Anda di halaman 1dari 3

ASSISTED REPRODUCTIVE TECHNOLOGIES

Assisted reproductive technologies (ART) adalah suatu teknik untuk memperoleh kehamilan pada
pasangan yang infertile pada laboratorium atau klinik. Prosedur ART memerlukan adanya ekrtraksi dan
isolasi oosit. Teknik yang termasuk dalam ART adalah in vitro fertilization (IVF), intracytoplasmic sperm
injection (ICSI), donasi sel telur, gestational carrier surrogacy, gamete intrafallopian transfer (GIFT),
dan zygote intrafallopian transfer (ZIFT). Selain itu juga terdapat beberapa teknik yang berhubungan
dengan ART yaitu cryopreservation sel telur dan embrio, testicular sperm extraction (TESE), in vitro
maturation of oocyte (IVM), dan pre-implantation genetic diagnosis (PGD). (Schorge J.O., Schaffer J.I.,
Halvorson L.M., et al. 2008. Williams Gynecology. McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 462-465.)

1. In Vitro Fertilization(IVF)
Teknik ini dapat dilakukan pada infertilitas akibat abnormal pada tuba falopi, infertilitas pada pria,
infertilitas idiopatik, dan infertilitas imunologis. Sebelum dilaksanakannya teknik IVF, ada beberapa
tes yang dilakukan untuk mengidentifikasi wanita dengan fungsi ovarium yang abnormal. Tes yang
dilakukan adalah tes kadar FSH dan estradiol. Jika kadar FSH lebih dari 25 mIU/mL pada hari ke-3
menstruasi maka kehamilan sangat jarang terjadi bila dilakukan program IVF. Apabila kadar
estradiol lebih dari 75 pg/mL pada hari ke-3 mestruasi maka prognosisnya rendah. (Holzman G.B., et
al. 1998. Precis, reproductive endocrinology: an update in obstetrics and gynecology.)
Pada teknik in vitro fertilization (IVF), oosit diambil setelah dilakukan stimulasi pada ovarium
melalui transvaginal dengan bantuan sonografi. Kemudian spermatozoa dan oosit secara in vitro
dilakukan fertilisasi. Embrio yang dihasilkan kemudian akan ditranfer melalui transservikal ke dalam
rahim dengan bantuan sonografi. (Holzman G.B., et al. 1998. Precis, reproductive endocrinology: an
update in obstetrics and gynecology.)(Schorge J.O., Schaffer J.I., Halvorson L.M., et al. 2008.
Williams Gynecology. McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 462-465.)

a. Stimulasi Ovarium dan Pemantauan


Siklus pada IVF sering dilakukan stimulasi ovarium dengan tujuan meningkatkan kejadian
kehamilan. Stimulasi ovarium akan menghasilkan banyak oosit sehingga juga akan
menghasilkan banyak embrio. Embrio yang banyak akan meningkatkan kejadian kehamilan. Ada
studi yang menyatakan bahwa kombinasi GnRH agonis dan juman menopausal gonadogropin
(hMG) 2 kali lebih tinggi angka kejadian kehamilan dibandingkan dengan regimen lainnya.
(Holzman G.B., et al. 1998. Precis, reproductive endocrinology: an update in obstetrics and
gynecology.) Seringkali digunakan analog GnRH bersamaan dengan gonadotropin (FSH atau
human menopausal gonadotropin, hMG) untuk mencegah kemungkinan terjadinya gejolak LH
dan ovulasi sehingga dapat dilakukan pengambilan sel telur. Optimalnya, 10-20 sel telur yang
dapat diperoleh dan idealnya satu embrio sehat yang ditransfer. (Schorge J.O., Schaffer J.I.,
Halvorson L.M., et al. 2008. Williams Gynecology. McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 462-465.)
Ultrasonografi transvaginal dan serum estradiol digunakan untuk menentukan waktu injeksi
human chorionic gonadotropin (hCG) untuk melanjutkan meiosis. Jika dilakukan pada siklus
normal tanpa adanya stimulasi perlu adanya pemantauan kadar serum LH atau LH pada urin
untuk memastikan belum terjadi gejolak LH. Tidak hanya itu, ultrasonografi juga dilakukan
untuk melihat keadaan endometrium. Ketebalan endometrium yang ideal adalah lebih dari 8- mm
sehingga prognosis untuk terjadinya kehamilan lebih baik. (Holzman G.B., et al. 1998. Precis,
reproductive endocrinology: an update in obstetrics and gynecology.)
b. Pengambilan Oosit
Aspirasi folikel dilakukan 34-36 jam setelah dilakukan injeksi hCG. Namun bisa hingga 38 jam
apabila adanya administrasi GnRH dan hMG dengan risiko ovulasi yang minimal. Pengambilan
oosit sering dilakukan dengan ultrasound-giuded transvaginal aspiration. (Holzman G.B., et al.
1998. Precis, reproductive endocrinology: an update in obstetrics and gynecology.)
c. Inseminasi
Oosit yang telah diambil dilakukan preinkubasi selama 2-8 jam sehingga oosit dapat matur.
Kemudian sekitar 50.000-500.000 sperma ditambahkan di setiap oosit. 12-20 jam setelah
inseminasi dilakukan pemeriksaan untuk memastikan telah terjadinya fertilisasi. Tanda fertilisasi
yang dapat terlihat adalah adanya 2 pronuklei. (Holzman G.B., et al. 1998. Precis, reproductive
endocrinology: an update in obstetrics and gynecology.)
d. Kultur Embrio dan Mengontrol Kualitas
Metode untuk memeriksa kualitas embrio masih belum baik sehingga untuk menambah peluang
terjadinya kehamilan maka jumlah embrio yang ditransfer harus lebih dari satu. Di lain sisi, hal
ini akan menyebabkan terjadinya kehamilan ganda atau gestasi multifetal. Ada cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi kejadian kehamilan ganda, yaitu dengan mengultur embrio hingga
tahap blastokis. Dengan demikian jumlah embrio yang di transfer ke rahim akan lebih sedikit
namun tetap menjaga rata-rata terjadinya kehamilan yang tinggi. (Schorge J.O., Schaffer J.I.,
Halvorson L.M., et al. 2008. Williams Gynecology. McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 462-465.)
Ada banyak media yang dapat digunakan dalam mengultur embrio. Konsentrasi elektrolit
seringkali diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keadaan di tuba falopi. Selain itu
serum dari pasien, serum albumin atau darah umbilical cord ditambahkan pada media untuk
menyediakan protein dan faktor pertumbuhan dalam suatu media. Ada beragam perlakuan untuk
menjaga kualitas embrio yaitu, blok pemanas, , lapisan minyak pada media, pengaturan suhu,
karbon dioksida, pH dan osmolaritas. (Holzman G.B., et al. 1998. Precis, reproductive
endocrinology: an update in obstetrics and gynecology.)
e. Transfer Embrio
Embrio ditransfer ke rahim sekitar 2-3 hari setelah pengambilan. Embrio digolongkan
berdasarkan penilaian dan dipilih untuk ditransfer dengan kateter menuju bagain fundus dari
uterus/rahim. Kemudian kateter diperiksa untuk melihat adanya embrio yang tertahan dan pasien
diistirahatkan selama beberapa waktu sebelum dipulangkan ke rumah. (Holzman G.B., et al.
1998. Precis, reproductive endocrinology: an update in obstetrics and gynecology.)
f. Suplementasi Fase Luteal
Progesteron atau hCG penting dalam menjaga fase luteal dan dilakukan selama 10 hingga 14 hari
gestasi. (Holzman G.B., et al. 1998. Precis, reproductive endocrinology: an update in obstetrics
and gynecology.)
g. Awal Kehamilan
Pasien yang menjalani IVF didiagnosis mengalami kehamilan apabila ditemukan adanya
peningkatan kadar hCG secara biokimia. Secara klinis, kehamilan dapat dikonfirmasi setelah
ditemukannya gestational sac. Ultrasonogram secara transvaginal dilakukan secara hati-hati
untuk memastika kehamilan yang terjadi bukan kehamilan ektopik. Adanya peningkatan kadar
hCG tanpa adanya tanda intrauterine sac dalam waktu 4 minggu dapat diduga mengalami
kehamilan ektopik.
2. intracytoplasmic sperm injection (ICSI)
Teknik ini diindikasikan bagi infertilitas pada pria, seperti aspermia. Pada teknik ini, sel kumulus di
sekeliling sel telur dihilangkan dengan menggunakan enzim. Satu spermatozoa diinjeksi secara
langsungmelalui zona pelusida, membrane sel oosit. Sel spermatozoa diambil melalui testis atau
epididymis. (Schorge J.O., Schaffer J.I., Halvorson L.M., et al. 2008. Williams Gynecology.
McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 462-465.)
3. in vitro maturation (IVM)
in vitro maturation (IVM) adalah suatu teknik untuk memperoleh kehamilan dengan cara mengambil
folikel antral tanpa proses stimuasi ovarium. Kemudian dilakukan kultur sehingga oosit yang imatur
dapat melanjutkan proses meiosis secara in vitro. Teknik ini berguna pada penderita PCOS yang
memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya ovarian hyperstimulation syndrome (OHSS) di mana
ovarium mengalami pembesaran akibat terapi gonadotropin eksogen. (Schorge J.O., Schaffer J.I.,
Halvorson L.M., et al. 2008. Williams Gynecology. McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 462-465.)

Anda mungkin juga menyukai