Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL
Table 03. Hasil uji HA dan HI
Hasil Keterangan

Terjadi aglutinasi pada suspense eritrosit

Tidak adanya aglutinasi pada suspense eritrosit

B. PEMBAHASAN
Newcaste disease disebabkan oleh strain virulen dari avian paramyxovirus
type 1 (APMV-1) dari genus avulavirus subfamily Paramyxovirinae, family
Paramyxoviridae. Virus-virus paramyxo yang diisolasi dari spesies unggas sudah
diklasifikasi secara serologik dan dianalisis filogenetikanya dalam sepuluh
subtipe yaitu APMV-1 sampai APMV-10. Berdasarkan gejala klinis yang
diperlihatkan ayam terinfeksi virus ND dikelompokkan dalam lima patotipe yaitu
viscerotropic velogenic, sangat patogenik dengan ciri kematian yang tinggi dan
lesi hemoragik pada usus; neurotropic velogenic, dengan ciri kematian yang
tinggi, gejala pernafasan dan saraf; mesogenic, dengan kematian rendah, gejala
pernafasan dan saraf; lentogenic, dengan gejala klinis ringan dari saluran
pernafasan; dan asymptomatic enteritic, dengan bentuk infeksi subklinis
enteric.Klasifikasi dari Newcastle disease virus dalam Adi et al. (2008) adalah
sebagai berikut:
Group : Group V ( (-) ssRNA)
Order : Mononegavirales
Family : Paramyxoviridae
Genus : Avulavirus
Species: Newcastle disease virus
Newcastledisease (ND) juga di kenal dengan sampar ayam atau
tetelo.Newcastle disease (ND)biasanya berbentuk bola, meski tidak selalu
(pleomorf) dengan diameter 100 -300 nm. Genome virus ND ini adalah suatu
rantai tunggal RNA. Virus ini menyerang alat pernapasan, susunan jaringan
syaraf, serta alat-alat reproduksi telur dan menyebar dengan cepat serta menular
pada banyak spesies unggas yang bersifat akut, epidemik (mewabah) dan sangat
patogen. Virus ND dibagi dua tipe yakni tipe Amerika dan tipe Asia. Pembagian
ini berdasarkan keganasannya dimana tipe Asia lebih ganas dan biasanya terjadi
pada musim hujan atau musin peralihan, dimana saat tersebut stamina ayam
menurun sehingga penyakit mudah masuk.
Pada percobaan ini dilakukan penanaman virus pada ruang korio allantois,
telur yang digunakan adalah telur SPF (Spesific Pathogenic Free), artinya telur
tersebut tidak mengandung bakteri – bakteri patogen yang dapat menimbulkan
antibodi dalam telur tersebut sehingga dapat menimbulkan kegagalan
pertumbuhan bagi virus yang akan ditanam. Virus yang ditanam adalah virus ND,
untuk dapat menanam virus secara in ovo ini digunakan telur ayam berembrio
dengan kondisi embrio masih hidup.
Pertama kali yang harus dilakukan adalah telur berembrio yang berumur
9–11 hari diteliti dengan lampu teropong di ruang gelap untuk mengetahui apakah
embrio tersebut masih hidup atau sudah mati, indikasi bahwa embrio tersebut
masih hidup adalah adanya gerakan embrio di dalam telur (embrio akan menjauhi
sinar), dan adanya pembuluh darah. Digunakan TAB umur 9–11 hari karena, pada
saat itu ruang dan cairan korio-alantoisnya sedang berkembang sehingga
daerahnya menjadi luas, maka inokulasi pada ruang alantois ini akan lebih mudah
dan mengurangi resiko.
Kemudian bagian atas dan rongga hawa embrio diberi tanda pada kulit
telurnya. Tanda ini dilubangi setelah kulit telur didesinfeksi dengan menggunakan
alkohol untuk menjaga agar daerah sekitar lubang tetap aseptis. Kemudian
inokulasi virus dilakukan dengan cara memasukkan suspensi virus ke dalam
lubang yang berada di atas embrio dengan menggunakan spuit 1 ml. Penyuntikan
dilakukan dengan sudut 45o ke arah bagian runcing telur agar tidak mengenai
embrio. Injeksi dilakukan ke dalam cairan corioalantois untuk membuat daerah
aman sehingga lingkungan internal embrio tidak terganggu dan agar virus mudah
menyebar dan melekat pada sel yang mempunyai reseptor yang cocok dengan
virus.
Penambahan bahan ke dalam telur akan meningkatkan tekanan di dalam
telur yang dapat mempengaruhi pertumbuhan embrio dan virus, oleh karena itu
dibuatlah lubang pada kulit telur di atas rongga hawa untuk membuat jalan keluar
sedikit udara sehingga tekanan dalam telur tetap konstan saat diinokulasi.
Kemudian kedua lubang ditutup dengan menggunakan lilin untuk mengembalikan
kondisi dalam telur yang steril, terhindar dari kontaminasi lingkungan luar.
Embrio di masukkan dalam almari es selama 18 jam dengan tujuan supaya
embrionya mati dan mengecilkan pembuluh darah.
Cara membuka embrio adalah dengan menggunakan pinset, embrio dibuka
pada bagian rongga udara, lalu selaput corioallantois dibuka, embrio dipinggirkan
dengan menggunakan pinset dipinggirkan embrionya untuk mendapatkan rongga
korioallantois. Kemudian cairannya diambil dengan menggunakan spuit. Pada
penanaman virus di membran korioalantois, pemanenan dilakukan pada membran
tersebut. Hasil panen berupa membran chorioalantois yang nantinya dapat dibuat
suspensi virus. Cairan korioalantois yang bagus akan memperlihatkan warna
jernih, sedang cairan yang menunjukkan pertumbuhan virus memperlihatkan
warna yang keruh dan kadang terjadi hemorrhagi. Embrio telur diambil dan
diamati, amati pertumbuhan, perubahan yang terjadi, dan Cytophatic effect.
Terdapat lesi-lesi patologi dan cairan chorioalantois mengalami hemoragi.
Cytophatic Effect adalah perubahan pada morfologi sel embrio yang disebabkan
oleh virus.
Inokulasi yang dilakukan pada ruang korio-alantois, akan didapatkan hasil
jika positif atau terdapat adanya virus ND maka embrio pada telur ayam akan
menunjukkan gejala adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher serta terlihat
kerdil atau kecil embrionya, dibanding dengan normalnya. Pada percobaan
inokulasi virus pada telur ayam berembrio ini, diperoleh telur berembrio dari kali
kadia mati dalam waktu >60 jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
virus yang menyerang embrio tersebut termasuk ke dalam virus velogenik yang
merupakan strain virus ganas. Hal ini sesuai pernyataan Aldous dan Alexander
(2001), bahwa berdasarkan atas virulensinya, virus ND (VND) dikelompokkan
menjadi tiga patotype yaitu: lentogenik adalah strain virus yang kurang virulen,
mesogenik merupakan strain virus dengan virulensi sedang, dan velogenik adalah
strain virus ganas. Strain velogenik dibedakan lagi menjadi bentuk neurotrofik
dengan gejala gangguan saraf dan kelainan pada sistem pernafasan, dan bentuk
viserotrofik yang ditandai dengan kelainan pada sistem pencernaan.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kultur virus dengan
menggunakan telur. Kultur virus dapat dilakukan dengan cara in vivo yaitu dalam
hewan percobaan, secara in ovo dengan menggunakan telur dan secara in vitro
dengan menggunakan kultur sel. Percobaan menanam virus ND dilakukan dengan
telur usia 9-10 hari karena pada waktu tersebut ruang alantois berkembang
sempurna sehingga cairan alantois akan menjadi banyak dan memungkinkan virus
untuk tumbuh dengan optimal.
Uji HA digunakan untuk mendeteksi virus yang memiliki hemaglutinin.
Hemaglutinin ini dapat mengaglutinasi eritrosit beberapa spesies hewan, salah
satunya adalah eritrosit unggas. Kegunaan lainnya dari uji HA adalah sebagai
dasar untuk menentukan titer virus ND (Darminto, 1996). Uji HA untuk
menentukan titer virus ND didasarkan pada prinsip kemampuan hemaglutinasi
dari virus ND terhadap sel darah merah
Virus yang digunakan dalam praktikum ini adalah virus ND. Tujuan dari
uji HA adalah mengetahui kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit. Prinsipnya
adalah terjadi ikatan antara antigen virus dengan eritrosit ayam sehingga terjadi
hemaglutinasi.
Percobaan dilakukan dengan memberikan satu tetes cairan korioalantois
yang mengandung virus ND di atas kaca benda yang bersih dan kering. Di dekat
tetesan tersebut diteteskan suspensi eritrosit ayam 1% dan teteskan satu tetes lagi
suspensi tersebut di tempat yang agak berjauhan tanpa diberi cairan korioalantois
untuk digunakan sebagai kontrol. Untuk mencampur suspensi dan eritrosit, kaca
benda digoyangkan sedikit, dan tunggu selama 5 menit.
Eritrosit yang diberi suspensi virus terlihat agregat karena adanya proses
hemaglutinasi dari protein hemaglutinin virus terhadap eritrosit. Sedangkan pada
kontrol terlihat adanya endapan eritrosit. Jadi, pada uji HA cepat ini menunjukkan
bahwa virus mempunyai kemampuan menghemaglutinasi karena memiliki
hemaglutinin. Proses hemaglutinasi ditandai dengan munculnya agregat seperti
pasir pada suspensi.
Uji HI cepat bertujuan untuk mengidentifikasi virus dengan antibodi yang
spesifik. Prinsip kerjanya adalah terjadi ikatan antara antibodi virus dengan
eritrosit ayam sehingga hemaglutinasi terhambat. Uji ini hanya dilakukan jika
virus mampu menghemaglutinasi eritrosit.
Pada kaca benda diteteskan satu tetes cairan corioalantois yang
mengandung virus pada kaca benda di dua tempat yang berbeda. Di dekat salah
satu tetesan diberikan serum anti-ND virus, sedang tetesan yang lain sebagai
control dan tunggu selama 5 menit. Setelah itu ditambahkan suspensi eritrosit
ayam 1% dan kemudian dicampur.
Eritrosit yang diberi virus dan serum anti-ND tidak mengalami
hemaglutinasi, ditunjukkan dengan terbentuknya endapan eritrosit. Sedangkan
eritrosit yang hanya diberi virus menunjukkan terjadinya proses hemaglutinasi
dengan munculnya agregat berwarna putih. Dapat disimpulkan bahwa virus yang
diteteskan merupakan virus ND karena mampu berikatan dengan antibodi yang
terdapat di dalam serum anti virus ND sehingga kemampuan menghemaglutinasi
eritrosit terhambat.
Pada uji cepat terlihat darah tidak mengalami aglutinasi karena tidak
terdapat antigen virus dalam cairan korioalantois yang dipakai sehingga tidak
terjadi proses aglutinasi. Uji HA lambat dengan pelat mikro ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah titer virus. Titer virus adalah pengenceran tertinggi dari virus
yang masih mampu mengaglutinasi eritrosit. Uji HI lambat bertujuan untuk
menentukan titer antibodi yang ada dalam serum darah ayam dan mampu
digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekebalan ayam terhadap virus
tersebut. Titer antibodi yaitu pengenceran tertinggi dari serum yang masih mampu
menghambat reaksi aglutinasi eritrosit Pada uji lambat digunakan pelat mikro
sebanyak 4 baris, hal ini dimaksudkan agar hasil yang didapat lebih akurat yaitu
dengan merata- ratakan hasil yang didapat dari tiap baris.
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dapat diketahui bahwa uji HA
dan HI pada embrio ayam kadia negative terhadap virus New Castle Disease
(ND). Hal ini dikarenakan tidak terjadinya aglutinasi pada saat uji HA. Hal
tersebut diakarenakan tidak sesuai dengan pernyataan Grimes(2002), yang
menyatakan bahwa uji HA untuk menentukan titer virus ND didasarkan pada
prinsip kemampuan hemaglutinasi dari virus ND terhadap sel darah merah.
Sedangkan uji HA dan HI pada embrio ayam pasar panjang positive terkena virus
ND. Hal tersebut ditandai dengan tidak terbentuknya aglutinasi. Dimana hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Allan (1978), bahwa Prinsip dari uji HI adalah
mengetahui adanya antibodi yang mampu menghambat proses hemaglutinasi oleh
virus.
Keberhasilan dalam mengisolasi dan mengembangkan virus tergantung
pada beberapa kondisi yaitu : rute inokulasi, umur embrio, temperatur inkubasi,
waktu inkubasi setelah inokulasi, volume dan pengenceran dari inokulum yang
digunakan, status imun dari kelompok dimana telur ayam berada. Sejalan dengan
banyaknya sistem untuk isolai virus, dibutuhkan cara untuk mendeteksi infeksi
virus. Bukti tidak langsung dari infeksi virus pada embrio ayam dapat diketahui
dari satu atau lebih kejadian berikut yaitu kematian embrio, pembentukan lesi
pada CAM seperti edema atau perkembang plak, lesi pada embrio seperti
kekerdilan, hemoragi cutaneus, perkembangan otot dan buku yang abnormal,
abnormalitas pada organ visceral termasuk pembesaran hepar dan lien, perubahan
warna kehijauan pada kaki, foci nekrotik pada hepar. Metode yang langsung dan
pasti untuk infeksi virus pada embrio ayam meliputi kemampuan cairan
corioallantois dan untuk menyebabkan hemaglutinasi dari RBC ayam,
penggunaan teknik serologis dan molekular, mikroskop elektron. Harus
diperhatikan untuk dapat membedakan lesi yang mungkin disebabkan oleh adanya
bakteri dan agen lain (Purchase,1989).

Anda mungkin juga menyukai