Anda di halaman 1dari 11

IDENTIFIKASI CACING PARASIT DAN PREVALENSINYA PADA TERNAK

KAMBING DI KELURAHAN KOYA BARAT, DISTRIK MUARA TAMI, KOTA


JAYAPURA, PROVINSI PAPUA

Apriani Herni Rophi

Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Cenderawasih

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the types of worms parasite and levels of their prevalence that infect goats in
West Koya Village, Muara Tami District, Jayapura City, Papua Province. To determine the type of the worms, it should
be done the fecal examination by sedimentation method Formalin-Ether. To determine the type of the worms, it should be
done the fecal examination by sedimentation method Formalin-Ether. The prevalence of species parasitic worms that
infected goats in West Koya village is Mecisticirrus with the number of samples infected as many as 50 samples (62.5%),
Oesophagostomum radiatum infect 27 samples (33.75%), Trichuris discolor infect 10 samples (12.5%) and
Paramphistomum cervi infect 8 samples (10%).

Keywords: prevalence, types of parasitic worms,.

PENDAHULUAN kambing juga mempunyai daya adaptasi yang


Di Indonesia, kambing bukan termasuk baik terhadap berbagai keadaan lingkungan
ternak yang asing karena hewan ini banyak sehingga dapat diternakkan diberbagai daerah
dipelihara oleh masyarakat, terutama di pulau dan dapat berkembang biak sepanjang tahun.
Jawa (Mulyono, 2004). Populasi ternak kambing Dari segi peluang pemasarannyapun sangat baik,
di Kota Jayapura sendiri pada tahun 2008 adalah disebabkan karena seiring dengan pertambahan
905 ekor (Dinas Perkebunan dan Peternakan, jumlah penduduk yang pada tahun 2008 di Kota
2009). Sebagian besar yaitu hampir 97% ternak Jayapura berjumlah 236.456 jiwa dengan total
kambing diusahakan oleh peternak dalam skala peningkatan sekitar 5.632 dari tahun 2007 (BPS
kecil di pedesaan yang hanya sebagai usaha Kota Jayapura, 2009) dan meningkatnya daya
sambilan saja (Mulyono, 2004). beli masyarakat sehingga kebutuhan akan
Jika peternakan yang masih berskala dagingpun ikut meningkat yaitu pada tahun 2008
kecil diusahakan secara komersil sebenarnya sekitar 5.850 kg sementara produksinya belum
sangat menguntungkan, karena ternak ini mencukupi kebutuhan masyarakat. Kekurangan
memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap kebutuhan dipenuhi dengan cara mengimpor
bermacam-macam hijauan pakan ternak. Ternak daging dari berbagai negara (Dinas Perkebunan
dan Peternakan, 2009). Adanya permintaan dapat pula menimbulkan kematian (Warudju,
ternak kambing hidup dari Arab Saudi pada bulan 1983).
haji (Idul Adha) dalam jumlah yang banyak Berdasarkan hasil uraian di atas, maka
membuat prospek berwirausaha ternak kambing perlu dilakukan penelitian identifikasi cacing
ini sangat menjanjikan ( Mulyono 2004). parasit pada kambing untuk mengantisipasi
Salah satu kendala yang dapat kerugian yang dapat ditimbulkannya.
mempengaruhi percepatan pengembangan ternak
kambing di pedesaan adalah penyakit, yang Rumusan Masalah
disebabkan oleh pola pemeliharaannya yang 1. Jenis-jenis cacing parasit apa sajakah yang
masih sederhana, meliputi pembangunan menginfeksi ternak kambing di Kelurahan
kandang yang tidak sesuai dengan syarat Koya, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura,
pembuatan kandang yang baik, pemeliharaan Provinsi Papua?
kebersihan kandang dan ternak serta pola 2. Berapakah tingkat prevalensi dari cacing
pemberian pakan yang belum sesuai dengan parasit pada ternak kambing di Kelurahan
teknik pembudidayaan ternak kambing yang Koya Barat?
tepat. Iklim tropis di Indonesia sangat menunjang
kelangsungan hidup parasit ini serta membantu Tujuan Penelitian
terjadinya infeksi pada ternak kambing (anonim, 1. Mengetahui jenis-jenis cacing parasit
2000). yang menginfeksi ternak kambing di
Selain dampak cacingan pada kambing tersebut Kelurahan Koya Barat.
diatas ternyata yang tidak kalah penting adalah 2. Mengetahui tingkat prevalensi cacing
adanya potensi penularannya terhadap manusia parasit yang menginfeksi ternak kambing
yang dikenal dengan istilah penyakit parasit di Kelurahan Koya Barat.
zoonotik. Menurut definisi WHO / FAO zoonosis
atau penyakit zoonotik adalah penyakit-penyakit BAHAN DAN METODE
yang secara alami dapat menular antara hewan- Teknik Pemeriksaan Tinja
hewan vertebrata dan manusia. Berbagai Metode yang digunakan dalam penelitian
penyakit zoonosis dapat menimbulkan gangguan- ini adalah metode Sedimentasi Formalin-Ether.
gangguan serius pada kesehatan manusia bahkan Prosedur Pemeriksaan
1. Pengambilan Sampel Tinja d. Menambahkan 1 ml formalin 10 % dan
Prosedur pengambilan sampel tinja sebagai kocok agar meresap ke dalam sedimen.
berikut: Menambahkan lagi formalin 10 % hingga
a. Pengambilan sampel tinja dilakukan pada volume menjadi 8 ml, diamkan selama 10
pagi hari dengan mengambil tinja yang menit.
baru dikeluarkan oleh kambing. e. Menambahkan 3 ml ether. Menyumbat
b. Memasukkan tinja dari tiap kambing mulut tabung dengan karet sumbat dan
masing-masing ke dalam pot plastik yang melakukan pengocokon terhadap campuran
telah berisi larutan formalin 10%. sekuat-kuatnya selama 15-20 detik.
2. Pemeriksaan Sampel Tinja f. Membuka sumbat tabung, menempatkan
a. Memindahkan ± 0,5 ml feces/tinja ke tabung pada alat sentrifuge dan melakukan
dalam gelas piala atau cangkir plastik. sentrifugasi selama 1-2 menit dengan
Menambahkan 1-2 ml air dan aduk hingga kecepatan 2000 rpm.
betul-betul tercampur. Menambahkan lagi g. Setelah tampak melalui dinding kaca
10-12 ml air dan campur kembali. tabung sentrifuge adanya 4 lapis kemudian
b. Menuangkan campuran tinja dalam cangkir melepaskan dan membuang lapisan-lapisan
plastik kedalam tabung sentrifuge. Cangkir tinja yang ringan dengan menggunakan
plastik dibilas (dibersihkan) dan dibungkus aplikator yaitu dengan cara memiringkan
dengan kain kasa. Campuran yang berada mulut tabung ke bawah sambil
dalam tabung sentrifuge dituangkan memutarnya. Balik kembali sentrifuge
kembali ke dalam cangkir plastik melalui dengan segera dan membiarkan sisa-sisa
kain kasa . Kain kasa dibuang dan larutan mengalir ke dalam sedimen.
campuran dalam cangkir plastik Memindahkan sedimen dengan
dituangkan kembali kedalam tabung menggunakan pipet ke atas gelas objek,
sentrifuge. kemudian tutup dengan gelas penutup dan
c. Menambahkan air untuk mengisi tabung amati dengan bantuan mikroskop
sentrifuge, kemudian campuran di (Robertson, 1983).
sentrifugasi selama 1 menit, 1000 rpm.
Cairan supernatannya dibuang.
Identifikasi cacing dilakukan dengan
mengacu pada buku Clinical Parasitology
oleh Faust, E.C. & Russel (1964),
Diagnostic Parasitology, Clinical
Laboratory Manual oleh Garcia &
Lawrwnce (1979), Deseases Of Feedlot
Cattle oleh Jensen & Mackey (1979) serta
Dari tabel 1 di atas dapat disimpulkan
Handbook of Tropical veterynary,
bahwa dari 80 sampel yang diperiksa terdapat
Laboratory Diagnosis oleh Robertson
54 kambing yang terinfeksi cacingan dengan
(1981). Setelah teridentifikasi maka
persentase sebesar 67, 5%. Hal ini
ditetapkan prevalensi cacing parasit dengan
menunjukkan tingginya ternak kambing yang
menggunakan rumus:
terinfeksi.Cacing yang paling banyak
ditemukan dari sampel yang diperiksa adalah
Mecistocirrus digitatus (telur cacing pada
gambar 1) dengan jumlah sampel yang
terinfeksi sebanyak 50 sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN
(62,5%).Oesophagostomum radiatum (telur
1. Jenis-jenis cacing parasit yang menginfeksi cacing pada gambar 2) menginfeksi 27 sampel
kambing di Kelurahan Koya Barat. (33,75%), Trichuris discolor (telur cacing
Dari hasil pemeriksaan sampel tinja diketahui pada gambar 3) menginfeksi 10 sampel
bahwa spesies cacing parasit yang (12,5%) dan Paramphistomum cervi (telur
menginfeksi ternak kambing di Kelurahan cacing pada gambar 4) menginfeksi 8 sampel
Koya Barat adalah Mecistoccirus digitatus, (10%).
Oesophagostomum radiatum,
Paramphistomum cervi dan Trichuris
discolor. Jumlah ternak kambing yang
terinfeksi cacing parasit adalah 54 kambing
(67,5%).
2. Prevalensi kambing di Kelurahan Koya Barat
yang terinfeksi cacingan.
Gambar 1. Telur Cacing Mecistoccirus digitatus,
Perbesaran 1.920x.
Gambar 2. Telur Cacing Oesophagustomum Gambar 3. Telur Cacing Trichuris
radiatum, Perbesaran 1.920x. discolor, Perbesaran1.920x.

Gambar 4. Telur Cacing


Paramphistomum cervi, Perbesaran
1.920x.

Ditemukannya keempat jenis cacing ini bermata pencaharian utama sebagai petani,
kemungkinan disebabkan oleh faktor diketahui bahwa beternak kambing hanya
perilaku pemberian pakan, kebersihan merupakan pekerjaan sambilan saja,
kandang serta kondisi lingkungan yang sehingga untuk pencarian pakan ternak
menunjang perkembangan telur cacing dilakukan pada pagi hari dan langsung
parasit. diberikan kepada ternak sebelum mereka
Perilaku pemberian pakan berupa beraktivitas di sawah atau ladang. Perlu
hijauan yang tidak dijemur terlebih dahulu diketahui oleh peternak bahwa salah satu cara
mempermudah ternak terinfeksi cacing untuk mencegah penyebaran penyakit
parasit. Dari hasil observasi dan wawancara
dengan para pemilik ternak setempat yang
ini yaitu menghindari pemberian kandang. Kotoran yang menumpuk akan
pakan hijauan yang masih berembun karena memudahkan kuman penyakit, parasit, dan
pada pagi hari serkaria yang keluar dari siput jamur berkembang biak (Mulyono, 2004).
membentuk kista pada rumput atau hijauan Pembuatan kandang yang tidak sesuai
lainnya dan bila termakan oleh kambing, dengan aturan pembuatan kandang kambing
metaserkaria akan memasuki duodenum. yang benar juga menjadi faktor pendukung
Cacing muda kemudian melekat dan mudahnya penularan penyakit ini antar
menyerap mukosa duodenum dan akhirnya kambing. Seharusnya pada setiap peternakan
hidup pada rumen dan retikulum kambing kambing memililki 3 (tiga) jenis kandang
(Jensen dan Mackey, 1979). yang berbeda yaitu, kandang koloni untuk
Kebersihan kandang diduga menjadi membesarkan kambing bakalan atau
faktor penyebab kedua untuk penularan memelihara betina dewasa calon induk,
cacing dari kelas nematoda. Dari hasil kandang individual untuk menggemukkan
observasi diketahui bahwa kebersihan kambing yang kurus atau mengkarantina
kandang ternak tidak diperhatikan, terbukti kambing yang sakit serta kandang beranak
dengan banyaknya kotoran kambing di dalam atau menyusui untuk kambing yang akan
kandang yang tidak dibersihkan akibatnya melahirkan dan menyusui. Kambing yang
pakan yang jatuh ke lantai kandang akan sehat dapat tertular penyakit ini jika kambing
terinfeksi telur cacing kemudian dimakan yang sakit tidak dikarantina (Mulyono,
oleh kambing lain sehingga penularan 2004).
cacingan antar kambing menjadi sangat
mudah.
Kebersihan kandang sangat terkait erat
dengan kesehatan ternak. Sebelum kandang
diisi dengan ternak, alangkah baiknya bila
kandang dicucihamakan dengan desinfektan.
Setelah itu dapat dilanjutkan dengan
penyemprotan di sekitar kandang dengan
desinfektan cair. Pembersihan kandang
selanjutnya dilakukan secara rutin, terutama
pembersihan kotoran di lantai dan kolong
Faktor kondisi lingkungan menjadi faktor menghasilkan telur dibandingkan dengan
penyebab ketiga. Pembangunan kandang jenis cacing yang lain (Levine, 1968).
pada lingkungan tanah yang tidak kering Oesophagostomum radiatum memiliki
memudahkan telur cacing pada tanah siklus hidup yang paling cepat. Telur tampak
menginfeksi ternak kambing, apalagi dari pertama kali pada tinja penderita setelah 41
hasil observasi diketahui bahwa masih ada hari mengalami infeksi (Anonim, 2009).
sebagian kandang di Koya Barat yang Trichuris discolor mencapai stadium
pembuatannya tidak dibuat berupa panggung infektif selama 3 pekan. Setelah telur keluar
sehingga langsung menyentuh tanah. bersama-sama dengan tinja dan melalui
Prevalensi spesies Mecistoccirus beberapa tahap perkembangan maka cacing
digitatus 62,5%) dalam pemeriksaan tinja menjadi dewasa kemudian menghasilkan
ternak kambing lebih tinggi dibandingkan telur dalam waktu 3 bulan (Levine, 1968).
Oesophagostomum radiatum (33,75%), Paramphistomum cervi memiliki siklus
Trichuris discolor (12,5%) dan hidup yang paling lama dibandingkan dengan
Paramphistomum cervi (10%). Hal ini ketiga jenis yang lain. Waktu yang
kemungkinan disebabkan oleh faktor dibutuhkan untuk seluruh siklus hidupnya
ketahanan spesies cacing Mecistoccirus adalah ± 100 hari (Jensen dan Mackey, 1979).
digitatus terhadap suhu yang relatif lebih Prevalensi Paramphistomum cervi paling
tinggi dan waktu yang dibutuhkan cacing ini rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan
untuk menjadi dewasa. Dalam laporan karena waktu penetasan telur di alam
sejumlah penelitian menunjukkan bahwa mempengaruhi rendahnya prevalensi cacing
cacing parasit ini lebih banyak ditemukan di ini. Waktu yang dibutuhkan oleh telur
daerah yang beriklim tropis dibandingkan Paramphistomum cervi untuk menetas di
dengan di daerah beriklim dingin sehingga alam adalah yang paling lama dibandingkan
mereka lebih tahan (Soulsby, 1973). ke-3 spesies yang lain yaitu lebih kurang 30
Dibandingkan dengan Oesophagostomum hari. Lamanya penetasan telur
radiatum dan Trichuris discolor, Paramphistomum cervi disebabkan oleh
Mecistoccirus digitatus mencapai dewasa ukuran telurnya yang paling besar
dalam 21-28 hari sehingga larva yang baru dibandingkan dengan jenis yang lain yaitu
menjadi cacing akan lebih cepat 114-176 mikron x 73-100 mikron. Ukuran
telur menentukan panjang dan lama waktu
yang dibutuhkan untuk perkembangan telur.
Jadi telur-telur yang lebih besar memerlukan
waktu yang lebih lama untuk berkembang
dibandingkan dengan telur-telur yang
berukuran lebih kecil (Soulsby, 1973).
Faktor yang ikut menambah rendahnya
prevalensi dari cacing ini adalah struktur dari
telurnya. Telur dari Paramphistomum cervi
memiliki cangkang yang tipis sehingga
kemungkinan telur ini untuk rusak di alam
dan gagal melanjutkan siklus hidupnya lebih
besar dibandingkan dengan jenis yang lain Dari tabel 2 di atas dapat disimpulkan

(Jensen dan Mackey, 1979). Disamping itu, bahwa dari 54 sampel yang terinfeksi cacing

pengambilan sampel di musim kemarau juga parasit, terdapat 28 sampel yang terinfeksi

menjadi faktor lain rendahnya prevalensi dari dua atau tiga jenis cacing sekaligus. Jumlah

cacing ini. Musim kemarau menyebabkan ternak yang terinfeksi Mecistoccirus

kematian siput hospes perantaranya sehingga digitatus dan Oesophagostomum radiatum

cacing ini susah dalam menyelesaikan siklus terdapat paling banyak yaitu 14 kambing,

hidupnya (Soulsby, 1973). Mecistoccirus digitatus dan

Selain kambing dapat terinfeksi tunggal Paramphistomum cervi menginfeksi 3

oleh satu jenis cacing parasit ternyata dalam kambing, Mecistoccirus digitatus dan

satu sampel juga dapat terinfeksi oleh lebih Trichuris discolor menginfeksi 2 kambing,

dari satu jenis cacing. Dalam pemeriksaan Oesophagostomum radiatum dan

terhadap sampel, seekor kambing dapat Paramphistomum cervi menginfeksi 1

terinfeksi dua, tiga atau bahkan empat jenis kambing, Oesophagostomum radiatum,

cacing sekaligus. Hal ini terlihat pada tabel Mecistoccirus digitatus dan

berikut ini: Paramphistomum cervi menginfeksi 5


kambing, Mecistoccirus digitatus,
Oesophagostomum radiatum dan Trichuris
discolor menginfeksi 2 kambing, , serta
Mecistoccirus digitatus, Trichuris discolor
dan Paramphistomum cervi yang kedua telur cacing ini untuk bercampur dan
menginfeksi 1 kambing. menginfeksi ternak lainnya menjadi sangat
tinggi. Tinja dapat sebagai reservoir bagi
Kebersamaan Mecistoccirus digitatus
larva cacing parasit yang dapat hidup selama
dan Oesophagostomum radiatum dalam
beberapa bulan sebelum terlepas bila
menginfeksi ternak kambing paling banyak
dibasahi oleh air hujan (Soulsby, 1973).
karena selain ketahanan Mecistoccirus
digitatus terhadap suhu yang relatif lebih Kebersamaan Mecistoccirus digitatus,
tinggi dan waktu yang dibutuhkan olehnya Trichuris discolor dan Paramphistomum
untuk menjadi dewasa paling cepat ternyata cervi ataupun kebersamaan
telur yang memiliki peluang lulus hidup Paramphistomum cervi dengan jenis lainnya
terbaik kedua setelahnya adalah dalam menginfeksi ternak kambing paling
Oesophagostomum radiatum. Hal ini sedikit. Hal ini disebabkan karena faktor
disebabkan karena cacing ini dalam utama pada Paramphistomum cervi melilputi
menyelesaikan tahapan perkembangannya ukuran dan struktur telur serta pengaruh
hingga dapat menghasilkan telur musim kemarau terhadap siklus hidupnya
membutuhkan waktu yang singkat, sehingga menyebabkan cacing ini memiliki
laju perkembangbiakannya menjadi lebih kemungkinan menginfeksi yang rendah.
tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Keberadaan cacing ini membuat jenis cacing
Oesophagostomum radiatum mencapai lain yang menginfeksi secara bersama
stadium infektif membutuhkan waktu hanya dengannya juga menjadi rendah, Jadi setiap
6-7 hari hingga mengalami tahap jenis cacing yang menginfeksi bersama
perkembangan lebih lanjut di dalam tubuh dengan Paramphistomum cervi pasti menjadi
ternak dan menghasilkan telur setelah 41 hari penginfeksi yang paling rendah dibandingkan
menginfeksi ternak (Anonim, 2009). Faktor dengan jenis yang menginfeksi bersama
penunjang yang menyebabkan kebersamaan dengan spesies lainnya diluar
kedua jenis cacing ini paling tinggi dalam Paramphistomum cervi.
menginfeksi ternak adalah ternak yang hanya
dikumpulkan pada satu kandang saja tanpa
adanya sekat pemisah dengan sisa-sisa KESIMPULAN DAN SARAN
metabolisme berupa tinja yang jarang
dibersihkan hingga menumpuk membuat
Terdapat 4 jenis cacing parasit yang Paramphistomum cervi menginfeksi 5
menginfeksi ternak kambing di Kelurahan kambing, Mecistoccirus digitatus,
Koya Barat yaitu Mecistoccirus digitatus, Oesophagostomum radiatum dan Trichuris
Oesophagostomum radiatum, discolor menginfeksi 2 kambing, , serta
Paramphistomum cervi dan Trichuris Mecistoccirus digitatus, Trichuris discolor
discolor. dan Paramphistomum cervi yang
menginfeksi 1 kambing.
Prevalensi spesies cacing parasit yang
menginfeksi ternak kambing di Kelurahan Kepada para petani setempat yang
Koya Barat adalah Mecisticirrus digitatus hanya menjadikan beternak kambing sebagai
dengan jumlah sampel yang terinfeksi pekerjaan sambilan harus tetap mempunyai
sebanyak 50 sampel (62,5%) baik perhatian khusus terhadap ternaknya meliputi
keberadaannya dalam sampel secara sendiri pemberian pakan maupun kebersihan
maupun terdapat bersamaan dengan jenis lain kandang agar usaha yang hanya dianggap
dalam satu sampel, Oesophagostomum sambilan ini dapat juga memberikan
radiatum menginfeksi 27 sampel (33,75%), keuntungan yang besar.
Trichuris discolor menginfeksi 10 sampel
Kepada petugas kesehatan ternak
(12,5%) dan Paramphistomum cervi
setempat untuk meningkatkan pelayanan
menginfeksi 8 sampel (10%).
penyuluhan.
Kambing dapat terinfeksi oleh lebih
DAFTAR PUSTAKA
dari satu jenis cacing. Jumlah ternak yang
terinfeksi Mecistoccirus digitatus dan Anonim. 2009. Cacingan Pada Ruminansia.
Oesophagostomum radiatum terdapat paling http://kedokteranhewan.blogspot.c
om/2009/kasus-cacingan-pada-
banyak yaitu 14 kambing, Mecistoccirus ruminansia-sapi.html (diakses
digitatus dan Paramphistomum cervi tanggal 15 april 2010).
menginfeksi 3 kambing, Mecistoccirus Anonim. 2009. Nematoda.
digitatus dan Trichuris discolor menginfeksi staff.unud.ac.id/~dwinata/wp-
content/uploads/2009/.../nema-par2.doc
2 kambing, Oesophagostomum radiatum dan
Paramphistomum cervi menginfeksi 1 Anonim. 2000. Getah Pepaya Sebagai Obat
kambing, Oesophagostomum radiatum, Tradisional Pada Ternak Kambing
Domba.http://www.pustaka-
Mecistoccirus digitatus dan
deptan.go.id/agritek/ntbr0112.pdf( Mulyono S. 2004. Teknik Pembibitan
diakses tanggal 15 april 2010). Kambing & Domba. Swadaya:
Jakarta.
Anonim. 1977. Parasitologi. Universitas
Padjajaran: Bandung. Prianto, J.L., P.U. Tjahaya, Darwanto. 1999.
Atlas Parasitologi Kedokteran. PT
Badan Pusat Statistik Kota Jayapura. 2009. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Kota Jayapura Dalam Angka 2009.
BPS Kota Jayapura: Jayapura. Robertson, A. 1981. Handbook of Tropical
Veterynary, laboratory Diagnosis.
Brown, H.W. 1979. Dasar Parasitologi
Scontland.
Klinis, Edisi ke tiga. Jakarta: PT
Gramedia. Soulsby, E.J.L. 1965. Text book of
Veterynary Clinical Parasitology
Dinas Perkebunan dan Peternakan. 2009. (vol. 1 Helminths, 1rd). Blackwill
Data Base Peternakan Papua cientific Publications: Oxford.
Tahun 2008. Pemerintah Provinsi
Papua Dinas Perkebunan dan Warudju B. 1983. Epidemiologi Penyakit
Peternakan: Jayapura. Parasit Zoonotik. Universitas Gajah
Mada: Jakarta.
Dwiyanto M. 2003. Penanganan Domba &
Kambing. Swadaya: Jakarta. Zaman V. 1999. Atlas Parasitologi
Kedokteran (ed 2). Hipokrates:
Faust, E.C. & P.F. Russell. 1964. Clinical Jakarta.
Parasitology 9ed 7rd). Philadelphia.

Jensen, R. & D.R. Mackey. 1971. Diseases


Of Feedlot Cattle (ed 2rd).
Philadelphia.

Jensen, R. & D.R. Mackey. 1979. Diseases


Of Feedlot Cattle (ed 3rd).
Philadelphia.

Lapage, G. 1959. Monnig´s Veterynary


Helmintholog (ed 4rd). London.

Levine, N.D. 1968. Nematoda Parasites of


Domestic Animals & of Man.
Illinois: Burgess Company.
Martono, 1985. Helminthologi. Young
Ramsay´s Product, Universitas
Gadjah Mada: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai