Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

DISUSUN OLEH :

R. RINDANI PUTRI AMELIA

1513353025

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2018
LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

NAMA : R. RINDANI PUTRI AMELIA

NIM : 1513353025

KELOMPOK : 11

HARI/TANGGAL : Senin, 02 April 2018

MATERI : Pemeriksaan Virus Influenza (Isolasi Virus)

TUJUAN : Memperoleh Antigen Virus Influenza

METODE : In Ovo

PRINSIP : Virus influenza dibiakkan dalam telur berembrio yang telah berumur
±9-12 hari,sehingga virus tersebut akan bereplikasi dalam telur.

A. Dasar Teori:

Virus adalah penyebab infeksi terkecil berdiameter 20-300 nm. Genom virus
hanya mengandung satu macam asam nukleat yaitu RNA/DNA. Asam nukleat virus
terbungkus dalam suatu kulit protein yang dapat dikelilingi oleh selaput yang
mengandung lemak. Seluruh unit infektif disebut virion.
Virus influenza dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Berbagai
jenis virus influenza antara lain Virus influenza tipe A dengan subtype yang mengandung
agglutinin H terdiri dari H1 - H16 dan neuramidase yang terdiri dari N1-N7, juga virus
influenza type B. Virus influenza menyerang manusia dan hewan tergantung subtypenya
dengan menimbulkan gejala bersin-bersin, ngorok, sesak napas / megap-megap.

Untuk mendapatkan virus influenza dari pasien yang terkena penyakit adalah
dengan cara mengisolasinya dari organ-organ yang terinfeksi seperti trakea, yaitu dari
swab cairan yang terdapat di trakea.

Untuk menghindari kontaminasi bakteri sebaiknya organ-organ yang terinfeksi


diambil secara aseptic dan dimasukkan ke dalam larutan buffer posphat saline (media
transport) yang mengadung antibiotik PSK (Penicilin, streptomisin dan Kanamycin) dan
sampel dibawa ke laboratorium dalam keadaan dingin dengan suhu antara 2-8ºC.

Pada hewan (ayam) yang terinfeksi sampel dapat diambil dari organ antara lain
organ saluran pernapasan (Trachea, bronkus, Paru-paru), saluran reproduksi dan ginjal.
Swab Trachea, swab dilakukan untuk mengambil cairan yang terdapat di daerah trachea
dengan menggunakan cotton swab steril yang dimasukkan ke dalam trachea ayam sakit,
selanjutnya Hasil swab dimasukkan ke dalam larutan buffer posphat saline yang
mengandung antibiotik.

Proses isolasi virus yang dilakukan dalam Biosafety Cabinet dengan ruangan yang
steril. Ruang steril dan Biosafety Cabinet diperlukan untuk menghindari kontaminasi baik
dari ruangan ke isolat maupun dari isolat ke ruangan (lingkungan).

Telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah digunakan secara
luas untuk isolasi. Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel
yang dibutuhkan untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Membran kulit telur yang
fibrinous terdapat di bawah kerabang. Membran membatasi seluruh permukaan dalam
telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur. Membran kulit telur bersama
dengan cangkan telur membantu mempertahankan intregitas mikrobiologi dari telur,
sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi gas di dalam telur
dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi sebagai organ
respirasi embrio.

Macam-macam cara menginokulasikan virus ke embrio ayam yaitu :

1. In Ovo

Metode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio. Metode ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
 Inokulasi pada ruang chorioalantois

Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan ¾
inci dengan sudut 45º dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan. Setelah
40-48 jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat diuji untuk hemaglutinasi dengan
membuat lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara. Dengan alat semprot
yang steril dan jarumnya, diambil 0,1-0,2 ml cairannya. Campur 0,5 cairan telur dengan
perbandingan yang sama dari 10% suspensi dari sel darah yang di cuci bersih dalam plate.
Putar plate dan lihat aglutinasi setelah 1 menit. Cairan alantois yang terinfeksi dipanen
setelah 1-4 hari inokulasi. Untuk mencegah darah dalam cairan, embrio disimpan
semalam dalam suhu 4ºC kemudian injeksi kerabang dekat rongga udara dan buka
kerabang tersebut dengan pinset steril. Membran ditekan ke atas yolk sac dan cairan
diambil dengan spuit dan dimasukkan ke dalam cawan petri. Kultur cairan tersebut untuk
menghindari cairan terkontaminasi bakteri (Stephen,1980). Contoh virus yang
diinokulasikan pada ruang chorioalantois ini antara lain, virus ND dan virus influenza.
 Inokulasi pada membran chorioalantois

Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur
diletakkan horizontal di atas tempat telur. Desinfektan kerabang disekitar ruang udara dan
daerah lain di atas embrio telur. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi
hingga mencari membran kerabang. Virus diinokulasikan pada membran korioalantois
dan lubang ditutup dengan lilin dan diinkubasi. Setelah 3-6 hari korioalantois membran
yang terinfeksi dapat di panen dengan mengeluarkan yolk sac dan embrio secara hati-hati
tanpa membuat membran lepas dari kerabang. Area inokulasi dapat di lihat dengan
adanya lesi pada CAM sebelum dilepas dari kerabang (Stephen, 1980).
 Inokulasi pada yolk sac

Inokulasi dilakukan pada embrio umur 5-7 hari. Post inokulasi diinkubasi selama
3-10 hari. Virus diinokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai
terkontaminasi bakteri (Stephen, 1980). Virus yang biasa diinokulasikan di bagian ini
adalah virus rabies.

2. In Vitro
Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur
jaringan. Kultur jaringan virus dimulai dengan kultivasi embrio anak ayam cincang
didalam serum atau larutan-larutan garam. Ini menuntun ke arah penggunaan kultur
jaringan murni sel-sel hewan yang dapat ditumbuhi virus. Kini sel hewan dapat
ditumbuhkan dengan cara yang serupa seperti yang digunakan untuk sel bakteri. Bila sel-
sel hewan dikulturkan di wadah-wadah plastik atau kaca, maka sel-sel tersebut akan
melekatkan dirinya pada permukan wadah itu dan terus-menerus membelah diri sampai
seluruh daerah permukaan yang tertutupi medium terisi. Terbentuklah suatu lapisan
tunggal sel dan dipergunakan untuk mengembangkan virus. Sel-sel jaringan yang
berbeda-beda lebih efektif untuk kultivasi beberapa virus ketimbang yang lain.
Pendekatan ini telah memungkinkan kultivasi banyak virus sebagai biakan murni dalam
jumlah besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara komersial. Juga luas
penggunaannya untuk isolasi dan perbanyakan virus dari bahan klinis. Vaksin yang
disiapkan dari kultur jaringan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan yang
disiapkan dari telur ayam berembrio dalam hal mengurangi kemungkinan seorang pasien
untuk mengembangkan hipersensitivitas atau alergi terhadap albumin telur.

3. In Vivo
Virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini merupakan
metode yang pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan untuk
membedakan virus yang dapat menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP atau
Vesikular Stomatitis pada sapi. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain mencit,
tikus putih, kelinci ataupun marmut.

 Pasase Isolat

Untuk perbanyakan virus yang nantinya akan dipergunakan sebagai stok virus
untuk keperluan proses selanjutnya seperti Working Seed (WS), identifikasi, pembuatan
antigen. Virus hasil isolasi (isolat) ditumbuhkan pada telur berembrio

 Inokulasi

Virus yang ditanam pada telur SPF (Spesific pathogen Free) berembrio dengan
masa inkubasi 9 sampai 12 hari sebanyak 0,1 sampai dengan 0,3 mL / butir. Penentuan
umur inkubasi telur itu tergantung hasil dari optimasi, karena masing-masing virus
mempunyai karakteristik yang berbeda.

 Inkubasi

Telur yang sudah ditanam virus diinkubasi di inkubator telur dengan suhu 37 ° C dengan
kelembaban 50 sampai 60%

 Observasi (candling)

Selanjutnya dilakukan observasi telur (canding) untuk melihat kematian embrio,


kematian embrio akibat virus Al biasanya antara 17 jam sampai 30 jam post
inokulasi.Disini perlunya memperhitungkan waktu inokulasi agar telur yang mati untuk
segera di chilling (disimpan pada suhu 4°C) Karena telur yang mati terialu lama di
inkubator akan merusak virus dan mungkin juga kematian virus.

B. Alat yang digunakan:


1. Bor
2. Spuit
3. Selotip
4. Inkubator
5. Kapas Alkohol

C. Bahan yang digunakan :


1. Telur berembrio
2. Isolat (sampel virus Influenza)

D. Cara kerja :
Cara passase isolate dan perbanyakan virus pada telur berembrio :
1. Siapkan telur berembrio sebaiknya telur SPF berusia 9-12 hari.
2. Peneropongan dilakukan pada telur yang digunakan.
3. Batas kantung udara dan letak kepala embrio ditentukan lalu diberi tanda.
4. Buat lubang pada telur dengan bor pada bagian kantung udara telur.
5. Desinfektan bagian telur yang telah di bor dengan menggunakan kapas alkohol.
Suntikan isolat sebanyak 0,1-0,3ml/butir pada cairan alantois, tutup dengan selotip.
Penentuan umur inkubasi telur tergantung dari hasil optimasi, karena masing-masing
virus memiliki karekteristik berbeda.
6. Lakukan inkubasi telur dengan suhu 37oC dengan kelembaban 50-60%.
7. Selanjutnya dilakukan observasi telur untnuk melihat kematian embrio akibat virus
biasanya antara 17-30 jam post inokulasi. Disini diperlunya memperhitungkan waktu
inokulasi supaya telur yang mati untuk segera disimpan pada suhu 4ºC karena telur
yang mati terlalu lama di inkubator akan merusak virus dan mungkin juga kematian
virus.
8. Panen cairan allantoisnya dari maing-masing telur.
9. Lakukan pengujian kendungan virus untuk mengetahui titer virus.
10. Lakukan pengulangan sebanyak minimal 3 kali untuk mengetahui validitas dan titer
virus tersebut.
E. Skema Kerja:

Mengambil isolate sebanyak 0,1-


Siapkan telur berembrio Bersihkan area 0,3 mL
berusia 9-12 hari, lakukan sekitar lubang
peneropongan, tandai, buat dengan kapas alkohol
lubang pada telur dengan bor
pada bagian kantung udara
telur

Inkubasi telur dengan suhu


37oC dengan kelembaban
50-60%.

Suntikan isolat sebanyak 0,1-


0,3ml/butir pada cairan
alantois, tutup dengan selotip.

Panen cairan
allantois dari telur
F. Hasil Pengamatan:

Cairan allantois berubah menjadi keruh yang


mengindikasikan virus telah menginfeksi
telur berembrio

G. Kesimpulan:

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, pada isolasi virus dibagian Allantois
berembrio, didapatkan 8 – 15 ml cairan yang diduga mengandung virus influenza. Cairan
ini dapat digunakan sebagai antigen dalam pemeriksaan dalam HA dan HI.

H. Diskusi

Anatomi Telur Ayam Berembrio


1. Bagian-bagian telur ayam berembrio
Keterangan:
- Albumin: berfungsi sebagai pelindung embrio dari guncangan dan sebagai
cadangan makanan dan air.
- Chorion: adalah tempat/wadah untuk cairan allantois
- Yolk sac: penting untuk pernafasan embrio dan mengatur tekanan.
- Yolk: cadangan makanan utama bagi calon individu
- Shell: sebagai pelindung utama telur. Bagian ini memiliki pori-pori untuk
keluar-masuknya udara.
- Amnion: membrane yang melindungi embrio dari guncangan maupun
kerusakan selama masa perkembangan embrio.
- Alantois: digunakan untuk mengeluarkan produk sampah selama
perkembangan embrio.
2. Isolasi virus pada telur berembrio dieram selama 2 minggu, ini adalah usia
optimum untuk isolasi virus.
3. Saat mengisolasi yakni menyuntikkan virus dalam telur keadaan telur maupun
meja kerja harus steril, bebas kontaminasi bakteri.
4. Ketika memipet cairan allantois tidak boleh terambil pembuluh darah.
DAFTAR PUSTAKA:

Riyani, Ani. 2018. Penuntun Praktikum Virologi. Bandung: Teknologi


Laboratorium Medik Poltekkes Kemenkes Bandung.

Bandar Lampung, 02 April 2018


Dosen Virologi Praktikan

Hj. Maria Tuntun, S.Pd., M.Biomed. R. Rindani Putri Amelia


LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

NAMA : R. RINDANI PUTRI AMELIA

NIM : 1513353025

KELOMPOK : 11

HARI/TANGGAL : Selasa, 03 April 2018

MATERI : Pemeriksaan Negri Bodies pada Virus Rabies dengan Pewarnaan


Seller

TUJUAN : Mengetahui Negri Bodies pada Virus Rabies

A. Dasar Teori:
Ukuran virus sangat kecil dan sukar untuk diwarnai, tidak dapat dilihat dengan
mikroskop biasa kecuali dengan mikroskop electron. Untuk menentukan adanya virus
dalam sampel, kita tidak dapat melihat virusnya sendiri secara mikroskopis, tetapi yang
kita amati adalah perubahan-perubahan jaringan, kelainan-kelainan intraseluler dan
kelainan sitoplasma.
Struktur abnormal dalam inti sel, sitoplasma, atau keduanya, akan muncul selama
perkembangan virus. Secara umum, badan inklusi akan terbentuk selama proses
perkembangan virus. Dalam beberapa infeksi virus, seperti moluskum kontagium, badan
inklusi mungkin terbentuk sesuai berat partikel virus. Dalam infeksi lai (herpes simplex),
badan inklusi khas tidak muncul sampai setelah virus memperbanyak diri. Dan badan
inklusi tersebut mungkin merupakan sisa-sisa proses perkembangan virus.
Kelainan-kelainan jaringan ini dapat kita jumpai sebagai:
1. Inclusion bodies.
2. Elementary bodies.

Ada pendapat bahwa inclusion bodies itu adalah sebagai koloni-koloni virus yang
terdapat dalam jaringan, misalnya pada: otak kera dan embrio ayam. Ada virus yang
mempunyai inclusion dan elementary bodies, dan ada juga virus yang hanya mempunyai
inclusion bodies atau elementary bodies.

Virus Rabies hanya mempunyai inclusion bodies yang disebut “Negri bodies”. Negri
bodies bersifat eosinophilic dengan garis-garis pembatas yang tajam, badan inclusi
patogonomik (dengan diameter 2-10m) ditemukan dalam sitoplasma sel-sel saraf tertentu
yg mengandung virus rabies, terutama terutama didalam hippocampus. Negri bodies juga
sering ditemukan dikorteks cerebral pada sempel otak postmortem dari korban rabies.
Negri bodies terdiri dari protein ribonuklear yang diproduksi oleh virus dan diberi nama
Adelchi Negri.

Adanya badan inklusi sering penting dalam diagnosis dan adnya sebuag inclusion
bodies dalam sitoplasma sel-sel saraf, yaitu negri bodies adalah patogen untuk rabies.

B. Alat:
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Pinset
4. Gunting atau cutter

C. Bahan:
1. Sampel otak
2. Pewarnaan Seller

D. Cara Kerja:
1. Siapkan gelas objek.
2. Potong otak yang akan diperiksa.
3. Letakkan di atas gelas objek.
4. Letakkan gelas objek di atas potongan otak tersebut.
5. Geser berlawanan arah dengan sedikit menekan otak tersebut, sehingga terbentuk
lapisan otak yang agak tebal.
6. Keringkan di udara dengan di angina-angin.
7. Warnai dengan pewarnaan Seller, caranya adalah sebagai berikut:
a. Fiksasi preparat dengan methanol selama 15 menit.
b. Warnai dengan larutan Seller kira-kira 5-10 detik.
c. Sediaan dicuci dengan air kran yang mengalir dan dikeringkan.
d. Sediaan selanjutnya dilihat di bawah nikroskop.
e. Hasil pewarnaan diamati
Hasil pewarnaan:
 Sel-sel berwarna biru
 Negri bodies berwarna merah

E. Hasil Pengamatan

Negri Bodies pada Otak Tikus Negri Bodies pada Otak Anjing

F. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, mahasiswa dapat mengetahui negri
bodies pada virus rabies yang terdapat pada otak tikus dan otak anjing yang terinfeksi
virus tersebut.

G. Diskusi
1. Penularan virus rabies masuk melalui tubuh yang terluka, virus akan menuju
syaraf yang terdekat dan virus tidak melalui aliran darah.
2. Pewarnaan untuk pemeriksaan rabies ada 2, yaitu seller dan hematoxylin.
3. Gold standar untuk pemeriksaan rabies dengan menemukan antigen, cara yang
paling efektif adalah dengan menggunakan metode Fluoresensi Antibodi (FAT).
4. Virus rabies dapat didiagnosis secara mikroskopis karena adanya negri bodies
yang terdapat dalam sitoplasma sel.
5. Imunisasi rabies kepada hewan tidak diwajibkan, namun dianjurkan juga bagi
orang yang berinteraksi dengan hewan & juga dianjurkan bagi petugas kesehatan.
Bagi orang yang sudah terkena gigitan oleh hewan maka orang tersebut harus
mendapatkan vaksin ATS, VAR, dan SAR.
6. Proses observasi pada hewan yang diduga terinfeksi rabies dan telah menggigit
manusia dilakukan selama 10-14 hari.
7. Proses observasi pada hewan yang diduga terinfeksi virus rabies dilakukan
pengamatan secara prodromal, sensoris, eksitasi, dan paralisis.

DAFTAR PUSTAKA:

Riyani, Ani. 2018. Penuntun Praktikum Virologi. Bandung: Teknologi Laboratorium


Medik Poltekkes Kemenkes Bandung.

Bandar Lampung, 03 April 2018


Dosen Virologi Praktikan

Hj. Maria Tuntun, S.Pd., M.Biomed. R. Rindani Putri Amelia


LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

NAMA : R. RINDANI PUTRI AMELIA

NIM : 1513353025

KELOMPOK : 11

HARI/TANGGAL : Rabu, 04 April 2018

MATERI : Pemeriksaan Virus Influenza (Mengukur Titer HA)

TUJUAN : Mengetahui Titer HA dari Virus Influenza

PRINSIP : Terjadinya ikatan antara Antigen virus dengan eritrosit yang


menyebabkan hemaglutinasi.

A. Dasar Teori
Hemaglutinasi yang disebabkan oleh antibodi terhadap antigen pada permukaan
sel darah merah. Beberapa virus tertentu mempunyai kemampuan untuk berikatan
dengan permukaan sel darah merah dari spesies berbeda sehingga terjadi aglutinasi.
Hemaglutinasi dimana sel darah merah hanya berfungsi sebagai pembawa antigen, sel
darah merah tertentu dapat dilapiskan dengan antigen setelah permukaannya diubah
sifatnya dengan asam tannin atau krommium klorida. Setelah antigen menempel pada
permukaan sel darah merah, antigen ini dapat ditentukan dengan serum yang sesuai.
Keutungan reaksi ini adalah memudahkan melihat hasil reaksi karena dilakukan
dengan partikel-partikel yang besar. Reaksi ini disebut juga passive
heamagglutination.

Uji Haemaglutination (HA) digunakan untuk mengukur kuantitas titer


virus/antigen. Virus yang bisa dilakukan uji HA hanya virus yang dapat
mengaglutinasi sel darah merah (RBC) seperti virus Newcastle Disease, Avian
Influenza dan virus Egg Drop Syndrome, baik virus yang masih hidup atau yang
sudah diinaktifasi (mati). Untuk virus yang masih hidup pengujian HA harus
dilakukan di dalam Biosafety Cabinet (BSC) supaya tidak terpaparnya lingkungan
baik area laboratorium maupun lingkungan luar laboratorium.

Prinsip uji HA adalah terjadinya ikatan antara virus/antigen dengan sel darah
merah yang ditandai dengan adanya aglutinasi (butiran seperti pasir). Pembentukan
agglutinasi ini disebabkan karena adanya ikatan virus/antigen dengan sel darah
merah. Titer virus/antigen dapat diketahui dengan melihat adanya agglutinasi didasar
lubang mikroplate (seperti butiran pasir berwarna merah). Pengenceran tertinggi
terjadi pada lubang akhir yang masih memberikan aglutinasi, misal terjadi agglutinasi
sampai lubang ke 8, kemudian titer virus/antigen tersebut adalah log 2⁸ atau 256
HAU. Untuk hemagglutinasi yang memberikan hasil negatif (tidak adanya
virus/antigen) dapat diamati apabila mikroplate dimiringkan 45 derajat sel darah
merah (RBC) akan turun, seperti tetesan air mata.

B. Alat
1. Tabung reaksi
2. Pipet ukur 1ml, 2ml, dan 5ml
3. Rak tabung
4. Vaccum pump

C. Bahan
1. Sampel virus/antigen (cairan allantois)
2. Nacl fisiologis
3. RBC 1%, cara membuat RBC 1%:
a. Darah yang dipergunakan dalam pembuatan RBC sebaiknya diambil dari ayam
SPF (Spesific Pathogen Free) atau SAN (spesifik antibodi negatif),artinya
ayam-ayam tersebut tidak memiliki titer antibodi, umur ayam sebaiknya diatas
3 bulan. Darah diambil melalui vena jugularis atau vena brachialis
menggunakan syringe 5 ml yang telah diisi heparin 1: 4 (1 ml heparin: 4 ml
darah) atau dapat menggunakan darah EDTA
b. Keluarkan darah ayam dari syringe dengan hati-hati agar sel darah merah tidak
rusak, sebaiknya jarum harus dilepas dari pistonnya.
c. Sentrifus dengan kecepatan 2500 rpm, 5 menit, 4°C, kemudian buang
supernatan, tambahkan PBS steril sesuai volume awal, sentrifuse lagi dengan
kecepatan 2500 rpm, 5 menit, 4°C
d. Buang supernatan, tambahkan PBS steril 3 kali volume awal. Centrifuge lagi
dengan kecepatan 2500 rpm, 5 menit, 4°C.
e. Lihat larutan supernatan, bila sudah jernih maka proses sentrifugasi bisa
dihentikan, buang supernatan, maka kita mendapatkan RBC 100%, kemudian
beri label identitas.
f. Untuk pemeriksaan, buat suspensi eritrosit 10% dulu baru diencerkan menjadi
1%.

D. Cara Kerja
1. Siapkan 8 tabung, beri label 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128, 1/256 dan CE (kontrol
eritrosit).
2. Tabung 1 masukkan 0,3ml NaCl fisoligis dan 0,1ml Ag virus, homogenkan.
3. Tambahkan 0,2ml NaCl fisiologis ke tabung 2 hingga tabung 7, pada tabung CE
tambahkan 0,4ml NaCl fisiologis.
4. Pindahkan campuran tabung 1 ke tabung 2 sebanyak 0,2ml homogenkan, lakukan
pengenceran sampai tabung ke 7.
5. Pada tabung 7 dibuang 0,2ml
6. Tambahkan 0,2ml NaCl fisiologis ke tabung 1 sampai tabung 7.
7. Tambahkan 0,4ml eritrosit ke tabung 1 sampai tabung 8 (tabung CE).
8. Homogenkan, inkubasi selama 45 menit dalam suhu 37ºC.
9. Baca hasil dengan mengamati pengenceran tertinggi yang memperlihatkan
aglutinasi sempurna, titer ini direpresentasi sebagai 1 unit HA (HAU).
E. Hasil Pengamatan

Titer ¼ 1/8 1/16 1/32 1/64 1/128 1/256 CE


Hasil + + + + - - - -

Keterangan :
(+) terjadi aglutinasi
(-) tidak terjadi aglutinasi
CE: Kontrol eritrosit.
Titer 1 Unit HA = 1/32
Titer 4 Unit HA = 4 x 1/32
=1/8

F. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, di dapatkan titer tertinggi yang
masih dapat menyebabkan hemaglutinasi adalah 1/32 dan untuk titer 4 UHA adalah
1/8.

G. Diskusi
1. Titer HA menunjukkan pengenceran tertinggi dari virus yang masih mengaglutinasi
eritrosit.
2. Makin tinggi pengenceran antigen (Ag), makin berkurang kekuatan Ag untuk
menyebabkan HA secara total.

3. NaCl 0,85% digunakan sebagai pengencer di dalam campuran antigen.


DAFTAR PUSTAKA:

Ocktariyana. Pemeriksaan Mikrobiologi Uji HA.


https://ocktariyana.wordpress.com/pemeriksaan-mikrobiologi-uji-ha/ (diakses tanggal 28
Mei 2018) .

Riyani, Ani. 2018. Penuntun Praktikum Virologi. Bandung: Teknologi Laboratorium


Medik Poltekkes Kemenkes Bandung.

Bandar Lampung, 04 April 2018


Dosen Virologi Praktikan

Hj. Maria Tuntun, S.Pd., M.Biomed. R. Rindani Putri Amelia


LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

NAMA : R. RINDANI PUTRI AMELIA

NIM : 1513353025

KELOMPOK : 11

HARI/TANGGAL : Rabu, 04 April 2018

MATERI : Pemeriksaan Virus Influenza (Mengukur Titer HI)

TUJUAN : Mengetahui Titer HI dari Virus Influenza

PRINSIP : Ag + Ab spesifik + Eritrosit Penghambatan hemaglutinasi


(HI)

A. Dasar Teori

Uji Hemaglutination Inhibition (HI) adalah suatu cara untuk mendiagnosis


penyakit ineksi secara laboratoris yang hasilnya diperlukan untuk membantu atau
mendukung hasil diagnosis klinis. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI) merupakan metode
uji serologi untuk mengetahui kadar/titer antibodi yang terkandung dalam serum pada
unggas yang sudah di vaksin atau akibat dari paparan virus. Serum diperoleh dari darah
unggas yang keluar beberapa saat setelah pengambilan, selanjutnya serum di inaktifasi
pada suhu 56ºC selama 30 menit. Keberadaan antibodi dalam jumlah tertentu
memperlihatkan efektifitasn vaksin dalam memproteksi unggas tersebut dari suatu
penyakit.

Prinsip uji HI adalah menghambat terjadinya aglutinasi sel darah merah (RBC)
oleh virus akibat terikatnya virus tersebut dengan antibodi spesifik. Oleh karena itu uji
HI hanya bisa digunakan untuk virus yang mengaglutinasi RBC seperti Newcatle
Didease, Avian Influenza, Egg Drop Sindrom.

Proses hemaglutinasi ini terjadi akibat hemaglutinasi yang terdapat pada emplop
virus tersebut. Aktivitas hemaglutinasi berlangsung maksimal selama satu jam kerena
dipngaruhi oleh kerja enzim nueraminidase yang merusak ikatan pada reseptor eritrosit
dengan hemaglutinasi pada virus. Pengamatan nilai titer antibodi dari serum sempel
berdasarkan hasil pengenceran tertinggi (pain encer) yang masih sanggup menghambat
hemaglutinasi (RBC) oleh antigen.

Titer antibodi setiap unggas akan bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa
kondisi seperti jumlah virus yang menginfeksi, kesehatan ayam dan perbedaan waktu
infeksi.

B. Alat
1. Tabung
2. Pipet ukur 1 ml dengan skala 0,1ml
3. Rak tabung

C. Bahan
1. NaCl fisiologi
2. Serum 1 (serum akut)
3. Serum 2 (serum kovalensi)
4. Antigen 4UHA
5. Eritrosit 0,5%

D. Cara Kerja
1. Siapkan 19 tabung, beri label untuk serum 1 (1/10, 1/20, 1/40, 1/80, 1/160, 1/320,
1/640, 1/1280), untuk serum 2 (1/10, 1/20, 1/40, 1/80, 1/160, 1/320, 1/640, 1/1280),
CE (kontrol eritrosit), CS1 (kontrol serum 1), CS2 (kontrol serum 2).
2. Masukkan 0,2ml .serum 1 dan serum 2 pada masing-masing tabung 1/10
3. Tambahkan NaCl fisiologis 0,2ml ke masing-masing tabung 1/20 hingga tabung
1/1280, pada tabung CE tambahkan 0,4ml, dan tabung CS1 dan CS2 0,2ml .
4. Pindahkan campuran tabung 1/20 ke tabung 1/40 sebanyak 0,2ml homogenkan,
lakukan pengenceran sampai tabung 1/1280 pada masing-masing tabung.
5. Pada tabung 1/1280 dibuang 0,2ml.
6. Tambahkan 0,2ml masing-maing serum ke tabung CS1 dan tabung C2.
7. Tambahkan 0,2ml Ag 4UHA ke seluruh tabung kecuali kontrol
8. Homogenkan, diamkan 20 menit pada suhu ruang.
9. Tambahkan 0,4ml eritrosit ke semua tabung .
10. Homogenkan, inkubasi selama 45 menit dalam suhu 37ºC.
11. Baca hasil dengan mengamati pengenceran tertinggi yang memperlihatkan
aglutinasi sempurna.

Kontrol antigen
1. Siapkan 4 tabung, beri laber 4U, 2U, 1U, dan 0,5U.
2. Tambahkan 0,2ml NaCl fisiologis pada semua tabugn kecuali 4UHA.
3. Tambahkan 0,2ml Ag 4UHA pada tabung 4U dan 2U, homogenkan.
4. Ambil 0,2ml campuran dari tabung 2U ke tabung 1U sampai tabung 0,5U dibuang
0,2ml.
5. Tambahkan 0,2ml NaCl fisiologis pada semua tabung
6. Tambahkan eritrosit 0,4ml pada semua tabung.
7. Homogenkan, inkubasi selama 45 menit dalam suhu 37ºC.

E. Hasil Pengamatan

Pengenceran 1/10 1/20 1/40 1/80 1/160 1/320 1/640 1/1280

Serum 1 (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)

Serum 2 (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)


Kontrol Serum 1 Kontrol Serum 2 Kontrol Eritrosit

(-) (-) (-)

Kontrol Antigen

4 UHA 2 UHA 1 UHA 0,5 UHA

(-) (-) (-) (-)

F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji HI pada sampel serum 1 dan 2, tidak dapat disimpulkan
maupun ditentukan titer dan pengamatan hasil selanjutnya dianggap failed. Karena
Antigen menunjukkan hasil negatif semua dan Hasil Pengenceran positif semua.,
sehingga perbandingan ketetapan S2 > 4S1 tidak dapat ditentukan.

G. Diskusi
1. Hasil tidak dapat ditentukan karena beberapa faktor yaitu :
 Kesalahan dalam pengenceran
 Kesalahan dalam pemipetan
 Kesalahan dalam masa inkubasi yang tepat
 Penghomogenan yang tidak benar
 Serta terjadinya kontaminasi
2. Semakin tinggi titer HI maka semakin berkurangnya antibodi dalam menghambat
aglutinasi secara total.
3. Prinsip uji HI apabila hasil kesimpulan S2 > 4S1 maka positif (+).
4. NaCl digunakan sebagai pengencer.
5. Hasil kontrol antigen sesungguhnya membuktikan antigen hasil penampakan yang
benar.
4U 2U 1U 0,5U

- - - -

DAFTAR PUSTAKA:

Riyani, Ani. 2018. Penuntun Praktikum Virologi. Bandung: Teknologi Laboratorium


Medik Poltekkes Kemenkes Bandung.

Bandar Lampung, 04 April 2018


Dosen Virologi Praktikan

Hj. Maria Tuntun, S.Pd., M.Biomed. R. Rindani Putri Amelia


LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

NAMA : R. RINDANI PUTRI AMELIA

NIM : 1513353025

KELOMPOK : 11

HARI/TANGGAL : Kamis, 05 April 2018

MATERI : Pemeriksaan Serologi Virus Dengue

TUJUAN : Mengetahui antibodi dengue dalam serum pasien

METODE : Immunokromatografi assay (Rapid test)

PRINSIP : Tes Imunokromatografi assay yang merambat melalui membrane


setelah penambahan buffer konjugasi koloid berwarna emas dari
antigen rekombinan virus dengue berikatan dengan antibodi IgG dan
IgM dalam sampel kompleks antigen antibody merambat melalui
membrane ke zona tes.

A. Dasar Teori

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah


kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat
dan penyebarannya semakin luas. Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan
masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD
pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap
kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus
di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan
pengasapan (fogging) secara massal, abatisasi massal, serta penggerakan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus-menerus.
Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering fatal karena
banyak pasien yang meninggal akibat penanganannya yang terlambat. Demam
berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF), dengue fever
(DF), demam dengue (DD), dan dengue shock syndrome (Dss). dengue (DD), dan
dengue shock syndrome (DSS).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B. yaitu
arthropod borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk
genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. David Bylon (1779) melaporkan bahwa
epidemiologi dengue di Batavia disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu virus,
manusia, dan nyamuk. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di
daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan).

Rapid Test Demam Berdarah IgG/IgM merupakan alat uji cepat yang digunakan
untuk mendeteksi antibodi dengue IgG dan IgM secara bersamaan. Alat uji ini
digunakan untuk uji skrining terhadap infeksi virus dengue dan membantu
membedakan diagnosis infeksi primer dan sekunder. Infeksi dengue primer yang juga
dikenal sebagai Demam Berdarah merupakan jenis infeksi paling umum. Gejala-
gejala yang ditimbulkan diataranya demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, dan ruam
kulit.

Infeksi sekunder yang dikenal sebagai Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
dalam bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Dengue
Shock Syndrome, diataranya mengakibatkan demam tinggi dan pada banyak kasus
disertai dengan peristiwa perdarahan dan kegagalan peredaran darah. Tanggapan
antibodi spesifik terhadap virus Dengue memungkinkan serodiagnosis dan
menunjukkan perbedaan antara infeksi dengue primer dan sekunder.

B. Alat dan Bahan


1. Mikropipet + tip
2. Strip test
3. Serum

C. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan dan biarkan pada suhu kamar selama lima belas menit
sebelum pengujian.
2. Buka kantong tertutup dan keluarkan alat tes.
3. Ambil 10 µL serum dan teteskan spesimen ke dalam lubang sampel.
4. Tambahkan 3-4 tetes buffer (sekitar 100-120 µL) dan mulai timer.
5. Tunggu selama 15-20 menit dan kemudian baca hasilnya. Jangan baca hasil
tes setelah 20 menit.

D. Interpretasi Hasil
E. Hasil Pengamatan

Keterangan: terdapat garis merah muda pada daerah C (kontrol) yang menunjukkan hasil
negatif.

F. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan IgG/IgM dengue pada sampel dinyatakan negatif (-).

G. Diskusi
1. Mengapa hasil pemeriksaan bisa invalid?
Ada beberapa kemungkinan hasil bisa invalid, di antaranya :
- Reagen dan Kit kadaluarsa
- Pemipetan reagen yang kurang tepat
- Perambatan serum/sampel yang kurang sempurna
- Human error
- Pembacaan hasil lebih dari 20 meniit
2. Apakah perbedaan IgG dan IgM pada antibodi virus dengue?
- IgG diproduksi sekitar 2 minggu setelah infeksi
- IgM diproduksi sekitar 3- hari setelah timbul demam
DAFTAR PUSTAKA

Riyani, Ani. 2018. Penuntun Praktikum Virologi. Bandung: Teknologi Laboratorium


Medik Poltekkes Kemenkes Bandung.

Widoyono. 2008. Penyakit tropis, epidemiologi, penularan, pencegahan, dan


pemberantasannya. Penerbit Erlangga.

Bandar Lampung, 05 April 2018


Dosen Virologi Praktikan

Hj. Maria Tuntun, S.Pd., M.Biomed. R. Rindani Putri Amelia

Anda mungkin juga menyukai