Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH TRANSFER EMBRIO

Dosen Pengampu : Bapak Engkus Ainul Yakin, S.Pt., M.Sc.

Disusun Oleh :

Yusro Annur Khafifadin (1850500033)

M. Hadi Sholihin (1850500053)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini saya buat untuk melengkapi
tugas Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak, selain itu makalah ini juaga bertujuan
supaya pembaca dapat mengetahui dan memahami secara jelas mengenai Transfer
Embrio.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak mungkin dapat
selesai dengan baik tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak.
Ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Engkus Ainul Yakin, S.Pt., M.Sc. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ilmu Reproduksi Ternak.
2. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikian makalah ini saya susun, semoga dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang
membangun sangat saya harapkan demi kasempurnaan makalah ini.

Sukoharjo,Desember 2019

penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Transfer Embrio .............................................. 2
B. TahapanUtama Dalam Transfer Embrio ........................... 3
C. Metode Transfer Embrio ................................................... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 24
B. Saran .................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 25

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mengatasi kurangnya konsumsi protein hewani dan
rendahnya penghasilan masyarakat Indonesia, usaha yang telah dilakukan
adalah meningkatkan produksi peternakan. Salah satu usaha kearah
tersebut adalah penerapan teknologi modern dalam reproduksi. Teknologi
yang dimaksud adalah Inseminasi Buatan (IB) dan Transfer embrio.
Transfer embrio banyak dibicarakan di Indonesia pada akhir tahun 1982,
sejak datangnya seorang tamu penceramah dari Amerika Serikat yang
menyampaikan suatu bahasan mengenai TE. Ceramah dia dakan di Balai
Penelitian Ternak Ciawi yang diikuti oleh para cendekia peternakan dari
kalangan perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun Direktorat Jenderal
Peternakan.
Sedangkan teknologi transfer embrio untuk pertama kali
diintroduksi pada sapi di Cicurug Jawa Barat pada tahun 1984 dengan
menggunakan embrio beku import dari Texas, USA. Transfer dilakukan
pada 77 ekor resepien dengan cara pembedahan lewat daerah kampong
oleh tim dari Granada Livestock Transplant Co, USA
B. Rumusan Masa
1. Apa yang dimaksud dengan Transfer Embrio?
2. Apa saja tahapan utama dalam transfer Embrio?
3. Apa saja metode Transfer Embrio?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan Transfer Embrio, tahapan-tahapan Transfer Embrio, dan apa
saja metode Transfer Embrio itu sendiri sedangkan manfaat dari penulisan
makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui apa yang di maksud dengan
Transfer Embrio, tahap-tahap transfer embrio dan apa-apa saja metode dari
Transfer embrio itu sendiri

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Transfer Embrio


Transfer Embrio merupakan suatu teknik yang dikenal juga dengan
genetic manipulation. Keuntungan praktis dari transfer embrio adalah
untuk meningkatkan kapasitas reproduksi ternak yang berharga. Untuk
beberapa tahun peningkatan mutu genetic ternak sapi telah dilakukan
dengan metode inseminasi buatan dengan memanfaatkan sisi pejantan.
Berbeda halnya dengan Transfer embrio dimana dapat
mempercepat percepatan dari sisi betina, namun berjalan sangat lambat
karena ternak sapi betina bersifat monotokus dan mempunyai masa
kebuntingan yang cukup panjang.
Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova)
dikoleksi dari alat kelamin ternak betina menjelang nidasi dan
ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk
melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi,
implantasi/nidasi dan kelahiran.
Produksi embrio dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
Dalam teknik in vivo, hewan betina donor akan menjalani superovulasi,
yakni penyuntikan hormone gonadotropin (FSH, PMSG/CG atau HMG)
guna melipat gandakan produksi sel telur. Sel-sel telur yang diovulasikan
tersebut, setelah mengalami pembuahan dan berkembang menjadi embrio
ditampung atau dikoleksi untuk kemudian ditransfer pada betina resipien.
Di samping ditransfer secara langsung embrio dapat dibekukan
atau dimanipulasi guna menghasilkan kembar identik. Embrio paruh yang
dihasilkan dapat ditransfer atau sebagai bahan untuk menentukan jenis
kelamin. Pada teknik in vitro, sumber sel telur umumnya berasal dari
ovarium yang berasal dari hewan yang telah dipotong. Dibeberapa Negara
maju, limbah rumah potong hewan (RPH) tersebut, setelah melalui
serangkaian teknik tertentu teryata terbukti telah secara komersial dapat

2
meyediakan embrio bagi penyediaan ternak potong. Dengan bantuan
ultrasonografi, teknik “ovum pick-up” telah dapat diterapkan guna
menyediakan oosit ternak unggul yang masih produktif tanpa harus
menunggu di potong.
B. Tahapan Utama dalam Transfer Embrio
Transfer embrio terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dari
seleksi donor. Dan saat ini teerdapat teknik-teknik yang berhubungan
dengan Transfer Embrio seperti sexing spermatozoa, mikromanipulasi, in
vitro fertilisasi dan transfer inti.
 Tahapan utama Transfer Embrio adalah:
1. Induksi superovulasi.
2. Sinkronisasi estrus.
3. Pemanenan embrio.
4. Klasifikasi embrio.
5. Peyimpanan embrio dan kultur.
6. Kriopreservasi.
7. Transfer Embrio.
 Teknik yang berhubungan dengan Transfer Embrio adalah:
1. In vitro Fertilisasi
2. Mikromanipulasi.
3. Sexing (karyotyping, DNA-PCR menthod)
4. Cloning.

1. Induksi Superovulasi
Sapi adalah hewan monotokus dimana biasanya ova yang
diovulasikan hanya satu tiap siklus estrus. Denga metode superovulasi
dapat diperoleh beberapa sel telur ataupun embrio dari seekor ternak
sapi dalam satu siklus estrus, dan dapat ditransfer ke ternak sapi lainnya.
Untuk menginduksi ovulasi (produksi beberapa ova), dapat digunakan
beberapa hormone gonadotropin PMSG, FSh, dan HMg (human
menopause gonadotropin). Namun beberapa tahun terakhir hormone

3
yang sering digunakan adalah PMSG. Namun pengunaan hormone FSH
dapat menghasilan ovulasi yang lebih baik dan embrio dengan kualitas
yang lebih baik dari pada PMSG.
Untuk merangsang folikel menjadi matang , injeksi FSH harus
diberikan secara berulang, biasanya 8 ali selama 4 hari, karena waktu
paruhnya singkat antara 2 sampai 5 jam di dalam tubuh ternak sapi, hal
ini sangat berbeda dengan PMSG dimana waktu parunya sangat
panjang.
a. Seleksi Donor
Untuk keberhasilan mendapatkan embrio denga kuaitas yang baik
ternak donor harus diperiksa kondisi kesehatannya serta tingkat
fertilitasnya.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak donor adalah:
1. Kemampuan genetic yang superior tanpa penyakit menurun.
2. Tingkat reprouksi yang tinggi, sehat tanpa penyakit hewan
bawaan seja lahir.
3. Mempunyai nilai pasar yang tinggi.
4. Sejarah reproduksinya diketahui dan mempunyai sikus estrus
yang normal.
5. Tanpa penyakityang mempengaruhi tingkat fertilisasi.
6. Tidak terlalu tua.
b. Prosedur Superovulasi
1. Sebelum perlakuan dimulai, beberapa kondisi di bawah ini harus
dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa kondisi di bawah
ini harus dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa embrio
dengan kualitas yang baik :
Siklus estrus donor normal. Untuk mengetahui paling
sedikit harus diamati selama dua siklus estrus secara berurutan.
Ternak donor harus memperlihatkan tanda-tanda estrus yang
sempurna dan interval siklus estrus normal (18-24 hari).

4
Tidak mengalami kelainan uterus atau tuba fallopi seperti
endometritis. Subklinikal endometritis kadang sulit untuk
didteksi, oleh karena itu palpasi uterus pada fase luteal atau
pemeriksaan lender estrus perluh dilaksanakan.
Pada hari ke 9-14, donor yang mempunyai CL yang baik
dapat dilakukan superovulasi. Jika ovarium kecil akan kurang
menghasilkan sel telur/embrio. Hal ini menujukan bahwa
ovarium mengandung sedikit folikel yang responsif terhadap
perlakuan superovulasi.
2. Superovulasi dengan FSH
Karena waktu paruh FSH sangat singkat maka pengulangan
injeksi sangat diperlukan. Total dosis yang dibutuhkan untuk
seekor donor adalah 36 mg FSH diinjeksikan dengan cara dosis
menurun selama 4 hari.
Dosis optimum FSH untuk superovulasi dipengaruhi oleh
bangsa sapi donor, misalnya untuk sapi jenis Japanese Black
dibutuhkan 20(4,4,3,3,2,,2,1,1) hingaga 28(5,5,4,4,3,3,2,2,1,1)
mg FSH.
Interval waktu antara injeksi siang dan malam adalah 8-12
jam. 48 jam setelah injeksi FSh yang petama (haru ketiga dari
skedul), harus diberikan prostaglandin atau 750 µg
cloprostaglandin, dosisnya dibagi dua yaitu 20 mg diinjeksikan
siang dan 10 mg diinjeksikan malam, akan memberikan hasil
yang lebih baik.
3. Superovulasi dengan PMSG
PMSG dapat menggantikan FSH meskipun embrio yang
dihasilkan kurang baik daripada menggunakan FSH. Biasanya
dengan dosis 2000-3000 IU PMSG diberikan kepada donor
selama 9-14 hari dari siklus estrus.

5
4. Pengunaan preparat progesterone
preparat progesterone seperti syncromate-B (implant di
telinga) dan CIDR (intravagina), digunakan untuk sinkronisasi
estrus, dan dapat digunakan dalam rangkaian superovulasi setiap
saat tanpa melihat siklus estrus donor.
c. Inseminasi Donor yang Telah Disuperovulasi
1. Waktu inseminasi
Biasanya, donor yang telah diberi perlakuan menunjukan
estrus 42-48 jam setelah injeksi prostaglandin. Umumnya saat
terbaik untuk inseminasi buatan adalah 10-24 jam setelah estrus
pertama kali muncul, oleh karena itu donor harus diinseminasi
untuk pertama kali pada saat siang hari pada hari ke lima
pelaksanaan superovulasi dan inseminasi kedua pagi hari pada
hari keenam perlakuan superovulasi. Jadwal atau skedul ini dapat
berubah tergantung pada saat munculnya estrs pertama. Biasanya
dua kali inseminasi cukup untuk estrus yang normal dan
menghasilkan embrio dengan menghasilkan peroehan embrio
yang jelek.
2. Hal yang harus diperhatikan selama inseminasi
Jangan disentuh ovarium pada saat estrus dan ovulasi.
Palpasi rectal pada ovarium selama ternak yang disuperovulasi
estrus dapat menyebabkan rusaknya folikel yang sedang
berkembang. Inseminator harus menagani alat kelamin betina
dengan betina bagian atas sangat sensitife terhadap stres.
3. Kualitas semen beku
Kualitas semen juga sangat penting dalam menghasilkan
embrio dengan kualitas yang baik. Semen beku dengan tingkat
fertilisasi sperma yang telah diketahui dapat digunakan dalam
rangkaian superovulasi.

6
d. Factor-faktor yang mempengaruhi Superovulasi
Pengaruh respon ovarium adalah yang sangat penting dalam
mempengaruhi keberhasilan superovulasi pada ternak. Beberapa
factor berikut adalah yang dapat mempengaruhi respon ovarium
selama superovulasi:
1. Hormon gonadotropin
-Jenis hormone, terdapat banyak jenis hormone.
-Sisa LH pda saat pembuatan/sintesis Fsh.
-Dosis, cara penyuntikan.
2. Donor
-Bangsa
-Umur, sapi induk atau dara
-Siklus estrus saat diberi perlakuan hormone
-Kondisi kesehatan
-Jarak/interval dari saat melahirkan
-Kondisi nutrisi
-Stress (transport, perubahan makanan, panas dsb)
-Muslim
3. Folikel Dominan Pada Ovarium Donor
Penelitian terbaru terhadap dinamika folikel dalam ovarium
ternak menunjukan bahwa pada umumnya folikel dalam
ovarium ternak menunjukan bahwa pada umunya dalam satu
siklus terdapat 2 atau 3 gelombang folikel, yang dicirikan oleh
profil FSH. Pada saat gelombang tertinggi menunjukan terdapat
folikel dominan dalam ovarium. Seleksi folikel dominan diikuti
dengan pertumbuhan sejumlah folikel yang keil.
Dalam perlakuan superovulasi, keberadaan folikel dominan
pada saat pemberian hormone gonadotropin menyebabkan
respon yang kurang baik. Saat ini, banyak dilakukan penelitian
untuk mengoptimalisasikan respon superovulasi.

7
e. Manajemen Donor
1. Kondisi kesehatan
Transfer embrio sangat membutuhkan kondisi kesehtan
ternak dalam keadaan baik. Kondisi kesehatan ternak donor
harus dicek secara baik melalui test darah dan vaksinasi. Juga,
saat donor diseleksi, saluran reproduksi harus diperiksa secara
palpasi rectal untuk mengetahui abnormalitas dan memastikan
ternak tidak dalam keadaan bunting.
2. Pakan dan manajemen
Pakan yang sesuai dan program manajemen yang baik
untuk ternak donor pada saat persiapan akan memberikan hasil
yang baik. Pengaruhi pakan yang jelek terhadap perkembangan
folikel pada sapi telah banyak dilaporkan. Baik obesitas maupun
kondisi pakan yang jelek dapat mengurangi fertilitas. Oleh
karena itu, donor harus dikontrol sehingga kondisi tubuh sesuai
dengan yang dipersyaratkan. Penimbangan ternak secara
periodic dan menentukan skor tubuh ternak akan membantu
dalam manajemen pemberian pakan.

8
2. Pemanenan Embrio
1. Medium, Alat, dan Obat
Medium Untuk pemanenan
Dua medium yang sering digunakan untuk pemannan embrio, yaitu
0.3-0.4% Bovine Serum Albumin (BSA) atau 1-2% Calf Serum (CS)
yang telah diinaktivasi ditambahkan sebagai sumber protein kedalam
medium. Embrio di dalam medium yang tidak mengandung protein
akan lengket ke permukaan pelastik atau kaca seperti petri dishes
(cawn petri)
--Dulbecco’s Phosphate Buffered Saline (D-PBS) atau
-Lacto-Ringer’s solution
-Ditambah :
Protein : CS 10-20 ml atau BSA 3-4 g/liter dan Antibiotik : penicillin
200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau kanamycin 100 mg/liter.
a. Peralatan
 Foley catheter atau ballon catheter untuk sapi (1,18 atau 20 G)
 Inner stylet untuk foley catheter.
 Cervix expander.
 Botol atau plastik silinder untuk medium pemanenan.
 Silicone tube dengan Y-atau T connector dan clamp.
 Disposable syringes (5,20,50 ml).
 Injection needle (18 G).
 Infusion tube (medical use).
 Kocher’s forceps.
 Intrauterine injector.
 Plastic gloves.
 Cervical forceps.
 Vagia scope.
b. Obat
 Cotton-alcohol (kapas dicelup dengan 70% Ethylalcohol).

9
 Kertas tisu dicelup dengan desinfektan (0.1% Benzalkonium
chloride).
 2% xylocaine.
 Padrine (prifinum Bromide: parasympathicolytic,
anticonvulsivant).
 Isodine solution (2% PVP-Iodine) atau antibiotic untuk
pemberian intrauterine.
 PGF2α atau Cloprostenol.
2. Prosedur pemanenan Embrio
Metode dengan operasi (surgical) adalah metode pertama kali yang
sukses dalam pemanenan embrio, namun saat ini terdapat metode non
operasi (non surgical) sebagai pilihan panen embrio.
Panen embrio sapi biasanya dilakukan hari ke 6 sampai ke 8
setelah estrus (hari estrus = hari ke 0) yang akan menghasilkan embrio
dengan tingkat perkembangan yang cocok untuk ditransfer ataupun
dibekukan. Pada hari ke 6 ovum yang diovulasikan telah berada di
bagian unjung anterior tanduk uterus.
Prosedur pemanenan embrio :
a. Persiapan
 Sapi donor dijepit dalam kandang jepit. Kaki depan lebih tinggi
dari pada kaki belakang sehingga saluran reproduksi lebih
mudah diakses/dikendalikan.
 Palpasi dan tentukan panjang saluran reprodksi, lokasi dan
kondisinya. Juga estimasi dan catat jumlah CL dan folikel yang
tidak diovulasikan pada ovarium.
 Hangatkan lebih kurang 1000 ml medium flushing (pembilasan)
untuk setiap donor dalam water bath sebelum digunakan.
 Botol medium disambungkan dengan inflow tube dan diarahkan
ke foley catheter. Outflow tube disambungkan dengan inflow
tube menggunakan Y-atau T-connector.

10
 Baik inflow maupun outflow tube diisi dengan medium sebelum
pemanenan dimulai.
 Ballon catheter dibilas dengan medium pemanenan dan sebuah
inner stylet difiksir ke chateter sebelum digunakan. Fiksasi
stylet dilakukan dengan tube connector atau kocher’s forceps.
b. Anastesi Epidural
 Pangkal ekor dijepit, dicuci dengan sabun antiseptic, kemudian
lap/hapuss dengan cotton-alcohol, dan anatesi epidural
diberikan antara sacrum terakhir dan coccygeal pertama tulang
belakang dengan 5 ml 2% Xylocaine. Posisi injeksi yang tepat
akan menghindari efek negatife.
 Feses harus dikeluarkan dari rectum sebelum pemberian
anastesis lokal untuk mencegah masuknya udara dalam jumlah
banyak maka dapat dikeluarkan dengan pompa vakum.
 Setelah anastesi afektif dilakukan pangkal ekor diikat dan
difiksir ke tubuhnya.
 Hal ini adala alternative untuk anastesi dengan Xylocaine.
Injeksi 20 ml prifinum Bromide (padrin: parasympathicolytic)
intravena atau intramuscular dapat menghalagi tekanan yang
ekstrim terhadap rectum dan akan memudahkan penanganan
uterus.
c. Pemasukan kateter Balon dan Fiksasi Balon
 Vulva dan rectum dicuci dengan air hangat dan dibersihkan
dengan kertas tisu (yang diberi desinfektan) dan ikut dengan
kapas yang di beri alcohol.
 Kkemudian operator memasukan salah satu tangannya ke
rectum. Selanjutnya vulva dibuka oleh seorang asisten dan
cervical expander dimasukan ke vagina dan ditempatkan di
dalam lumen cervix. Dengan sangat hati-hati untuk
memudahkan masuknya cervical expander dimasukan ke dalam
cervix untuk memudahkan masuknya kateter foley.

11
 Kateter foley dengann ukuran 18-20 G (tergantung pada
uukuran cervix) dengan inner stylet dimasukan dengan perlahan
ke dalam vagina dank e dalam lumen cervix hingga badan
uterus dengan palpasi rectal seperti saat IB.
 Kemudian kateter foley dimanipulasi/diarahkan ke dalam salah
satu tanduk uterus sehingga balon dapat difiksir 2-3 cm di
bagian eksternal bifurcation tanduk uterus. Pada kasus dimana
sapi Holstein baru saja melahirkan maka penempatan balon
harus lebih dalam karena belum mengalami involusi uteri yang
harus lebih dalam karena belum mengalami involusi uteri yang
sempurna.penggunaan cervix forcep memberikan hasil yang
lebih bai.
 Perlakuan yang hati-hati akan menghindarkan dari kerusakan
endometrium saat pemasukan kateter.
 Segera setelah kateter masuk pada posisi yang benar, seorang
asisten menginjeksikan 10 ml udara ke dalam balon, kemudian
secara perlahan ditambahkan udara sesuai dengan total volume
hingga teknisi merasa bahwa tanduk uterus sudah cukup
gembung.
 Penambahan 3-6 ml udara biasanya sudah cukup. Balon harus
ketat sehingga medium tidak dapat mengalir ke luar antara
balon dan dinding tanduk uterus.
 Apabila balon terlalu gembung dapat merusak endometrium dan
menginduksi pendarahan. Volume udara balon yang sesuai
tergantung pada ukuran uterus dan posisi balon. Pada umumnya
12-14 ml udara untuk sapi dara dan sekitar 14-16 ml udara
untuk sapi induk.
d. Prosedur pembilasan
 Pembilasan dapat dilakukan dengan metode konvensional,
namun sekarang sudah dikembangkan peralatan yang otomatis.
Pada penggunaan mesin otomatis, penanganan yang sangat hati-

12
hati harus diperhatikan untuk mencegah penggelumbungan
balon yang berlebihan. Jangan lupa bahwa tanduk uterus
mempuyai bagian yang terbuka terhadap tuba fallopi.
 Saat memutar, inner stylet dikeluarkan secara perlahan sehingga
tidak mengenaii balon.
 Sebelum kateter balon di hubungkan dengan inlet tube, isi
dengan medium. Outlet tube (pengeringan) di tutup dengan
clamp, dan inlet tube dibuka.
 Setelah tanduk uterus diisi dengan medium, hentikan aliran.
Setelah clamp outlet dibuka, teknisi maraba dan memanipulasi
uterus sehingga diperoleh sel telur yang terdapat dalam lipatan-
lipatan endometrium uterus. Jangan menyentuh uterus jika
outlet tube dalam kondisi tidak terbuka. Mmemanipulasi uterus
yang berisi larutan medium dapat menyebabkan embrio kembali
ke tuba fallopi.
 Volume medium pembilassan bervariasi antara 20-50 ml.
tergantung pada ukuran tanduk uterus dan posisi balon. Selama
pembilasan pertama medium yang dimasukan hanya 20-30 ml
dan secara bertahap ditingkatkan hingga 40-50 ml.
 Medium yang telah bercampur dengan sel telur kemudian
dialirkan ke luar tanduk uterus. Proses tersebut diulang 8-10 kali
hingga total medium pembilasan yang digunakan 400-500 ml.
 Pengisian uterus dengan medium menggunakan syringe pada
ujung keteter foley untuk mendorong medium masuk kedalam
uterus tidak boleh terlalu cepat karena dapat merusak
endometrium uterus.
 Untuk membilas tanduk uterus harus menggunakan kateter
secara berulang sebaliknya dihindari jika sterilitasnya tidak
terjamin.
e. Perlakuan setelah pembelisan

13
 Setelah pembelisa, perluh dilakukan perlakuan sebagai brikut
sehingga dapat dilakukan superovulasi dan pembilasan untuk
periode berikutnya, a.l.:
 Bilas uterus dengan 50 ml larutan PVP-iodine 2% atau
antibiotik (penicillin 200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau
mpicillin 500 mg, dsb). Jika terdapat perlakuan pada membraan,
penggunaan antibiotik lebih baik karena membrane yang
mengalami iritasi berespon terhadap larutan antibiotik atau
iodine.
 Injeksi donor dengan 15-25 mg PGF2α atau 500-750 g atau
analog PGF2α (estrumate) untuk mencegah kebuntingan dan
mengembalikan kondisi reproduksi ternak kepada keadaan awal.
1. Koleksi dan penaganan Embrio
Koleksi embrio dari medium pembilasan harus dilakukan
sesegera mungkin dan tanpa ada embrio yang tertinggal/hilang.
Hal ini karena medium pembilasan mengandung banyak mukosa
darah dan serpihan lapisan epitel dan ini dapat berakibat yang
tidak baik terhadp embrio. Embrio yang telah diperoleh harus
segera dipindahkan ke mmedium segar dan dicuci beberapa kali.
Selama proses ini kebersihan harus tetap terjaga dan
penanganan embrio dilakukan dengan baik.
3. Klasifikasi atau Evaluasi Embrio
Evaluasi embrio merupakan factor penentu yang sangat penting
untuk keberhasilan transfer embrio. Seluruh embrio yang diperoleh harus
dievaluasi secara individu di bawah mikroskop dngan pembesaran 100 -
200 x untuk melihat tahap perkembangan sel,, morfologi dan kualitas
embrio.
1. Tahap perkembangan
Tahap perkembangan embrio yang diproleh harus sama dengan
jumlah hari perlakuan superovulasi. Sebagai contoh: embrio yang
diperoleh 3 hari setelah donor mengalami estrus seharusnya

14
mempunyai tahap perkembangan pada 4-8 sel, 8-16 sel pada hari ke-4,
morula pada haro ke-5-6, morula akhir atau blastosis pada hari ke-7
dan expanded blastosis pada hari ke-8.
Tipe morfologi setiap tahap perkembangan embrio adalah sebagai
berikut:
a. Morula
Biasanya embrio menyerupai bola (bll of cell). Individu
blastomer sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Masa sel
embrio menempati sebagian besar ruangan perivitelin.
b. Campact Morula
Individu blastomer terlah bersatu membentuk massa yang
kompak, massa embrio menempati 60-70@ ruang perivitelin
dimana ruangannya lebih besar daripada tahap morula.
c. Blastocyst
Perbedaan lapisan tropoblas bagian luar dan bagian inner
cell mass yang lebih kompak berwarna lebih gelap dapat dilihat
dengan jelas. Blastokol terlihat memenuhi ruang perivitelin.
d. Expanded blastocyst
Diameter embrio meningkat secara dramatis (1.2-1.5 x)
bersamaan dengan menipisnya zona peluside lebih kurang 1/3
ketebalan awa. Embrio yang diperoleh pada tahap expanded
blastocyst biasanya terlihat collaps, yang dicirikan dengan
hilangnya seluruh atau sebagian blastokol, dan ketebalan zona
pelusida jarang kembali seperti ketebalan awal.
e. Hatched Blastocyst
Embrio yang diperoleh pada tahap perkembangan ini dapat
mengalami proses haching atau secara sempurna terlepas dari zona
pelusida. Hatcing blastocyst berbentuk seperti bola dengan
blastokol yang masih baik ataupun collaps. Indentifikasi embrio
pada tahap ini aakan sulit jika operator belum berpengalaman

15
2. Evaluasi embrio
Kuliats embrio dapat dinilai berdasarkan morfologi sperti bentuk,
warna densitas/kepadatan sitoplasma dan area yang mengalami
degenerasi. Tahap perkembangan embrio harus sesuai dengan jumlah
hari setelah estrus.
Klasifikasi Kualitas Embrio :
 Excellent:
Embrio yang ideal, berbentuk bola, simetris dengan ukuran sel,
warna dan tekstur yang seragam/sama.
 Good:
Tidak sempurna seperti blastomer tertekan, berbentuk tidak
berarturan dan terdapat sedikit gelembung.
 Fair:
Terbatas, tetapi bukan merupakan masalah yang serius seperti
sedikit blastomer tertekan, sedikit sel mengalami degenerasi (10-30%
tidak berarturan).
 Poor:
Merupakan masalah serius seperti banyaknya blastomer yang
tertekan, sel mengalami degenerasi, ukuran sel bervariasi, banyak
terdapat gelembung dengan ukuran besar tetapi terlihat seperti
massa embro yang sehat (30-50% bentuk tidak beraturan).
4. Kriopresrvasi atau pembekuan embrio
setelah dilaporkan oleh wilmut dan Rowson pada 1973 bahwa
embrio sapi mampu bertahan dalam suhu beku dan prinsp kerja serta cara
kerja teknik pembekuannya telah dilakukan juga pada domba oleh
wiladsen pada tahun 1997, maka industry TE didukung oleh pemanfaatan
teknik pembekuan mengalami kemajuan yang amat pesat. Tiga alasan
utama pemanfaatan pembekuan embrio adalah (1) pendayagunaan sumber
data resipien yang tersedia, (2) menyederhanakan transportasi embrio, (3)
mengawetkan cadangan genetis yang unggul atau yang terancam punah.

16
Embrio beku terbukti dapat menjadi alternative bagi tataniaga
bibit ternak hidup antara Negara atau antara pulau dan impor semen beku.
Bagi Indonesia, embrio beku diantisipasi dapat menjadi alternative bagi
pengiriman ternak antara pulau. Hal ini akan mengatasi hambatan
kesehatan hewan bila antara sumber dan penerima bibit komoditas ternak
terdapat perbedaan status penyakit menular yng mudah terbawa oleh
hewan hidup, di samping menghemat biaya pemesanan , pengangkutan
dan karantina ternak antar pulau.
Teknik pembekuan embrio telah secara luas dilaukan di berbagai
Negara. Untk Negara-negara eropa transfer embrio beku lebih banyak
diharapkan daripada embrio segar. Perbandingan kurang lebih sama degan
70:30. Teknik pembekuan ini dpat pula membantu mengatasi keterbatasan
atau kelebihan resipien. Dengan perbedaaan angka kebuntingan yang
relative tidak banyak (sekitar 5-10% lebih rendah) disbanding transfer
embrio secara langsung, teknik pembekuan telah lama menjadi subsitusi
transfer secara langsung.
Di samping terhadap embrio utuh, pembekuan embrio juga dapat
dilakukan bagi embrio yang telah dibelah (embrio paruh) melalui metode
splitting (pembelahan mikro). Namun demikian, karena angka
kebuntingan nya masih relatife rendah dan teknik splitting menuntut
keahlian serta memakan waktu, maka efisiensi pembekuan embrio paruh
masih relative rendah. Oleh karena itu, teknik pembekuan tidak dianjurkan
untuk diterapkan pada embrio paruh. Hal yang sama juga tidak atau belum
dianjurkan bagi embrio yang dihasilkan dari pembuahan in vitro.
Teknik yang dikembangkan melalui beberapa penelitian mengacu
pada dua aspek: (1) efisiensi teknik pembekuan, yakni dengan
menetapkansistem baku yang banyak dianut sampai saat ini yang terbukti
memiliki viabilitas cukup tinggi, (2) memangkas konsumsi waktu dan
teknik pengenceran krioprotektan pasca thawing, dalam rangka
menghemat waktu dan bahan serta penyerdehanaan proses. Dari
pengembangan prosdur yang berlaku, teknik baru yakni vitrifikasi dan

17
metode pengenceran satu tahap (one-step delution) menjanjikan efisiensi
waktu, tenaga dan biaya dengan hasil yang relatife baik. Dengan metode
satu tahap embrio dapat diproses, dithawing dan ditransferkan secara
sederhana mendekati prosedur inseminasi buatan.

C. Metode Transfer Embrio


Terdapat dua metode utama dalam transfer embrio yaitu metode
operasi dan non operasi. Penggunaan metode operasi menghasilkan tingkat
kebuntingan yang tinggi namun tingkat kebuntingan dengan metode non
operasi juga dapat menyamai metode operasi jika teknisi mempunyai
keahlian yang tinggi dalam transfer embrio.
a. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Transfer embrio
-Kualitas Embrio.
-Medium Transfer.
-Sinkronisasi estrus donor dengan resipien.
-Infeksi.
-Penempatan embrio dalam uterus.
-Metode non operasi dan teknisi.
-Resipien, dara atau induk.
-Status nutrisi resipien.
b. Seleksi Resipien
Resipien yang adalah masih muda dan terbebas dari penyakit
dengan tingkat fertilitas yang tinggi dan mempunyai sifat keibuanyang
baik juga, mempunyai pertumbuhan yang baik dan mudah dalam
melahirkan anak.. bangsa ternak tidak terlalu menjadi
permasalahan,umumnya jenis persilangan menunjukan tingkat fertilitas
yang cukup baik.
c. Manajemen kesehatan resipien
Kesehatan dan kodisi reproduksi resipien harus di uji pada saat
seleksi.deteksi yang dilakukan terutama terhadap abnormalitas saluran
reproduksi, kondisi kebuntingan dan kesehatan ternak. Bila calon

18
resipien didatangkan dari luar, maka harus dikarantina sebelum
digunakan sebagai resipien. Selama periode ini, resipien harus diamati
setiap hari terhadap tanda-tanda penyakit, peningkatan suhu tubuh dan
infeksi yang mempunyai korelasi yang tinggi terhadap fertilitas.
d. Sikronisasi dan Deteksi Estrus
1. Deteksi Estrus
Keberhasilan Transfer embrio juga tergantung dari
sinkronisasi estrus antara donor dan resipien. Donor dan resipien
harus mempunyai panjang siklus estrus yang normal. Tingkat
keberhasilan akan lebih tinggi jika perbedaan estrus resipien dan
donor maksimal 1 hari. Standing heat adalah indikasi sapi estrus
ditandai sapi akan diam jika dinaiki sapi lain. Walaupun
pengamatan secara langsung dengan mata adalah metode deteksi
estrus yang terbaik, namun saat ini terdapat peralatan yang dapat
membantu deteksi estrus seperti heat mount detector atau paint
stick.
Ciri lain yang menandakan estrus adalah:
 Turunnya selera makan
 Penurunan produksi susu secara tajam
 Perubahan tingkah laku, gelisah
 Keluarnya lender bening dari vagina
2. Sinkronisasi Estrus Resipien
Cara yang paling umum dilakukkan untuk sinkronisasi
estrus adalah dengan injeksi PGF2α atau analognya (estrumate).
Jika resipien yang telah disinkronisasikan mempunyai CL yang
baik pada saat transfer embrio, maka tingkat kebuntingan yang
diperoleh akkan sama dengan resipien yang estrus alami.
Metode Injeksi PGF2α
1. Injeksi tunggal PGF2α dengan palpasi rectal Resipien yang
berada pada pertengahan siklus estrus dan menunjukan CL
pada ovarium akan berespon baik terhadap PGF2α pertama kali

19
resipien diseleksi dengan palpasi rectal. Resipien yang
memiliki CL dikelompokan ke dalam satu kelompok dan
diinjeksikan dengan PGF2α (15-25 mg) atau estrumate (500
mg). Estrus akan muncul 48-96 jam kemudian.
2. Injeksi ganda PGF2α tanpa palpasi rectal
Seluruh resipien diinjeksi dengan PGF2α tanpa memperhatikan
keberadaan CL pada ovarium. Ulangi injeksi PGF2α 11 hari
kemudian. Estrus akan muncul 48-96 jam kemudian. Resipien
yang tidak respon terhadap injeksi PGF2α yang pertama akan
berada pada posisi pertengahan siklus pada injeksi yang ke dua
dan kembali akan menunjukan gejalah estrus. Resipien yang
tidak respon terhadap injeksi PGF2α ke dua karena pada saat
itu mereka berada pada posisi pertengahan siklus estrus.
Dengan metode ini seluruh resipien akan mengalami estrus.
Resipien harus diinjeksikan dengan PGF2α satu hari lebih
cepat dari pada donor, karena pengaruh perlakuan superovulai
pada donor dengan hormone gonadotropin menyebabkan
sebagian besar donor akan menjadi estrus 36-60 jam setelah
injeksi PGF2α.
e. Persiapan dan prosedur Transfer
a. Material
Peralatan :
 Transfer gun
 Plastic sheath
 Outer sheath
 Gunting
 Plastic straw
 Straw cutter
 Disposable syringe (5-10 ml) dengan jarum suntik
 Cervix expander

20
Obat :
 Kapas dicelupan ke dalam ethyl alcohol 70%
 Kertas tisu dibasahi dengan densifektan (benzalkonium
chloride
 Xylocaine 2% (lidocaine HCL)
 Padrine (prifinum bromide :anticonvulsivant)
b. Pemasukan embrio ke dalam straw
Persiapan straw :
 Straw dicuci dengan air murni tanpa membasahi sumbat kapas,
keringkan dan sterilisasi dengan gas ethylene oxide atau dengan
cahaya ultra viole. Sterilisasi dengan gas ethylene harus sudah
dilakukan 2 minggu sebelum straw digunakan, karena residu gas
tersebut dapat memberikan pengaruh yang merusak terhadap
embrio.
 Straw dipotong 1-2 cm untuk menyesuaikan dengan transfer gun.
 Straw dicuci beberapa kali dengan medium tanpa membasahi
sumbat kapas.
 Masukan medium (M-PBS) sehingga mengisi straw lebih
kurang 2-3 cm.
 Diikuti dengan pemasukan udara sepanjang lebih kurang 0.5 cm
dari straw.
 Kemudian medium yang mengandung embrio dimasukan ke
dalam straw dengan syringe tuberculin 1 ml mendekati sumbat
kapas, diikutii denga udara dan medium berikutnya. Medium
terakhir akan membasahi sumbat kapas yang berada pada
unjung straw.
c. Persiapan transfer gun
 Straw yang telah berisi embrio ditempatkan dalam transfer gun
dan ditutup dengan outher sheath. Hindarkan dari kontaminasi.

21
 Jika resipien berada berdekatan dengan lab transfer embrio cara
di atas dapat dilakukan secara langsung. Tetapi apabila lokasi
resipien berjauhan dengan lab, maka straw harus ditutupi dan
dibawah dengan hati-hati, dan dijaga agar tetap berada pada
posisi horizontal.
d. Persiapan resipien
 Pemeriksaan resipien untuk terakhir kalinya dilakukan 1 hari
atau beberapa saat menjelang transfer. Jika pemeriksaan
dilakukan dengan palpasi rectal, maka jangan meyentuh atau
meraba bagian ovarium dan uterus secara kasar.
 Kendalikan resipien di dalam kandang jepit dan keluarkan
seluruh feses yang berada dalam rectum.
 Lakukan epidural anastesi dengan 3 ml xylocaine.
 Bagian vulva dan rectal dicuci dengan air hangat dan diusap
dengan kertas tisu yang dicelupkan dengan desinfektan dan
terakhir dengan kapas beralkohol.
e. Sinkronisasi antara tahap perkembangan embrio dengan siklus
estrus resipien
Jika tahap perkembangan embrio dan siklus estrus resipien
berbeda, maka harus disinkronkan sebaik mungkin. Sebagi contoh,
pada hari ke 7 pembilasan transfer embrio segar dapat dilakukan.
Jika hari ke 6-8 tersedia resipien, maka tahap morula dan blastosis
awal ditransfer pada hari ke 6, tahap kompak morula dan blastosis
awal ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke
7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 8.
f. Prosedur transfer
 Pada saat teknik menempatkan tangannya di dalam rectum,
vulva dibuka dan transfer gun yang telah ditutupi cover sheath
dimasukan ke dalam vagina oleh seorang asisten.

22
 Gun harus masuk melewati cervix hingga masuk ke salah satu
tanduk uterus dimana ovariumnya mengandung CL (ipsilateral).
Tanduk uterus ditinggikan dan diluruskan di depan unjung gun.
 Ujung gun harus dimasukan 5-10 cm melewati external
bifurcation.
 Sangat penting diperhatikan adalah jangan sampai melukai
bagian dinding uterus selama proses transfer embrio. Jika
terdapat tekanan dari uterus, jangan dipaksa, tunggu hingga
relaks.
 Jika posisi yang diinginkan sudah diperoleh, maka embrio
ditempatkan pada posisi tersebut.
 Bila cervix terlalu sempit dan sulit dimasuki gun, maka dapat
dibantu dengan menggunakan expander cervix yang berukuran
kecil.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova)
dikoleksi dari alat kelamin ternak betina menjelang nidasi dan
ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk
melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi,
implantasi/nidasi dan kelahiran.
B. Saran
Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah
sebelum kita melakukan Transfer embrio kita perluh memperhatikan
tahap-tahap sebelum melakukan transfer embrio yaitu inuksi super ovulasi,
sinkronisasi estrus, pemanenan embrio, klasifikasi embrio, penyiapan
embrio dan kultur, kriopreservasi, transfer Embrio.

24
DAFTAR PUSTAKA

Soehadji. 1995. Pengembangan Bioteknologi peternakan. Keterkaitan penelitian,


pengkkajian dan Aplikasi. Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan.
Kerjasama Kantor menristek dengan Departemen pertanian. Bogor.

Supriatna, I. 1993. Metode-metode dasar pembekuan embrio mamalia. Mata kulia


Inti Dalam Pelatihan Tugas teknisi. Dr. Bina prod. Peternakan. Balai
pembibitan Ternak dan hijaun makanan, purwokerto.

Supriatna, I dan F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.

Toelihere, M.R. 1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.

25

Anda mungkin juga menyukai