Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm.

22-27
ISSN 1410-5373

Evaluasi Manajemen Pemeliharaan terhadap Endoparasit Saluran Pencernaan


pada Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)
The Evaluation of Rearing Management of Gastrointestinal Endoparasite
in Sumatera Slow Loris (Nycticebus coucang)
Kuntum R1*, Yusuf R2, Darusman HS3,4
1Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), IPB University
2Divisi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan, dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH IPB University
3Divisi Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB University
4Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB University

*Korespondensi: kuntum.r@gmail.com

Abstract. Sumatera slow loris in conservation are often infected by gastrointestinal endoparasites. The purpose
of this study was to evaluate the rearing management of the gastrointestinal endoparasites in sumatera slow loris.
The fecal sample was collected from slow loris in each cage. Fecal sample were assessed using the native method,
McMaster, floatation, sedimentation, and fecal culture. The management data were obtained from observation and
interiews with the keeper. The results obtained from each cage showed no endoparasites of the gastrointestinal,
neither worms nor protozoa. Good rearing management such as sanitation, daily cleaning of cages every day, and
feeding in the form of self-cultiated insects, can prevent endoparasite infection. In addition, slow loris were also
not infected with cestoda worms and trematodes because there were no intermediate hosts found, such as beetles
and snails. A regular anthelmintic program can also reduce worm infections.

Key words: endoparasite, feces, management, slow loris

Pendahuluan dilindungi berdasarkan Undang-Undang


No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah
Keanekaragaman flora dan fauna yang No. 7 Tahun 1999. Salah satu tindakan yang
tinggi menjadikan Indonesia termasuk ke dilakukan untuk menjaga kelestarian kukang
dalam salah satu negara megabiodiversitas. adalah pengembangbiakan di luar habitatnya
Diperkirakan 13.519 spesies satwa liar termasuk (ex-situ). Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB
primata dimiliki oleh Indonesia (Masy’ud dan merupakan lembaga penelitian yang mempelajari
Ginoya 2016). Menurut Fauzi et al. (2017), karakteristik dan pengembangbiakan kukang
Indonesia memiliki 24 jenis primata endemik. secara ex-situ. Lembaga ini berkonsentrasi
Banyak di antara primata tersebut dikategorikan pada biomedis, biologi, dan konservasi (IPB
ke dalam status dilindungi karena jumlah PSSP 2017). Kondisi penangkaran yang
populasi yang semakin menurun, salah satunya berbeda dengan habitat asalnya menyebabkan
adalah kukang. Terdapat lima spesies kukang perlu adanya perlakuan khusus pada satwa agar
di dunia, tiga di antaranya merupakan endemik mampu beradaptasi dengan lingkungan baru
Indonesia, yakni kukang sumatera (Nycticebus di penangkaran (Hernasari 2011). Beberapa
coucang), kukang jawa (N. javanicus), dan kukang tidak mampu bertahan di penangkaran
kukang kalimantan (N. menagensis) (Wirdateti dan berujung pada kematian. Hal ini dapat
et al. 2016). Kukang sumatera (N. coucang) disebabkan kondisi kukang yang mengalami
termasuk primata nokturnal yang hidup di hutan stres atau penyakit, sehingga menjadi
tropis, terutama hutan primer, hutan sekunder, permasalahan serius.
semak belukar, dan hutan bambu Salah satu penyakit yang sering
Populasi kukang saat ini mengalami menyerang satwa yang berada di penangkaran
penurunan akibat perburuan ilegal untuk adalah penyakit parasitik. Penyakit ini
dijadikan hewan peliharaan dan berkurangnya disebabkan oleh parasit baik yang berada di
habitat akibat alih fungsi hutan untuk dijadikan luar tubuh inang (ektoparasit) maupun di dalam
lahan perkebunan. Menurut International tubuh inang (endoparasit). Endoparasit saluran
Union for Conservation of Nature and Natural pencernaan dapat merugikan inang karena
Resources (IUCN 2008), kukang sumatera (N. berkompetisi merebutkan makanan, menghisap
coucang) dikategorikan dalam status vulnerable darah, merusak epitel saluran pencernaan,
(rentan). Kukang sumatera di Indonesia memudahkan masuknya patogen lain, dan
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 22-27 23

menimbulkan penyumbatan secara mekanis. PSSP IPB serta wawancara dengan dokter
Secara umum infeksi parasit dalam saluran hewan dan perawat yang bertugas di kandang
pencernaan dapat berlangsung tanpa gejala atau konservasi kukang.
menimbulkan gejala ringan. Stres, kebuntingan,
umur tua, atau penyakit lain dapat menyebabkan Teknik Pengambilan Sampel
mekanisme pertahanan tidak bekerja dengan Sampel dikoleksi dari feses segar
baik, sehingga infeksi parasit dapat berujung yang diambil dari tempat kukang defekasi.
pada sakit atau kematian (Mirsageri et al. 2015). Sampel dimasukkan ke dalam plastik zipper
Endoparasit juga berpotensi sebagai zoonosis. menggunakan pinset dan diberi label berupa
Penyakit zoonosis parasitik dapat disebabkan spesies hewan, nomor kandang, tanggal
interaksi intensif antara manusia dengan satwa pengambilan, dan kolektor. Sampel kemudian
liar. dimasukkan ke dalam cooler box yang berisi
Faktor penyakit khususnya cacing dan
protozoa belum banyak mendapat perhatian, ice pack untuk dibawa ke laboratorium dan
padahal dapat berkontribusi terhadap disimpan di dalam refrigerator.
kepunahan satwa liar dilindungi (Candra et
al. 2016). Penelitian tentang endoparasit pada Metode Natif
kukang sudah pernah dilakukan sebelumnya Metode natif digunakan untuk mengetahui
di beberapa lembaga konservasi, akan tetapi jenis protozoa yang menginfeksi saluran
penelitian mengenai evaluasi manajemen pencernaan. Feses diletakkan pada kaca objek
pemeliharaan terhadap endoparasit saluran menggunakan tusuk gigi kemudian diteteskan
pencernaan pada kukang sumatera belum 2‒3 tetes akuades dan dihomogenkan.
pernah dilakukan. Informasi mengenai jenis Selanjutnya ditutup dengan kaca penutup dan
endoparasit yang ditemukan dapat dijadikan diamati menggunakan mikroskop dengan
acuan dalam pemberian antiparasit yang tepat pembesaran 10x10.
dan penerapan manajemen pemeliharaan pada
kukang sumatera. Metode McMaster
Penelitian ini bertujuan untuk Feses sebanyak dua gram dicampurkan
mengevaluasi manajemen pemeliharaan kukang dengan 58 mL larutan garam gula jenuh
sumatera meliputi kandang, pakan, dan sanitasi lalu disaring menggunakan saringan teh dan
yang diterapkan terhadap pencegahan infeksi dihomogenkan kembali. Suspensi diambil
endoparasit saluran pencernaan. menggunakan pipet tetes kemudian dimasukkan
ke dalam kamar hitung McMaster dan ditunggu
10 sampai 15 menit. Preparat diperiksa
Materi dan Metode menggunakan mikroskop cahaya dengan
pembesaran 10x10. Jumlah telur cacing setiap
Penelitian dilaksanakan pada bulan gram tinja (TTGT) dihitung dengan rumus:
Februari sampai Maret 2019. Penelitian TTGT=(n x Vt)/(Vk x Bf) , dengan keterangan:
dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap n = jumlah telur dalam kamar hitung; Vt =
pengambilan sampel dan observasi manajemen volume sampel total; Vk= volume kamar hitung;
pemeliharaan di Pusat Studi Satwa Primata dan Bf = bobot feses (Hansen dan Perry 1994).
(PSSP) LPPM IPB dan tahap identifikasi
endoparasit di Laboratorium Helmintologi, Metode Pengapungan
Divisi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Feses sebanyak dua gram dicampurkan
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan dengan 58 mL larutan garam gula jenuh dan
Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut disaring menggunakan saringan teh. Suspensi
Pertanian Bogor. dimasukkan ke dalam tabung reaksi hingga
Sampel feses yang diperiksa diambil penuh dan membentuk miniskus. Bagian atas
dari lima kandang kukang. Kandang 1, 2, 3, tabung reaksi ditutup dengan kaca penutup dan
dan 6 masing-masing terdiri dari satu ekor ditunggu 10‒15 menit. Kaca penutup di angkat
kukang, dan kandang 4 berisi dua ekor kukang. dan diletakkan pada kaca objek. Pengamatan
Pengambilan sampel dilakukan selama tiga hari dilakukan menggunakan mikroskop dengan
berturut-turut. Pemeriksaan secara kualitatif pembesaran 10x10 (Hansen dan Perry 1994).
dilakukan dengan metode natif, pengapungan,
pengendapan, dan pemupukan feses, sedangkan Metode Pengendapan (Sedimentasi)
pemeriksaan secara kuantitatif dilakukan Feses sebanyak tiga gram dicampurkan
dengan McMaster. Selanjutnya, hasil temuan dengan akuadestilata sebanyak 40‒50 mL lalu
diidentifikasi berdasarkan morfologi dan ukuran dihomogenkan. Suspensi kemudian disaring
telur cacing. Data manajemen pemeliharaan menggunakan saringan teh dan dimasukkan ke
diperoleh melalui pengamatan langsung di dalam tabung reaksi. Suspensi didiamkan selama
24 Kuntum et al., Evaluasi Manajemen Pemeliharaan terhadap Endoparasit Saluran Pencernaan pada Kukang

5 menit. Supernatan dibuang dengan menyisakan observasi secara langsung dan wawancara
sedimennya. Selanjutnya ditambahkan aquades dengan dokter hewan serta perawat kukang di
sebanyak 5 mL dan didiamkan selama 5 menit. PSSP LPPM IPB. Data dikumpulkan selama
Supernatan dibuang kembali dan sedimen yang dua minggu pada bulan Agustus 2018.
berada di dasar tabung diambil menggunakan
pipet tetes dan diletakkan pada kaca objek. Analisis Data
Sedimen ditambahkan dengan satu tetes larutan
methylene blue. Selanjutnya ditutup dengan Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
kaca penutup dan diamati menggunakan feses dan observasi manajemen pemeliharaan
mikroskop dengan pembesaran 10x10 (Hansen meliputi kandang, pakan, dan sanitasi dianalisis
dan Perry 1994). secara deskriptif.

Pemupukan Feses
Pemupukan feses dilakukan untuk Hasil dan Pembahasan
mendapatkan larva L3 (infektif). Sampel
Endoparasit Saluran Pencernaan pada
yang positif terdapat telur cacing dimasukkan
ke dalam cawan petri dan dicampurkan Kukang
dengan vermikulit. Vermikulit ditambahkan Kukang sumatera yang berada di PSSP
dengan perbandingan 1:3 (tinja:vermikulit) LPPM-IPB merupakan kukang yang sengaja
yang bertujuan untuk mengatur kelembaban dikembangbiakkan untuk memperbanyak
udara (Padondan 2016). Campuran kemudian individu dengan tetap mempertahankan
dimasukkan ke dalam gelas plastik dan genetik aslinya. Kukang tersebut terdiri dari
ditutup dengan kain saring. Pupukan feses tiga ekor indukan (F0) dan tiga ekor hasil
diberi akuades secukupnya untuk menjaga pengembangbiakan (F1). Masing-masing
agar tetap lembab. Selanjutnya pupukan kukang ditempatkan pada kandang buatan
disimpan selama tujuh hari pada suhu kamar seluas 2x2 m. Pemeriksaan endoparasit saluran
dan terhindar dari panas matahari langsung. pencernaan pada kukang dilakukan secara non-
Pupukan feses kemudian dipindahkan ke invasif dari sampel feses. Hasil pemeriksaan
dalam gelas Baermann yang berisi akuadestilat
terhadap lima sampel feses dapat dilihat pada
dan didiamkan selama 24 jam. Larva yang Tabel 2.
terkumpul di dasar gelas kemudian diambil Berdasarkan hasil pemeriksaan feses
menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke menunjukkan bahwa semua sampel negatif atau
dalam tabung reaksi. Keberadaan larva dalam tidak ditemukan adanya endoparasit (cacing dan
suspensi selanjutnya dilihat menggunakan protozoa) yang menginfeksi saluran pencernaan
mikroskop stereo. Identifikasi larva dilakukan
kukang di PSSP. Cacing parasit dapat menginfeksi
dengan meneteskan suspensi pada kaca obyek hewan apabila termakan telur infektif atau larva
lalu ditetesi lugol. Pemberian lugol bertujuan
yang masuk menembus kulit (Kurniawan et al.
agar larva tersebut mati sehingga memudahkan2018). Beberapa penelitian pernah melaporkan
dalam pemeriksaan. Selanjutnya ditutup dengan
adanya infeksi cacing parasit pada saluran
kaca penutup dan diamati menggunakan pencernaan kukang. Cacing yang menginfeksi
mikroskop. merupakan cacing dari filum Nemathelminthes,
Platyhelminthes, dan Acantocephala. Cacing
Data Manajemen Pemeliharaan cestoda ditemukan pada usus halus dua ekor
Data manajemen pemeliharaan meliputi kukang sumatera di Pusat Penelitian Biologi
kandang, pakan, dan sanitasi diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 22-27 25

Cibinong (Setyorini dan Wirdateti 2005). Hasil pemeriksaan sampel feses tidak
Penelitian lain juga melaporkan adanya telur ditemukan cacing jenis trematoda yang
cacing cestoda jenis Hymenolepis sp. pada feses menginfeksi kukang. Cacing trematoda
kukang sumatera dan kukang jawa di Yayasan membutuhkan inang-perantara, yaitu siput.
Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Siput mudah berkembang pada lingkungan yang
(Ulfa 2014; Wibowo 2014). Kukang dapat berair dengan tingkat curah yang tinggi (Putra et
terinfeksi cacing ini apabila termakan artropoda al. 2014). Cacing trematoda seperti Fasciola sp.
yang membawa sistiserkoid (Widiastuti et al. umumnya ditemukan pada daerah berair seperti
2016). Salah satu artropoda yang menjadi inang sawah atau padang rumput dekat sungai. Lokasi
antara cacing Hymenolepis sp adalah kumbang. kandang kukang berada jauh dari wilayah yang
Cacing nematoda jenis Ascaris, berair dan area di sekitar kandang kering dan
Strongylid, Strongyloides, Oxyuris, dan Tricuris bersih, sehingga siput sulit untuk berkembang.
juga dilaporkan menginfeksi kukang sumatera Pemeriksaan menggunakan metode natif
dan kukang jawa di YIARI (Ulfa 2014; tidak ditemukan adanya protozoa saluran
Wibowo 2014). Jenis lain yakni, Syphacia sp., pencernaan pada kukang di PSSP. Penularan
Enterobius sp. (Oxyuridae), dan Rictularia sp. protozoa terjadi apabila kukang memakan
(Rictularidae) tercatat menginfeksi kukang makanan yang terkontaminasi ookista infektif
sumatera di Pusat Penelitian Biologi LIPI, yang dikeluarkan dari feses hewan terinfeksi
Cibinong (Setyorini dan Wirdateti 2005). (Glantiga et al. 2016). Penularan protozoa juga
Cacing nematoda memiliki siklus hidup dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
langsung, sehingga tidak membutuhkan inang feses tikus liar.
antara dalam perkembangannya. Penelitian lain melaporkan adanya
Infeksi cacing ini dapat terjadi akibat protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan
termakan telur infektif yang mengandung kukang. Protozoa yang ditemukan pada
larva. Penularan telur tersebut dapat melalui kukang di YIARI berasal dari tiga famili yakni,
tanah, air, atau makanan yang terkontaminasi. Eimeriidae, Endamobidae, dan Balantiidae,
yang terdiri dari Isospora sp., Cryptosporidium
Di dalam tubuh hewan, telur infektif yang parvum, Entamoeba coli, dan Balantidium
mengandung larva Stadium 2 akan menetas dan coli (Rukmana 2016). Protozoa akan mudah
berkembang menjadi larva Stadium 3. Larva berkembang pada lingkungan yang lembab.
ini akan bemigrasi di dalam tubuh dan kembali Umumnya induk semang yang terinfeksi
ke usus untuk menjadi dewasa. Selanjutnya protozoa saluran pencernaan akan menimbulkan
cacing dewasa akan menghasilkan telur dan gejala klinis diare. Hasil pengamatan
dikeluarkan bersama dengan feses hewan. Telur memperlihatkan semua feses kukang memiliki
mudah berkembang pada lingkungan dengan konsistensi yang padat.
kelembaban yang tinggi (Nasution et al. 2013).
Kondisi kandang di PSSP yang bersih dan kering Manajemen Pemeliharaan Kukang di PSSP
dapat menurunkan tingkat kejadian infeksi Salah satu faktor yang dapat menjadi
cacing nematoda. Perilaku kukang yang bersifat sumber penularan endoparasit pada kukang
arboreal atau menghabiskan sebagian waktunya adalah pakan. Pakan yang diberikan pada kukang
setiap harinya berupa buah-buahan, serangga,
di atas pohon dapat mencegah kukang terinfeksi dan telur ayam. Buah yang diberikan untuk
cacing nematoda yang terdapat di feses yang seekor kukang terdiri dari empat buah pisang,
berserakan di lantai kandang. Kukang akan dan sekitar 50 g pepaya, sedangkan serangga
turun ke lantai untuk mencari serangga, namun yang diberikan adalah 25‒30 ekor jangkrik
tidak dalam periode waktu yang cukup lama atau satu sendok teh ulat hongkong. Selain itu,
(Sinaga dan Masyud 2017). setiap kukang juga diberikan satu per empat
Pemberian antelmintik pirantel pamoat bagian telur ayam yang telah matang. Pakan
pada kukang di PSSP dapat menurunkan berupa serangga berpeluang untuk menularkan
berbagai jenis endoparasit baik protozoa
dan membunuh infeksi cacing nematoda. maupun cacing. Berdasarkan hasil observasi
Antelmintik tersebut diberikan setiap enam dan wawancara dengan perawat satwa kukang
bulan sekali. Mekanisme kerja pirantel pamoat bahwa jangkrik yang diberikan merupakan
dengan menghambat proses depolarisasi hasil budidaya perawat satwa kukang di PSSP,
neuromuskuler cacing sehingga meningkatkan sehingga jangkrik berpeluang lebih kecil
frekuensi impuls yang menyebabkan cacing mati sebagai inang antara. Pakan yang diberikan juga
terjaga kebersihannya. Pakan diletakkan pada
dalam keadaan spastik (Budiyanti 2010). Selain tempat pakan dan sebagian diletakkan pada
itu, pirantel pamoat juga bekerja dengan cara ranting kayu yang terdapat di dalam kandang,
menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sedangkan air minum diletakkan pada wadah
yang dapat meningkatkan kontraksi otot cacing. minum.
26 Kuntum et al., Evaluasi Manajemen Pemeliharaan terhadap Endoparasit Saluran Pencernaan pada Kukang

Kukang yang berada di Pusat Studi Satwa PSSP LPPM-IPB juga menerapkan
Primata memiliki kandang dengan sirkulasi biosekuriti dan biosafety yang sesuai dengan
udara yang cukup. Kondisi lingkungan di dalam prosedur. Personil yang boleh memasuki
dan luar kandang bersih dan kering. Lantai kandang harus memenuhi beberapa persyaratan
dan sepertiga dinding bagian bawah kandang yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat
terbuat dari semen. Sementara itu, dinding dari dokter serta menggunakan alat pelindung
bagian atas berupa kawat besi dan atap kandang diri (APD) sesuai dengan ketentuan. Hal ini
terbuat dari seng. Kandang dibersihkan setiap untuk mencegah agar agen penyakit tidak
pagi hari. Pembersihan kandang diawali dengan keluar dari area konservasi atau sebaliknya.
membersihkan sisa-sisa pakan dan feses yang Penggunaan APD juga bertujuan untuk
berada di lantai. Pembersihan feses setiap hari melindungi pekerja yang bertugas agar tidak
dapat menurunkan keberadaan telur atau larva terinfeksi agen penyakit dari satwa maupun
infektif (Goossens et al. 2005). Keberadaan sebaliknya. Penerapan sanitasi yang baik juga
feses di kandang juga dapat menjadi sumber dapat menurunkan kejadian infeksi endoparasit.
infeksi endoparasit. Secara perkembangan, Sanitasi merupakan suatu usaha pencegahan
telur belum infektif ketika dikeluarkan inang penyakit yang menitikberatkan kegiatannya
melalui feses dan akan berkembang menjadi kepada usaha kesehatan lingkungan hidup
infektif jika menemukan lingkungan yang terutama tanah, air, dan udara. Salah satu
menguntungkan (Dewi dan Nugraha 2007).
Kandang dibersihkan setiap satu kali seminggu program sanitasi adalah menjaga kebersihan
dengan air dan didesinfektan setiap tiga sampai kandang dan lingkungan sekitarnya. Sanitasi
enam bulan sekali. Kondisi kandang yang kering yang diterapkan berupa penyediaan air bersih,
dapat menghambat telur parasit seperti telur pengendalian serangga, dan pengolahan
cacing nematoda untuk berkembang, sehingga sampah. Lingkungan di sekitar kandang dijaga
infeksi dapat dicegah. Peralatan kandang kebersihannya agar hewan lain seperti hewan
seperti tempat pakan dicuci dengan sabun dan pengerat tidak memasuki area kandang yang
air mengalir, sedangkan wadah minum dicuci dapat menularkan penyakit pada kukang.
dengan air mengalir. Peralatan pakan dan wadah Sampah sisa pakan dan peralatan di tempatkan
minum dicuci dan di ganti setiap hari. Hal ini pada wadah yang berbeda sesuai dengan jenis
untuk mencegah peralatan sebagai sumber sampah.
penularan penyakit. Pembersihan kandang
dilakukan untuk menjaga kesehatan kukang
di dalam kandang agar tidak mudah terserang Simpulan
penyakit (Sinaga 2017).
Kandang kukang didesain agar aman dan Pemeriksaan endoparasit pada feses
nyaman serta menyerupai habitat alaminya. kukang sumatera di Pusat Studi Satwa Primata
Setiap kandang dilengkapi dengan enrichment IPB menunjukkan hasil negatif. Manajemen
(pengayaan) untuk mendukung terciptanya pemeliharaan yang baik melputi pembersihan
perilaku positif dari kukang. Enrichment yang kandang setiap hari, pemberian pakan jangkrik
diberikan berupa pohon kayu untuk kukang hasil budidaya PSSP, dan sanitasi yang
beraktivitas. Setiap kandang juga dilengkapi diterapkan dapat mencegah kukang dari infeksi
dengan kandang tidur untuk tempat istirahat penyakit parasitik. Pemberian antelmintik
dan bersembunyi bagi kukang. Jenis enrichment secara reguler juga dapat menurunkan kejadian
lain yang dapat diberikan untuk kukang adalah infeksi cacing.
food based enrichment, yaitu dalam pemberian
pakan dapat divariasikan seperti meletakkan Daftar Pustaka
pakan dalam wadah yang digantung pada
ranting-ranting pohon, sehingga dapat melatih Budiyanti RT. 2010. Efek antihelmintik
insting berburu kukang dan mencegah terjadinya infusa herba sambiloto (Andrographis
perilaku abnormal atau stres pada kukang. Selain paniculata, Nees) terhadap Ascaris suum
itu, juga dapat diberikan pohon dengan ranting- secara in vitro [skripsi]. Surakarta (ID):
ranting yang memiliki daun lebat, sehingga Universitas Sebelas Maret.
kukang dapat bersembunyi pada daun-daun Candra D, Waragnegara E, Bakri S, Setiawan
tersebut. Enrichment yang diberikan berupa A. 2016. Identifikasi kecacingan pada
tanaman akan lebih baik karena digunakan satwa liar dan ternak domestik di Taman
kukang untuk mencari makan, beraktivitas, atau Nasional Way Kambas, Lampung. Acta
tidur (Puspita 2017). Veterinaria Indonesiana. 4(2): 57‒67.
Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 17, No. 1, Januari 2020, hlm. 22-27 27

Dewi K, Nugraha RTP. 2007. Endoparasit (Pongo abelii) di Karantina Batu Mbelin,
pada feses babi kutil (Sus verrucosus) Sibolangit Provinsi Sumatera utara. J
dan prevalensinya yang berada di Kebun Medika Veterinaria. 7(2):67‒70.
Binatang Surabaya. Zoo Indonesia. 16(1): Padondan AT. 2016. Infeksi cacing nematoda
13‒19. gastrointestinal pada kerbau di Kabupaten
Fauzi F, Rahmawati R, Sandan P. 2017. Toraja Utara, Sulawesi Selatan [skripsi].
Estimation of population density and food Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
sort of kelasi (Presbytis rubicunda Muller Puspita IJ. 2017. Manajemen pengayaan
1838) in Nyaru Menteng Arboretum of kandang dan pemanfaatan ruang oleh
Palangka Raya. J Daun. 4(1):7–12. kukang sumatera (Nycticebus coucang
Glantiga GJR, Oka IBM, Puja K. 2016. Boddaert, 1785) di Taman Margasatwa
Prevalensi infeksi protozoa saluran Ragunan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
pencernaan pada anjing kintamani bali di Pertanian Bogor.
Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Putra RD, Suratman NA, Oka IBM. 2014.
Kabupaten Bangli, Bali. Indonesia Prevalensi trematoda pada sapi bali yang
Medicus Veterinus. 5(5):446‒453. dipelihara peternak di Desa Sobangan,
Goossens E, Dorny P, Boomker J, Vercammen Kecamatan Mengwi, Kabupaten
F, Vercruysse J. 2005. A 12-moonth Badung. Indonesia Medicus Veterinus.
survey of the gastro-intestinal of antelopes, 3(5):394‒402.
gazelles and girrafids kept at two zoo in Rukmana N. 2016. Prevalensi protozoa usus
Belgium. Vet Parasitol. 303-312. pada kukang sumatera (Nycticebus
Hansen J, Perry B. 1994. The Epidemiology, coucang) di Pusat Rehabilitasi YIARI
Diagnosis, and Control of Helminth Ciapus, Bogor [skripsi]. Lampung (ID):
Parasites of Ruminants. Nairobi (KE): Universitas Lampung.
International Laboratory for Research and Setyorini LE, Wirdateti. 2005. Cacing parasit
Animal Disease. pada Nycticebus coucang. Berkala
Hernasari PR. 2011. Identifikasi endoparasit Penelitian Hayati. 10:93‒96.
pada sampel feses Nasalis larvatus, Sinaga MWA. 2017. Pengelolaan kandang dan
Presbytis comata, dan Presbytis siamensis pemanfaatan ruang oleh kukang sumatera
dalam penangkaran menggunakan metode (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) di
natif dan pengapungan dengan sentrifugasi Taman Hewan Pematang Siantar (THPS)
[skripsi]. Depok (ID): Universitas Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID):
Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
[IPB PSSP] Institut Pertanian Bogor Pusat Sinaga MWA, Masyud B. 2017. Pemanfaatan
Studi Satwa Primata. 2017. Visi, Misi, ruang dan perilaku harian kukang
dan Tujuan [Internet]. [diunduh 2018 Jul sumatera (Nycticebus coucang Boddaert,
10]; Tersedia pada: https://primata.ipb. 1785) di Taman Hewan Pematang Siantar
ac.id/tentang-kami/profil/visi-dan-misi/. (THPS) Sumatera Utara. Med Kon.
[IUCN] International Union for Concervation 22(3):304‒311.
of Nature and Natural Resources. Ulfa N. 2014. Kecacingan pada kukang
2008. IUCN Red List of Threatened sumatera (Nycticebus coucang) di pusat
Species. Version 2014 [Internet]. rehabilitasi satwa primata Yayasan
[diunduh 2019 Mar 24]; Tersedia International Animal Rescue Indonesia
pada: https://www.iucnredlist.org/ (YIARI) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
search?query=nycticebuscoucang& Pertanian Bogor.
searchType=species. Wibowo MMA. 2014. Kecacingan pada
Kurniawan B, Ramadhian RR, Rahmadhin kukang jawa (Nycticebus javanicus) di
NS. 2018. Uji diagnostik kecacingan pusat rehabilitasi satwa primata Yayasan
antara pemeriksaan feses dan pemeriksaan International Animal Rescue Indonesia
kotoran kuku pada siswa SDN 1 (YIARI) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Krawangsari Kecamatan Natar Lampung Pertanian Bogor.
Selatan. J Kedokteran Universitas Widiastuti D, Astuti NT, Pramestuti N, Sari
Lampung. 2(1):20‒24. TF. 2016. Infeksi cacing Hymenolepis
Masy’ud B, Ginoya LN. 2016. Konservasi Eksitu nana dan Hymenolepis diminuta pada
Satwa Liar. Bogor (ID): IPB Pr. tikus dan cecurut di area pemukiman
Mirsageri M, Assidiqi J, Cahyaningsih U, Kabupaten Banyumas. J Vektor dan
Tiuria R, Zulfiqri. 2015. Endoparasit Reservoir Penyakit. 8(2):81‒90.
cacing pada orangutan ex-captive di Suaka Wirdateti, Indriana E, Handayani. 2016.
Margasatwa Sungai Lamandau Kalimantan Analisis sekuen DNA mitokondria
Tengah Indonesia. J Kedokteran Hewan. cytochrome oxidase I (COI) MtDNA
9(1):67‒70. pada kukang Indonesia (Nycticebus spp)
Nasution IT, Fahrimal Y, Hasan M. sebagai penanda guna pengembangan
2013. Identifikasi parasit nematoda identifikasi spesies. J Biol Indon.
gastrointestinal orangutan sumatera 12(1):119‒128.

Anda mungkin juga menyukai