Home Laporan /
Laporan Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak (IKT) | Pemeriksaan
Parasit
BAB I
PENDAHULUAN
Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan yang
ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, seperti menyerang kulit
manusia. Jenis parasit dibagi menjadi 2 yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit
adalah parasit yang hidup di permukaan tubuh dari suatu organismel. Sedangkan
endoparasit adalah Parasit yang hidup di dalam tubuh organisme atau inang. Maka dari
itu sangat penting untuk memahami tentang parasit mengingat sangat pentingnya
kesehatan bagi ternak. Pemeriksaan parasit salah satunya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis pada feses.
Lihat Juga
Laporan IKT Anamnesa
Laporan IKT Nekropsi
BAB II
BAB III
3.2.2 Endoparasit
Berdasarkan preparat yang diamati didapatkan hasil pengamatan dari ektoparasit
yaitu Monieziasp., Fasciola gigantica, dan Raillietina sp.
BAB IV
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinata, G Dan Sukarsih. 1992. Gambaran Darah Domba yang Terinfeksi Cacing Nematoda
Saluran Pencemaan Secara Alami di Kab. Bogor (Kec. Cijeruk, Jasinga dan Rumpin) .
Penyakit Hewan 24 (43) : 13-16.
Akhira, D., Yudha, F., dan Hasan, M. 2013. Indentifikasi parasit nematoda saluran pencernaan
anjing pemburu (Canis familiaris) Di Kecamatan Lareh Sago Halaban Provinsi Sumatra
Barat. Jurnal Medika Veterinaria. Vol 7 No (1).
Ako Ambo. 2011. Buku Ajar Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Anyaegbunam, Lucy C., Obi, Zita. C., dan Ezeoke Chinasa M. 2013. Ectoparasitosis and
Endoparasites in Local Goats (Capra hircus) In Onitsha, Anambra State, Nigeria.
International Journal of Fauna and Biological Studies; 1 (2): 1-3
Darmono Dan Hardiman. 2011. Penyakit Utama Yang Sering Ditemukan Pada Ruminansia Kecil
(Kambing Dan Domba). Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil
Balai. Besar Penelitian Veteriner, Bogor.
Dobler, G., dan Peffer. 2011. Fleas as Parasites of The Family Canidae. Biomed Central. 4 : 139
Guntoro, S. 2012. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius, Yogyakarta.
Hadi, U. K dan Saviana, S. 2000. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis, dan Pengendaliannya.
Institute Pertanian Bogor, Bogor.
Harjopranjoto, S., R.S. Sasmita, Partosoewignjo, M. Hariadi, R.B. Soejoko, dan Sarmanu.1988.
Prosiding Simposium Nasional Penyakit Satwa Liar. Fakultas Kedokteran Hewan Airlangga
dan Kabun Binatang Surabaya.
Johnson Gregor. 2010. Management of Lice on Livestock. Montana State University. MSU
Extention.
Levine, D. N. dan W. Norman. 2001. Veteriner. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Manurung, J. dan R. Z. Ahmad. 2003. Pengobatan Caplak Boophilus microplus pada Sapi
Peranakan Ongole (PO) di Ciracap Sukabumi dengan Ekstrak Biji Srikaya (Annona
squamosa). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak
Bogor 29-30 Sept 2003. Hlm. 205-210.
Prianto, J. L. A., P. U. Tjahaya., dan Darwanto. 2006. Atlas Parasitologi Kedok Cetakan ke-9. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Reinecke, R.K. 1983. Veterinary Heminthology. Butterworths. Durban.
Soejoto dan Soebari. 1996. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi dan Helmintologi. EGC, Solo.
Suwandi. 2001. Mengenal Berbagai Penyakit Parasitik Pada Ternak. Balai Penelitian Ternak. PO
BOX 221 Bogor 16002.
Tan, H.T. dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat Penggunaan dan Efek Sampingnya.
Edisi ke-6. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Wall, R., Shaw S.E., Penaliggon J. 1997. The Prevalence Of Flea Species On Cats And Dogs In
Ireland. Medical And Veterinary Entomology 11: 404-406.
ABOUT
CONTACT US
PRIVACY POLICY
DISCLAIMER
HOME
PETERNAKAN
OBAT TERNAK
SAPI
BURUNG
AYAM
KAMBING
BEBEK
KELINCI
Search... ?
Home Kesehatan Ternak LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KESEHATAN TERNAK
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan hewan adalah suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang
menyusunnya dimana cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi
normal. Pemberantasan penyakit secara tuntas di suatu kawasan tertentu mungkin
sulit dilaksanakan walaupun upaya telah berlangsung bertahun-tahun. Hal ini dapat
terjadi karena sifat alamiah gen penyakit yang berkemampuan tetap bertahan hidup
di luar induk semangnya, keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
penciptakan vaksin yang handal, atau ketidak mungkinan mengatasi atau
mengendalikan semua macam pembawa sifat bagi jasad renik yang ada.
Penyakit pada ternak yang tersebar sekarang ini banyak disebabkan oleh parasit,
baik endoparasit maupun ektoparasit. Endoparasit merupakan parasit yang berada
di dalam tubuh induk semang. Ektoparasit merupakan parasit yang berada di luar
atau permukaan tubuh induk semang. Pemeriksaan nekropsi merupakan
pemeriksaan jaringan tubuh ternak baik dipermukaan tubuh maupun didalam tubuh
yang dilakukan dengan cara membedah rongga tubuh
Praktikum ilmu kesehatan ternak dengan materi Pemeriksaan feses dan pengamatan
preparat parasit ini bertujuan untuk mengetahui apakah didalam tubuh ternak
terdapat telur cacing atau tidak. Manfaat yang diperoleh adalah praktikan dapat
mengidentifikasi ternak apakah ternak tersebut dalam keadaan sehat atau sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara
sapi perah Friesiand Holstein (FH) dengan sapi-sapi lokal yang ada di Indonesia
dimana sifat FH-nya lebih menonjol (Muldjana, 1985). Sapi perah Friesian Holstein
mempunyai identitas warna hitam berbelang putih, kepala berbentuk panjang, lebar,
dan lurus (Siregar, 1993).
Kesehatan hewan adalah status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang
menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis yang berfungsi
normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan hewan antara lain faktor
mekanis, termis (suhu), nutrisi (pakan), pengaruh zat kimia, keturunan dan
sebagainya. Frekuensi nafas pada sapi rata-rata 20-30 kali per menit. Denyut jantung
sapi normal berkisar antara 50-60 kali per menit. Kulit dan bulunya tampak halus
mengkilat. Pertumbahan bulu merata di seluruh permukaan tubuhnya (Akoso, 1996).
Suhu tubuh ternak sapi yang normal berkisar antara 38-39 C (Willamson dan Payne,
1993).
Kondisi tubuh ternak yang seimbang dan sehat yaitu badan tidak terlalu gemuk atau
kurus, bagian sudut mata terlihat bersih tanpa adanya kotoran atau getah radang
dan tidak terlihat perubahan warna di selaput lendir dan kornea matanya (Murtidjo,
1993). Ternak sehat memiliki permukaan kulit yang halus, bersih dan mengkilat,
pertumbuhan bulu merata di permukaaan tubuh, bulu tumbuh panjang dan kasar
terutama di daerah beriklim sejuk, dan dalam keadaan normal penampilan bulu tidak
kusam (Santoso, 1995).
Pemeriksaan kondisi fisik ternak dilakukan pada saat ternak beraktivitas tidak dalam
posisi tidur sehingga sangat terlihat jelas tanda-tanda ternak yang sakit atau tidak
(Akoso, 1996). Untuk pencegahan penyakit, hal yang perlu dilakukan adalah dengan
sanitasi yang baik, tempat perteduhan yang cukup dan kandang yang kering (Blakely
and Bade, 1998).
2.1.1. Pengamatan tingkah laku ternak
Tingkah laku ternak dapat dijadikan sebagai indikasi kesehatan ternak, apabila
ternak tersebut sehat maka memiliki gerak yang aktif, mampu mengusir lalat, tidak
lesu dan tidak dapat tegak (Murtidjo, 1993). Ternak yang sehat dapat diamati dari
tingkah lakunya, baik dari jarak dekat maupun dari jarak jauh (Subronto, 1985). Sapi
yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif dan sikap sigap serta akan selalu
sadar dan cepat tanggap akan adanya perubahan situasi sekitar yang mencurigakan
(Sugeng, 1998).
Kondisi fisik ternak yang sehat dapat diketahui dari sudut matanya yang terlihat
bersih tanpa adanya kotoran atau getah radang dengan tidak terlihat perubahan
warna yang diselaputi lendir dan kornea matanya. Ekornya selalu aktif mengibas
untuk mengusir lalat, kulit dan bulunya tampak halus dan mengkilat. Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan cara palpasi, inspeksi visual dan penciuman di samping
pendengaran dengan cara auskultasi dan perkusi. Suhu normal sapi adalah 38,5 0C
(101,5 0F), suhu kritis 39,5 0C (103 0F) (Siregar, 1997). Pemeriksaan kondisi fisik
ternak dilakukan pada saat ternak beraktivitas tidak dalam posisi tidur sehingga
sangat terlibat jelas tanda-tanda ternak yang sakit dan ternak yang sehat (Santosa,
1995).
Fisiologis ternak meliputi suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernafasan dan denyut
jantung. Pengetahuan fisiologis ternak sangat penting karena akan ikut dalam
menentukan keberhasilan usaha peternakan selain faktor genetik dan makanan
(Santosa, 1995). Sapi sehat bernafas dengan tenang dan teratur namun, sapi yang
ketakutan lelah akibat kerja berat, kondisi udara terlalu panas pernafasannya akan
menjadi lebih cepat. Kecepatan pernafasan sapi rata-rata berkisar 10-30 kali per
menit (Sugeng, 1998).
Secara fisiologis, ternak yang normal memiliki frekuensi pernafasan antara lain
ternak kuda 8-10 kali per menit, sapi 10-30 kali per menit, kerbau 12-15 kali per
menit, domba, babi dan kambing 10-20 kali per menit. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain ukuran tubuh, umur, aktivitas ternak, kebuntingan,
lingkungan dan aktivitas pencernaan terutama pada rumen. Suhu tubuh yang normal
untuk kuda 38 0C, sapi 38,5 0C, kerbau 38,2 0C, babi dan domba 39 0C (Dukes,
1995). Frekuensi nafas untuk sapi dewasa adalah 10-30 kali per menit. Suhu tubuh
normal untuk anak sapi adalah 39,5 0C 40 0C, sedangkan untuk sapi dewasa 38 0C
39,50 0C. Suhu tubuh ini di pengaruhi oleh adanya jenis, bangsa, individu, umur,
jenis kelamin, kondisi tubuh, aktivitas yang berbeda, pakan dan kondisi klimat atau
suhu (Williamson dan Payne, 1993).
Denyut nadi pada ternak sapi yang istirahat berkisar antara 50-60 kali per menit,
sedangkan pada sapi yang sedang lari atau bekerja denyut nadinya mencapai 85 kali
per menit. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan denyut nadi adalah
umur, spesies, kelamin, kondisi ternak aktivitas dan suhu lingkungan. Ternak yang
mengalami stress akan meningkat denyut jantungnya. Denyut jantung pada sapi
berkisar antara 50-60 kali per menit (Frandson, 1996). Suhu lingkungan panas akan
meningkatkan denyut jantung dan frekuensi pernfasan pada ternak sehingga panas
tubuh langsung diedarkan oleh darah ke permukaan kulit dengan dikeluarkan melalui
radiasi, konveksi, konduksi maupun evaporasi atau penguapan. Sebaliknya jika suhu
lingkungan dingin, maka produksi panas akan digunakan untuk menjaga
keseimbangan panas agar suhu tubuh tidak turun (Levine, 1994).
Kotoran dibawa dan ditempatkan di tempat khusus, bak penampungan kotoran, yang
nantinya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Lantai kandang yang bersih sangat
berpengaruh terhadap kebersihan udara di dalam ruangan kandang itu sendiri
sehingga penghuni kandang pun menjadi lebih nyaman (Santoso, 1995). Sanitasi
kandang meliputi lingkungan kandang dan ternak, setiap hari kandang harus
dibersihkan dari kotoran (Akoso, 1996).
Letak kandang yang baik sebaiknya berada agak jauh dari pemukiman penduduk
dan dekat dengan sumber air serta sarana transportasi dan komunikasi. Lokasi
kandang sebaiknya tidak becek dan lembab serta cukup sinar matahari, di dataran
yang lebih tinggi dari dataran yang lainnya pada kompleks peternakan dan jauh dari
pemukiman penduduk (Setyadi, 1982). Atap kandang dapat berupa genting, daun
tebu, daun kelapa, daun rumbia maupun asbes. Lantai kandang dapat dibuat dari
bahan semen, papan atau kayu dan dibuat agak miring kira-kira 50 kemiringan.
Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing sapi tidak bercampur dengan
kotoran, sehingga kesehatan sapi dapat terjamin (Siregar, 1997).
2.2.Parasit
Parasit adalah organisme yang hidup di atas atau di dalam beberapa organisme lain
yang dikenal sebagai induk semang. Parasit itu mungkin berupa hewan atau tumbuh-
tumbuhan, mereka mungkin virus, bakteri, protozoa, cacing atau arthropoda (Levine,
1994). Menurut cara hidupnya parasit dapat dibedakan antara ektoparasit dan
endoparasit. Parasit berasal dari hewan bebas yang mengalami evolusi. Kelompok
parasit adalah semua jasad renik yang bersifat merugikan hewan ternak yang hidup
di dalam atau di luar individu lain yang biasa disebut dengan induk semang.
Beberapa parasit memiliki organ semacam alat penghisap untuk bergantung. Banyak
parasit yang memproduksi sangat banyak telur, karena kemungkinan setiap telur
akan menginfeksi induk semang yang baru adalah sangat kecil.
2.2.1. Endoparasit
Salah satu jenis endoparasit adalah cacing. Cacing merupakan jenis parasit yang
memiliki daur hidup sangat spesifik. Daur hidup cacing terjadi pada tubuh induk
sehingga cacing bertelur dalam saluran empedu dan dibawa oleh cairan empedu
kedalam usus yang kemudian keluar bersama tinja. Endoparasit pada ruminansia
kecil dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu: Nematoda atau cacing gilik, Cestoda atau
cacing pita dan Trematoda atau cacing daun. Cacing gilik yang penting pada
ruminansia kecil didaerah tropis lembab hidup dalam saluran pencernaan dan
seluruhnya memilki siklus hidup langsung. Tidak terdapat inang perantara untuk
jenis cacing ini. Trematoda hidup dalam saluran pencernaan atau organ yang terkait
dengannya seperti hati dan pankreas. Siklus hidupnya langsung. Contoh cacing
Trematoda yaitu, Fasciola hepatica dan Fasciola gigantika (Norman, 1994). Cestoda
adalah merupakan cacing pipih yang mempunyai ciri umum yaitu adanya
segmentasi tubuh yang unik, tanpa saluran pencernaan daur hidup yang berbeda.
Segmen-segmen tubuhnya disebut proglotia. Parasit ini biasa disebut cacing pita.
Cacing dewasa hidup di dalam usus vertebrata (Elmer dan Glenn, 1989).
2.2.1.1 Fasciola sp (Cacing daun). Fasciola hepatica ini berada dalam saluran
empedu atau usus yang menyebabkan kerusakan hati. Kerbau yang memiliki
kebiasaan berendam dalam kubangan berpeluang besar untuk terkena infeksi
penyakit ini. Panjang Fasciola gigantica dapat mencapai 7,5 cm, sedangkan Fasciola
hepatica sepanjang 3 cm. Fasciola mempunyai sebuah penghisap di bagian depan
dan sebuah lagi di bagian bawah tubuhnya (Levine, 1994). Daur hidupnya terjadi
pada tubuh induk semangnya. Cacing bertelur dalam saluran empedu dan dibawa
oleh cairan empedu masuk ke dalam usus yang kemudian akan keluar bersama tinja.
Bila cuacanya cocok, maka telur akan menetas dan menghasilkan larva stadium
pertama atau mirasidium dalam waktu 9 hari. (Kadarsan,et al. 1983).
Ternak akan terinfeksi oleh penyakit ini karena makan rumput yang mengandung
metaserkaria termakan oleh ternak tersebut akan menembus dinding usus dan
tinggal di dalam hati yang akan berkembang selama 5 atau 6 minggu. Dalam tahap
akhir larva cacing akan memasuki saluran empedu untuk tumbuh menjadi dewasa.
Gejala yang sering terjadi adalah ternak akan menjadi lemah dan depresi, bagian
perut membesar dan terasa sakit. (Kadarsan,et al.1983). Usaha pencegahan untuk
mengobati ternak dari cacing Fasciola sp ini selain dengan pengobatan juga
dilakukan upaya pemberantasan siput yang berada di sekitar lingkungan ternak
sampai radius 5 km. Pengobatan Fasciola hepatica dilakukan dengan pemberian obat
karbon tetraklorida (CCl4 ), Hexaclorothan dan Clioxnide (Tjahjati dan Soebronto,
2001).
2.2.1.2. Ascaridia galli. Cacing ini terdapat pada usus kecil ayam dan burung
galinaseosa lain di seluruh dunia.. Ascaridia galli mempunyai siklus hidup yang
langsung. Telur keluar bersama tinja dan berkembang menjadi stadium infektif pada
tanah dalam waktu 8 14 hari pada kondisi biasa telur infektif tertelan oleh burung
dan menetas di dalam proventrikulus atau usus halus. Beberapa larva masuk
kedalam dinding usus, tetapi kebanyakan tetap di dalam rumen. Larva berkembang
melewati usus dan pindah ke selaput lendir (Levine, 1994). Cacing Ascaridia galli
merupakan nematoda parasitik yang sering ditemukan pada unggas termasuk ayam
petelur panjang rata-rata cacing jantan kira-kira 50 mm, dan yang betina dapat lebih
dari 100 mm, parasit tersebut menyebabkan kerugian kepada peternak berupa
penurunan berat badan dan hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur serta
penurunan kualitas telur. Hal tersebut karena cacing selain menyerap zat-zat
makanan juga menyebabkan kerusakan sel-sel epitel villi serta berkurangnya luas
permukaan villi usus yang berperanan dalam proses pencernaan dan penyerapan
makanan (Zalizar, et al. 2006).
2.2.2. Ektoparasit
2.2.2.1. Tabanus sp. Tabanus sp juga dikenal sebagai lalat kerbau yang memiliki
warna gelap, hitam kecoklat-coklatan dan bertubuh kekar dengan ujung belakangnya
meruncing dengan permukaan atas toraksnya bergaris, sayapnya tidak jernih,
matanya besar mengambil tempat paling banyak dari permukaan kepala (Kadarsan
et al., 1983). Lalat betina dewasa bertahan hidup dengan menghisap darah,
sedangkan yang jantan hidup dari cairan tanaman, kebanyakan dari lalat ini
menyerang mangsanya pada siang hari, bagian-bagian mulut lalat betina mirip
sebuah pisau sehingga luka yang ditimbulkan sewaktu menghisap darah dapat
cukup besar, lalat kerbau dapat pula menyebarkan bibit penyakit dimana penyakit
surra adalah salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh flagellata Trypanosoma
evansi dimana (Levine,1994).
2.2.2.2. Musca domestica. Musca domestica juga dikenal sebagai lalat rumah. Lalat
ini mempunyai alat mulut untuk menjilat dan tidak menggigit. Larvanya berkembang
di dalam kotoran, tumbuh-tumbuhan busuk lalu larva tersebut akan bermigrasi ke
daerah yang lebih kering untuk menjadi pupa. Lalat dewasa makan makanan
manusia dan dapat menularkan sejumlah penyakit usus karena kebiasaannya
mondar-mandir dari kotoran ke makanan. Lalat ini juga menjadi induk semang bagi
cacing lambung kuda Habronema muscae dan Draschia megastoma (Levine, 1994).
Ukuran lalat rumah ini kecil, hanya sebesar biji kacang tanah dan berwarna hitam
kecoklatan. Kepalanya besar berwarna coklat gelap. Matanya besar menonjol,
sepasang sungut terletak di depan mata dan tiap sungut terdiri atas ruas dasar
berbentuk dengan sehelai rambut yang bercabang-cabang tumbuh di atasnya. Lidah
pengisapnya melebar ke bagian ujung dan berbentuk seperti parut. Dengan alat ini
lalat mengisap cairan makanan. Toraksnya bertanda 4 garis membujur. Abdomennya
berwarna kekuning-kuningan, sedangkan ruas terakhir berwarna coklat kehitaman.
Tiga pasang kakinya ditutupi oleh rambut lebat dan bercakar dua buah. Sayapnya
sepasang, tipis serta tembus cahaya, berwarna kelabu pucat dan pangkalnya
berwarna kekuningan serta urat sayapnya tampak jelas (Kadarsan et al., 1983).
2.2.2.3. Hippobosca. Lalat ini disebut juga lalat kuda karena banyak dijumpai pada
kuda, lalat ini menyerang mangsanya dengan menggigit, dan bekas gigitannya
menyebabkan iritasi pada kulit, tubuh lalat ini menyempit di bagian tengah dan
bagian perut membulat atau berbentuk persegi dan mempunyai bulu-bulu pendek
menutupi seluruh permukaan badan, sedangkan bulu-bulu panjang terdapat pada
bagian toraks, abdomen, dan kaki, matanya kelihatan menonjol dan mulutnya
berfungsi sebagai penyayat kulit dan penghisap darah. Ukurannya sedikit lebih besar
dar lalat rumah (Levine dan Norman, 1994).
Tubuh lalat kuda menyempit di bagian tengah dengan bagian perut membulat atau
bentuk persegi. Bulu-bulu pendek menutupi seluruh permukaan badan dengan
sekelompok bulu-bulu yang panjang dan keras terdapat di sebagian dari toraks,
abdomen dan kaki. Matanya kelihatan menonjol, bagian-bagian mulut berfungsi
sebagai alat penyayat kulit dan penghisap darah. Sayapnya jernih dengan guratan
urat sayap tebal dan sederhana susunannya. Pada setiap kakinya terdapat cakar
yang kuat. Ukurannya sedikit lebih besar dari lalat rumah (Kadarsan et al., 1983).
2.2.2.4. Stomoxys calcitrans. Stomoxys calcitrans yaitu lalat kandang. Lalat kandang
berkembang biak pada sayuran yang membusuk, terutama bila bahan tersebut
tercampur tinja. Lalat tersebut mengganggu sapi dan juga menularkan penyakit sura
yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi, antraks, anemia pada kuda dan cacing
lambung kuda Habronema majus (Levine, 1994).
minggu menjadi lalat dewasa, kecepatan untuk menjadi lalat dewasa tergantung dari
jenis lalat kuda (Levine, 1994).
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan telur cacing adalah dengan metode
natif dan centrifuse. Pengamatan dengan metode natif adalah mengambil sedikit
feses dan menaruhnya pada objek gelas, lalu meneteskan air diatasnya serta
meratakannya, kemudian memeriksanya dengan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 10 x 10.
3.2.3. nekropsi
Metode yang dilakukan dalam praktikum adalah dengan mematikan ayam terlebih
dahulu dengan cara menyembelih, kemudian ayam yang telah mati dibersihkan
bulunya pada bagian dada. Pengamatan dilakuakan pada kulit luat dan kulit dalam,
setelah diamati ayam kemudian dibedah untuk diamati bagian dalamnya mulai dari
slauran pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran reproduksi.
0
inShare
RELATED POSTS :
Popular Posts
Labels
Copyright 2014
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit parasit cacing ini sering juga terjadi pada sapi, baik itu sapi lokal
maupun sapi peranakan. Dengan adanya penyakit parasit cacing ini dapat
menimbulkan kerugian yang cukup besar, hal ini dapat berupa gangguan
pertumbuhan, penurunan bobot badan, daya tahan tubuh, penurunan produksi
telur bahkan sampai berhenti bereproduksi serta terjadi peningkatan biaya
pemeliharaan.
Vaksin Flu burung ada beberapa macam yaitu : VAKSIFLU AI (vaksin unggas
inaktif Avian Influenza subtipe H5 dalam emulsi minyak), OPTIMUNE AIV (vaksin
Inaktif dalam emulsi minyak berisi virus Avian Influenza subtipe H5 yang low
pathogenik), AFLUVET dan MEDIVAC.
Tujuan
Tujuan dari semua praktikum yang telah dilalui adalah mahasiswa dapat
mengetahui dan memeriksa langsung keadaan kesehatan ternak yang terdapat
di Fapet farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Manfaat
Materi
Pada praktikum Endoparasit (telur cacing) alat yang digunakan feces sapi,
tabung centrifuge, centrifuge, NaCl jenuh, gula Sheater, aquades, cover glass,
object glass, dan mikroskop. Pada praktikum Ektoparasit alat yang digunakan
alcohol 70%, aquades, cotton swab, botol plastic atau botol kaca, cawan Petri,
objek glass, cover glass, mikroskop dan beberapa ektoparasit yang berhasil
dikumpulkan.
Pada praktikum protozoa alat yang digunakan adalah feces ternak, kalium
bicromat 2,5%, cawan Petri, dan alat alat yang digunakan pada praktikum
Endoparasit. Pada praktikum vaksinasi ND alat dan bahan yang digunakan alat
suntikan yang steril, aquades, vaksin ND strain La Sota, vial vaksin dan ayam
yang akan divaksin. Vaksinasi AI alat yang digunakan alat suntik, VAKSIFLU AI
dan ayam yang akan di vaksin.
Metode
2 Pernafasan
3 Sirkulasi
b. Frekuensi pulsus
62/menit 4238,3/menit 66/menit 77/menit
c. Perdarahan
Ada Ada Ada Ada
4 Pencernaan
a. cara mengambil Dengan bibir Dengan bibir Dengan bibir Dengan lidah
pakan
b. Cara mengunyah
Normal Normal Normal Normal
pakan
c. Tonus lambung
Normal Normal Normal Normal
d. Peristaltik usus
Normal Normal Normal Normal
e. Muntah
Tidak Tidak Tidak Tidak
Cara buang kotoran
- Normal - Normal
g. Frekuensi buang
feces
- Normal - Normal
5 Uregenital
a. Cara urinisasi Normal Normal - Normal
7 Panca indera
Bagus Bagus
b. Refleks mendengar
Bagus Bagus
37,7c 36,9c
c. Suhu tubuh
38,6c 38,5c
Pembahasan :
a. Sapi
Dari hasil pemeriksaan pada sapi yang kami amati, keadaan sistema sapi
tersebut dari mulai kondisi kulit dan bulu, pernafasan, sirkulasi, cara makan,
uregenitalis, syaraf dan gerak, dan juga panca inderanya dalam keadaan normal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kadaan sistema sapi tidak ada mengalami
perubahan yang menunjukkan sapi tersebut menderita penyakit yang
membahayakan.
b. Kambing
c. Domba
Pembahasan :
Dari hasil yang didapat maka caplak dan kutu merupakan parasit yang
merugikan, baik itu merugikan ternak tersebut sebagai tempat hidup kutu dan
caolak, jug adapt merugikan para peternak. Mereka harus mengeluarkan banyak
biaya untuk mengatasi masalah ini.
Kutu dan caplak disini merupaka phylum Arthropoda yaitu hewan yang
memiliki tubuh beruas-ruas. Sesuai dengan pernyataan ASKEW (1971) bahwa
semua kutu tidak bersayap, dia mempunyai tubuh pipih, dan antenna pendek
dengan 3 sampai 5 ruas, dan kakinya pendek. Hanya mempunyai tursus yang
cakarnya digunakan untuk bepegangan pada bulu atau rambut.
Vaksinasi yang dilakukan pada praktikum ini adalah vaksinasi ND yaitu vaksin
yang dapat mencegah penyakit ND atau tetelo pada ternak unggas. Penyakit ND
atau tetelo merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada ternak
ayam, dan untuk pencegahan dari penyakit ini adalah dengan cara vaksinasi.
ANONYMOUS (1975), menyatakan bahwa penyebab dari penyakit Newcastle
Disease adalah virus Paramyxovirus. Ternak yang menderita penyakit ND tampak
lesu dan sulit bernafas, gangguan pencernaan antara lain diare berwarna
kehijau-hijauan, gangguan susunan syaraf pusat antara lain kelumpuhan dan
terticolis.
Pada praktikum ini kami menggunakan dosis yaitu dosis dilarukan dalam 0,5
cc aquadestilata kemudian vaksin ND Strain La sota 50 dosis. Sedangkan untuk
dosis setiap 1 ekor ayam : 1 cc/ekor maka 1 vial dilarutkan dalam 50 cc
aquadestilata.
PEMERIKSAAN PROTOZOA
Feces unggas yang diamati yaitu feces ayam petelur, ayam broiler, dan ayam
kampung, berikut hasilnya :
Phylum : Protozoa
Class : Sprozoasida
Ordo : Coccidia
Family : Eimeriidae
Genus : Eimeria
Phylum : Protozoa
Class : Sprozoasida
Ordo : Coccidia
Family : Eimeriidae
Genus : Eimeria
Phylum : Protozoa
Class : Sprozoasida
Ordo : Coccidia
Family : Eimeriidae
Genus : Eimeria
Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa feces ayam kampong
terdapat ookista Eimeria tenella pada stadium perkembangan. Disini terlihat
bahwa bentuk dari E. tenella bulat telur, dengan dilapisi seperti selaput.
NORMAN (1955), menyatakan bahwa struktur dari ookista yang khas adalah
dinding ookista terdiri dari satu atau dua lapis dan mungkin dibatasi selaput.
Pada feses ayam broiler ditemukan ookista Eimeria necatrix pada stadium
perkembangan, SUMIATNO (1990), menyatakan bahwa E. necatrix bertahan
selama 12 hari dan dapat menyebabkan mukosa halus menjadi tebal dan
akibatnya penyakit yang disebabkan sering dinyatakan sebagai koksidiosis yang
khronis.
Specimen merupakan bagian / organ tubuh ternak yang diambil untuk diuji
secara laboratories untuk mengetahui penyakit ternak yang menyebabkan
kematian. Pada praktikum yang telah kami laksanakan ini kami mencoba
mengambil specimen ternak yang masih hidup yaitu bebek betina untuk di uji
pemeriksaan jaringan.
Bagian bagian yang diambil untuk uji jaringan yaitu hati, limpa, otak,
jantung, usus, uterus, ginjal, proventrikulus. Masing-masing dipotong dan
dimasukkan kedalam botol kaca yang berisi formalin 10 %.
SANITASI DAN DESINFEKTAN
Setelah itu gembalakan sapi tersebut agar dia dapat makan dan berinteraksi
dengan udara bebas. Selagi sapi digembalakan maka kita dapat membersihkan
peralatan, tempat pakan, lantai kandang.
Setelah semua bersih masukkan sapi, dan lakukan proses desinfeksi untuk
membunuh mikroorganisme yang terdapat pada kandang, peralatan dan bahkan
pada tubuh ternak. Disini kami menggunakan desinfektan cyperkiller, yang dapat
digunakan untuk membunuh nyamuk, lalat, caplak, kutu dan ektoparasit
lainnya. SUDONO (1969), menyatakan bahwa sinar matahari pagi yang
masuk kedalam kandang sangat penting, karena sinar pagi tak begitu panas dan
lebih banyak mengandung sinar ultraviolet yang dapat berfungsi sebagai
desinfektan dan membantu pembentukan kulit.
IV. PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Anonymous. 1975. Penataran Ilmu Penyakit Unggas. Panitia Penyelengara Penataran Ilmu
Penyakit Unggas. Yogyakarta.
Becker, E. R. 1927. Protozoa pada Rumen dan Retikulum Kambing. M.S. Thesis, Univ. Urbana.
No comments:
Post a Comment
link ke posting ini
Create a Link
comment
Flag Counter
Popular Posts
Konten
Kategori
Artikel Peternakan
Ayam Bangkok
Informasi peternakan
kesehatan ternak
Makalah
Pengetahuan
PowerPoint Presentation
Ternak Itik
PASANG IKLAN
PASANG IKLAN
http:// Check PR
1
2
This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service
3
4
5
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi ternak berkaitan dengan kesehatan ternak. Kesehatan ternak adalah suatu status
kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara
fisiologis berfungsi normal. Hewan sakit adalah suatu kondisi yang ditimbulkan oleh suatu individu
hidup atau oleh penyebab lain baik yang diketahui maupun tidak yang dapat merugikan kesehatan
hewan tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan antara lain faktor
mekanis, termis, nutrisi, pengaruh zat kimia, keturunan, dan sebagainya (Subronto, 2003).
Permukaan tubuh ternak harus terjaga karena jasad renik atau kutu dapat masuk ke dalam tubuh
ternak melalui lubang-lubang tubuh seperti mulut, hidung, alat kelamin dan kulit yang luka
(Sudarmono et al., 2008).
2.3.1. Ektoparasit
2.3.2. Endoparasit
2.4.3. Nekropsi
Nekropsi merupakan suatu prosedur untuk melakukan pemeriksaan yang cepat dan rinci
secara patologi anatomi untuk mengetahui sebab-sebab kematian seekor atau sekelompok hewan
yang dalam hal ini adalah ayam sehingga dapat dilakukan penanggulangan (Fadilah et al,
2004). Pada nekropsi yang dilakukan adalah mengamati beberapa organ dalam yang mengalami
perubahan atau kelainan sehingga dapat dijadikan sumber dugaan bahwa ayam tersebut terserang
suatu penyakit dengan melakukan pembedahan (Tabbu, 2000).
Penyakit aflatoksikosis adalah penyakit keracunan makanan yang disebabkan olek aflatoksin
yang dihasilkan oleh cendawan aspergillus flavus. Penyebaran dari penyakit aflatoksikosis melalui
spora yang terbawa angin dan jatuh pada makanan itik. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna,
et al. (2005) yang menyatakan bahwa penyakit pada ternak dapat dilihat dalam organ
pencernaannya. Organ pernapasan yang normal pada ternak tidak adanya kelainan dan gangguan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tabbu (2000) yang menyatakan bahwa organ pernapasan dapat
menjadi ciri-ciri apakah unggas itu mengalami gangguan terhadap suatu penyakit atau tidak.
BAB III
3.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah stetoskop berfungsi untuk
memeriksa gerak paru-paru, jantung, rumen dan usus. Termometer berfungsi
untuk memeriksa suhu tubuh, dan stopwatch untuk menghitung waktu yang
dibutuhkan dalam pemeriksaan, plastik yang digunakan untuk alas dalam
mengamati organ dalam, pisau untuk mematikan atau membunuh ayam, sarung
tangan, spuit 3 cc, tabung reaksi untuk menampung darah ayam.
3.2.6. Nekropsi
BAB IV
Bapak Gunardi merupakan seorang peternak yang pendidikan akhirnya SLTA, tinggal di daerah
Banjarsari Selatan No. 2B Tembalang. Bapak Gunardi ini memulai beternak sejak tahun 2003 dengan
ilmu peternakan yang didapat secara otodidak. Jumlah ternak yang dipelihara sekarang berjumlah
13 ekor betina, 5 ekor induk dan 8 ekor anak, sedangkan yang berproduksi sebanyak 5 ekor. Ilmu
beternak tidak hanya cukup didapat dari otodidak saja melainkan harus tetap belajar baik dengan
cara membaca banyak buku tentang peternakan maupun belajar langsung atau seringnya
berkomunikasi dengan para peternak agar ilmu beternak terus bertambah dan akan memudahkan
dalam mengatasi segala permasalahan yang ada. Salah satu cara untuk mengetahui penyakit yang
menyerang ternak pada peternakan rakyat diantaranya adalah teknik anamnesa dilakukan dengan
wawancara tentang kondisi dan riwayat kesehatan ternak kepada peternak yang memelihara ternak
tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Ludgate (2006), yang menyatakan bahwaanamnesa
merupakan suatu metode untuk mengetahui riwayat suatu penyakit dengan cara menanyakan
secara langsung kepada orang memelihara ternak.
Bapak Gunardi dalam mengidentifikasi penyakit pada ternaknya dengan cara ada atau
tidaknya penurunan nafsu makan dan perbedaan bentuk serta warna pada feses ternak. Penyakit
yang biasa menyerang ternak Bapak Gunardi adalah cacingan yang diakibatkan oleh salah dalam
memakan pakan, kembung karena masuknya benda-benda yang seharusnya tidak dimakan seperti
plastik atau karena pakan hijauan yang basah dan diare yang diakibatkan oleh gangguan dalam
sistem pencernaannya. Hal ini sesuai pendapatSubronto (2003) bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kesehatan hewan antara lain faktor mekanis, termis, nutrisi, pengaruh zat kimia,
keturunan, dan sebagainya.
Terdapat ternak sapi, ternak kambing, dan ternak unggas disekitar kandang
domba. Air di kandang bersumber dari air sintetis sehingga mempermudah
dalam pemberian minum untuk ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Jahi
(2005) yang menyatakan bahwa air minum untuk ternak domba berasal dari air
sintetis. Sedangkan Zaida et al (2008) menyatakan tidak masalah disekitar
peternakan domba ada peternakan lain asalkan tidak saling menggangu dan
tidak membahayakan.
Atap kandang berasal dari genteng, lantainya dari semen, tempat pakan
dan minum secara koloni, sanitasi kurang baik dan bangunan dinding tidak
terlalu rapat sehingga sinar matahari yang masuk ke dalam kandang cukup baik.
Kebersihan lingkungan sudah baik meliputi tempat pakan dan minum bersih,
kandang cukup bersih dan pembuangan feses berada disebelah kandang. Jarak
pembuangan feses ini tidak terlalu jauh dari yang semestinya. Pembersihan
kandang tidak dilakukan setiap sehari sehingga kebersihan kandang kurang
baik. Kapasitas kandang yang dihuni cukup untuk ternak dapat bergerak
bebas. Hal ini tidak sesuai pendapatTabbu (2000), yang
menyatakan bahwa sanitasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
membebaskan kandang dari bibit penyakit maupun parasit lainnya dengan
menggunakan obat pengendali seperti desinfektan pada dosis yang dianjurkan.
Ludgate (2006), menambahkan bahwa kebersihan kandang harus tetap dijaga,
jarak antara kandang dengan pembuangan feses harus jauh dengan kandang
minimal 10 meter dari kandang.
Pakan yang diberikan pada ternak adalah pakan yang telah tersedia di
ladang penggembalaan.Waktu pemberian pakan oleh peternak terhadap ternak
hanya satu kali ketika ternak pulang dari penggembalaan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sitepoe (2008) yang menyatakan bahwa pakan yang dapat diberikan
kepada ternak dapat berupa hijauan yang meliputi hijauan segar atau kering dan
juga konsentrat.Tata laksana dalam pemeliharaan ternak, lokasi kandang, pakan
dan kebersihan kandang. Lokasi pembangunan kandang sesuai karena kandang
dibangun jauh dengan pemukiman kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Subronto (2003), bahwa pembangunan kandang hendaknya jauh dari keramaian
dan pemukiman penduduk. Hal ini bertujuan agar ternak tidak stres sehingga
ternak merasa nyaman dalam kandang.
4.4.2. Endoparasit
Berdasarkan pengamatan endoparasit diperoleh hasil bahwa yang
termasuk endoparasit diantaranya adalah Raillitena sp, Tricharis
lambing, dan Fasciolagigantica.
4.5.3. Neskropsi
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum nekropsi didapatkan hasil sebagai berikut:
Trakea yang memiliki warna putih dengan kondisi isinya bersih. Paru-paru memiliki warna
merah dengan konsistensi kenyal dan mengapung apabila dilakukan uji apung serta pada
pemeriksaan syaraf didapatkan warna putih dan ukuran kecil. Pada organ pernapasan terdapat
kelainan pada paru-paru bagus dan pada uji apung paru-paru masih mengapung dalam air, hal ini
menunjukkan organ pernapasan pada ayam tidak mengalami gangguan. Organ pernapasan yang
normal pada ternak tidak adanya kelainan dan gangguan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tabbu
(2000) yang menyatakan bahwa organ pernapasan dapat menjadi ciri-ciri apakah unggas itu
mengalami gangguan terhadap suatu penyakit atau tidak. Hal ini diperkuat dengan pendapat Rasyaf
(2008) yang mengemukakan salah satu ciri-ciri kelainan atau penyakit pada ternak dapat dilihat
dengan kantong udaranya.
BAB V
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, Roni Polana, Agustin. 2004. Aneka Penyakit Pada Ayam dan Cara Mengatasinya.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Hadi, U. K dan Saviana, S. 2000. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis,
dan Pengendaliannya. Institute Pertanian Bogor, Bogor.
Jahi, A. (2005). Bagaimana Respon Petani Miskin di dua Desa Tepi Hutan, di Kecamatan Ujung Jaya Kabupaten
Sumedang, Sumedang.
Levine, D. N. dan W. Norman. 2001. Veteriner. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ludgate, P. J. 2006. Sukses Beternak Kambing dan Domba. Agro Inovasi, Jakarta.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta
Sitepoe, M. 2008. Cara Memelihara Domba dan Kambing Organik. Indeks, Jakarta.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) I. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sujionohadi, Kliwon dan Ade Iwan Setiawan. 2004. Ayam Kampung Petelur.Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, Edjeng Dr., Prof. Dr. Umiyati Atmomarsono, Prof. Dr. Ruhyat Kartasudjana.
2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulagannya.Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Zaida, Handarto dan Natari. 2008. Analisis Pengubahan Iklim Mikro didalam Kandang
Domba Garut dengan Metode Pengendalian Pasif. Garut.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Wawancara dengan Peternak
1 Nama Gunardi
Sentrifuse - - -
Lampiran 6. Pengamatan Preparat Awetan Parasit
No
Gambar Ciri khusus Keterangan
.
Pipih
Menggerombol
1. Panjang Endoparasit
Putih
Raillitena sp
Putih
Silinder
2. Tricharis lambing Endoparasit
Badan berbuku-buku
Bening
Berbentuk pipih
Panjang
Fasciola gigantica
Berbuku-buku
Bagian Tubuh -