KELOMPOK 7
2018
BAB. I
PENDAHULUAN
Virus menunjukkan ciri kehidupan hanya jika pada sel organism lain
(sel inang). Sel inang virus berupa bakteri, mikroorganisme eukariot (seperti
protozoa dan khamir), sel tumbuhan, sel hewan, dan sel manusia. Virus yang
menyerang tumbuhan dapat masuk ke dalam tumbuhan inang, melalui
perantara serangga (vektor). Virus yang menyerang hewan atau manusia
dapat memasuki tubuh inang misalnya melalui makanan, minuman, udara,
darah, luka atau gigitan (1).
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Menambah informasi serta pengetahuan dan wawasan penulis
mengenai cara pembuatan inokulum berasal dari swab
hidung/tenggorokan atau jaringan dengan baik dan benar serta sebagai
tugas laporan akhir mata kuliah virologi.
1.4.2 Bagi Pembaca
Meemberikan informasi serta menambah wawasan pembaca mengenai
persiapan dan pembuatan inokulum dengan baik dan benar serta
menjadi referensi bagi pembaca untuk laporan terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus
5. Pemilikan Asam nukleat (DNA/ RNA) : DAN dan RNA adalah asam
nukleat virus. Virus hanya memiliki satu macam asam nukleat saja, yakni
DNA atau RNA. Sehingga virus dikelompokkan menjadi kelompok virus
DNA dan kelompok virus RNA. Berbeda halnya dengan bakteri yang
memiliki keduanya (DNA dan RNA).
Virus yang paling sederhana terdiri dari genom DNA atau RNA
(sering disebut inti) serta diselubungi oleh protein yang disebut dengan
kapsid. Virus yang paling sederhana adalah Sirkovirus dengan kapsid yang
hanya disusun oleh dua protein saja, sedangkan virus pox sebagai contoh
virus kompleks tersusun atas puluhan protein. Protein kapsid dengan
genom membentuk nukleokapsid, bentuknya bermacam-macam, ada
berbentuk ikosahedral, heliks, dan komplek (5).
2.1.4 Cara Mendiagnosis Penyakit Virus
Media yang digunakan untuk isolasi virus antara lain : telur ayam bertunas
(TAB), biakan sel, hewan percobaan maupun hospes alami.
Alasan pemilihan telur ayam bertunas sebagai media isolasi Virus antara
lain:
a. Mudah diperoleh
d. Dapat diberikan tanda (ditulis dengan pensil : kode isolat, asal isolat,
tanggal inokulasi, jenis penyakit).
j. Telur yang mati lebih dari 24 jam atau telur dengan embrio yang sudah
lemah selanjutnya dimasukkan ke almari pendingin selama satu malam.
c. Dibuat satu tanda (x) dibagian horizontal yang dekat dengan pembuluh
darah.
e. Dibuat lubang satu lagi di bagian horizontal yang telah diberikan tanda
f. Udara dihisap keluar dari lubang ruang udara alami (point d) untuk
membuat ruang udara buatan pada lubang (point e)
c. Cairan alantois dipanen dengan cara diisap dengan pipet steril dan
ditampung pada tabung steril. Embrio ditekan dengan spatula untuk
mendapatkan cairan yang bebih banyak, lalu cairan alantois ditampung
pada tabung steril kemudian diberi label untuk di uji HA/HI (5).
Avian influenza (AI) merupakan penyakit viral akut pada unggas yang
disebabkan oleh virus influenza type A subtipe H5 dan H7. Semua unggas dapat
terserang virus influenza A, tetapi wabah AI sering menyerang ayam dan kalkun.
Penyakit ini bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi karena dapat
mencapai 100% (9).
Virus AI mudah mati oleh panas, sinar matahari dan desinfektan (deterjen,
ammonium kuartener, formalin 2-5%, iodium kompleks, senyawa fenol,
natrium/alium hipoklorit). Panas dapat merusak infektifitas virus AI. Pada suhu
56ºC, virus AI hanya dapat bertahan selama 3 jam dan pada 60ºC selama 30
menit. Pelarut lemak seperti deterjen dapat merusak lapisan lemak ganda pada
selubung virus. Kerusakan selubung virus ini mengakibatkan virus influenza
menjadi tidak infektif lagi. Faktor lain adalah pH asam, nonisotonik dan kondisi
kering. Senyawa ether atau sodium dodecylsulfate akan mengganggu amplop
tersebut, sehingga merusak protein hemaglutinin dan neuramidase. Media
pembawa virus berasal dari ayam sakit, burung, dan hewan lainnya, pakan,
kotoran ayam, pupuk, alat transportasi, rak telur (egg tray), serta peralatan yang
tercemar. Strain yang sangat ganas (virulen) dan menyebabkan Flu Burung adalah
subtype A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada
suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C (9).
c. Pengaruh Lingkungan
Egg drop syndrome merupakan penyakit infeksius pada ayam betina layer
yang menifestasinya berupa penurunan produksi telur secara cepat, kegagalan
mencapai puncak produksi, telur yang berbentuk tidak teratur, kerabang lembek
atau tanpa kerabang, dan depigmentasi). Penyakit tersebut ditimbulkan oleh virus
dan telah menjadi penyebab utama penurunan produksi telur di seluruh dunia.
Virus EDS sebagai salah satu adenovirus memiliki bentuk simetris ikosahedral,
mengandung molekul linear tunggal dari double stranded deoxyribonucleic acid
(ds DNA), tidak beramplop, dan bereplikasi di nucleus membentuk benda inklusi.
Virus EDS secara ultrastruktur berukuran 76 nm hingga 80 + 5 nm dan memiliki
sisi segitiga dengan 6 kapsomer di tepi serta fiber 25 nm yang menonjol dari tiap
penton. Estimasi berat molekular DNA-nya 22,6 x 106 d. Virus EDS memiliki 13
polipeptida structural. Benda inklusi intranukleus yang dihasilkan merupakan
salah satu struktur spesifik yang dapat dihasilkan virus EDS. Ukurannya jauh
lebih besar dari partikel virus dan seringkali memiliki afinitas terhadap
pengecatan asam (2).
Virus EDS tumbuh baik pada embrio bebek dan mampu mengaglutinasi
eritrosit unggas, namun tidak mengaglutinasi eritrosit mamalia. Kemampuan
hemaglutinasinya disebabkan oleh adanya fiber, yaitu suatu trimer polipeptida.
Fiber tersebut akan membentuk ikatan dengan reseptor sel hospes dan bertindak
sebagai hemagglutinin spesifik. Fiber tersebut memiliki panjang 25 nm dan
diameter 2 nm (2).
Penyakit EDS umumnya menyerang ayam layer betina berumur lebih dari
36 minggu. Masa inkubasinya berlangsung singkat yaitu antara tiga sampai empat
hari. Penyakit EDS pada ayam broiler ditemukan pada umur lima sampai enam
minggu, tetapi bersifat subklinis. Gejala awal infeksi virus EDS berupa hilangnya
pigmentasi pada telur. Hal tersebut diikuti munculnya telur berkerabang tipis,
lembek, atau bahkan tanpa kerabang. Kerabang yang tipis seringkali memiliki
permukaan yang kasar dengan tekstur seperti pasir atau memiliki granula kasar di
salah satu ujungnya. Telur yang dihasilkan menjadi mudah pecah akibat kualitas
kerabang yang jelek. Ayam juga mengalami kegagalan mencapai target produksi
dan tertundanya waktu berproduksi. Penurunan produksi telur mirip dengan gejala
penyakit infectious bronchitis (IB), Newcastle disease (ND), dan avian influenza
(AI), namun ketiga penyakit virus ini selalu menunjukkan gejala sakit sementara
EDS bersifat subklinis. Infeksi EDS alami dapat menyebabkan penurunan ukuran
telur. Gejala lain yang dapat muncul adalah penurunan kekentalan albumin telur
bagian luar, berbeda pada penyakit IB yang semua albuminnya (luar dan dalam)
menjadi encer. Mortalitas hanya terjadi pada kasus-kasus tertentu dan kematian
tersebut disebabkan oleh salphingitis dan peritonitis (2).
METODE
b. Tempat :
Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan
Alat
Teropong telur
Sample cup
Inkubator
Lemari es
Pisau bedah (scalpel)
Gunting lurus dan lengkung
Penjepit/pinset
Kapas
Sarung tangan
Bio safety Cabinet
Refrigerator
Bahan
Telur ayam bertunas (berembrio)
Inokulum
Alcohol 70%
Kutek
3.3. CARA KERJA
2) Pemeriksaan Telur
3) Pemilihan Telur
- Telur yang dipilih adalah telur dengan embrio yang masih hidup
dan sehat
1. Diperiksa telur dengan embrio yang telah berumur 8-13 hari menggunakan
teropong telur dan ditandai daerah ruang udara alami dan daerah di salah
satu sisi telur yang bebas dari pembuluh darah
2. Dengan alat penusuk/bor telur, dibuat lubang pada cangkang telur didaerah
kantong udara secara alami dan pada daerah di salah satu sisi yang bebas
dari pembuluh darah sesuai dengan tanda sebelumnya. Pembuatan lubang
pada sisi telur tersebut hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga
jarum tidak nampak menembus membran
5. Ditutupi lubang yang terdapat pada cangkang dengan kuteks atau paraffin.
Dan diberikan label, dieramkan pada pengeram dengan temperatur 370C-
400C pada posisi horizontal selama ±7 hari
Panen Membran
3. Dibuat lubang pada cangkang telur diatas garis perbatasan antara kantong
udara dengan daerah embrionya
5. Ditutup lubang pada cangkang telur dengan kuteks, dan diberikan label
seperlunya, selanjutnya dieramkan kembali pada alat pengeram
3. Diisap cairan allantois dengan pipet pasteur atau pipet jenis lain dan
ditampung dengan tabung steril. Untuk menambahkan pengambilan
cairan allantois, maka ditekan embrio kearah samping bawah dengan
spatula.
BAB IV
Pengambilan cairan
alantois dimana,
sebelum cairan diambil
maka harus melihat
apakah terjadi
pendarahan atau tidak,
kemudian di lanjutkan
memipet seluruh cairan
alantois dengan pipet
kemudian di masukan ke
dalam tabung.
Ruang Koreoallantois
Panen membrane
korioalantois ini dimana
embrio dikeluarkan dari
membrannya dan dilihat
apakah membrane
korioalantois melekat
dalam cangkang telur
atau ikut bersama
embrio, kemudia di
amati apakah terdapat
adanya bercak bercak
Membran putih (pock’s) pada
Koreoallantois membrane korioalantois
tersebut.
Setelah membrane
korioalantois dipisahkan
dengan embrio atau
cangkang telurnya
kemudian di cuci sampai
bersih menggunakan
larutan PBS dan di
masukan ke dalam
tabung evendop.
4.2 Pembahasan
a. Mudah diperoleh
d. Dapat diberikan tanda (ditulis dengan pensil: kode isolat, asal isolat,
tanggal inokulasi, jenis penyakit).
1. Faktor Internal
a) Umur embrio
Embrio yang berumur sekitar 7-9 hari mempunyai bagian
organ yang sempurna dan mempunyai sistem imun yang baik,
sehingga pada saat terinfeksi virus akan mudah diamati gejalanya.
b) Status Imun dan Dosis virus
2. Faktor eksternal
.
BAB. V
5.1 Simpulan
5.2 Saran
4. Putra HH, Wibowo MH, Untari T, Kurniasih. Studi Lesi Makroskopis dan
Mikroskopis Embrio Ayam yang Diinfeksikan Virus Newcastle Disease
Isolat Lapang yang Virulen. J Sain Vet ISSN 0126-0421. 2012;30(1):57–
67.
8. Afdora PT. Kajian kontaminasi virus newcastle disease (vnd) dari beberapa
pasar tradisional di wilayah jawa barat dan banten. Sekol Pascasarj Inst
Pertan BOGOR BOGOR 2015. 2015;1–54.
9. Pudjiatmoko, Syibli, Muhammad N, Nurtanto S, Lubis N, Syafrison,
Yulianti S, et al. MANUAL PENYAKIT UNGGAS. Vol. Cetakan ke.
2014. 1-227 p.
10. Winaya O, Berata IK, Adi AAAM, Kardena IM. ASPEK PATOLOGIS
INFEKSI PARVOVIRUS PADA ANAK ANJING DI KOTA DENPASAR
Pathological Aspect of Canine Parvovirus Infection in Denpasar. J Kedokt
Hewan ISSN 1978-225X. 2014;8(2):85–9.
12. Murtini S, Murwani R, Satrija F, Malole MB. Penetapan Rute dan Dosis
Inokulasi pada Telur Ayam Berembrio sebagai Media Uji Khasiat Ekstrak
Benalu Teh ( Scurrula oortiana ). JITV Vol 11 No 2 Th 2006.
2006;11(2):137–43.
Proses Candling
Proses Inokulasi
Panen Virus