Anda di halaman 1dari 9

PETUNJUK PRAKTIKUM

VIROLOGI

Disusun oleh:
TIM PRAKTIKUM VIROLOGI

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2018
A. Inokulasi Virus Pada Telur Ayam Berembrio

Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis.
Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk
bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya
menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat yang
diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau
kombinasi ketiganya. Genom virus tersusun dari protein yang digunakan untuk memuat
bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya. Istilah virus biasanya
merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan
banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofag atau fag digunakan untuk
jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti
sel). Virus memiliki ukuran yang bervariasi dengan diameter berkisar antara 20-300 nm dan
banyak virus memiliki bentuk yang unik sehingga hal ini dapat mempermudah diagnosis.

Jika virus memasuki sel hidup maka akan terjadi :


a. Membentuk inclution bodies (badan inklusi) yang letaknya bisa dalam
sitoplasma sel atau dalam inti sel atau dalam sitoplasma dan inti sel tergantung
dari jenis virusnya.
b. Merangsang sel yang dimasuki untuk membentuk suatu zat yang disebut
interferon. Interferon mempunyai daya mencegah pemasukan dan
perkembangbiakan virus lain meskipun virus kedua adalah virus yang sejenis.
c. Sel akan mengalami kemunduran atau degenerasi dalam metabolisme oleh
karena virus merubah metabolisme untuk membentuk virus baru yang akan
menuju ke arah kematian sel
d. Sel akan mengalami perubahan bentuk atau transformasi yang menjurus ke arah
pembentukan tumor (pembengkakan)
e. Sel yang tanpa mengalami transformasi ataupun degenerasi,akan membentuk
komponen baru yang diperlukan untuk pembentukan virus baru
f. Sel dapat mengalami perubahan yang disebut “cytopathogenic effect” (CPE)
yaitu mula-mula sel berbentuk kumparan berinti, kemudian virus masuk ke
dalam sel tersebut, maka sel berubah menjadi bulat berkelompok dan intinya
menjadi besar, struktur inti menjadi kasar dan intinya kelihatan menjadi lebih
gelap bila dilihat di bawah mikroskop. Hal ini merupkan tanda bahwa virus
tersebut hidup di dalam sel tadi (1:6-7). Berbeda dengan mikroorganisme lain,
virus tak dapat tumbuh dan berkembangbiak pada media mati.
Pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan sel hidup. Hal ini karena komponen
virus dibuat dengan bantuan peralatan sel hospes/penjamu yang diserangnya. Karena itu virus
merupakan parasit obligat intra sel. Pembentukan komponen virus tersebut dimungkinkan
karena virus yang merupakan parasit pada tingkat genetis, setelah menginfeksi sel, genomnya
akan mempengaruhi kontrol mekanisme sintetik sel hospes

PEMBIAKAN VIRUS
Banyak virus yang telah dapat dibiakkan dalam biakan jaringan atau dalam telur
berembrio dengan keadaan lingkungan yang dapat dikendalikan secara ketat walaupun
demikian pertumbuhan virus pada hewan percobaan masih tetap digunakan untuk isolasi
primer virus tertentu dan untuk penelitian patogenitas virus dan onkogenesis virus.
Jadi ada tiga jenis biakan untuk virus yaitu :
1. Hewan Percobaan
Jenis hewan percobaan,umur,jenis kelamin serta cara penyuntikannya berbeda-
beda tergantung dari jenis virus. Contohnya : Untuk virus polio maka hewan
percobaan yang digunakan adalah kera.
Cara penyuntikan adalah sbb :
a. secara intra cerebral (ke dalam otak)
b. secara intra spinal (ke dalam sus-sum tulang belakang)
c. secara intra nasal (diteteskan ke dalam hidung)
d. secara intra musculair (disuntikan ke dalam otat paha). Dalam waktu 2
minggu setelah penyuntikan, maka kera akan lumpuh. Ini dibuktikan
bahwa tinja penderita mengandung virus polio.
2. Telur Berembrio
Telur berembrio yang biasanya digunakan adalah telur ayam negeri, telur
ayam kampung, atau telur bebek. Umur dari telur, cara penyuntikan, suhu
pengaraman dan lamanya pengeraman tergantung dari jenis virus yang akan
disuntikkan.
Penyuntikan pada telur berembrio dapat dilakukan melalui 6 cara :
a. intra alantois
b. selaput korio alantois (CAM)
c. intra kuning telur (yolk sac)
d. intra amnionik
e. intra venous
Virus yang tumbuh pada telur berembrio biasanya ditandai dengan kematian
embrio, embrio menjadi kerdil, perdarahan di bawah kulit, pertumbuhan
abnormal otot dan bulu serta organ visceral seperti hati dan limfanya
membengkak, warnanya pucat dan kehijaun, ada nekrotik, fokal di hati dan
jantung dan endapan asam urat di ginjal, selaput corio alantois (CAM) menebal
karena edemaa dan terdapat bintik putih (pock) atau plak.

Berbagai metode dapat dipakai untuk identifikasi dan klasifikasi virus yaitu berdasarkan :
a) tipe asam inti (DNA atau RNA)
b) diameter virion
c) bentuk nukleokapsid (kubus atau helical)
d) sifat kimiawi virus,kepekaan terhadap pelarut lemak yaitu lipoprotein
e) sifat fisika (thermo stabilitas) yaitu kepekaan virus terhadap pemanasan
pada suhu 56oC, proses cair beku, ultra sonikasi
f) sifat biologis yaitu kemampuan mengaglutinasi darah merah unggas dan
mamalia, elusi dan patogenitas

Prosedur kerja
Penyuntikan telur berembrio
A. Metode Penyuntikan Intra alantois/ intra Selaput alantois
 Digunakan embrio umur 8-11 hari.
 Dekat dengan rongga udara di desinfektan dan dilubangi dengan
bor telur.
 Menggunakan tuberculin syring dengan jarum berukuran 25
gauge (16 mm), inokulum sebanyak 0,1 – 0,2 ml pertelur.
Disuntik dengan hati-hati langsung ke dalam selaput alantois.
Jarum tidak boleh digerak-gerakkan ke samping untuk
menghindari sobeknya selaput korio alantois dan matinya
alantois.
 Lubang bekas suntikan ditutup dengan kutek atau lilin dan telur
diinkubasi di dalam inkubator suhu 37C selama 3 – 7 hari
 Telur diperiksa setiap hari untuk melihat apakah ada embrio yang
mati. Jika ada embrio yang mati atau embrio yang masih hidup
setelah periode inkubasi dikeluarkan dari inkubator dan
didinginkan dalam kulkas selama 1 jam
 Telur didesinfeksi, kulit telur dipotong di atas batas rongga udara
kemudian cairan alantois amnionik dipanen menggunakan pipet
pasteur dan ditampung dalam botol atau beaker steril
 Embrio dikeluarkan dan diletakkan di dalam petri disk
Perubahan diamati seperti perdarahan di bawah kulit, udema ,dan
kerdil

B. intra Korio-alantois
 Digunakan embrio umur 10 - 11 hari.
 Kulit telur dekat rongga udara dan sebelah samping didesinfeksi
 Kulit telur dibor, pengeboran harus hati-hati jangan sampai
menembus selaput korio alantois atau mengenai pembuluh darah
 Telur ditempatkan dengan poisisi horisontal, kemudian dibuat
rongga udara tiruan disamping dengan cara menyedot udara
melaui lubang rongga udara
 Setelah lubang udara berpindah ke samping, lubang udara semula
pada rongga udara ditutup dengan kutek atau lilin
 Inokulum sebanyak 0,1-0,2 ml, dimasukkan vertikal masuk di
atas selaput korio alantois. lubang ditutup dengan kutek atau lilin
 Telur diinkubasi 37oC selama 5 - 7 hari dan diperiksa setiap hari
untuk melihat apakah ada embrio yang mati.jika ada embrio yang
mati atau embrio yang masih hidup setelah periode inkubasi
dikeluarkan dari inkubator dan didinginkan dalam kulkas selama
1 jam
 Telur didesinfeksi, kulit telur dipotong dekat rongga udara
kemudian cairan alanto amnionik dipanen menggunakan pipet
pasteur dan ditampung dalam botol atau beaker steril.
 Embrio dikeluarkan dan diletakkan di dalam petri disk
 Selaput korio alantois diambil dan diperiksa perubahan seperti
udema, penebalan dan bintik atau bercak putih (pock atau plak)
 Selaput korio alantois ini ditampung dengan cairan alanto
amnionik tadi

C. Intra kuning telur


 Digunakan telur berembrio umur 6-8 hari
 Telur diletakkan posisi tegak,kulit telur di atas rongga udara
didesinfektan kemudian dibor
 Menggunakan spuit 1 ml dan jarum 25 mm, telur diinokulum
dengan suntikan tegak lurus masuk ke selaput kuning
telur.disedot sedikit untuk memastikan jarum telah masuk kuning
telur
 Lubang telur ditutup dengan kutek atau lilin dan diinkubasi 37C
selama 3-10 hari atau sampai embrio menetas
 Telur diperiksa setiap hari. Jika ada embrio yang mati atau masih
hidup selama periode inkubasi maka segera dikeluarkan dan
dimasukkan ke dalam kulkas

D.intra amnionik
 Digunakan embrio telur umur 10-11 hari
 Posisi telut ditentukan dan diberi tanda dengan pencil
 Kulit telur di atas rongga udara didesinfeksi kemudian kulit telur
dibor
 Menggunakan spuit 1 ml dengan jarum 22 gauge sebanyak 0,1-
0,2 ml inokulum disuntikan langsung menembus selaput
amnionik. Jika jarum tepat masuk selaput tersebut maka akan ada
gerakan embrio menyentuh ujung jarum
 Lubang telur ditutup dengan kutek atau lilin dan diinkubasi 37C
selama 2-4 hari
 Telur diperiksa setiap hari.jika ada embrio yang mati atau masih
hidup selama periode inkubasi maka segera dikeluarkan dan
dimasukkan ke dalam kulkas 1 jam

E. intra venous
 Digunakan telur berembrio umur 10-12 hari
 Tentukan posisi pembuluh darah di bawah batas rongga udara
 Kulit telur didesinfektan kemudian kulit telur dibor bentuk
segitiga tepatdi lokasi pembuluh darah. Hati-hati jangan sampai
menembus selaput korio alantois, supaya pembuluh darah jelas
terlihat,kulit telur diusap dengan aseton sedikit.
 Menggunakan spuit 1 ml dan jarum 16 mm (25 gauge) inokulum
dimasukkan melalui pembuluh darah dengan arah ke rongga
udara
 Kulit telur ditutup kembali dengan potongan kulit telur semula
kemudian ditutup dengan selotip dan diinkubasi 37C selama 7
hari
 Telur diperiksa setiap hari. Jika ada embrio yang mati atau masih
hidup selama periode inkubasi maka segera dikeluarkan dan
dimasukkan ke dalam kulkas

Memanen specimen dari telur terinfeksi


 Kulit telur didesinfeksi
 Kulit telur dipotong tepat di atas batas rongga udara
 Cairan alantois, amnionik, selaput korio alantois, selaput kuning
telur dan embrio di panen
 Perubahan pada selaput korio alantois diamati penebalan,bercak-
bercak putih,perdarahan di bawah kulit embrio dan kekerdilan.

3. Biakan Jaringan (tissue Culture)


3 tipe dasar biakan jaringan,yaitu:
a. Biakan jaringan primer, dibuat dengan cara menyebarkan sel
(dengan tripsin) dari jaringan house keeping nya. Umumnya sel ini
tidak sanggup tumbuh lebih dari beberapa kali pemindahbiakan,
sebagai biakan skunder
b. Strain sel diploid, adalah biakan skunder yang telah mengalami
perubahan yang memungkinkan sel-sel tersebut dibiak terbatas
(sampai 50 kali)tetapi tetap memiliki pola kromosom normal.
c. Garis sel berkesinambungan, adalah biakan sel yang sanggup untuk
tumbuh lebih lama dan berasal dari strain sel atau jaringan ganas.
Biakan sel ini selalu memiliki jumlah kromosom yang sudah berubah
dan tidak teratur

B. Tujuan

Tujuan praktikum inokulasi virus pada telur berembrio adalah untuk memberikan
pemahaman tentang macam-macam inokulasi virus, mengetahui bagaimana cara
menginokulasikan virus pada telur ayam berembrio, serta dapat mengetahui ciri-ciri embrio
yang terinfeksi virus.
C. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, spuit injeksi 1 cc, jarum
pentul, senter, pensil, alat peneropong, baki. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum
ini yaitu telur ayam berembrio umur 9-12 hari, alkohol 70 %, suspensi serum virus yang
digunakan sebagai sampel 0,1 cc dan 0,3 cc.

D. Metode

1. Disediakan telur ayam berembrio umur 9-12 hari.


2. Dilakukan peneropongan pada telur yang akan digunakan (Chilling)
3. Ditentukan batas kantung udara dan letak dari embrio, lalu diberi tanda.
4. Dioleskan alkohol 70% pada cangkang batas kantung telur yang ditandai.
5. Diinokulasikan virus kedalam ruang alantois (melewati batas kantung udara) dengan
cara melubangi cangkang terlebih dahulu menggunakan jarum pentul.
6. Dimasukkan jarum injeksi ¾ inci dengan sudut 450 dan dinjeksikan 0,1 dan 0,3 cc
virus yang akan diinokulasikan.
7. Lubang ditutup kembali dengan menggunakan lilin/kutek
8. Diinkubasi pada suhu 38-39 0c selama 3-4 hari.
9. Pada hari ketiga sampai empat embrio diamati dan dibandingkan dengan telur yang
tidak diinokulasikan virus.
E. Lembar Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Inokulasi Virus Pada Telur Ayam Berembrio (Kelompok )

No Kelompok Titer virus Perubahan warna pada Lesi pada embrio Lesi pada
0,1/0,3 (cc) kaki otot dan
buku

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

Keterangan :

(-) : tidak ada

(+) : ada sedikit

(++) : sedang

(+++) : banyak

Anda mungkin juga menyukai