya peningkatan kecernaan pakan dan protein mikroba akan menyediakan
laju aliran pakan ke usus halus lebih cepat sehingga pasokan nutrien bagi ternak induk
semang akan semakin tercukupi dengan demikian akan meningkatkan produksi ternak.
Keuntungan suplementasi probiotik :
 Meningkatkan pertumbuhan ternak yakni melalui melalui pengendalian infeksi
melalui pencegahan pertumbuhan mikroba patogen.
 Meningkatkan penggunaan makanan yakni dengan meningkatkan efisiensi proses
pencernaan. Mencerna bahan yang sebelumnya tidak bisa digunakanEnt. Farcium
pada ayam meningkatkan kecernaan selulosa.
 Meningkatkan produksi susu yakni sangat berpengaruh terhadap metabolisme rumen.
 Meningkatkan produksi telur.
 Meningkatkan kesehatan yakni resisten terhadap infeksi, melalui antagonisma secara
langsung dan merangsang kekebalan.
Pada untuk ruminansia muda probiotik berfungsi untuk mencegah diare sampai 70
persen, meningkatkan pertambahan berat badan, menurunkan kematian. Sedangkan pada

52
ternak dewasa dapat meningkatkan produksi susu 4,3 s/d 5,2 persen, meningkatkan
konsumsi, meningkatkan pertambahan berat badan, meningkatkan palatabilitas dan
meningkatkan kecernaan bahan kering, ADF dan NDF.

13.6. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Probiotik

Faktor yang mempengaruhi efektifitas penambahan probiotik adalah komposisi


makanan dan zat-zat makanan dalam ransum. Rasio 40 % hijauan dan 60 % konsentrat
dapat meningkatkan produksi susu 4,1 kg.
Respon probiotik terhadap fermentasi rumen adalah: sedikit pengaruhnya
terhadap total VFA, meningkatkan proporsi propionat dan asetat, menurunkan produksi
metan tetapi ion hidrogen meningkat, produksi amonia menurun namun pemanfaatannya
meningkat, meningkatkan produksi VFA bercabang yakni leusin, isoleusin dan valin,
menurunkan pH rumen, meningkatkan total bakteri 14 persen,.populasi bakteri selulolitik
meningkat.

Kultur ragi

Merangsang
pertumbuhan group
bakteri tertentu

Memanfaatkan oksigen
Meningkatkan
penggunaan asam laktat

Meningkatkan
populasi mikroba

Menstabilkan pH Meningkatkan
rumen penggunaan amonia

Meningkatkan feed
intake dan supply
substrat ke usus halus

53
Meningkatkan Meningkatkan
Kecepatan kecernaan pembentukan protein

Meningkatkan populasi ternak

Gambar. 1. Model Aksi Kultur Ragi Dalam Rumen (Wallace, 1994).

54
14. Daftar Pustaka

Akin, D.E., G.L.R. Gordon and J. P. Hogan. 1983. Rumen bacterial and fungal
degradation of Digitaria pentzii grown with or without sulphur. Appl. Environ.
Microbial. 46 : 738.

Amin, M.R. and R. Onodera. 1996. In vitro studies of the effects of salinomycin and
vitamin B6 on the metabolism of phenylalanine and its relatid compounds by
rumen microorganism. Pp. 668 - 669. In: The 8th AAAP Animal Science
Congress. Proc. Vol. 2. Japan Soc., Zootech. Sci., October 13 - 18. Tokyo.

Amos, H.E dan D.E. Akin. 1978. Rumen protozoal degradation of structurally intact
forage tissues. Appl. Environ. Microbial. 36 : 513

Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ternak Ruminansia. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Banerjee, C.C. 1978. A Texbook of Animal Husbandry. Oxford and IBH. Publishing,
Co., Calcuta - Bombay - New Delhi. pp. 224 - 478.

Bird, P. R. 1973. Sulphur metabolism and excretion studies in ruminants. XII. Nitrogen
and sulphur composition of ruminal bacteria. Aust. J. Biol. Sci. 26 : 1429.

Bird, S, H., J.V. Nolan and R. A. Leng. 1990. The nutritional significance of rumen
protozoa. In: Hoshino et al., (Edit). The Rumen Ecosystem. The microbial
metabolism and its regulation. JSSC, Tokyo.

-----------. 1991. Role of protozoa in relation to the nutrition of the host animal. In:
Y.W.Ho., H.K.Wong., Abdullah, and Z.A. Tajuddin (Edit). Recent Advances on
the Nutrition of Herbivores. Malaysian Soc. Anim. Prod. Kualalumpur.

Bergman, E. N. 1983b. The pools of cellular Nutrients: Glucose. In: Riis P.M. 1983.
Dynamic Biochemistry of Animal Production. Elsevier, New York. p. 173 - 196.

------------., and I.M. Robinson. 1963. Apparent incorporation of ammonia and amino acid
carbon during growth of selected species of ruminal bacteria. J. Dairy. Sci. 46 : 150.

Counotte., G.H.M. 1979. Regulation of rumen lactate metabolism and the role of lactic
acid in nutritional disorders of ruminants. Vet. Sci. Commun. 2: 277- 303.

Coppock, C.E., M.A. Peplowski, and G.B. Lake. 1976. Effect of urea form and method of
feeding on rumen ammonia concentration. J. Anim. Sci. 59 : 1152.

Chaudhary L.C. and A. Srivastava. 1995. Performance of growing murrah buffalo calves
as affected by treatment with manoxol and the presence of ciliate protozoa in the
rumen. Abst. Anim. Feed sci. and Technology. 51 : 3-4. pp. 281 - 286.

55
Chalupa, W. 1975. Rumen bypass and protection of protein and amino acids. J. Dairy
Sci. 58 : 1198

Church, D.C. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Vol. 1.2 nd (Edit)
D. C. Church. Corvallis. 300 pp.

Cheng, X.B., Y.K. Chen E.R Orskov and W.J. Sand. 1992. The effect of feed intake and
body weigth on purin derivative excretion and microbial protein supply in sheep.
J. Anim. Sci. 70:1534.

Clark, J.H., M.R. Murphy, and B.A. Crooker. 1987. Supplying the protein needs of dairy
cattle from byproduct feeds. J. Dairy. Sci. 70 :1092.

-------------., and C.L Davis. 1983. Future Improvement of milk production: Potential of
nutritional improvement. J. Anim. Sci. p. 57 : 750

Crampton E.D., L.E. Lloyd., and B.E. McDonald. 1978. Fundamentals of Nutrition.
Second. Ed. W.H. Feeman and Comp. San Francisco.

Czerkawski, J. W. 1986. An Introduction to Rumen Studies. Pergamon Press. Oxford


New York, Toronto –Sydney-Frankfurt.

Durand. M., A. Kumeresan., Ph. Beaumatin., C. Dumay., L. Gueguen. 1976. In vitro


Studies on NPN by Rumen Micro Flora I. Effect of Nature of Energy and Mineral
Using Phosphorus-32 as a Label Microbial Growth Tracer Studies on Non-Protein
Nitrogen for Ruminants III. IAEA, Viena.

Demeyer, D.I. 1981. Rumen microbes and digestion of plant cell wall. Agric. and
Environ. Elsevier Sci. Publ. Co., Amst. pp 6 - 37.

Ensminger, M. E., J.E. Oldfield and W.W. Heinemann. 1990. Feeds and Nutrition. The
Ensminger Publ. Comp., California.

Erdman, R.A. 1988. Dietary buffering requirement of the lactating dairy cows. A
reviews. J. Nutr. 71:3246.

Fuller, R. 1989. History and development of probiotics. In Roy Fuller Ed. Probiotics The
Scientific Bacis. Chapman & Hill. London. New York. Tokyo Melbourne. Madras.

Fonty, G., K.,N. Joblin and A. Brownlee. 1990. Contibution of anaerobic fungi to rumen
functions. In: Hoshino et al., (Edit). The Rumen Ecosystem. The microbial
metabolism and its regulation. SSC,Tokyo.

Forbes, J.M., and J. France. 1993. Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and
Metabolism. CAB, International.

56
Harmeyer, J., H. Martens., H. Holler. 1974. Incorporation of S-32 by Rumen
Microorganisme in vitro at Various Microbial Growth Rates, Tracer Studies on
Non Protein Nitrogen for Ruminants. II. IAEA, Vienna.

Huber, J. T., and L. Kung, JR. 1981. Protein and non protein utilization in dairy cattle.
J. Dairy. Sci. 75 : 2165.

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. 2nd. Ed. Academic Press. New York.

Holster, J.B., and A.J. Young. 1992. Methane production in dry and lactating holstein
cows. J. Dairy. Sci. 64 : 1170.

Hoover, W.H. and Miller, T.K. 1992. Rumen digestive physiology on microbial ecology.
Agric. Forestry Exp. Station West Virginia, University.

Hobson, P. N. 1988. The Rumen Microbial Ecosystem. Elsevier Applied Science.


London and New York.

Jalaludin. 1994. Uji Banding Gamal dan Angsana sebagai Sumber Protein, Daun
Kembang Sepatu dan Minyak Kelapa sebagai Agensia Defaunasi dan
Suplementasi Analog Hidroksi Metionin dan Amonium Sulfat dalam Ransum
Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Thesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Jouany, J.P, 1991. Defaunation of the Rumen. In: J.P. Jouany. (Edit). Rumen Microbial
Metabolism and Ruminant Digestion. INRA Editions. Paris. 239 - 261.

Klusmeyer, T.H., G.L. Lynch., J.H.Clark and D.R. Nelson. 1991. Effects of calcium on
ruminal fermentation on nutrient flow to duodenum of cow. J. Dairy. Sci. 74:
2206.

Leng, R.A., D. Dellow, and G. Waghorn. 1986. Dynamics of large ciliate protozoa in the
rumen of cattle fed on diets of freshly cut grass. Brit. J. Nutr. 56: 455.

Lilley, D.M, and Stillwell, R.H. 1965. Probiotics growth promoting factors produced by
microorganism. J. Dairy Sci. 147 : 747-748.

Madsen, J. and Hvelplund. 1985. Protein degradation in the rumen: A comparison between in
vivo, nylon bag, in vitro and buffer measuarement. Acta Agric. Scand. Suppl. 25 : 103.

Marchen, N.R and E. C. Titgemeyer. 1992. Manipulation of amino acid supply to the
growing ruminant. J. Anim. Sci. 70: 32 - 38.

Mayes, P.A., D.K. Granner., V.W. Rodwell and D.W. Martin, JR. 1992. Biokimia
Harper. Alih Bahasa, I. Darmawan. Edisi. 20. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

57
Matthews, A. 1988. Product evalution at work. Feed management, 13 : 11-19.

McDonald, P., P.A. Edwards and J.F.D.Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition 4 th Ed.
Longmen Scientific and Technical, NY.

Nangia, O.P and R. Sharma. 1994. Effect of defaunation of rumen functions in buffaloes
fed high concentrate diet. Abst. indian. J. Anim. Sci. 6411. pp. 1254 -1258.

Newbold, C.J., and D.G .Chamberlain. 1988. Lipids as rumen defaunating agents. Proc.
Nutr. Soc. 47: 154A

Nolan, J.V., Leng and D.I. Demeyer. 1989. The Role of Protozoa and Fungi in
Ruminant Digestion. Penambul Books, Armidale.

OEmatan, G., T. Sutardi., Suryhadi., dan W. Manalu 1997. Stimulasi Pertumbuhan Sapi
Holstein melalui Amoniasi Rumput dan Suplementasi Minyak Jagung, Analog Hidroksi
Metionin, Asam Folat dan Fenilpropionat. Majalah Ilmiah Nutrisi dan Makanan Ternak.
Buletin Nutrical. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fapet Undana. ISSN. : 1410-
6191. Vol. I. Nop 1997. Hal. 35-43.

OEmatan, G dan E.J.L. Lazarus. 1998. Stimulasi Pertumbuhan Mikroba Rumen


Menggunaakan Ragi Tape sebagai Sumber Probiotik untuk Meningkatkan
Degradasi Pakan Serat Bermutu Rendah pada Ternak sapi Bali di Kecamatan
Kupang Timur. Jurnal Informasi Pertanian Lahan Kering. Pusat Pertanian Lahan
Kering, Lembaga Penelitian Undana. ISSN. 0215-9236. Nomor : 3. Juli 1998. hal. : 24 - 35.

Ogimoto, K and Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. JSSP, Tokyo.

0rskov, E.R. 1977. Capacity for digestion and effects of composition of absorbed
nutrients on animal metabolism. J. Anim. Sci.46- 600.

--------------., and M. Ryle. 1990. Energy Nutrition in Ruminant. Elsevier Appl. Sci.,
London.

Pantoja, J., J .L. Firkins., M.L. Estridge and B.L. Hull. 1994. Effects of fat saturation and
source of fiber on site of nutrien digestion and milk production by lactating dairy
cows. J. Dairy. Sci. 77: 2341 - 2356.

Plata P.F., G.D. Mendoza M., J.R. Barcena Gama, and S Gonzales M., 1994. Effect of
yeast culture (Saccharomyces serevisiae) on neutral detergent fiber digestion in
steers fed oat straw based diets. Anim. Feed Sci. and Tehc. 49: 203 - 210.

Preston, T.R and R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with
Available Resources in the Tropic. Penambul Book, Armidale.

58
Qi, K.C.D.W., and F.N. Owen. 1992. Sulphate supplementation of alpine goats, effects
on milk yield and composition, metabolism, nutrient digestibilities, and acid
base balance. J. Anim. Sci. 70: 3541.

Rastogi, S.C. 1984. Essential of Animal Physiology. Wiley Eastern Limited, New Delhi-
Bangalore-Bombay-Calcuta. pp.132 - 138.

Russell, J.B and .B. Haspell. 1981. Microbial rumen fermentation. J. Dairy Sci. 64: 1153.

Sutardi, T. 1976. Metabolism of Some Essential Amino Acids by Rumen Microbes with
Special Reference to -Ketoacisds. Ph.D. Dissertation. University of Wisconsin,
Madison.

------------.1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu


Ambon, Lembang. Dirjend. Peternakan - FAO.

Sutton J.D., R. Knigh, A.B. McAllin., and R.H Smith. 1983. Digestion and synthesis in
the rumen of sheep given diets supplemented with free and protected oils. Brit. J.
Nutr. 49: 419.

Sniffen, C.J. and P.H. Robinson. 1987. Microbial growth and flow as influenced by
dietary manipulations. J. Dairy Sci. 70 : 425.

Shin, Tai, Hyung., Sung, Kyun, Kwan and Choong, Ang. 1989. Effects as CYC on the
Performance of Dairy, Beef Cattle and Swinw. Seoul Korea.

Tamminga, S and M. Doreau. 1991. Lipids and Rumen Microbial Metabolism and
Ruminal Digestion. IRNA, Paris.

Van Soest. 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant. Ruminant Metabolism, Nitritional
Strategis the Cellulolytic Fermentation and the Chemistry of Forages and Plant
Fiber. O & B. Books Inc. Oregon USA.

Viera, D. M. 1986. The role of ciliata protozoa in nutrition of the ruminant. J.Anim. Sci.
63: 1547.

Wallace, R.J., and C.J. Newbold. 1993. Rumen fermentation and its manipulation the
development of yeast cultures as feed additives. In: T.P Lyons (Ed.)
Biotechnology in the Feed Industry. p. 173. Alltech. Technical Publications,
Nicholasville, KY.

Wallace, R.J. 1994. Ruminal microbiology, byotecnology, and ruminant nutrition:


progress and problems. J.Anim. Sci. 72 : 2992-3003.

59
Walker, D.J., A.R. Egan., C.J. Nader, M.J. Ulyatt., and G.B. Storer. 1975. Rumen
microbial synthesis and proportion of microbial and non microbial nitrogen
flowing to the intestines of sheep. Aust. J. Agric. Res. 26 :699.

Wolin, M.J and T.L., Miller. 1988. Microbes-microbes Interactions. In: P.N. Habson.
(Edit). The Rumen Microbial Ecosystem. Elsevier Applied Science. London and
New York.

60

Anda mungkin juga menyukai