Biosecurity adalah suatu konsep yang merupakan bagian integral dari suksesnya sistem
produksi suatu peternakan unggas, khususnya ayam petelur dalam mengurangi risiko dan
konsekuensi dari masuknya penyakit infeksius terhadap unggas maupun manusia (Payne, 2000).
Tujuan utama dari penerapan biosekuriti adalah :
Menurut Jeffrey (1997), penerapan biosekuriti pada peternakan petelur dibagi menjadi tiga bagian
utama, yaitu (1) isolasi, (2) pengendalian lalu lintas, dan (3) sanitasi. Sebelum telur tetas
dimasukkan ke dalam mesin tetas, diperlukan usaha untuk menghilangkan bibit penyakit yang
menempel pada kerabang, agar bibit penyakit tidak mencemari isi telur dan unit penetasan. Sanitasi
atau pembersihan terhadap telur dan peralatan penetasan dapat dilakukan dengan menggunakan
bahan yang bersifat membunuh mikroorganisme, seperti bakteri yang dapat mempengaruhi daya
tetas telur (Septiyani et al, 2016).
Mesin tetas yang akan digunakan pun di lakukan sanitasi menggunakan desinfektanbagian
dalam maupun luar baik pada untuk memusnahkan bakteri yang mungkin ada. Mesin tetas
dinyalakan untuk mengatur suhu dalam mesin tetas, apabila menggunakan nampan maka
menyiapkan nampa berisi air untuk mengatur kelembaban. Suhu dan kelembaban yang sudah
teratur dengan baik maka telur yang ingin ditetaskan siap untuk di masukan kedalam mesin tetas
(Jasa, 2006). Kebersihan mesin tetas harus diperhatikan, mesin tetas harus disimpan pada suatu
ruangan yang permanen dengan pintu dan jendela yang cukup lebar untuk mengatur sirkulasi udara
dan cahaya tujuannya untuk meningkatkan keberhasilan penetasan. Ruangan penetasan harus
dalam keadaan sejuk, keadaan sirkulasi udara baik dan keadaan ruangan tidak pengap. Ruang
penetasan jauh dari berbagai pencemaran seperti debu, bau, makanan dan kotoran kandang. Agar
telur yang ditetaskan dapat menetas mencapai 80 % atau bahkan lebih, maka tempat penetasan
harus jauh dari kotoran kandang, pencemaran debu maupun bau dan lainnya.
Hidrogen peroksida merupakan desinfektan yang juga digunakan untuk bahan sanitasi
yang sangat ramah lingkungan, tidak menimbulkan iritasi, sehingga tidak akan mengganggu
desinfektan untuk sanitasi tangan, perlatan kesehatan dan ruang operasi. Jenis desinfektan yang
lain yang sering dignakan dalam proses sanitasi adalah iodin, alcohol, kalium permanganate, dan
fenol. Daun sirih juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan sanitasi, karena daun sirih
mengandung zat anti mikroorganisme berupa polyphenol yaitu kavibetol dan kavikol. Hasil uji
fitokimia ekstrak etanol daun sirih adalah bahan alami yang mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, tannin dan minyak atsiri. Alkaloid berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi
mikroba pathogen, flavonoid berperan secara langsung sebagai antibiotic, mekanisme antibakteri
tannin dapat menghambat enzim ekstraseluler mikrobia dan mengambil alih substrat yang
Septiyani, D., H. Prakoso dan Warnoto. 2016. Pengaruh sanitasi dengan metode pengelapan pada
penetasan telur itik menggunakan ekstrak daun sirih (Piper betle L) terhadap daya tetas dan
Jasa, L. 2006. Pemanfaatan Mikrokontroler Atmegal63 pada prototipe mesin penetasan telur ayam.
Teknologi Elektro. 5 (1) 30-36.
Nurwantoro, Y. B., dan Resmisari. 2004. Pengaruh perendaman jus daun sirih (Piper betle L.)
terhadap jumlah bakteri pada telur itik. J. Indonesia Tropic Animal Agriculture. 3 (1): 156-
160
Zainuddin, D. dan Wibawan, W.T. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam
Lokal.
Payne JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation of litter treatments on
Salmonella recovery from poultry litter. J. Appl. Poult. Res. 11: 239-243