Anda di halaman 1dari 26

1

I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gisi seperti air, protein,

karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan

embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan merupakan telur yang fertil

atau yang lazim disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang

sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut

disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak

dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja.

Penetasan sudah dilakukan sejak zaman dahulu, hanya saja penetasan

dilakukan secara alami yaitu dengan memanfaatkan langsung induk untuk

menetaskan telur. Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan

yang sesuai untuk perkembangan embrio unggas. Lama penetasan telur ditempat

pengeraman tergantung dari jenis hewannya. Semakin kecil hewan, semakin kecil

telur yang dihasilkan, dan semakin tinggi suhu badan hewan, semakin pendek

waktu penetasan telurnya. Bila bentuk telur dan ukurannya seragam, waktu

penetasan akan selalu hampir bersamaan. Tentunya, untuk melakukan penetasan

telur tidak dilakukan dengan sembarang, perlu banyak aspek yang diperhatikan

agar daya tetas yang dihasilkan tinggi dari mulai perlakuan telur sebelum

dimasukan kedalam mesin tetas sampai dengan proses penetasan berlangsung.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari diadakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa
mengetahui tatalaksana penetasan telur unggas. Sedangkan tujuan dari praktikum
ini adalah:
1. Mengetahui cara kerja dan fumigasi mesin tetas.
2. Mengetahui seleksi dan fumigasi telur tetas.
2

3. Mengetahui penetasan telur tetas.

1.3. Waktu dan Tempat


Hari/ Tanggal : Senin 21 September 2015 – Senin 5 Oktober 2015
Waktu : 12:30 – 14:30 WIB
Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran
3

II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas


Sebelum digunakan sebaiknya mesin tetas dibersihkan dan dicucihamakan.
Pencucihamaan ini bukan hanya dilakukan bila keadaan mesin tetas itu sangat
kotor, melainkan setiap kali akan dipergunakan harus dicucihamakan terlebih
dahulu. Fumigasi yang digunakan pada umumnya berupa campuran formalin dan
kalium permanganat (KmnO4), formalin merupakan larutan gas Formaldehida.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Mencucihama mesin tetas diawali dengan pencucian menggunakan air
bersih atau air hangat.
2. Setelah itu di lap dengan menggunakan 2 - 3% larutan creosal atau obat
anti hama (desinfektan).
3. Mesin tetas didiamkan hingga kering.
4. Setelah kering dilakukan pencucihamaan ulang dengan cara fumigasi
(fumigasi ini dilakukan agar bibit penyakit yang masih hidup dan tersisa
dalam mesin tetas menjadi mati).
5. Sediakan wadah cekung yang tahan panas, seperti panci berlapis atau kuali
dari tanah. Daya tamping wadah harus paling sedikit 3 kali dari volume
formalin yang akan digunakan.
6. Wadah di isi dengan cairan KmnO4.
7. Untuk menfumigasi mesin tetas, fumigasi diuapkan selama 30 menit,
caranya hanya dengan menguapkan formalin ke wadah yang berisi
KmnO4, bahan tersebut harus tahan panas.
8. Setelah diuapkan secepatnya tutup ruangan tempat fumigasi (mesin tetas)
karena campuran formalin dan KMnO4 akan menghasilkan gas.
9. Setelah diuapkan mesin tetas segera ditutup dan didiamkan selama 24 - 48
jam dengan kondisi pemanasan tetap hidup.
10. Perlakukan fumigasi yang tidak benar seperti terlalu lama atau dosis
terlalu keras akan menyebabkan kematian embrio yang sangat dini.
4

Tabel 1. Dosis Fumigasi untuk ruangan sebesar 2,83 M3


Kekuatan Formalin (cc) KmnO4
1 Kali 40 20
2 Kali 80 40
3 Kali 120 60
4 Kali 160 80
5 Kali 200 100

Tabel 2. Rekomendasi Pelaksanaan Fumigasi

Waktu
Uraian Dosis Keterangan
(Menit)

Telur tetas 3 kali 20 -


Telur dalam mesin
tetas (hanya hari 2 kali 20 -
pertama)
Anak ayam dalam Asap formadehida perlu
1 kali 3
mesin tetas segera dimatikan
1 kali / 2
Ruang penetasan 30 -
kali
Mesin tetas kosong 3 kali 30 -

2.2. Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas


2.2.1. Seleksi Telur Tetas
Telur tetas yang digunakan dalam penetasan harus berasal dari ayam yang
masih dalam masa produktif yaitu umur 24 – 70 minggu, telur yang berasal dari
ayam atau itik yang bertelur terlalu mudah tidak baik untuk ditetaskan karena
akan menghasilkan anak ayam berkualitas rendah. Hal ini diakibatkan kondisi
kualitas telur yang belum stabil pada saat awal peneluran (Sabrani 1981).
Bentuk telur normal yakni lonjong tumpul bagian atas dan runcing pada
bagian bawah. Perbandingan panjang dan lebar yang normal 8 : 6 atau panjang 5,7
cm dn lebar 4,2 cm. Telur yang abnormal akan memiliki ukuran yang berbeda dari
ketentuan ini (Dwiyanto dan Prijono, 2007). Sebagian bentuk telur berbentuk
oval. Bentuk telur secara umum dikarenakan fakor genetis. Setiap induk telur
5

berturutan dengan bentuk yang sama, memiliki bentuk yaitu bulat, panjang, dan
lonjong (Suprijatna et al., 2005).
Suprijatna (2005) menyatakan bahwa, seleksi telur tetas merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk memilih telur tetas yang memenuhi persyaratan
untuk ditetaskan. Pada suatu penetasan hanya telur – telur tetas yang memenuhi
persyaratan saja yang digunakan, karena hanya akan mengganggu jalannya proses
penetasan. Oleh karena itu seleksi telur tetas ini merupakan aktifitas awal yang
sangat menentukan keberhasilan penetasan. Telur tetas yang baik harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Telur tetas harus berasal dari induk (pembibit) yang sehat dan produktifitasnya
tinggi dengan sex ratio yang baik sesuai dengan rekomendasi untuk strain atau
jenis ayam/itik.
2. Umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu. Daya tetas akan menurun
sejalan dengan bertambahnya umur telur.
3. Kualitas telur secara fisik telu rmeliputi :
a. Bentuk telur harus normal, sempurna lonjong dan simetris.
b. Berat telur harus seragam.
c. Keutuhan telur (kerabang telur atau permukaan telur tidak berbintil bintil
atau retak / pecah / warna bercak coklat).
d. Kerabang yang keras dan rapuh tidak ditetaskan.
e. Kebersihan telur tetas.
f. Warna telur tetas
g. Ketebalan kerabang.

2.2.2. Fumigasi Telur Tetas


Sanitasi atau pembersihan terhadap telur tetas dapat menggunakan system
fumigasi. Fumigasi dengan tingkat yang rendah tidak akan membunuh bakteri dan
bibit penyakit tetapi fumigasi yang terlalu tinggi dapat membunuh embrio di
dalam telur. Maka diharuskan untuk memakai ukuran yang tepat terhadap bahan
kimia yang akan digunakan dalam melakukan fumigasi.
6

Fumigasi adalah mensucihamakan mesin tetas dari mikroorganisme yang


menempel dan atau masuk dalam mesin tetas dengan menggunakan zat kimia. Zat
kimia yang sering digunakan adalah KMnO4 (Kalium permanganat) yang
dicampur dengan Formaldehide 40 %. Zat kimia tersebut tidak merusak mesin
tetas dan peralatannya, tidak tergantung dari suhu dan kelembaban lingkungan
baik lingkungan internal dan eksternal dari mesin tetas, murah harganya, mudah
melakukannya, dan mudah didapat, dan tidak membahayakan telur yang fertil
yang ada dalam mesin tetas tersebut.
Fumigasi dilakukan selama minimal 1 jam, maksimal 24 jam. Konsentrasi
3 kali karena fumigasi dilakukan pada mesin tetas dengan standar untuk volume
2,83 m3 dengan KmnO4 : formalin 40% = 1: 2. Caranya hanya dengan
menguapkan formalin ke wadah yang berisi KmnO4. Perlakukan fumigasi yang
tidak benar seperti terlalu lama atau dosis terlalu keras akan menyebabkan
kematian embrio yang sangat dini.
Setelah di fumigasi dan dibiarkan selama 24 - 48 jam, mesin tetas dapat
disiapkan dengan cara instrument lainnya dalam mesin diatur, temperatur ruang
mesin tetas diatur hingga sekitar 96 – 100O F dan kelembaban 70 – 80%( Edjeng
Suprijatna, 2005).
Hardjosworo dkk (2001) menyatakan bahwa untuk memusnahkan kuman-
kuman yang masih menempel pada telur tetas sebaiknya dilakukan fumigasi.
Adapun caranya adalah sebagai berikut :
1. Telur yang telah diseleksi ulang ditempatkan ke dalam wadah telur dengan
bagian tumpul menghadap keatas.
2. Tempatkan wadah berisi telur tersebut ke dalam mesin tetas.
3. Ukur volume ruangan yaitu Panjang x Lebar x Tinggi
4. Takar formalin dan KMnO4 dengan dosis untuk setiap 1m3 ruangan
dibutuhkan 40 cc formalin dan 20 gram KMnO4.
5. Sediakan wadah cekung yang tahan panas, seperti panci berlapis email
atau kuali dari tanah. Daya tampung wadah harus paling sedikit 3 kali dari
volume formalin yang akan digunakan.
6. Tuangkan KMnO4 atau biasa disebut PK ke dalam panci email (wadah).
7

7. Tempatkan wadah tersebut di bawah telur.


8. Kemudian secara perlahan-lahan, tuangkan formalin ke dalam wadah
tersebut.
9. Secepatnya tutup ruangan tempat fumigasi (mesin tetas) karena campuran
formalin dan KMnO4 akan menghasilkan gas.
10. Biarkan fumigasi berlangsung selama 20 menit.
11. Buka pintu ruangan tempat fumigasi (mesin tetas).

2.3. Penetasan Telur Tetas


Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan
embrio sampai menetas. Selamapembelahan awal seluler, terbentuk dua lapisan
sel benih dimana peristiwa ini disebut dengan gastrulasi yang biasanya dilengkapi
pada saat telur dikeluarkan dari tubuh induk. Kedua lapisan ini adalah ektoderm
dan mesoderm. Lapisan ketiga yaitu endoderm yang akan terbentuk ketika telur
sudah ditempatkan di dalam inkubator (Nuryanti, 2005).
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai
telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh
induk ayam atau secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas. Telur yang
digunakan adalah telur tetas, yang merupakan telur fertil atau telur yang telah
dibuahi oleh sperma, dihasilkan dari peternakan ayam pembibit, bukan dari
peternakan ayam petelur komersil (Suprijatna et al., 2005).
Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah
mengkondisikan telur sama seperti telur yang dierami oleh induknya. Baik itu
suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Dalam proses penetasan dengan
menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan di banding dengan penetasan secara
alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah
telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam waktu
bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta, 1983).
Penetas (pemanas dari listrik) yang menggunakan tenaga listrik dilengkapi
dengan lampu pijar dan seperangkat alat yang disebut termostat (termoregulator).
8

Alat ini dapat mengatur suhu di dalam ruangan penetasan secara otomatis. Jika
panasnya melebihi batas yang kita tentukan, maka termoregulator akan bekerja
memutus arus listrik, akibatnya lampu pijar menjadi mati. Demikian suhu udara di
dalam mesin tetas tetap stabil. Apabila dengan waktu tertentu ruangan atau kotak
itu suhunya rendah, maka termostat bekerja kembali untuk menyambung arus dan
lampu pijar menyala pula (Marhiyanto, 2000).
Menurut Shanawany (1994), untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan
yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65 – 70 %. Mulai hari ke-20,
kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70 %. Cara lain dengan melihat pada
kaca ventilasi masin tetas. Bila pada kaca terdapat butir-butir air berarti
kelembaban terlalu tinggi. Dalam kondisi tersebut, kaca segera dilap sampai
kering, ventilasi dibuka dan bak air dikeluarkan.
Dalam penetasan telur ada 5 poin utama yang harus diperhatikan pada
incubator mesin penetas telur, yaitu :
1. Suhu (Temperatur)
2. Kelembaban Udara (Humidity)
3. Ventilasi (Ventilation)
4. Pemutaran Telur (Egg Turning)
5. Kebersihan (Cleanliness).
Awal perkembangan embrio ayam menunjukkan bahwa splanknopleura
dan somatopleura meluap keluar dari tubuh embrio hingga di atas yolk. Daerah
luar tubuh embrio dinamakan daerah ekstra embrio. Mula – mula tubuh embrio
tidak mempunyai batas sehingga lapisan – lapisan ekstra embrio dan intra embrio
saling berkelanjutan. Dengan terbentuknya tubuh embrio, secara berurutan
terbentuk lipatan – lipatan tubuh sehingga tubuh embrio hampir terpisah dari yolk.
Adanya lipatan – lipatan tubuh, maka batas antara daerah intra dan ekstra embrio
menjadi semakin jelas. Daerah kepala embrio mengalami pelipatan yang disebut
dengan lipatan kepala dan memisahkan antara bagian intra dan ektra embrio. Pada
bagian lateral tubuh juga terbentuk lipatan tubuh lateral dan memisahkan bagian
ekstra dan intra embrio. Bagian posterior mengalami pelipatan dan dikenal dengan
nama lipatan ekor membentuk kantung sub kaudal. Lipatan – lipatan tersebut
9

membentuk dinding saluran pencernaan primitif. Beberapa sel epiblas yang lewat
primitive streaktersebut ke arah bawah dan bercampur dengan sel – sel hipoblas
(Reece-Mitchell, 2004). Namun bagian tengah usus yang menghadap yolk tetap
terbuka dan pada daerah ini dinding kantung yolk berhubungan dengan dinding
usus pada kantung yolk (Adnan, 2008).
Pembelahan lebih sukar dan terbatas pada suatu keeping pada kutub
anima, disini berlangsung pembelahan partial atau meroblastis. Sel – sel yang
membelah membentuk cangkang bentuk cakram yang disebut sebagai blastodis
yang merupakan blastomer sentral yang melepaskan diri dari detoplasma di
bawahnya dan terbentuk rongga sempit yang merupakan bagian pinggir,
blastomer tidak jelas terpisah dari detoplasma dan terus bergerak menuju ke
detoplasma (Yatim, 1994).
Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induk. Telur – telur
diinkubasi menggunakan mesin – mesin penetas telur buatan. Embrio mengambil
bahan makanan dari dalam telur sehingga induk tidak mampu menambahkannya.
Unggas tidak memiliki siklus estrus dan tidak terjadi double ovulasi sebab ovulasi
terjadi beberapa saat (30 menit) setelah peneluran dan ovulasi berikutnya tidak
akan terjadi apabila dalam oviduk masih terdapat telur (Yuawanta, 2004).
Perkembangan embrio dalam telur selama proses penetasan penting untuk
diketahui. Pada hari pertama, selama inkubasi selama 16 jam, tanda pertama
diketahui adalah embrio ayam dan setelah 24 jam sudah terbentuk mata. Pada hari
kedua selama inkubasi satu jam, mulai terbentuk jantung. Pada hari ketiga masa
inkubasi 8 jam, mulai terbentuk amnion, 6 jam kemudian terbentuk alantois
(Murtidjo, 1992).

Parameter Keberhasilan Penetasan


1. Daya Tetas
Daya tetas dihitung dengan membandingkan jumlah telur yang menetas
dengan jumlah seluruh telur yang fertil. Semakin tinggi jumlah telur yang fertil
10

dari jumlah telur yang ditetaskan akan dihasilkan persentase daya tetas yang
tinggi pula. Menurut North (1980), fertilitas yang tinggi diperlukan untuk
menghasilkan daya tetas yang tinggi.salah satu faktor yang mempengaruhi
fertilitas telur ialah rasio seks pejantan dan induk betina.
Rendahnya daya tetas bukan hanya disebabkan oleh tata laksana
pemeliharaan, tetapi tehnik penetasan sangat penting dalam meningkatkan
keberhasilan dalam usaha penetasan. Hal ini dapat terjadi ketika proses penetasan
berlangsung sumber panas yang dibutuhkan tidak mencukupi karena matinya
listrik. Listiowati dan Roospitasari (2003) menyatakan, jika sumber panas ini
terlalu lama mati akan menyebabkan perubahan suhu yang dapat mematikan benih
dalam telur. Anonimous (2009) menyatakan, temperature yang terlalu rendah
dapat menghambat perkembangan embrio, pada suhu penetasan 90 0F (32 0C)
untuk waktu tiga samapai 4 jam akan memperlambat perkembangan embrio ayam
di dalam telur.
2. Bobot Tetas
Bobot tetas adalah bobot DOC setelah menatas yang bulu badannya telah
kering dan sebelum diberi makan atau minum untuk pertama kalinya. Kaharudin
(1989) Menyatakan bahwa, salah satu faktor yang mempengaruhi bobot tetas
yaitu bobot telur tetas. Sudaryani dan santoso (1994) menyatakan, bobot telur
tetas merupakan faktor utama yang mempengaruhi bobot tetas, selanjutnya
dikatakan bobot tetas yang normal adalah dua per tiga dari bobot telur dan apabila
bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bias
dkatakan belum berhasil.
Menurut Rasyraf (1984), seleksi telur tetas lebih dulu diutamakan pada
bobot telur karena alan mempengaruhi bobot awal DOC, semakin berat telur
tersebut maka DOC yang dihasilkan juga semakin berat.

3. Waktu menetas
Ukuran telur tetas dapat mempengaruhi waktu menetas. Roospitasari dan
listiyowati (2003) menyatakan bahwa, telur yang kecil akan menetas lebih cepat
11

dibandingkan telur yang besar, karena telur yang besar dan yang kecil mempunyai
luas permukaan yang berbeda sehingga daya serap panasnya pun akan berbeda.
Suhu dan kelembapan mesin juga mempengaruhi lamanya waktu menetas
telur. Suhu yang sesuai untuk penetasan telur puyuh dalam mesin tetas diatur
sesuai dengan kaidah-kaidah penetasan yaitu suhu 38,3 0C (101F) pada hari
pertama sampai hari ke-15 dan hari ke-16 hingga menetas yaitu 39 0C (102 0F)
dan kelembapan 60% mulai dari hari pertama hngga hari ke-15 dan 70% pada hari
ke-16 hingga telur ayam menetas.
Imanah dan Maryam (1992) menyatakan, jika suhu dibawah normal maka
telu akan menetas lebih lama dari waktu yang ditentukan dan apabila suhu dalam
mesin tetas diatas normal, maka waktu menetas lebih awal dari waktu yang
ditentukan. Sedangkan kelembapan terlalu tinggi akan mencegah penguapan air
dari dalam telur sehingga sulit dalam memecahkan kulit telur. Anonimous (2005)
menyatakan bahwa, kelembapan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan anak
ayam dalam telur akan sulit memecahkan kulit telur.
4. Kematian Embrio (mortalitas embrio)
Menurut Manyun dan Nugroho (1981), kematian embrio banyak terjadi
dalam keadaan kritis selama waktu penetasan. Ada dua fase kritis embrio dalam
penetasan, yaitu pada tiga hari pertama masa penetasan dan tiga hari sebelum
menetas. Mortalitas embrio dapat ditentukan pada hir penetasan denan pemecahan
telur yang tidak menetas. Hal ini dapat diketahui dari tidak menetasnya telur pada
ahir penetasan.
Hasil tetasan yang normal dari sebuah mesin tetas adalah 75% sampai
85%. Bila hasilnya kurang dari hasil tersebut, kemungkinan disebabkan selama
priode penetasan terjadi perubahan temperature yang besar (Mayun dan Nugroho,
1981). Hal ini dapat terjadi ketika proses penatasan berlangsung sumber panas
yang dibutuhkan tidak mencukupi dikarenakan matinya listrik.
12

III
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1. Alat
3.1.1. Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas
 Mesin tetas
 Cawan petridis
 Gelas ukur
 Labu erlenmeyer
 Timbangan O’haus
 Alat ukur (meteran)
 Mesin tetas

3.1.2. Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas


 Mesin Tetas
 Cawat Petridis
 Gelas Ukur
 Labu Erlenmeyer
 Timbangan O’haus
 Alat Ukur (meteran)

3.1.3. Penetasan Telur Tetas


 Egg tray
 Mesin tetas
 Timbangan o’haus
 Candler
13

3.2. Bahan
3.2.1. Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas
 KMnO4
 Formalin (H2CO) 40%

3.2.2. Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas


 KMnO4
 Formalin 40%

3.2.3. Penetasan Telur Tetas


 Telur tetas unggas darat (ayam atau puyuh)
 Telur unggas air (itik)

3.3. Prosedur Kerja


3.3.1. Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas
Cara Kerja
1. Pengaturan suhu dilakukan dengan cara mengatur sekrup pada
thermoregulator yang disesuaikan dengan suhu pada thermometer yang
terdapat dalam mesin tetas.
2. Putaran sekrup searah jarum jam mengakibatkan penurunan suhu,
sedangkan pemutaran sekrup berlawanan arah jarum jam meningkatkan
suhu. Sekrup ini berfungsi untuk menahan kawat (besi) dalam pipa besi
yang berhubungan dengan kapsul.
3. Pemutaran sekrup harus dilakukan dengan hati-hati, karena bila rotasi
putaran sekrup terlalu banyak baik searah ataupun berlawanan dengan
jarum jam akan menyebabkan temperatur dalam mesin tetas terlalu rendah
ataupun terlalu tinggi.
4. Mula-mula panas yang salurkan ke dalam mesin tetas yang berasal dari
kawat nikelin akan mengembangkan kapsul dan mendorong besi (kawat)
dalam selang besi (pipa besi), sehingga tangkai thermoregulator terangkat
ke atas menyebabkan terputusnya aliran listrik dan panas yang dihantarkan
14

kawat nikelin terputus pula. Bila suhu mesin tetas turun maka kapsul
mengempis yang mengakibatkan aliran listrik tersambung dan panas
dihantarkan kembali melalui kawat nikelin.
5. Begitu juga dengan lampu tempel, udara panas yang dialirkan melalui pipa
seng masuk ke dalam ruang mesin tetas, sehingga kapsul mengembang
serta mendorong kawat dalam pipa besi yang mengakibatkan tangkai
thermoregulator terangkat ke atas dan tutup seng terangkat. Dengan
demikian sebagian panas dari lampu tempel dibuang keluar. Bila suhu
mesin tetas turun maka kapsul mengempis yang mengakibatkan tangkai
thermoregulator trurun sehingga tutup seng menutup dan panas
dihantarkan kembali melalui pipa seng ke dalam mesin tetas.

Fumigasi Mesin Tetas


1. Volume mesin tetas diukur dengan alat ukur (meteran) yaitu panjang, lebar
dan tinggi dari mesin tetas bagian dalam. Selanjutnya menilai volume
yang didapatkan.
2. Semua ventilasi atau lubang pada mesin tetas ditutup dengan
menggunakan kertas bekas atau kertas koran.
3. Kebutuhan KMnO4 dan formalin 40% dihitung sesuai dengan volume
mesin tetas pada konsentarsi 3 kali.
4. KMnO4 ditimbang dengan menggunakan neraca O’haus sesuai dengan
perhitungan yang saudara dapatkan, setelah itu tempatkan KMnO4 pada
cawan petridis.
5. Volume formalin 40% diukur dengan menggunakan gelas ukur sesuai
dengan perhitungan yang saudara dapatkan, lalu masukkan cairan formalin
40% pada labu erlenmeyer.
6. Cawan petridis yang berisi KMnO4 ditempatkan pada tempat penyimpanan
telur tetas dalam mesin tetas, lalu menuangkan larutan formalin 40% yang
terdapat dalam labu erlenmeyer secara hati-hati ke cawan petridis.
7. Pintu mesin tetas ditutup dengan segera, agar gas yang timbul tidak sampai
ke luar dari dalam mesin tetas.
15

3.3.2. Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas


Seleksi Telur Tetas
1. Pencucian pada telur-telur yang kotor dilakukan dengan menggunakan
air hangat dilap dengan tissue.
2. Setelah kering candling telur dilakukan untuk melihat keadaan kerabang,
apakah terdapat retak halus (hair check). Bila terdapat yang retak maupun
yang retak halus pada kerabang telur, memisahkan telur tersebut jangan
ditetaskan.
3. Tanda huruf A dilakukan pada kulit telur bagian atas dan huruf B pada
kulit telur bagian bawah (rotasi 180O) serta berikan penomoran angka
secara berurut.
4. Bobot telur tetas tersebut ditimbang dan dicatat beratnya sesuai dengan
nomor urut telur
5. Panjang dan lebar atau diameter telur diukur dengan menggunakan
jangka sorong untuk menentukan bentuk telur (shape indeks). Rumus
shape indeks:
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟
SI =𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟x 100

Bila shape indeks kurang dari 69 bentuk telur lonjong, shape indeks antara
69-77 bentuk telur normal (ovoid) dan di atas 77 bentuk telur bulat.
Setelah dihitung catat bentuk telur tersebut.

Fumigasi Telur Tetas


1. Fumigasi telur tetas sebaiknya dilakukan pada lemari khusus
2. Volume mesin tetas diukur dengan alat ukur yaitu panjang, lebar dan
tinggi dari mesin tetas.
3. Semua ventilasi atau lubang pada mesin tetas ditutup dengan
menggunakan kertas bekas atau kertas Koran.
4. Kebutuhan KMnO4 dan Formalin 40% dihitung sesuai dengan volume
mesin tetas pada konsentrasi 1-2 kali selama 10-20 menit
16

5. KMnO4 ditimbang dengan menggunakan neraca O’haus sesuai dengan


perhitungan yang didapatkan, setelah itu tempatkan KMnO4 pada cawan
Petridis
6. Volume formalin 40% diukur dengan menggunakan gelas ukur sesuai
dengan perhitungan yang didapatkan, lalu masukan Formlain 40% ke
dalam labu Erlenmeyer
7. Cawan petridis yang berisi KMnO4 ditempatkan pada tempat penyimpanan
telur tetas dalam mesin tetas, lalu tuangkan larutan formalin 40% yang
terdapat dalam labu Erlenmeyer secara hati –hati kedalam cawan Petridis
8. Pintu mesin tetas ditutup dengan segera, agar gas yang timbul tidak sampai
keluar dari dalam mesin.
9. Cara perhitungan maupun Tabel kebutuhan untuk KMnO4 dan formalin
40% sesuai dengan ketentuan pada mesin tetas

3.3.3. Penetasan Telur Tetas


1. Setelah telur diseleksi dan fumigasi, telur disusun secara horizontal pada
rak mesin tetas.
2. Telur dimasukkan dalam rak telur dan menutup pintu mesin tetas.
Temperatur dalam mesin tetas diukur antara 98-102 F, dengan cara
memutar sekrup pada bagian thermoregulator.
3. Hari pertama sampai dengan ke tiga tidak perlu di putar, dan baru di putar
pada hari keempat. Pemutaran dilakukan pada hari keempat sampai
dengan berakhirnya periode setter, untuk ayam sampai hari ke 18.
Pemutaran telur setiap harinya dilakukan dua kali yaitu pukul 07.00-09.00
dan 14.00-16.00 WIB.
4. Setiap harinya pada lembar yang sudah disediakan yaitu nama dan NPM
yang bertugas, tanda tangan, kelompok, suhu, dan kejadian yang di luar
dugaan dicatat (misa: mati listrik, telur ada yang pecah).
5. Bak air untuk kelembaban diperhatikan, jangan sampai kering. Isi bak air
antara ½ sampai ¾ bagian wadah (sebaiknya pertahankan air dalam wadah
¾ bagian).
17

6. Apabila terjadi mati litrik siapkan penyalaan lampu tempel dan tunggu
sampai suhu penetasan tercapai. Dicatat juga lamanya mati listrik.
7. Kejadian selama penetasan berlangsung dicatat dalam tabel pengamatan
penetasan telur pada kolom keterangan.
8. Persentase fertilitas pada hari ke tujuh dan persentase daya tetas dihitung.
9. Ulasan diberi pada laporan akhir faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi fertilitas dan daya tetas.
18

IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1. Hasil Pengamatan
1.1.1. Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas
Perhitungan
Panjang mesin tetas = 56 cm = 0,56 m3
Lebar mesin tetas = 56,2 cm = 0,562 m3
Tinggi mesin tetas = 32,5 cm = 0,325 m3
Volume mesin tetas = 0,102 m3
Kebutuhan KMnO4 = 2,17 g
Kebutuhan formalin = 4,34 g

1.1.2. Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas


Tabel 3. Seleksi Telur Tetas
Berat
No Panjang Diameter
Telur Bentuk Kebersihan Keutuhan
Telur (cm) (cm)
(g)
Ada bintik Tidak
1 34.5 4.83 3.37 Ovoid
merah Retak
Ada bintik Tidak
2 39.1 4.75 3.41 Ovoid
putih Retak
Ada benjolan Tidak
3 40.5 4.96 3.40 Lonjong
kecil Retak
Ada bintik Tidak
4 33.9 4.94 4.29 Bulat
putih Retak
Tidak
5 44.0 4.77 3.57 Ovoid Thin spot
Retak
Tidak
6 40.3 4.64 3.67 Bulat Thin spot
Retak
Tidak
7 44.7 4.55 3.17 Ovoid Thin spot
Retak
Tidak
8 42.3 4.41 3.49 Bulat Bersih
Retak
Tidak
9 39.2 5 3.79 Ovoid Bersih
Retak
Tidak
10 40 4.96 4.91 Bulat Bersih
Retak
Tidak
11 45.4 4.97 4.09 Bulat Bintik putih
Retak
19

Tidak
12 35.5 4.68 3.66 Bulat Bintik putih
Retak
Tidak
13 35.0 4.6 3.19 Ovoid Bersih
Retak
Tidak
14 44.0 4.8 3.64 Ovoid Bintik putih
Retak
Tidak
15 39.3 4.95 3.5 Ovoid Bintik putih
Retak
Tidak
16 40.4 4.75 3.5 Ovoid Bintik putih
Retak
Tidak
17 38.0 4.91 3.68 Ovoid Bersih
Retak
Tidak
18 39.7 4.94 3.635 Ovoid Bintik putih
Retak
Tidak
19 34.9 4.895 3.635 Ovoid Bersih
Retak
Tidak
20 33.8 4.58 3.62 Bulat Bersih
Retak
Tidak
21 42.5 5.05 3.87 Ovoid Bersih
Retak
Tidak
22 43.1 4.88 3.93 Bulat Bersih
Retak
Ada bintik Tidak
23 42.2 4.96 3.91 Bulat
putih Retak
Tidak
24 40.3 4.8 3.88 Bulat Bersih
Retak
Tidak
25 34.6 4.82 3.64 Ovoid Bersih
Retak
Ada bintik Tidak
26 41.9 4.86 3.88 Bulat
putih Retak
Tidak
27 45.9 5.06 4.04 Bulat Bersih
Retak
Tidak
28 46.7 5.13 3.99 Bulat Bersih
Retak
Tidak
29 35 4.32 3.48 Bulat Bersih
Retak
Tidak
30 39.3 4.37 3.58 Bulat Kotor
Retak
Tidak
31 37.7 4.6 3.41 Ovoid Kotor
Retak
Tidak
32 46 4.7 3.51 Ovoid Kotor
Retak
20

1.1.3. Penetasan Telur Tetas


Tabel 4. Pengamatan Fertilitas dan Daya Tetas
Nomor Tidak
Infertil Fertil Menetas
Telur Menetas
1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √ √
14 √
15 √
16 √
17 √
18 √ √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √ √
27 √
28 √
29 √ √
30 √ √
31 √
32 √ √

1.2. Pembahasan
1.2.1. Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas
Mesin tetas sangat diperlukan untuk perbanyakan populasi unggas.
Penetasan dengan menggunakan mesin tetas merupakan penetasan buatan karena
menggunakan mesin. Keuntungan menggunakan mesin tetas yaitu setiap
21

pengeraman dapat menampung lebih banyak telur. Mesin tetas perlu di fumigasi
karena tujuan dari fumigasi ini adalah untuk menyuci hamakan mikroorganisme
yang bisa masuk kedalam mesin tetas. Alasan mesin tetas harus dicuci hamakan
agar telur yang masuk ke mesin tetas bisa terjaga keutuhannya dan memiliki
kualitas baik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sukardi (1999)
bahwa telur yang baru diambil dari kandang telah tercemar mikroba yang
populasinya tergantung pada tingkat kebersihan telur. Fumigasi merupakan upaya
untuk membasmi mikroba tersebut. Fumigasi dengan menggunakan gas
formaldehyde digunakan secara luas pada perusahaan penetasan telur, karena
disamping mudah dilakukan, gas tersebut mempunytai daya basmi terhadap
mikroba yang tinggi. Fumigasi mesin tetas dilakukan dengan cara terlebih dahulu
mengukur panjang, lebar serta tinggi mesin tetas agar dapat diperoleh volume
mesin tetas.
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan panjang dari mesin tetas
0,56 m3, lebar 0,562 m3 dan tinggi 0,325 m3. Kemudian setelah dilakukan
pengukuran tersebut didapat volume mesin tetas 0,102 m3. Setelah itu fumigasi
dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 3 kali karena pada konsentrasi ini
merupakan konsentrasi yang ideal, efektif, efisien dan merupakan konsentrasi
yang sering dilakukan disetiap industri peternakan. Fumigasi dengan konsentrasi 3
kali ini membutuhkan KmnO4 sebanyak 2,17 gram dan kebutuhan formalin
sebanyak 4,34 gram. Untuk mendapatkan kebutuhan KmnO4 dan formalin bisa
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
didapatkan dengan menggunakan rumus 𝑣 60 (untuk
2.83
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
KmnO4 ) dan 𝑣 120 (untuk formalin). Angka 60 dan 120
2.83

merupakan standar nilai untuk konsentrasi sebanyak 3 kali.

1.2.2. Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas


Dari praktikum yang telah dilakukan setelah telur tetas tiba di penetasan,
telur-telur tersebut diseleksi kembali berdasarkan beratnya. Hal ini dilakukan
terutama bila penanggung jawab penetasan dan peternakan (sumber telur tetas)
berlainan. Tujuan seleksi telur adalah untuk mendapatkan bibit itik maupun ayam
22

sesuai yang diharapkan. Telur tetas yang diseleksi adalah telur tetas ayam
kampung. Seleksi yang dilakukan meliputi panjang telur, berat telur, diameter,
bentuk telur, keutuhan dan kebersihan telur. Dari tabel 3. Telur yang kami amati
adalah telur dari nomor 29 sampai 32. Dari telur-telur tersebut dapat dilihat bahwa
telur nomor 29-32 semua telur utuh (tidak retak), namun dari keempat telur
tersebut hanya satu telur yang bersih yaitu telur nomor 29, sisanya telur dalam
keadaan kotor. Selain itu, bentuk telur dari nomor 29 dan 30 bulat sedangkan telur
nomor 31 dan 32 ovoid. Bentuk telur atau Shape Index (SI) dapat dicari dengan
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
rumus 𝑣 100 . Bentuk telur yang baik adalah ovoid (tidak bulat dan
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣

tidak lonjong) karena bentuk telur yang terlalu bulat atau terlalu lonjong
menunjukkan bahwa telur tersebut memiliki daya tetas rendah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa, seleksi telur tetas
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memilih telur tetas yang
memenuhi persyaratan untuk ditetaskan. Pada suatu penetasan hanya telur – telur
tetas yang memenuhi persyaratan saja yang digunakan, karena hanya akan
mengganggu jalannya proses penetasan. Oleh karena itu seleksi telur tetas ini
merupakan aktifitas awal yang sangat menentukan keberhasilan penetasan.

1.2.3. Penetasan Telur Tetas


Dari hasil pengamatan dapat di ketahui bahwa jumlah telur yang di
tetaskan adalah sebanyak 32 butir telur. Setelah satu minggu di simpan dalam
mesin tetas kemudian kami melakukan pengamatan dan hasilnya yaitu sebanyak 9
telur fertil dan 23 telur infertil. Telur yang infertil di sebabkan oleh beberapa
faktor yaitu telur tidak terbuahi karena rasio jantan dan betina tidak tepat, ransum
induk kurang memenuhi syarat, pejantan terlalu tua, perkawinan preferensial,
pejantan yang steril, dan embrio mati terlalu awal akibat penyimpanan yang
terlalu lama. Dari 9 telur yang fertil, telur yang menetas hanya 6 telur. Hal
tersebut dikarenakan suhu inkubator tidak tepat, fumigasi tidak benar, kekurangan
oksigen, pemutaran telur kurang banyak atau telur tidak diputar, dan penyimpanan
telur terlau lama. Tidak hanya hal tersebut yang menyebabkan rendahnya daya
tetas tetapi menurut kami masalah yang paling berpengaruh dengan rendahnya
23

daya tetas adalah manajemen pemutaran telur yang tidak teratur, karena tidak
semua praktikan memutar telur tepat pada waktunya, hal itu bisa mempengaruhi
pada daya tetas telur yang dihasilkan.
Perkembangan embrio ayam terjadi di dalam telur yang dikeluarkan oleh
induk ayam. Proses perkembangan embrio ayam terjadi selama 21 hari. Hal
tersebut juga sesuai dengan yang dinyatakan Yuwanta (2004) bahwa
perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induk dan telur – telur
diinkubasi menggunakan mesin – mesin penetas telur buatan. Embrio mengambil
bahan makanan dari dalam telur sehingga induk tidak mampu menambahkannya.
Dengan begitu, satu – satunya sumber makanan dan nutrisi yang dibutuhkan bagi
embrio adalah komponen – komponen dalam telur berupa yolk dan albumen.
Pada praktikum, kami melakukan pengamatan telur fertil dan telur infertil
pada saat memasuki hari ketujuh. Pertama kami melakukan candling terlebih
dahulu untuk memastikan telur tersebut fertil atau infertil. Candling dilakukan
dengan cara menerawang telur pada lampu dan memperhatikan apakah telur
tersebut fertil atau infertil. Apabila telur fertil, maka telur akan terlihat gelap saat
dilakukan candling. Hal ini sesuai dengan pernyataan North dan Bell (1990)
bahwa dewasa ini cara yang dilakukan untuk menentukan fertilitas telur adalah
dengan peneropongan atau candling. Peneropongan atau candling dilakukan pada
hari ke-4 atau ke-7 dan ke-18 (sebelum telur pindah ke hatcher). Setelah itu, dari
4 butir telur yang digunakan untuk praktikum, 3 diantaranya merupakan telur
fertil dan 1 merupakan telur infertil. Setelah itu, kami pun menggunakan 1 telur
fertil dan 1 telur infertil untuk melihat perbedaannya dengan cara memecahkan
kerabang dan melihat isi dari telur fertil dan infertil tersebut. Pada telur fertil,
terlihat embrio yang masih berumur 7 hari. Embrio tersebut mulai terlihat bentuk
kepala, mata, dan paruh namun masih dalam kondisi lunak. Selain itu juga
terdapat amnion, allantois, yolk sac, dan chorion. Amnion adalah cairan yang
berada di sekeliling embrio yang berfungsi sebagai bantalan untuk merendam
goncangan dari luar dan mencegah embrio menjadi kering. Selain itu amnion juga
berfungsi untuk membantu embrio muda dalam perkembangan organ dan
jaringannya. Selain amnion, juga terdapat allantois yang memiliki fungsi
24

repiratori (penyediaan O2 dan membuang CO2), ekskretori (mengambil eksresi


dari ginjal embrio), dan digestive (membantu pencernaan albumen dan absorbsi
Ca dari kerabang). Yolk sac juga memiliki fungsi penting yaitu untuk
membungkus yolk dan sebagai bahan makanan yang akan diserap oleh embrio
sebagai persediaan makanan bagi embrio dan bagi anak ayam yang baru menetas
(Adnan, 2010). Seharusnya pada embrio hari ketujuh juga terdapat chorion yang
merupakan suatu membran yang membantu perkembangan embrio dan akan
bergabung dengan allantois menjadi chorionallantois, namun pada pengamatan
telur fertil, chorion tidak terlihat karena yolk juga sudah pecah. Pada telur infertil,
terlihat bahwa telur seperti telur konsumsi yang terdiri dari yolk, albumen,
chalazae, dan membran vitelin. Yolk merupakan kuning telur, albumen merupakan
putih telur, chalazae berfungsi untuk mempertahankan yolk agar tetap di tengah
dan membran vitelin sebagai pembungkus tipis dari albumen (Yuwanta, 2010).
25

V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Fumigasi adalah sistem yang dapat digunakan dalam sanitasi atau
pembersihan terhadap telur tetas.
2. Dilakukannya seleksi telur tetas adalah untuk memilih telur tetas yang
memenuhi persyaratan untuk ditetaskan.
3. Kelebihan menggunakan mesin tetas di banding dengan penetasan secara
alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan
jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam
waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur
4. Telur yang infertil di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu telur tidak
terbuahi karena rasio jantan dan betina tidak tepat, ransum induk kurang
memenuhi syarat, pejantan terlalu tua, perkawinan preferensial, pejantan
yang steril, dan embrio mati terlalu awal akibat penyimpanan yang terlalu
lama.

5.1. Saran
Praktikum penetasan telur tetas dirasa akan lebih efektif jika praktikan
lebih teliti dalam menyeleksi telur, agar tidak ada telur yang infertil masuk
kedalam mesin tetas, sehingga daya tetas telur presentasinya lebih tinggi. Selain
itu dalam melakukan penanganan setelah telur menetas, diharapkan lebih teliti
lagi dalam melakukan pemutaran telur agar embrio tidak menempel pada
cangkang.
26

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2008. Perkembangan Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UNM : Makassar

Hardjosworo, Peni dan Rukmiasi. 2001. Itik, Permasalahan dan Pencegahan.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Marhiyanto, B. 2000. Suksses Beternak Ayam Arab. Difa Publiser. Jakarta

Murtidjo, Bambang Agus. 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius : Yogyakarta

Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and
Febiger, Philadelphia.

North, M.O. and D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Van
Nostrand Reinhold : London

Nuryanti, Tuti, Sutarto, Muh. Khamin, dkk. 2005. Sukses Menetaskan Telur.
Penebar Swadaya : Bogor

Reece and Mitchell. 2004. Campbell Jilid 3. Erlangga : Jakarta

Shanawany. 1994. Quail Production Systems. FAO of The United Nations. Rome.

Sudaryani dan Santosa Hari 2002. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta, Penebar
Swadaya.

Sukardi, dkk. 1999. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan UNSOED.


Purwokerto.

Suprijatna, E., Umiyati, a., dan Ruhyat, K., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito : Bandung

Yuwanta, Tri. 1983. Beberapa Metode Praktis Penetasan Telur. Fakultas


Peternakan UGM. Yogyakarta.

Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius : Yogyakarta

___________. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gajah Mada University Press :
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai