ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the types of worms parasite and levels of their prevalence that infect goats in
West Koya Village, Muara Tami District, Jayapura City, Papua Province. To determine the type of the worms, it should
be done the fecal examination by sedimentation method Formalin-Ether. To determine the type of the worms, it should be
done the fecal examination by sedimentation method Formalin-Ether. The prevalence of species parasitic worms that
infected goats in West Koya village is Mecisticirrus with the number of samples infected as many as 50 samples (62.5%),
Oesophagostomum radiatum infect 27 samples (33.75%), Trichuris discolor infect 10 samples (12.5%) and
Paramphistomum cervi infect 8 samples (10%).
Ditemukannya keempat jenis cacing ini bermata pencaharian utama sebagai petani,
kemungkinan disebabkan oleh faktor diketahui bahwa beternak kambing hanya
perilaku pemberian pakan, kebersihan merupakan pekerjaan sambilan saja,
kandang serta kondisi lingkungan yang sehingga untuk pencarian pakan ternak
menunjang perkembangan telur cacing dilakukan pada pagi hari dan langsung
parasit. diberikan kepada ternak sebelum mereka
Perilaku pemberian pakan berupa beraktivitas di sawah atau ladang. Perlu
hijauan yang tidak dijemur terlebih dahulu diketahui oleh peternak bahwa salah satu cara
mempermudah ternak terinfeksi cacing untuk mencegah penyebaran penyakit
parasit. Dari hasil observasi dan wawancara
dengan para pemilik ternak setempat yang
ini yaitu menghindari pemberian kandang. Kotoran yang menumpuk akan
pakan hijauan yang masih berembun karena memudahkan kuman penyakit, parasit, dan
pada pagi hari serkaria yang keluar dari siput jamur berkembang biak (Mulyono, 2004).
membentuk kista pada rumput atau hijauan Pembuatan kandang yang tidak sesuai
lainnya dan bila termakan oleh kambing, dengan aturan pembuatan kandang kambing
metaserkaria akan memasuki duodenum. yang benar juga menjadi faktor pendukung
Cacing muda kemudian melekat dan mudahnya penularan penyakit ini antar
menyerap mukosa duodenum dan akhirnya kambing. Seharusnya pada setiap peternakan
hidup pada rumen dan retikulum kambing kambing memililki 3 (tiga) jenis kandang
(Jensen dan Mackey, 1979). yang berbeda yaitu, kandang koloni untuk
Kebersihan kandang diduga menjadi membesarkan kambing bakalan atau
faktor penyebab kedua untuk penularan memelihara betina dewasa calon induk,
cacing dari kelas nematoda. Dari hasil kandang individual untuk menggemukkan
observasi diketahui bahwa kebersihan kambing yang kurus atau mengkarantina
kandang ternak tidak diperhatikan, terbukti kambing yang sakit serta kandang beranak
dengan banyaknya kotoran kambing di dalam atau menyusui untuk kambing yang akan
kandang yang tidak dibersihkan akibatnya melahirkan dan menyusui. Kambing yang
pakan yang jatuh ke lantai kandang akan sehat dapat tertular penyakit ini jika kambing
terinfeksi telur cacing kemudian dimakan yang sakit tidak dikarantina (Mulyono,
oleh kambing lain sehingga penularan 2004).
cacingan antar kambing menjadi sangat
mudah.
Kebersihan kandang sangat terkait erat
dengan kesehatan ternak. Sebelum kandang
diisi dengan ternak, alangkah baiknya bila
kandang dicucihamakan dengan desinfektan.
Setelah itu dapat dilanjutkan dengan
penyemprotan di sekitar kandang dengan
desinfektan cair. Pembersihan kandang
selanjutnya dilakukan secara rutin, terutama
pembersihan kotoran di lantai dan kolong
Faktor kondisi lingkungan menjadi faktor menghasilkan telur dibandingkan dengan
penyebab ketiga. Pembangunan kandang jenis cacing yang lain (Levine, 1968).
pada lingkungan tanah yang tidak kering Oesophagostomum radiatum memiliki
memudahkan telur cacing pada tanah siklus hidup yang paling cepat. Telur tampak
menginfeksi ternak kambing, apalagi dari pertama kali pada tinja penderita setelah 41
hasil observasi diketahui bahwa masih ada hari mengalami infeksi (Anonim, 2009).
sebagian kandang di Koya Barat yang Trichuris discolor mencapai stadium
pembuatannya tidak dibuat berupa panggung infektif selama 3 pekan. Setelah telur keluar
sehingga langsung menyentuh tanah. bersama-sama dengan tinja dan melalui
Prevalensi spesies Mecistoccirus beberapa tahap perkembangan maka cacing
digitatus 62,5%) dalam pemeriksaan tinja menjadi dewasa kemudian menghasilkan
ternak kambing lebih tinggi dibandingkan telur dalam waktu 3 bulan (Levine, 1968).
Oesophagostomum radiatum (33,75%), Paramphistomum cervi memiliki siklus
Trichuris discolor (12,5%) dan hidup yang paling lama dibandingkan dengan
Paramphistomum cervi (10%). Hal ini ketiga jenis yang lain. Waktu yang
kemungkinan disebabkan oleh faktor dibutuhkan untuk seluruh siklus hidupnya
ketahanan spesies cacing Mecistoccirus adalah ± 100 hari (Jensen dan Mackey, 1979).
digitatus terhadap suhu yang relatif lebih Prevalensi Paramphistomum cervi paling
tinggi dan waktu yang dibutuhkan cacing ini rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan
untuk menjadi dewasa. Dalam laporan karena waktu penetasan telur di alam
sejumlah penelitian menunjukkan bahwa mempengaruhi rendahnya prevalensi cacing
cacing parasit ini lebih banyak ditemukan di ini. Waktu yang dibutuhkan oleh telur
daerah yang beriklim tropis dibandingkan Paramphistomum cervi untuk menetas di
dengan di daerah beriklim dingin sehingga alam adalah yang paling lama dibandingkan
mereka lebih tahan (Soulsby, 1973). ke-3 spesies yang lain yaitu lebih kurang 30
Dibandingkan dengan Oesophagostomum hari. Lamanya penetasan telur
radiatum dan Trichuris discolor, Paramphistomum cervi disebabkan oleh
Mecistoccirus digitatus mencapai dewasa ukuran telurnya yang paling besar
dalam 21-28 hari sehingga larva yang baru dibandingkan dengan jenis yang lain yaitu
menjadi cacing akan lebih cepat 114-176 mikron x 73-100 mikron. Ukuran
telur menentukan panjang dan lama waktu
yang dibutuhkan untuk perkembangan telur.
Jadi telur-telur yang lebih besar memerlukan
waktu yang lebih lama untuk berkembang
dibandingkan dengan telur-telur yang
berukuran lebih kecil (Soulsby, 1973).
Faktor yang ikut menambah rendahnya
prevalensi dari cacing ini adalah struktur dari
telurnya. Telur dari Paramphistomum cervi
memiliki cangkang yang tipis sehingga
kemungkinan telur ini untuk rusak di alam
dan gagal melanjutkan siklus hidupnya lebih
besar dibandingkan dengan jenis yang lain Dari tabel 2 di atas dapat disimpulkan
(Jensen dan Mackey, 1979). Disamping itu, bahwa dari 54 sampel yang terinfeksi cacing
pengambilan sampel di musim kemarau juga parasit, terdapat 28 sampel yang terinfeksi
menjadi faktor lain rendahnya prevalensi dari dua atau tiga jenis cacing sekaligus. Jumlah
cacing ini susah dalam menyelesaikan siklus terdapat paling banyak yaitu 14 kambing,
oleh satu jenis cacing parasit ternyata dalam kambing, Mecistoccirus digitatus dan
satu sampel juga dapat terinfeksi oleh lebih Trichuris discolor menginfeksi 2 kambing,
terinfeksi dua, tiga atau bahkan empat jenis kambing, Oesophagostomum radiatum,
cacing sekaligus. Hal ini terlihat pada tabel Mecistoccirus digitatus dan