Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN OBAT JAMUR


1.1.      Obat Anti jamur
Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh jamur.

1.2.     Jamur
Sebuah jamur adalah anggota kelompok besar eukariotik organisme yang meliputi
mikroorganisme seperti ragi dan jamur, serta lebih akrab jamur. Kadang disebt juga Fungi
yang diklasifikasikan sebagai sebuah kerajaan yang terpisah dari tanaman, hewan dan
bakteri. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa sel-sel jamur memiliki dinding sel yang
mengandung kitin, tidak seperti dinding sel tumbuhan, yang mengandung selulosa. Ini dan
perbedaan lainnya menunjukkan bahwa jamur membentuk kelompok satu organisme yang
terkait, bernama Eumycota (benar jamur atau Eumycetes), yang berbagi nenek moyang (a
monophyletic group). Kelompok jamur ini berbeda dari yang secara struktural mirip jamur
lendir (myxomycetes) dan jamur air (Oomycetes).
Disiplin biologi yang ditujukan untuk mempelajari jamur ini dikenal sebagai ilmu
jamur, yang sering dianggap sebagai cabang botani, meskipun penelitian genetik
menunjukkan bahwa jamur yang lebih dekat dengan binatang daripada tumbuhan. Berlimpah
di seluruh dunia, kebanyakan fungi tidak mencolok karena ukuran kecil struktur mereka, dan
mereka samar gaya hidup di tanah, pada benda mati, dan sebagai symbionts tanaman, hewan,
atau jamur lain. Mereka mungkin menjadi terlihat ketika berbuah, baik sebagai jamur atau
cetakan. Jamur melakukan suatu peran penting dalam dekomposisi materi organik dan
memiliki peran penting dalam siklus hara dan pertukaran.
Mereka telah lama digunakan sebagai sumber makanan langsung, seperti jamur dan
cendawan, sebagai ragi roti agen, dan di fermentasi berbagai produk makanan, seperti
anggur, bir, dan kecap.. Sejak tahun 1940-an, jamur telah digunakan untuk produksi
antibiotik, dan, baru-baru ini, berbagai enzim yang diproduksi oleh jamur digunakan industri
dan deterjen.. Jamur juga digunakan sebagai agen biologi untuk mengendalikan gulma dan
hama. Banyak spesies menghasilkan bioaktif senyawa yang disebut mycotoxins, seperti
alkaloid dan polyketides, yang beracun untuk hewan termasuk manusia.
Struktur yang berbuah beberapa spesies mengandung psikotropika senyawa dan
dikonsumsi recreationally atau tradisional upacara spiritual. Jamur dapat mematahkan dibuat
bahan dan bangunan, dan menjadi signifikan patogen manusia dan hewan lainnya. Kerugian
tanaman akibat jamur penyakit (misalnya penyakit ledakan beras) atau makanan busuk dapat
memiliki dampak besar manusia pasokan makanan dan ekonomi lokal.
Kerajaan jamur meliputi keragaman besar taksa dengan bervariasi ekologi, siklus
hidup strategi, dan morfologi mulai dari perairan bersel tunggal chytrids jamur besar.
Namun, sedikit yang diketahui tentang benar keanekaragaman hayati dari Kerajaan Jamur,
yang telah diperkirakan sekitar 1,5 juta spesies, dengan sekitar 5% dari ini telah secara resmi
diklasifikasikan.
Perintis sejak 18 dan abad ke-19 taxonomical karya Carl Linnaeus, Hendrik Kristen
persoon, dan Elias Magnus Fries, jamur telah diklasifikasikan menurut morfologi (misalnya,
karakteristik seperti warna atau mikroskopis spora fitur) atau fisiologi. Kemajuan dalam
genetika molekuler telah membuka jalan bagi analisis DNA untuk dimasukkan ke dalam
taksonomi, yang kadang-kadang menantang sejarah pengelompokan berdasarkan morfologi
dan sifat-sifat lainnya. Filogenetik penelitian yang diterbitkan dalam dekade terakhir telah
membantu membentuk kembali klasifikasi Kerajaan Jamur, yang terbagi menjadi satu
Subkerajaan, tujuh filum, dan sepuluh Subfilum.
B. PENGGOLONGAN OBAT ANTI JAMUR
a. GOLONGAN POLIEN
1) Amfoterisin B

a) Rumus bangun:

b) NamanIUPAC:

(1R,3S,5R,6R,9R,11R,15S,16R,17R,18S,19E,21E,23E,25E,27E,29E,31E,33R,35S,36

R,37S)- 33-[(3-amino- 3,6-dideoxy- β-D-mannopyranosyl)oxy]- 1,3,5,6,9,11,17,37-

octahydroxy- 15,16,18-trimethyl-13-oxo- 14,39-dioxabicyclo [33.3.1] nonatriaconta-

19,21,23,25,27,29,31-heptaene- 36-carboxylic acid.

c) Rumus kimia: C47H73NO17

d) Sifat fisika dan kimia: Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi Streptomyces

nodosus. Sembilan puluh delapan persen campuran ini terdiri amfoterisin B yang

mempunyai aktivitas antijamur. Kristal seperti jarum atau prisma berwarna kuning

jingga, tidak berbau dan tidak berasa ini merupakan antibiotik polien yang bersifat

basa amfoter lemah, tidak larut dalam air, tidak stabil, tidak tahan suhu diatas 370C

tetapi dapat bertahan sampai berminggu-minggu pada suhu 40C.

e) Golongan kelas terapi: Antijamur golongan polien

f) Aktivitas antijamur: Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dan sedang

matang. Aktivitas antijamur nyata pada pH 6,0-7,5. Menghambat aktivitas

Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan


beberapa spesies Candida, Torulopsis glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatitis,

Paracoccidioides braziliensis, beberapa spesies Aspergillus, Sporotrichum schenckii,

Microsporum audiouini dan spesies Trychophyton.

g) Regimen dosis: Amfoterisin B konvensional atau Amfoterisin B deoksikolat untuk

injeksi dilarutkan dalam dekstrosa 5% dengan dosis kecil pada permulaan, lalu dosis

bertahap sampai pada 0,5-0,7mg/kg BB. Kemudian pada sediaan yang telah ada

dipasaran berupa formulasi baru yaitu Amfoterisin B liposomal atau Amfoterisin

formulasi lipid. Dosisnya sebanyak 3-4mg/kgBB /hari yang diberikan dalam bentuk

infus dalam 3-4 jam.

h) Indikasi: Sebagai antibiotika spektrum luas, Amfoterisin B bersifat fungisidal dapat

digunakan dalam hampir semua infeksi jamur.Obat ini digunakan untuk mengobati

infeksi jamur berupa koksidioidomikosis,parakoksidioidomikosis, aspergilosis,

kromoblastomikosis, dan kandidiosis.

i) Kontraindikasi: 1) Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif, 2) Gangguan fungsi

ginjal 3) Ibu menyusui 4) Pada pasien yang mengonsumsi obat antineoplastik.

j) Efek samping: 1) Deman dan menggigil: Keadaan ini paling sering muncul saat

pemberian pertama intravena, tapi biasanya mereda setelah pemberian ulang. 2)

gangguan ginjal: Pasien dapat memperlihatkan penurunan kecepatan penyaringan

glomerulus dan fungsi tubulus ginjal. Bersihan kreatinin dapat menurun dan kadar

kalium serta magnesium menghilang. 3) Hipotensi: Penurunan tekanan darah seperti

syok yang disertai hipokalemiadapat terjadi sehingga membutuhkan suplementasi

kalium.4) Anemia: Anemia normositik dan nomokromik akibat penekanan produksi


eritrosit yang reversibel dapat terjadi.5) Efek neurologik: Pemberian secara intratekal

dapat memicu masalah neurologik yang serius. 6)Tromboflebitis

k) Interaksi Obat: 1) Amikasin, siklosporin, Gentamisin, paromomycin, pentamidine,

Streptomycin, Vancomycin : meningkatkan risiko kerusakan ginjal 2)

Dexamethasone, Furosemide, hidroklorotiazide, Hydrocortisone, Prednisolone :

Meningkatkan risiko hipokalemia 3) Digoxin : ampulhoterisin B meningkatkan risiko

keracunan digoxin 4) Fluconazole : melawan kerja ampulhoterisin B.

l) Mekanisme kerja obat: Zat Polyen mengikat ergosterol dalam membran sel jamur dan

membentuk pori-pori yang menyebabkan bahan-bahan esensial dari sel jamur

merembas keluar. Amfoterisin memiliki toksisitas yang selektif, karena dalam sel-sel

manusia sterol utamanya adalah kolesterol dan bukannya ergosterol. Penggunaannya

semakin meluas bagi penderita infeksi jamur sistemis dengan daya tahan tubuh yang

lemah.

m) Farmakokinetik Obat: Amfoterisin B diberikan melalui infus intravena yang lambat.

Amfoterisin B deoksikolat diberikan melalui jalur intratekal yang lebih berbahaya

kadang dipilih untuk menangani meningitis akibat fungi yang sensitif terhadap obat

ini. Sedangkan Amfoterisin B pada formula liposomal memiliki keuntungan primer

berupa pengurangantoksisitas terhadap ginjal dan infus. Amfoterisin B berikatan

secara ekstensif dengan protein plasma dan didistribusikan menuju ke seluruh tubuh.

Kadar obat dan metabolitnya yang rendah muncul dalam urine pada jangka waktu

yang lama. Beberapa juga dieliminasi melalui empedu.


n) Inkompatibilitas: Disarankan untuk tidak mencampurkan amfoterisin B dengan obat

lain. Kebanyakan inkompatibilitas disebabkan adanya pengendapan dari amfoterisin

B yang disebabkan perubahan pH atau dikarenakan kerusakan suspense koloidalnya.

Pengendapan dapat terjadi jika amfoterisin B ditambahkan pada larutan sodium

klorida 0,9% atau larutan elektrolit.

o) Bentuk dan kekuatan sediaan di pasaran:1) Amfoterisin B untuk injeksi tersedia dalam

bentuk vial berisi 50 mg bubuk liofilik untuk membuat Amfoterisin deoksikolat. 2)

Amfoterisin B formulasi dispersi koloid (ABCD), 3) Amfoterisin B formula vesikel

unilamelar (Ambisome), dan 4) Amfoterisin B kompleks lipid (ABLC).

2) Nistanin

a) Rumus bangun:

b) NamaIUPAC:

(1S,3R,4R,7R,9R,11R,15S,16R,17R,18S,19E,21E,25E,27E,29E,31E,33R,35S,36R,37S)

-33-[(3-amino-3,6-dideoxy-β-L-mannopyranosyl)oxy]-1, 3,4,7,9,11,17,37-

octahydroxy-15,16,18-trimethyl-13-oxo-14,39dioxabicyclo[33.3.1]nonatriaconta-19,

21,25,27 ,29,31-hexaene-36-carboxylic acid.

c) Rumus kimia: C47H75NO17


d) Sifat Fisika dan Kimia: Merupakan antibiotik polien yang dihasilkan dari

Streptomyces noursei. Obat yang berupa bubuk berwarna kuning kemerahan ini

bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam kloroform dan eter. Larutannya

mudah terurai dalam air dan plasma. Nistatin tidak digunakan sebagai obat sistemik

karena bersifat lebih toksik. Nistatin juga tidak diserap melalui saluran cerna, kulit

maupun vagina.

e) Golongan kelas terapi: Antijamur golongan polien

f) Aktivitas antijamur: Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi tetapi

tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus.

g) Regimen dosis: Dosis Nistatin dinyatakan dalam unit, tiap 1 mg obat ini mengandung

tidak kurang dari 200 unit nistatin. Untuk pemakaian klinik tersedia dalam bentuk

krim, bubuk, salep, suspensi dan obat tetes yang mengandung 100.000 unit nistatin per

gram atau per ml. Untuk pemakaian oral tersedia tablet 250.000 dan 500.000 unit.

Tablet vagina mengandung 100.000 unit Nistatin. Untuk kandidiasis mulut pada

dewasa diberikan dosis 500.000-1.000.000 unit, 3 atau 4 kali sehari. Obat tidak

langsung ditelan tatapi ditahan dulu dalam rongga mulut. Pemakaian pada kulit

disarankan 2-3 kali sehari, sedangkan pemakaian tablet vagina 1-2 kali sehari selama

14 hari.

h) Indikasi: Nistatin digunakan terutama untuk infeksi kandida di kulit, selaput lendir,

dan saluran cerna. Paronikia, vaginitis dan kandidiasis di mulut, esofagus dan lambung

biasanya merupakan komplikasi dari penyakit darah yang ganas terutama pada pasien

yang mendapat pengobatan imunosupresif.


i) Kontraindikasi: penderita hipersensitif terhadap nistatin dan wanita hamil trimester

pertama.

j) Efek samping: Mual, muntah, diare ringan mungkin didapatkan setelah pemakaian per

oral. Pemberian Nistatin pada dosis tinggi tidak menimbulkan superinfeksi.

k) Interaksi obat: -

l) Mekanisme kerja obat: Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif.

Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran jamur

atau ragi terutama ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan

antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga sel akan

kehilangan berbagai molekul kecil.

m)Farmakokinetik obat: Penyerapan dalam saluran pencernaan sangat kurang , kecuali

dosis yang sangat tinggi diberikan . Kedua administrasi intramuskular dan intravena

menyebabkan reaksi besar di injeksi atau efek samping beracun, sehingga

penggunaannya tidak disarankan . Tidak diserap diterapkan pada kulit atau selaput

lendir . Jumlah kecil yang dapat diserap, dan 95 persen di metabolisme dan eliminasi

pada ginjal.

n) Inkompatibilitas: -

o) Bentuk dan kekuatan sediaan di pasaran: 1) 500.000 IU /tablet, 2) 100.000 IU /ml, 3)

suspensi 100.000 IU /g cream, 4) 100.000 IU / tab. Vaginal

b. GOLONGAN AZOL

Antijamur azol merupakan senyawa sintetik dengan aktivitas spektrum yang luas,

yang diklasifikasi sebagai imidazol (mikonazol dan ketokonazol) atau triazol (itrakonazol

dan flukonazol) bergantung kepada jumlah kandungan atom nitrogennya ada 2 atau 3.
Struktur kimia dan profil farmakologis ketokonazol dan itrakonazol sama, flukonazol

unik karena ukuran molekulnya yang kecil dan lipofilisitasnya yang lebih kecil. Pada

jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14-α- demetilase, enzim yang bertanggung

jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur. Pada

konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor keluar dari sel jamur.

Senyawa Imidazol

1. Ketokonazol

a) Rumus bangun:

b) Nama IUPAC: 1-[4-(4-{[(2R,4S)-2-(2,4-Dichlorophenyl)-2-(1H-imidazol-1-ylmethyl)-

1,3-dioxo

c) lan-4-yl]methoxy}phenyl)piperazin-1-yl]ethan-1-one

d) Rumus kimia : C26H28Cl2N4O4

e) Sifat fisika dan kimia: Ketokonazol berupa serbuk putih hingga sedikit abu-abu dan
praktis tidak larut dalam air. Ketokonazol mempunyai pKa 2.9 hingga 6.5. Larut dalam
DMSO atau kloroform.
f) Golongan kelas terapi: antifungi golongan azol
g) Aktivitas antijamur: Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik maupun
nonsistemik. Efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcus
neoformans, H. capsulatum, B. dermatitis, Aspergillus dan Sporothrix spp.
h) Regimen dosis: Dewasa adalah satu kali 200-400mg sehari. Pada anak-anak diberikan
3,3-6,6 mg/kgBB/hari. Lama pengobatan: 5 hari untuk kandidiasis vulvovagnitis, 2
minggu untuk kandidiasis esofagus dan 6-12 bulan untuk mikosis dalam.
i) Indikasi: Efektif untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi, dan jaringan lemak. Efektif
pula untuk kriptokokus nonmeningeal, parakoksidioidomikosis, dermatomikosis,
kandidiasis ( mukokutan, vaginal, oral).
j) Kontra indikasi: Penggunaan ketokonazol dengan terfenadin, astemizol atau sisaprid
dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan perpanjangan interval QT dan dapat
menyebabkan aritmia ventrikel jantung.
k) Efek samping yang sering dijumpai seperti mual dan muntah. Keadaan akan lebih
ringan apabila obat ditelan bersama makanan. Sedangkan yang jarang dijumpai adalah
sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia,pruritus, parestesia, gusi berdarah,
erupsi kulit dan trombositopenia. Hepatotoksisitas berat pada wanita berusia lebih dari
lima puluh tahun, nekrosis hati pada penggunaan jangka panjang, ginekomastia pada
pasien pria dan haid tidak teratur bagi wanita.
l) Interaksi obat: Pemberian ketokonazol bersama dengan obat yang menginduksi enzim
mikrosom hati (rifampisin, isoniazid, fenitoin) dapat menurunkan kadar ketokonazol.
Sebaliknya, ketokonazol dapat meningkatkan kadar obat yang dimetabolisme oleh
enzim CYP3A4 sitokrom P450 (siklosporin, warfarin, midazolam, indinavir ).
m)Mekanisme kerja Obat: Mengganggu sintesis ergosterol, diikuti peningkatan
permeabilitas pada membrane sel fungi (jamur) dan kebocoran komponen sel.
Mempengaruhi permeabilitas dinding sel melalui penghambatan sitokrom P450 jamur;
menghambat biosintesa trigliserida dan fosfolipid jamur; menghambat beberapa enzim
pada jamur yang mengakibatkan terbentuknya kadar toksik hidrogen peroksida; juga
menghambat sintesis androgen.
n) Farmakokinetik obat: Penyerapan melalui saluran cerna berkurang pada pasien dengan
pH lambung tinggi. Setelah pemberian per oral, obat ini ditemukan dalam urin, kelenjar
lemak, liur, juga pada kulit yang mengalami infeksi. Dalam plasma 84% ketokonazol
berikatan dengan protein plasma terutama albumin, 15% berikatan dengan eritrosit, dan
1% dalam bentuk bebas. Ketokonazol sebagian diekskresikan bersama cairan empedu
ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin, semuanya
dalam bentuk metabolit yang tidak aktif.
o) Inkompatibilitas: Pemberian bersama-sama dengan terfenadine dan astemizole.

Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran: Tablet 200mg, krim 2% dan shampo 2%.

2. Klotrimazol

a) Rumus bangun:

b) Nama IUPAC: 1-[(2-Chlorophenyl)(diphenyl)methyl]-1H-imidazole

c) Rumus Kimia: C22H17ClN2

d) Sifat Fisika dan Kimia: Vagina Tablet putih atau hampir putih, atau hampir putih

dengan warna kekuningan, parallelepipedic, lenticular, dengan ujung bulat, dengan

permukaan yang homogen dan struktur homogen.

e) Golongan kelas terapi: Antijamur golongan Azol

f) Aktivitas antijamur: Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan

mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan

tinea pedis, kruris dan korporis yang disebabkan olehT. rubrum, T. mentagrophytes,

E.floccosum dan M. canis dan untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan

vulvovaginitis yang disebabkan oleh C. albicans.

g) Regimen dosis: oleskan salep 2-3 kali/hari, digunakan pada kondisi kulit bersih dan

kering (kulit dibersihkan dulu)


h) Indikasi: Dermatomikosis yang disebabkan oleh dermatofites, ragi, cendawan & jenis

jamur lainnya, panu, eritrasma.

i) Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap klotrimazol

j) Efek samping: Eritema, rasa tersengat, lepuh, kulit mengelupas, edema, gatal,

urtikaria, rasa terbakar, dan iritasi pada kulit

k) Interaksi Obat: klotrimasol dapat meningkatkan efek dari benzodiazepine, kalsium-

channel bloker, cisapride, siklosporin, mesoridazine, mirtazapine, nateglinide,

nefazodone, pimozide.

l) Mekanisme kerja obat: Menghambat pertumbuhan jamur dengan meningkatkan

permeabilitas sel membran jamur.

m) Farmakokinetik Obat: Ketika dioleskan clotrimazole baik ke berbagai lapisan kulit,

mencapai konsentrasi terapeutik. Bila diterapkan secara topikal jumlah clotrimazole

kecil diserap ke dalam darah.

n) Inkompatibilitas: -

Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran: 1) Cream 1% /5g, 2) 10g Solutio 1%

/10ml, 3) 100mg / tablet vaginal, 4) 500mg / tablet vaginal

3. Mikonazol

a) Rumus bangun:
b) Nama IUPAC: (RS)-1-(2-(2,4-Dichlorobenzyloxy)-2-(2,4-dichlorophenyl)ethyl)-

1H-imidazole

c) Rumus kimia: C18H14Cl4N2O

d) Sifat Fisika dan Kimia: Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang

rlatif stabil, mempunyai spektrum antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit.

Obat ini berbentuk kristal putih, tidak berwarna dan tidak berbau, sebagian kecil larut

dalam air tapi lebih larut dalam pelarut organik.

e) Golongan kelas terapi: Antijamur golongan azol

f) Aktivitas antijamur: Mikonazol menghambat aktifitas jamur Trycophyton,

Epidermophyton, Microsporum, Candida dan Malassezia furfur. Mikonazol in vitro

efektif terhadapa bakteri gram positif.

g) Regimen dosis: infeksi kulit 1-2 dd salep 2% (gram nitrat) selama 3-5 minggu,

infeksi kuku: 1-2 dd tingtur 2% selama 8 bulan atau lebih. Krem vaginal 2% (gyno-

daktarin) malam hari selama 2 minggu.

h) Indikasi: Infeksi topikal dermatofit dan jamur lain seperti kandida, tinea, dan

Pityaris versicolor. Kandidiasis vagina


i) Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap mikonazol dan komponen lain dalam

sediaan

j) Efek samping: : Iritasi lokal, sensitasi dan kontak dermatitis, eritema, rasa terbakar

lemah.

k) Interaksi Obat: : Inhibitor lemah dari CYP2C9. Obat Dimetabolisme oleh Enzim
mikrosomal hepatik . Obat dimetabolisme oleh CYP2C9: mungkin meningkat
konsentrasi plasma.
l) Mekanisme kerja obat: Inhibisi biosintesis ergosterol, merusak membran dinding

sel jamur yang selanjutnya akan meningkatkan permeabilitas, sehingga

menyebabkan hilangnya nutrisi sel

m) Farmakokinetik Obat: Daya absorbsi Miconazole melalui pengobatan oral kurang

baik..

Miconazole sangat terikat oleh protein di dalam serum. Konsentrasi di dalam CSF

tidak begitu banyak, tetapi mampu melakukan penetrasi yang baik ke dalam

peritoneal dan cairan persendian. Kurang dari 1% dosis parenteral diekskresi di dalam

urin dengan komposisi yang tidak berubah, namun 40% dari total dosis oral

dieliminasi melalui kotoran dengan komposisi yang tidak berubah pula. Miconazole

dimetabolisme oleh liver dan metabolitnya diekskresi di dalam usus dan urin. Tidak

satupun dari metabolit yang dihasilkan bersifat aktif

n) Inkompatibilitas: -

o) Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran: 1) Cream 2%, 2) Bedak 2%, 3)

Sabun Liquid, 4) 2% Cream 2 %

Derivat Triazol
1. Flukonazol

a) Rumus bangun:

b) Nama IUPAC: 2-(2,4-Difluorophenyl)-1,3-bis(1H-1,2,4-triazol-1-yl)propan-2-ol


c) Rumus kimia: C13H12F2N6O
d) Sifat Fisika dan Kimia: Flukonazol merupakan serbuk kristal putih, dan sedikit
larut dalam air dengan kelarutan 8 mg/ml pada suhu 37°C. Obat mempunyai
kelarutan 25 mg/ml dalam alkohol pada temperatur kamar. Obat ini larut dalam
metanol dan kloroform. Flukonazol mempunyai pKa 1.76 pada suhu 24°C dalam
0.1 M NaCl.
e) Golongan kelas terapi: antijamur golongan azol
f) Aktivitas antijamur: FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oral atau
esophageal, criptococcal meningitis dan pada penelitian lain dinyatakan efektif
pada sporotrikosis (limfokutaneus dan visceral).
g) Regimen dosis: Dosis kandidiasis mulut 1 dd 50-100 mg selama 1-2 minggu,
candidiasis vaginal 150 mg sebagai dosis tungga. Pada candidiasis sistemis ,
permulaan 400 mg , lalu 1 dd 200-400mg.
h) Indikasi: candidiasis mulut, kerongkongan, dan vagina

i) Kontraindikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap Fluconazole atau golongan

azole lainnya.

j) Efek samping: masalah gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, nyeri

abdomen dan juga sakit kepala. Selain itu hipersensitivitas, agranulositosis,

sindroma Stevens Johnsons, hepatotoksik, trombositopenia dan efek pada sistem

saraf pusat.
k) Interaksi Obat: Kadar plasma fenitoin dan sulfonilurea akan meningkat pada

pemakaian bersama flukonazol, sebaliknya akan terjadi penurunan kadar plasma

warfarin dan siklosporin. Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis

yang disebabkan Cryptococcus pada pasien AIDS setelah pengobatan dengan

amfoterisin B.

l) Mekanisme kerja obat: Flukonazol merupakan inhibitor cytochrome P-450 sterol


C-14 alpha-demethylation (biosintesis ergosterol) jamur yang sangat selektif.
Pengurangan ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di dalam
membran sel-sel jamur, dan akumulasi sterol-sterol yang mengalami metilase
menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan
membran. Secara in vitro flukonazol memperlihatkan aktivitas fungistatik
terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida spp.
m) Farmakokinetik obat: Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah

pemberian oral, dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini

mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi

obat pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya

juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku. Obat ini diserap sempurna

melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman

lambung.

n) Kadar puncak 4-8 µg dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg.

o) Waktu paruh eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal melebihi 90%

bersihan ginjal.

p) Inkompatibilitas: -

q) Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran: Flukonazol tersedia untuk

pemakaian sistemik (IV) dalam formula yang mengandung 2mg/ml dan untuk
pemakaian per oral dalam kapsul di Indonesia mengandung 50,100,150,200 mg.

Di Indonesia yang tersedia adalah sediaan 50 dan 150 mg.

c. GOLONGAN ALILAMIN

1. TERBINAFIN

a) Rumus bangun

b) Nama IUPAC: [(2E)-6,6-dimethylhept-2-en-4-yn-1-yl](methyl)(naphthalen-1-

ylmethyl)amine

c) Rumus kimia: C21H25N

d) Sifat Fisika dan Kimia: Chemically, Terbinafine hydrochloride is (E)-N-(6, 6-

dimethyl-2-hepten-4-ynyl)-N-methyl-1-naphthalenemethanamine hydrochloride. The

empirical formula C21H26CIN with a molecular weight of 327.90, and the following

structural formula: Terbinafine hydrochloride, USP is a white to off-white fine

crystalline powder. It is freely soluble in methanol and methylene chloride, soluble in

ethanol, and slightly soluble in water. Each tablet contains: Active Ingredients:

Terbinafine hydrochloride, USP (equivalent to 250 mg base) Inactive Ingredients:


colloidal silicon dioxide NF, hypromellose USP, magnesium stearate NF,

microcrystalline cellulose NF, and sodium starch glycolate NF.

e) Golongan kelas terapi: antijamur golongan alilamin

f) Aktivitas antijamur: Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif

terhadap dermatofit yang bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albican, s

tetapi bersifat fungisidal terhadap Candida parapsilosis. Terbinafin juga efektif

terhadap Aspergillosis sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum,

Sporothrix schenxkii dan beberapa dermatiaceous moulds.

g) Regimen dosis:

Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 250 mg/hr 3-6 mg/khg/hr x 6-12
x 6 minggu minggua
Kuku kaki : 250 mg/hr x
12 minggu
Tinea kapitis 250 mg/hr x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 3-
6 mg/kg/hr x 2-4 minggua
Infeksi Microsporum : 3-
6 mg/kg/hr x 6-8 minggua
Tinea korporis, tinea 250 mg/hr x 1-2 minggu 3-6 mg/kg/hr x 1-2
kruris minggu
b
Tinea pedis (mokasin) 250 mg/hr x 2 minggu
b
Dermatitis seboroik 250 mg/hr x 4-6 minggu

h) Indikasi: bekerja terhadap Malassezia furfur, penyebab panu, juga bekerja pada

kandidiasis, lebih banyak terhadap kuku kapur, Tinea capitis pada anak-anak.

i) Kontraindikasi: Penderita hipersensitif terhadap terbinafine dan zat tambahan yang

terkandung dalam tablet atau krim

j) Efek samping: gastrointestinal seperti diare, dispepsia, dan nyeri abdomen.


Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar kronik atau
aktif
k) Interaksi Obat: Konsentrasi terbinafin akan menurun jika diberikan bersama
rifampisin. Namun kadar dalam darah dapat meningkat apabila diberikan bersama
simetidin yang merupakan suatu inhibitor sitokrim P-450.
l) Mekanisme kerja obat: Terbinafin menghambat kerja enzim squalene epoxidase

(enzim yang berfungsi sebagai katalis untuk merubah squalene-2,3 epoxide) pada

membran sel jamur sehingga menghambat sintesis ergosterol (merupakan komponen

sterol yang utama pada membran plasma sel jamur). Terbinafin menyebabkan Hal ini

mengakibatkan berkurangnya ergosterol yang berfungsi untuk mempertahankan

pertumbuhan membran sel jamur sehingga pertumbuhan akan berhenti (efek

fungistatik) dan dengan adanya penumpukan squalene yang banyak di dalam sel

jamur dalam bentuk endapan lemak sehingga menimbulkan kerusakan pada membran

sel jamur (efek fungisidal).

m) Farmakokinetik Obat: Dosis oral 250 mg secara tunggal menghasilkan kadar puncak

plasma 0,8 mg/l 2 jam setelah pemberian. Total klirens plasma terbinafine sekitar

1250 ml/menit dan paruh eliminasi plasma sampai 16 jam. Bioavailabilitas

terbinafine tidak dipengaruhi oleh makanan.Terbinafine terikat kuat pada protein

plasma (99%). Obat ini secara cepat berdifusi melalui jaringan dermis dan tertumpuk

di dalam lapisan lipofilik stratum korneum.

n) Inkompatibilitas: -

o) Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran: tablet 250mg


d. GOLONGAN EKINOKANDIN

1. Anidulafungin

a) Rumus bangun:

b) Nama IUPAC: N-[(3S,6S,9S,11R,15S,18S,20R,21R,24S,25S,26S)-6-[(1S,2R)-1,2-

dihydroxy-2-(4-hydroxyphenyl)ethyl]-11,20,21,25-tetrahydroxy-3,15-bis[(1R)-1

hydroxyethyl]-26-methyl-2,5,8,14,17,23-hexaoxo-1,4,7,13,16,22-hexaazatricyclo

[22.3.0.09,13]heptacosan-18-yl]- 4-{4-[4-(pentyloxy)phenyl]phenyl}benzamide

c) Rumus kimia: C58H73N7O17

d) Sifat Fisika dan Kimia:


e) Golongan kelas terapi: antijamur golongan ekinokandin

f) Aktivitas antijamur: Anindulafungin merupakan kelompok ekinokandin yang telah

disetujui FDA tahun 2006 untuk penatalaksanaan kandidiasis esophagus, peritonitis

dan abses intraabdomen disebabkan kandida.

g) Regimen dosis: infus intravena, dosis awal 200 mg sebagai dosis tunggal, diikuti 100

mg/hari. Terapi dilanjutkan selama minimal 14 hari sesudah hasil positif terakhir pada

kultur.

h) Indikasi: kandidemia pada pasien dewasa non-neutropenia.

i) Kontraindikasi: hipersensitif terhadap anidulafungin

j) Efek samping: trombositopenia, koagulapati, hiperkalemia, hipokalemia,

hipomagnesemia, kejang, sakit kepala, kemerahan, diare, peningkatan gama-

glutamiltransferase, peningkatan alkalin fosfatase dalam darah, peningkatan alanin

aminotransferase, ruam, pruritus.

k) Interaksi Obat: Saccharomyces boulardii : Agen antijamur ( sistemik , oral ) dapat

mengurangi efek terapi dari Saccharomyces boulardii . Hindari kombinasi

l) Mekanisme kerja obat: Inhibitor nonkompetitif dari synthase 1,3- beta - D - glucan

menghasilkan pembentukan berkurang dari 1,3- beta - glukan - D , sebuah

polisakarida penting yang terdiri dari 30 % sampai 60 % dari dinding sel Candida

( absen dalam sel mamalia ) ; menurun konten glukan mengarah ke ketidakstabilan

osmotik dan lisis seluler

m) Farmakokinetik Obat: Distribusi: 30-50 L. Metabolisme: Tidak metabolisme hati di ;


mengalami hidrolisis kimia lambat untuk membuka - cincin peptida mengurangi
aktivitas antijamur. Pengeluaran: Tinja ( 30 % , 10 % sebagai obat tidak berubah ) ;
urin ( < 1 % ) Eliminasi Terminal : 40-50 jam.
n) Inkompatibilitas: ertapenem, sodium bicarbonate.
o) Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran: intravena 50 mg dan 100mg

e. GOLONGAN LAIN

1. Flusitosin

a) Rumus bangun:

b) Nama IUPAC: 4-amino-5-fluoro-1,2-dihydropyrimidin-2-one

c) Rumus kimia: C4H4FN3O

d) Sifat Fisika dan Kimia: Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan

antijamur sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan mempunyai

persamaan struktur dengan fluorourasil dan floksuridin. Obat ini berbentuk

kristal putih tidak berbau, sedikit larut dalam air tapi mudah larut dalam

alkohol.

e) Golongan kelas terapi: Antijamur

f) Aktivitas antijamur: Flusitosin efektif terhadap Candida sp., Cryptococcus

neoformans, Cladophialophora carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora

verrucosa.
g) Regimen dosis: Flusitosin tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg.

Dosis yang biasanya digunakan ialah 50-150 mg/kgBB sehari yang dibagi

dalam 4 dosis.

h) Indikasi: infeksi sistemik, karena selain kurang toksik obat ini dapat diberikan

per oral.

i) Penggunaannya sebagai obat tunggal hanya diindikasikan pada

kromoblastomikosis

j) Kontraindikasi: hipersensitif terhadap flusitosin

k) Efek samping: mual,muntah dan diare. Dapat menimbulkan anemia,

leukopenia, dan trombositopenia, terutama pada penderita dengan kelainan

hematologik, yang sedang mendapat pengobatan radiasi atau obat yang

menekan fungsi tulang, dan penderita dengan riwayat pemakaian obat

tersebut. Mual,muntah, diare dan enterokolitis yang hebat. Kira-kira 5%

penderita mengalami peninggian enzim SGPT dan SGOT, hepatomegali.

Terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan halusinasi.

l) Interaksi Obat:

m) Mekanisme kerja obat: Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan

sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah

mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein

sel jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh

metabolit fluorourasil. Keadaan ini tidak terjadi pada sel mamalia karena

dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.


n) Farmakokinetik Obat: Absorbsi : diserap dengan cepat dan baik melalui

saluran cerna.Pemberian bersama makanan memperlambat penyerapan tapi

jumlah yang diserap tidak berkurang. Penyerapan juga diperlambat pada

pemberian bersama suspensi alumunium hidroksida/magnesium hidroksida

dan dengan neomisin. Distribusi :didistribusikan dengan baik ke seluruh

jaringan dengan volume distribusi mendekati total cairan tubuh. Ekskresi :

90% flusitosin akan dikeluarkan bersama melalui filtrasi glomerulu dalam

bentuk utuh, kadar dalam urin berkisar antara 200-500µg/ml. Kadar puncak

dalam darah setelah pemberian per-oral dicapai 1-2 jam. Kadar ini lebih tinggi

pada penderita infusiensi ginjal. Masa paruh obat ini dalam serum pada orang

normal antara 2,4-4.8 jam dan sedikit memanjang pada bayi prematur tetapi

dapat sangat memanjang pada penderita insufisiensi ginjal

o) Inkompatibilitas: -

p) Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran

2. GRISEOFULVIN

a) Rumus bangun:

b) Nama IUPAC: (2S,6'R)- 7-chloro- 2',4,6-trimethoxy- 6'-methyl- 3H,4'H-spiro [1-

benzofuran- 2,1'-cyclohex[2]ene]- 3,4'-dione

c) Rumus kimia: C17H17ClO6


d) Sifat Fisika dan Kimia: Griseofulvin berwarna putih atau putih krem, rasa pahit,

termostabil. Dalam perdagangan obat ini tersedia untuk penggunaan secara oral

sebagai Griseofulvin Microsize dan Griseofulvin Ultramicrosize. Griseofulvin

Microsize mengandung partikel berukuran diameter 4 μm dan Griseofulvin

Ultramicrosize mengandung partikel berukuran diameter < 1 μm

e) Kelarutan: Larut dalam etanol, metanol, aseton, benzen, kloroform,etil asetat dan

asam asetat; Praktis tidak larut dalam air, petroleum eter.

f) Golongan kelas terapi: Antijamur

g) Aktivitas antijamur: Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya

untuk spesies Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan Trichophyton sp.,

yang merupakan penyebab infeksi jamur pada kulit, rambut kuku. Griseofulvin tidak

efektif terhadap kandidiasis kutaneus dan pitiriasis versikolor.

h) Regimen dosis: Dewasa :500 mg sehari dalam dosis terbagi atau dosis tunggal, pada

infeksi berat dosis dapat ditingkatkan hingga dua kali lipat , kemudian dosis

diturunkan jika telah ada respon; Anak-anak : 10 mg/kg sehari dalam dosis terbagi

atau dosis tunggal.

i) Indikasi: Infeksi dermatofit pada kulit, kulit kepala, rambut dan kuku jika terapi

topikal tidak berhasil atau tidak cocok.

j) Kontraindikasi: Penyakit hati yang berat, lupus erytematosus sistemik (risiko

serangan); porfiria; kehamilan (hindari kehamilan selama penggunaan obat dan

hingga 1 bulan setelah pengobatan; menyusui; pria sebaiknya tidak merencanakan

mempunyai anak selama 6 bulan dalam pengobatan.


k) Efek samping: Mual, muntah, diare ; sakit kepala; tidak banyak terjadi

hepatotoksisitas, pusing, kebingungan, rasa lelah, gangguan tidur, gangguan

koordinasi, neuropati perifer, leukopenia, ruam termasuk yang jarang terjadi erithema

multiform, necrolysis epidermal toksik, dan fotosensitivitas.

l) Interaksi Obat: - Dengan Obat Lain : Efek sitokrom P450: induksi CYP1A2 (lemah),

2C8/9 (lemah), 3A4 (lemah); Meningkatkan efek/toksisitas : Toksisitas ditingkatkan

dengan etanol, dapat menyebabkan takikardi dan flushing (kemerahan); Menurunkan

efek : barbiturat dapat menurunkan kadar griseofulvin. Menurunkan aktivitas

warfarin. Menurunkan efektivitas kontrasepsi oral. Dengan Makanan : Konsentrasi

griseofulvin dapat meningkat jika digunakan bersama makanan , terutama makanan

yang mengandung lemak tinggi. Etanol : hindari etanol (dapat meningkatkan depresi

SSP), Etanol akan menyebabkan reaksi type ’’disulfiram’’ seperti kemerahan, sakit

kepala, mual dan pada beberapa pasien mengalami muntah dan nyeri dada dan/atau

abdominal.

m) Mekanisme kerja obat: Menghambat mitosis sel jamur pada metafase; berikatan

dengan keratin manusia menyebabkan resistensi terhadap invasi jamur.

n) Farmakokinetik Obat: Absorpsi : absorpsi Griseofulvin ultramicrosize hampir

sempurna;Distribusi : menembus plasenta; Metabolisme : sebagian besar di hati; T½

eliminasi : 9-22 jam; Ekskresi : urine (< 1% dalam bentuk obat tidak berubah); feses

dan keringat

o) Inkompatibilitas:-

p) Bentuk dan kekuatan sediaan yang ada dipasaran:

125mg(500mg)/tablet(forte)250mg / tablet.

Anda mungkin juga menyukai