Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PARASITOLOGI

IDENTIFIKASI LALAT

Oleh Kelompok 6

I Gede Satya Wijaya Putra P07134016008

Ni Komang Setyaningsih P07134016013

Dewa Ayu Yuni Kartika Putri P07134016015

Ni Komang Trisna Utami P07134016017

Ni Komang Ayu Andrena Parmita D. P07134016028

Kadek Medania Orpita Wati P07134016034

Ni Ketut Alit Wuriani P07134016046

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN

TAHUN 2018
I. JUDUL : IDENTIFIKASI DIPTERA (LALAT)

II. TUJUAN PRATIKUM


a. Untuk mengetahui cara identifikasi lalat
b. Untuk mengetahui jenis – jenis lalat dan ciri – cirinya

III. METODE
Mikroskopik

IV. PRINSIP
Lalat yang telah ditangkap dimatikan dengan kloroform yang diteteskan pada
kapas selanjutnya dilakukan identifikasi dengan menggunakan mikroskop
dissecting, hasil pengamatan disesuaikan dengan kunci identifikasi untuk
menentukan spesies lalat.

V. DASAR TEORI

Lalat termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Hexapoda dan ordo Diptera.
Ordo Diptera mempunyai genus dan spesies yang sangat besar, yaitu berdasarkan
katalog Diptera Australiana/Oceania ada 3.880 spesies lalat yang ditemukan
berdasarkan sebaran zoogeografisnya. Lalat bersifat sinantropik karena sebagian
besar makanan lalat berasal dari makanan manusia dan penyebaranya secara
kosmopolit atau tersebar secara keseluruhan di berbagai tempat. Beberapa spesies
lalat merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan, yaitu sebagai
vektor penularan penyakit. Sebagai vektor mekanis lalat membawa bibit penyakit
melalui anggota tubuhnya. Beberapa spesies lalat yaitu lalat rumah (Musca
domestica), lalat kandang (Stomoxys calcitrans), lalat daging (Sarcophaga sp), lalat
kecil (Fannia sp.) dan lalat hijau (Chrysomya megacephala). Lalat mampu terbang
satu sampai dua mill sehingga dapat membawa mikroba dari berbagai tempat yang
pernah disinggahi (Safitri dkk, 2017).
Lalat untuk mempertahankan kehidupannya dan daya tariknya terhadap bau-
bau yang busuk menuntun lalat untuk mencari tempat-tempat yang kotor untuk
mencari sesuatu yang dapat dimakannya. Pada waktu makan di tempat yang kotor
semua bagian tubuh lalat seperti badan, sayap dan kaki akan dipenuhi oleh bibit
penyakit. Beberapa jenis bakteri yang dapat dibawa oleh lalat diantaranya adalah
Salmonella, Shigella, Escheriscia coli, dan Staphylococcus (Putri, 2015).
Penyakit yang ditularkan oleh lalat tergantung spesiesnya. Lalat Musca
domestica dewasa dapat membawa telur cacing (Oxyrus vermicularis, Trichuris
trichiura, cacing tambang, dan Ascaris lumbricoides), Protozoa (Entamoeba
hystolitica dan Giardia lamblia), Bakteri usus (Salmonella, Shigella, dan Eschericia
coli), Virus polio, Treponema pertenue (penyebab frambusia) dan Mycobacterium
tuberculosis. Lalat fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis myasis (Gastric,
Intestinal, dan Genitorinary). Lalat Stomoxys merupakan vector penyakit surra (yang
disebabkan Trypanosima evansi), antrax, tetanus, yellow fever , traumatic miasis dan
Enteric pseudomiasis (walaupun jarang). Lalat hijau (Paenicia dan Chrysomyia)
dapat menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka. Lalat
Sarchopaga dapat menularkan myasis kulit, hidung, jaringan, vagina, dan usus
(Astuti & Pradani, 2010).

 Klasifikasi Lalat

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Hexapoda

Ordo : Diptera

Family : Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dll.

Genus : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia


Spesies : Musca domestica, Stomoxys calcitrans, Phenesia sp, Sarchopaga sp,
Fannia sp

(Siwi dkk, 2006)

 Morfologi Lalat

a. Kepala (Caput)

Bentuk umum kepala lalat berupa struktur seperti kotak. Pada kepala terdapat
alat mulut antara, mata majemuk dan mata tunggal (oselus). Permukaan belakang
kepala lalat sebagian besar berupa lubang melalui lubang ini berjalan urat syaraf
fentral, trakea, sistem saluran pencernaan, urat daging, atau kadang – kadang

1. Pandangan anterior
2. Pandangan lateral
3. Pandangan posterior
Posisi kepala lalat berdasarkan letak arah mulut dapat di bedakan menjadi:

1. Hypognatus (vertikal)

Apa bila arah mulut lalat menghadap ke bawah dan segmen – segmen kepala
ada dalam posisi yang sama dengan tangkai, contohnya : belalang ortoktera

2. Prognatus (horizontal)

Bagian dari arah mulut menghadap kedepan dan biasanya lalat ini aktif
mangsa, contoh : coccinella arcuta (ordo coleoptera).

3. Opistognatus (obligue)

Apabila bagian dari arah mulut mengarah kebelakang dan terletak diantara sela
– sela pasangan tungkai, contoh : walang sangit, Neptokorixa acuta (ordo
meunitera).
b. Kaki

Kaki merupakan salah satu embelan pada toraks lalat selain sayap. Tungkai
lalat terdiri atas beberapa ruas (segmen). Ruas pertama disebut koksa (coxa)
merupakan bagian yang melekat langsung pada toraks. Ruas kedua disebut
trokhanter (trochanter), berukuran lebih pendek dari pada koksa dan sebagian
bersatu dengan ruas ketiga. Ruas ketiga disebut femur merupakan ruas yang
terbesar. Selanjutnya, ruas keempat disebut fibia, biasanya lebih ramping tetapi
kira – kira sama ratanya panjangnya dengan femur. Pada bagian ujung fibia ini
biasanya terdapat duri – duri atau taji. Ruas terakhir disebut tarsus – tarsus ini
biasanya terdiri atas 1 sampai 5 ruas. Diujung ruas terakhir tarsus terdapat
pretarsus yang terdiri dari sepasang kuku tarsus. Kuku tarsus ini disebut claw.
Diantara kuku tersebut terdapat struktur seperti bantalan yang disebut arolium.

c. Thorax

Thorax memiliki tiga pasang kaki dan dua pasang sayap, namun, beberapa
lalat tidak memiliki sayap sama sekali.

d. Abdomen

Abdomen pada lalat primitif tersusun atas 11-12 ruas yang dihubungkan
oleh bagian seperti Selaput (membran). Jumlah ruas untuk tiap spesies tidak sama.
Pada lalat primitif (belum mengalami evolusi) ruas abdomen berjumlah 12.
Perkembangan evolusi lalat menunjukkan adanya tanda – tanda bahwa evolusi
menuju kepengurangan banyaknya ruas abdomen.

Sebagian besar ruas abdomen tampak jelas terbagi menjadi tergum (bagian
atas) dansternum (bagian bawah), sedangkan pleuron (bagian tengah) tidak
tampak, sebab sebagian bersatu dengan tergum. Perbedaan kelamin jantan dan
betina dapat dilihat jelas pada bagian abdomen ini. Pada abdomen lalat betina
terdapat 10 ruas tergum dan 8 ruas sternum, sedangkan pada lalat jantan terdapat
10 ruas tergum dan 9 ruas sternum. Ruad ke-11 abdomen pada belalang betina
tinggal berupa pelat dorsal berbentuk segitiga yang dinamakan epiprok dan
sepasang pelat lateroventral yang dinamakan paraprok. Di antara ujung – ujung
epiprok dan paraprok terdapat lubang anus. Tergum ruas ke-11 memiliki sepasang
embelan yang dinamakan cerci (tunggal : cercus). Pada lalat betina embelan –
embelan termodifikasi pada ruas abdomen kedelapan dan kesembilan
membentuk ovipositor (alat peletakkan telur) di mana terdiri atas dua pasang katub
yang dinamakan valvifer dan selanjutnya menyandang valvulae (sepasang pada
ruas kedelapan dan dua pasang pada ruas kesembilan). Alat kopulasi pada lalat
jantan biasanya terdapat pada ruas abdomen kesembilan.

e. Antena

Antena, mulut dan mata lalat terletak di kepala. Mata majemuk terdiri dari
sampai dengan 4.000 lensa terpisah yang menggabungkan gambar di dalam otak
lalat. Seperti mata yang kompleks memberikan penglihatan yang sangat baik. Lalat
menggunakan antena untuk mencium dan merasakan. Jika antena mereka rusak
mereka menjadi tak berdaya.

f. Sayap

Lalat merupakan satu – satunya binatang inverbrata yang memiliki sayap.


Adanya sayap memungkinkan lalat dapat lebih cepat menyebar (mobilitas) dari
suatu tempat ketempat lain dan menghindar dari bahaya yang mengancamnya.

Sayap merupakan tonjolan integumen dari bagian meso dan metoraksi.


Tiap sayap tersusun atas permukaan atas dan bawah yang terbuat dari bahan khitin
tipis. Bagian – bagian tertentu dari sayap yang tampak sebagai garis tebal disebut
pembuluh yang atau rangka sayap pembuluh atau rangka sayap memanjang
disebut rangka sayap membujur (longitudinal) dan yang melintang disebut rangka
sayap melintang. Sedangkan, bagian atau daerah yang dikelilingi pembuluh atau
rangka sayap disebut sel. Tidak semua lalat memiliki sayap. Lalat yang tidak
bersayap digolongkan kedalam subkelas aptery gota, sedangkan lalat yang
memiliki sayap digolongkan kedalam subkelas ptery gota.Sayap lalat terletak pada
mesotoraks, apabila lalat memiliki dua pasang sayap. Jika lalat hanya memiliki
satu sayap, maka sayap tersebut terletak pada mesotoraks dan pada metatoraks
terdapat sepasang halter. Halter ini berfungsi sebagai alat keseimbangan pada saat
lalat tersebut terbang. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pada sayap
lalat terdapat pembuluh sayap atau rangka sayap. Pola rangka sayap berbeda untuk
setiap jenis lalat, dan ini penting dalam identifikasi. Hingga sekarang, akan tetapi
yang paling umum dan luas digunakan adalah sistem pola rangka sayap menurut
comstock-Needham. (Safitri dkk, 2017).

Gambar 1. Morfologi Lalat

 Siklus Hidup Lalat

Lalat mengalami metamorfosis sempurna, dengan stadium telur, larva atau


tempayak, pupa dan lalat dewasa. Perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7 –
22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. Lalat betina telah dapat
menghasilkan telur pada usia 4 – 8 hari, dengan jumlah telur sebanyak 75 – 150 butir
dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5 – 6 kali. Berikut
masing – masing fase dalam perkembangannya lalat: (Santi, 2001)

1. Fase Telur
Bentuk telur lalat adalah oval panjang dan berwarna putih. Telur diletakkan pada
bahan organik yang lembab (sampah dan kotoran binatang, dll). Pada tempat yang
tidak langsung kena sinar matahari. Biasanya telur menetas setelah 8 – 30 jam,
tergantung dari suhu sekitarnya.

2. Fase larva atau tempayak

Tingkat I : Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2 mm,
berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap
makanan, setelah 1 – 4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.

Tingkat II : Ukuran besarnya 2 kali dari instar I, setelah 1 sampai beberapa


hari maka kulit akan mengelupas dan keluar instar III.

Tingkat III : Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan waktu 3
sampai 9 hari.

Larva mencari tempat dengan temperatur yang disenangi, dengan berpindah –


pindah tempat, misalnya : pada gundukan sampah organik.

3. Fase Pupa atau Kepompong

Pada fase ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa, stadium
ini berlangsung 3 – 9 hari, setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran
pada bagian anterior akan keluar lalat muda.

4. Lalat Dewasa

Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih dari 15 jam dan setelah itu
siap untuk mengadakan perkawinan. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2 – 4
minggu.
Gambar 2. Siklus Hidup Lalat

 Jenis-Jenis Lalat
1. Genus Musca

Genus musca adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam
rumah, adapun tanda-tanda dari lalat rumah (Musca domestica) tubuh berwarna
coklat dan kehitam-hitaman, ukuran 6 –7 mm, pada thorax terdapat 4 garis hitam
dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap
berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata terpisah, metamorfosis
sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina. Lalat ini
mempunyai promboscis pendek, berdaging dan tidak menggigit. Lalat rumah, Musca
domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Jenis lalat ini
yang paling banyak diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya
sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya
yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka
jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari
sudut kesehatan manusia. Lalat rumah (M domestica) merupakan salah satu vektor
penyakit saluran pencernaan terutama diare (Hastutiek dkk, 2007).
Gambar 3. Lalat Rumah
2. Lalat Hijau (Calliphoridae)
Lalat Hijau termasuk ke dalam famili Calliphoridae. Lalat ini terdiri atas
banyak jenis, umumya berukuran sedang sampai besar, dengan warna hijau, abu-abu,
perak mengkilat atau abdomen gelap. Biasanya lalat ini berkembangbiak di bahan
yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan, termasuk daging, ikan, daging
busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan, sampah dan tanah
mengandung kotoran hewan. Lalat ini jarang berkembang biak di tempat kering atau
bahan buah-buahan. Beberapa jenis juga berkembang biak di tinja dan sampah hewan
lainnya bertelur pada luka hewan dan manusia.

Di Indonesia, lalat hijau umumnya di derah pemukiman adalah Chrysomya


Megacephala. Lalat jantan berukuran panjang 8 mm, mempunyai mata merah besar.
Ketika populasinya tinggi, lalat ini akan memasuki dapur, meskipun tidak sesering
lalat rumah. Lalat ini banyak terlihat di pasar ikan dan daging yang berdekatan
dengan kakus. Lalat ini dilaporkan juga membawa telur cacing Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, dan cacing kait pada bagian luar tubuhnya dan pada lambung
lalat.

Jenis lalat hijau lain yang juga ditemukan di Indonesia adalah Chrysomya
bezziana, meskipun sangat jarang di daerah permukiman. Lalat ini banyak dijumpai
di daerah ternak yang dilepaskan di padang gembalaan. Jenis lalat ini akan bertelur
pada luka atau jaringan kulit yang sakit dan menyebabkan miyasis obligat pada
manusia dan hewan. Jenis lainnya adalah Calliphora sp yang dikenal dengan nama
blue bottles. Lalat ini lebih menyukai tinggal di daerah iklim sedang dan tidak umum
dijumpai di Indonesia. (Santi, 2001).
Gambar 4. Lalat Hijau

3. Lalat daging (Genus Sarcophaga)


Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan
daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik merah pada ujung badan mereka.
Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga
terjadi dalam kotoran binatang.
Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk
dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu mereka tidak penting
sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa menyebabkan myiasis
pada manusia. Lalat ini berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kira-
kira 6-14 mm, lalat ini bersifat viviparus dan mengeluarkan larva hidup pada tempat
perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayur-sayuran yang
sedang membusuk. Siklus hidup lalat ini berlangsung 2-4 hari,umumnya ditemukan
di pasar dan warung terbuka, pada daging, sampah dan kotoran tetapi jarang
memasuki rumah (Santi, 2001).

Gambar 5. Lalat Daging


4. Lalat kandang yang menggigit (= biting stable fly) = stomaxys caleitrans
Lalat kandang (Stomoxys calcitran) menyerupai lalat rumah. Lalat ini sering
memasuki kawasan rumah tangga dan sering menghisap darah manusia. Lalat
kandang banyak didapat di daerah berpasir dan pada tumbuhan air. Lalat ini
mempunyai peran yang penting dalam bidang kedokteran hewan karena
menyebarkan penyakit surra. Lalat betina bertelur dikotoran hewan yang bercampur
dengan kompos (jerami dan daun) dan keadaannya lembab sehingga berlangsung
dengan baik. Siklus hidupnya 21-25 hari (Santi, 2001).

Gambar 6. Lalat Kandang

5. Blackflies (Lalat Hitam)


Adalah vektor penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species Simulium
damnosum dan S. neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S.
callidum. Species lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan menularkan
onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung (Santi, 2001).

6. Tsetse Flies (Lalat Tsetse)


Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan
hewan peliharaan. Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor infeksi
trypanosoma pada hewan peliharaan, species Trypanosoma rhodesiense yang menjadi
penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan G.
Pallidipes. Vektor utama .pada Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia adalah
species G. palpalis fuscipes dan pada daerah - daerah tertentu adalah species G.
tachhinoides (Santi, 2001).
7. Lalat rumah kecil (jenis Fannia)
Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh
lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-
bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.
Lalat ini pada beberapa daerah adalah sebagai hama rumah tangga yang lebih penting
dari pada Musca domestica (Santi, 2001).

8. Sandfly (Lalat Pasir)


Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan
bartonellosisi. Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab
oriental sore; dan L. braziliensis, penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh
Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan
oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama
ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan virus
selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian Barat Laut
sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa granulema
verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir
yang hidup di daerah pegunungan Andes (Santi, 2001).

9. Mimik (Drosophila)
Lalat ini berukuran kecil, jumlahnya bisa sangat banyak, mengganggu dan
mengancam kesehatan manusia. Ketertarikannya terhadap buah dan sayuran,
terutama bahan yang mengalami fermentasi. Lalat ini jadi pengganggu utama
perusahaan pengalengan, pembuat bir, minuman dari anggur, serta pasar buah dan
sayuran. Karena begitu banyak yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya lalat
mulai dari sepotong buah yang dibuang di bawah bangku sampai sisa saus tomat di
wadanya, lalat ini dapat menjadi masalah utama di restoran dan berbagai tempat
pengolahan makanan termasuk dapur rumah tangga.
Lalat dewasa berukuran panjang 2,5-4,0 mm. Biasanya berwarna kuning
kecoklatan. Telurnya diletakkan di tempat makan yang kelembabanya sesuai dengan
jumlah rata-rata 25-35 butir telur per hari. Makanan yang sesuai untuk perkembangan
larva termasuk buah yang terlampau masak dan sayur-sayuran, bahan yang
mengalami fermentasi, alkohol, kaleng yang kotor berisi sisa susu atau minuman
lainnya. Telur menetas dalam waktu 4 hari, tahap larva makan selama 4 hari, setelah
itu keluar menuju tempat yang lebih kering untuk pupasi. Pupasi biasanya
berlangsung selama 4 hari, sehingga seluruh siklus diperlukan 8-14 hari.
Mimik termasuk penerbang yang kuat dan sering kali aktif saat fajar
menyingsing dan menjelang malam. Populasi yang besar dapat dibangun secara cepat
dari sejumlah kecil makanan atau sampah, kadang-kadang ukurannya yang kecil
dapat menembus kawat kasa jendela, dapat menjadi penganggu yang serius di pabrik
pengolah makanan, dan menjadi pencemar makanan yang mengancam kesehatan
manusia dan hewan (Santi, 2001).

Gambar 7. Lalat Mimik

10. Musca Sorbens


Lalat ini berwarna lebih abu-abu dari pada lalat rumah, bagian dorsal
toraksnya mempunyai dua garis memanjang. Lalat ini berkembang biak di dalam
kotoran yang terisolasi seperti kotoran manusia. Seringkali lalat mengganggu dan
sangat persisten di permukiman, menempel pada kulit manusia, luka, dan mata
(terutama yang terinfeksi), tempat lalat menghisap serum dan cairan. Lalat ini sangat
umum di Mesir, dan oleh karenanya bertanggung jawab dalam penyebaran trakhoma
dan wabah sakit mata (epidemic conjuntivitis) (Santi, 2001).
Gambar 8. Lalat Sorbens

 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hidup Lalat


a. Tempat Berkembangbiak
Lalat secara natural tertarik pada tempat yang mempunyai bau busuk
dan berkembangbiak pada bahan organik yamg membusuk seperti tinja,
sampah, karkas, dan bangkai.
b. Jarak Terbang
Kemampuan lalat dalam jarak terbang sejauh kira-kira 1-2 mil dan
dalam 24 jam lalat mampu terbang sampai 3 km.

c. Kebiasaan Makan
Makanan lalat adalah zat gula yang ada pada makanan manusia.
Pada saat hinggap lalat mempunyai mekanisme mengeluarkan air liur dan
melakukan defekasi.
d. Lama Hidup
Tanpa air lalat tidak bisa hidup, dan hanya bisa bertahan tidak lebih
dari 46 jam. Lama hidup lalat tergantung pada faktor lingkungan. Pada
musim panas mampu berumur 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin
berumur 70 hari.
e. Temperatur
Kehidupan lalat tergantung pada kondisi lingkungan sekitar. Lalat
beaktivitas secara penuh pada suhu 20-250C dan pada suhu 35-400C/ 15-
200C aktivitas lalat mulai berkurang. Sedangkan lalat mulai hilang dan tidak
terdeteksi pada suhu di bawah 100C dan di atas 400C. Waktu metamorfosis
lalat rumah pada suhu 200C membutuhkan 26,2 hari sedangkan pada suhu
350C membutuhkan 9,6 hari.
f. Cahaya
Lalat bersifat menyukai cahaya (fototropik) dan tempat yang hangat,
maka dari itu lalat lebih banyak beraktivitas pada siang hari dan beristirahat
pada malam hari. (Astuti & Pradani, 2010).

 Hubungan Lalat dengan Kesehatan

Dari berbagai ordo dalam kelas Hexapoda, maka ordo Diptera mengandung
anggota yang paling banyak berkaitan dengan bidang kedokteran, kesehatan, dan
verteriner. Ordo Diptera terutama lalat mempunyai spesies – spesies yang dapat
mengganggu kenyamanan hidup manusia. Lalat menyerang dan melukai hospesnya
(manusia dan hewan) serta menularkan penyakit :
1. Vektor biologis yaitu bakteri dan virus penyebab penyakit yang dapat
berkembang biak dalam tubuh lalat sebelum ditularkan pada manusia dan
hewan.
2. Vektor mekanis yaitu dengan cara menempatkan mikroorganisme yang
menempel pada bulu halus, kaki atau pada bagian tubuh lainnya.
Lalat dapat menjadi vektor berbagai macam organisme patogen seperti kista
protozoa, telur cacing, bakteria, dan enterovirus. Apabila manusia memakan
makanan yang telah terkontaminasi organisme patogen yang dibawa oleh lalat
maka dapat menyebabkan sakit. Saat hinggap di makanan, lalat melakukan defekasi
dan mengeluarkan air liurnya yang mengandung berbagai macam organisme
patogen dan hal ini dapat mengkontaminasi makanan yang dihinggapinya tadi.
Selain itu, pada tubuh lalat terutama kaki terdapat bulu-bulu halus yang
mengandung semacam perekat sehingga benda kecil seperti telur cacing dapat
melekat (Putri, 2015).
VI. WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM
WAKTU : Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat, 27 April 2018 dan 4 Mei
2018 pada pukul : 14.30 – 17.20 WITA

TEMPAT : Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Jurusan


Analis Kesehatan Denpasar
VII. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

NO NAMA ALAT GAMBAR ALAT KETERANGAN

1 Digunakan untuk
mengamati objek
pengamatan.

Disekting
Mikroskop

2 Digunakan untuk tempat


meletakkan lalat atau
sampel

Petri Disk

3 Digunakan sebagai alat


Pipet Tetes untuk memipet reagen
kloroform
4 Digunakan untuk
mengambil dan
memindahkan sampel atau
Pinset
lalat.

B. Bahan

NO NAMA BAHAN KETERANGAN

1 Chloroform Untuk membius atau membunuh lalat


2 Lalat Sebagai objek pengamatan

3 Tissue lensa Untuk membersihkan lensa mikroskop

VIII. PROSEDUR KERJA

Adapun prosedur kerja dari pemeriksaan identifikasi lalat adalah sebagai


beriku :

1. Digunakan APD dengan baik dan benar.


2. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Dimasukkan lalat pada kantung plastic bening dan isi dengan Kapas yang
basahi dengan kloroform
4. Di tunggu beberapa menit hingga lalat mati.
5. Dipindahkan lalat yang telah ati ke petri disk lalu diamati atau identifikasi
morfologi lalat dengan disecting mikroskop
6. Disesuaikan dengan kunci identifikasi untuk menentukan spesies lalat.

IX. HASIL PENGAMATAN

NO GAMBAR KETERANGAN
1.
ANTENA

PALPI

MATA

TORAKS (bagisan
dorsal bergaris 4)

SAYAP
ABDOMEN

VEIN KE 4
MEMBENTUK
SUDUT

Pada praktikum I setelah di


indentifikasi di bawah
mikroskop dan dibandingkan
dengan kunci jenis-jenis lalat
dimana dapat dikatakan lalat ini
termasuk jenis lalat rumah yaitu
Musca Domestica dimana
dengan cirri-ciri berwarna hitam
, terbangnya sangat cepat,
memiliki mulut dengan tipe
penjilat dan penghisap,
mempunya proboscis pendek
dan berdaging serta tidak
menggigit.
2.
ABDOMEN YANG
DITUTUPI BULU- SAYAP
BULU HALUS BERWARNA
JERNIH

THORAKS TANPA
ADA GARIS Mata

Pada praktikum II didapatkan


sampel dari pasar daging,
dimana setelah dilakukan
identifikasi dan dibandingkan
dengan kunci jenis-jenis lalat
dapat dikatakan jenis lalat
tersebut adalah lalat hijau
Chrysomya bezziana dengan
ciri-ciri Berwarna hijau metalik
atu mengkilat, ukuran ±1,5 kali
lalat rumah, sayap jernih dengan
guratan urat-urat yang jelas,
permukaan tubuh tertutup
dengan bulu-bulu pendek di
selingi dengan sederetan bulu
yang keras dan jarang letaknya,
mulutnya tipe penjilat dan tiap-
tiap batas ruas terdapat duri
keras dan pendek yang
melingkar.
3. Pada praktikum ke II
didapatkan sampel dari tempat
yang berbeda yaitu di pedagang
buah, setelah dilakukan
pengamatan dimana sampel
lalat ini jenis nya sama dengan
sampel lalat pada praktikum I
yang dimana setelah di
indentifikasi dan dibandingkan
dengan kunci identifikasi dapat
dikatakan jenis lalat ini yaitu
termasuk jenis lalat rumah yaitu
Musca Domestica dimana
dengan cirri-ciri berwarna hitam
, terbangnya sangat cepat,
memiliki mulut dengan tipe
penjilat dan penghisap,
mempunya proboscis pendek
dan berdaging serta tidak
menggigit.

X. PEMBAHASAN

Lalat merupakan salah satu ordo Diptera yang mempunyai kedekatan dengan
pemukiman manusia maupun di peternakan. Populasi lalat di alam sangat tinggi, hal
ini dipengaruhi oleh morfologi tubuh lalat yang berukuran kecil, kemampuan terbang
yang jauh, serta sirklus hidup yang pendek, termasuk hewan omnivorous (pemakan
segala). Disamping itu, serangga ini juga mempunyai daya reproduksi yang cukup
tinggi dan merupakan multivoltine (beberapa generasi dalam satu tahun) (Hastutiek &
Fitri, 2007).
Pada praktikum kali ini dilakukan indentifikasi terhadap lalat. Lalat yang telah
disiapkan dimasukkan kedalam wadah seperti tabung reaksi, kemudian dimasukkan
kapas yang sudah berisi kloroform ke dalam tabung reaksi tadi. Ditunggu beberapa
saat sampai terlihat lalat tidak bergerak lagi. Lalat yang telah mati diambil dan
dipindahkan ke petri disk lalu diamati di bawah mikroskop digensting.
Pada praktikum I yang telah dilakukan hari Jumat, 27 April 2018 bertempat di
Laboratorim Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Denpasar
didapatkan hasil pada praktikum Identifikasi Diptera (Lalat) dengan metode
Mikroskopis didapatkan hasil jenis lalat rumah yaitu Musca Domestica dimana
dengan ciri-ciri berwarna hitam, terbangnya sangat cepat, memiliki mulut dengan tipe
penjilat dan penghisap, mempunyai proboscis pendek. Sedangkan pada praktikum II
didapatkan hasil jenis lalat hijau Chrysomya bezziana dengan ciri-ciri berwarns hijau
metalik atau mengkilat, ukuran ±1,5 kali lalat rumah, sayap jernih dengan guratan
urat-urat yang jelas, permukaan tubuh tertutup dengan bulu-bulu pendek diselingi
dengan sederetan bulu yang keras dan jarang letaknya, mulutnya tipe penjilat dan
tiap-tiap batas ruas terdapat duri keras dan pendek yang melingkar. Pada praktikum
III didapatkan hasil sama seperti hasil pada praktikum I jenis lalat rumah yaitu Musca
Domestica.

M. domestica termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera,


famili Muscidae dan Genus Musca. M. domestica dimasukkan dalam kelompok
Arthropoda atau binatang beruas, memiliki kerangka luar atau eksoskeleton yang
mengandung khitin yang dapat mengelupas apabila tubuh berkembang. M. domestica
berukuran sebesar biji kacang tanah, berwarna hitam kekuningan. M. domestica
jantan berukuran panjang tubuh 5,8 - 6,5 mm dan lalat betina berukuran panjang
tubuh 6,5 - 7,5 mm. Lalat ini secara umum mempunyai ciri berwarna kelabu yang
disebut dengan labium. Pada ujung labium terdapat labella yang menghubungkan
antara labium dengan rongga tubuh (haemocoele) (Putra, Rosyad, & Kinasih, 2013).
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kepala dengan sepasang
antena, thoraks dan abdomen. Kepala M. domestica relatif besar dengan dua mata
majemuk yang bertemu di garis tengah untuk lalat jantan, sedang lalat betina dua
mata majemuk terpisahkan oleh ruang muka. Tipe mulut lalat adalah sponging,
disesuaikan dengan jenis makanannya yang berupa cairan. Bagian mulut lalat
digunakan sebagai alat penghisap makanan (Putra et al., 2013).
Thoraks terbagi atas tiga bagian yaitu prothoraks, mesothoraks dan
metathoraks. Thoraks berwarna abu-abu kekuningan sampai gelap dan mempunyai
empat baris garis hitam longitudinal dengan lebar yang sama dan membentang
sampai ke tepi skutum, dengan tiga pasang kaki dan sepasang sayap. Abdomen
ditandai dengan warna dasar kekuningan serta didapatkan garis hitam di bagian
median yang difus sampai di segmen keempat. Pada lalat betina disamping ciri
tersebut juga terdapat garis hitam yang difus di kedua sisi abdomen. Fertilisasi dan
oviposisi berlangsung beberapa hari setelah lalat muda keluar dari pupa dan menjadi
lalat dewasa. Lalat betina dapat menghasilkan 100-150 butir telur dalam tiap
kelompok pada setiap kali peneluran dan biasanya betina bertelur dalam empat
kelompok. Telur diletakkan pada feses segar atau tempat yang mengandung bahan
organik yang membusuk . Secara keseluruhan M domestica mampu menghasilkan
telur dalam jumlah yang cukup besar, lebih kurang 2000 butir. Dengan jumlah
tersebut M. domestica mampu membentuk 10-12 generasi dalam satu musim (Putra et
al., 2013).
Lalat ini mempunyai metamorfosis lengkap (complete metamorfosis
holometabolous) mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Perkembangan dari telur
sampai dewasa memerlukan waktu 7-21 hari. Pada temperatur 25-35ºC telur menetas
dalam kurun waktu 8-12 jam. Telur akan menetas dan berkembang menjadi larva
dalam waktu 3-7 hari tergantung suhu lingkungan. Larva instar 1 mempunyai panjang
2 mm, stadia ini berlangsung selama 24-36 jam tergantung temperatur dan tempat
yang cocok. Larva instar 2 berlangsung selama 24 jam pada temperatur 25-35ºC,
yang kemudian dilanjutkan dengan instar 3 yang berlangsung selama 3-4 hari pada
temperatur 35ºC dengan ukuran 12 mm. Segera setelah stadia larva selesai, larva
bermigrasi ke daerah yang lebih kering untuk menjadi pupa dan setelah mengalami 3
kali pergantian kulit, larva akan berkembang menjadi pupa. Stadia pupa berlangsung
antara 3-26 hari tergantung temperatur lingkungan dan akhirnya segera berkembang
menjadi lalat dewasa (Putra et al., 2013).
Waktu yang dibutuhkan dalam proses metamorphosis lalat mulai dari telur
sampai bentuk lalat dewasa bervariasi pada berbagai belahan di bumi yang tergantung
oleh temperatur dan faktor lain. Waktu metamorfosis lalat bervariasi sekitar rata-rata
44,8 hari pada suhu lingkungan 16°C sampai dengan rata-rata 10,4 hari pada suhu
30°C. Siklus lengkap menjadi lalat dewasa dapat berlangsung kira-kira delapan hari
pada temperatur 33-35ºC sehingga sejumlah generasi berkembang pada musim panas.
Menurut Sukarsih (1989), perkembangan lalat mulai telur sampai dewasa pada suhu
20oC butuh waktu 26,2 hari sedangkan pada suhu 35oC waktu yang dibutuhkan
hanya 9,6 hari. Tingkat pertumbuhan secara umum dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Suhu merupakan faktor lingkungan yang penting untuk pertumbuhan
populasi M. domestica, khususnya didaerah equator dan tropis, yaitu daerah yang
menunjukkan tingginya jumlah spesies. Lalat ini pertumbuhannya amat tinggi di
Indonesia karena didukung oleh faktor suhu, kelembahan serta tersedianya sumber
makanan (Ahmad et al., 2015).
M. domestica bertindak sebagai vektor penyakit, artinya lalat ini bersifat
pembawa/memindahkan penyakit dari satu tempat ke tempat lain. Terdapat dua
macam vektor yaitu vektor mekanis dan vektor biologis. Disebut vektor mekanis
apabila agen penyakit di dalam tubuh vector tidak mengalami perubahan. Sedangkan
bila agen penyakit pengalami perubahan (bertambah banyak, berubah siklus atau
keduanya) di dalam tubuh vektor disebut sebagai vektor biologis. M. domestica
bukan merupakan parasit obligat tetapi merupakan vektor yang penting dalam
penyebaran agen penyebab penyakit. Disamping itu juga dapat menyebabkan myiasis
atau memperparah keadaan luka pada jaringan akibat infestasi lalat (Ahmad et al.,
2015).
M. domestica adalah spesies lalat yang banyak berperan sebagai vektor
mekanis pada beberapa penyakit. Menurut Arroyo (1998), seekor lalat M. domestica
dapat membawa sekitar lebih dari 100 macam organisme patogen yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. M. domestica memiliki potensi
tinggi dalam penyebaran banyak agen penyakit baik secara mekanis maupun biologis
pada populasi manusia yang hidup relative dekat dengan suatu peternakan atau usaha
produksi hewan lainnya. Tidak tertutup kemungkinan agen penyakit ini dapat
menyebar luas jauh dari sumber penularan karena lalat dapat terbang sampai jarak
yang cukup jauh. Seekor lalat dewasa mampu berpindah pada jarak yang jauh.
Kebanyakan lalat dewasa akan tetap tinggal di tempat dimana tersedia makanan yang
cukup dan tempat untuk bertelur. Lalat dewasa hidup beberapa minggu dan dapat
berpindah apabila makanan berkurang. Selain itu lalat dapat mengadakan migrasi
hingga 8 km (Ahmad et al., 2015).
Lalat rumah dewasa meletakkan telur pada eksreta, dan larva makan material
yang mengandung agen penyakit. Probosis lalat dipakai untuk menyerap makanan
dalam jumlah besar dan dibantu oleh rambut yang ada disekitarnya. Lalat hanya dapat
menyerap makanan cair, biasanya makanan selanjutnya akan dimuntahkan guna
mencairkan materi padat agar mudah diserap. Lalat mengeluarkan feses selama
proses makan. Lalat beradaptasi dengan baik untuk menyerap agen penyakit. Keenam
kaki lalat yang dilengkapi dengan rambut dan bantalan kaki tempat menempelnya
material, oleh karenanya lalat sebagai vektor potensial penyebaran agen penyakit.
Lalat dalam sekali makan dapat membawa 6 x 106 bakteri pada eksoskeletonnya
(Astuti & Pradani, 2010).
Musca domestica atau lalat rumah atau sering disebut housefly merupakan
salah satu spesies serangga yang banyak terdapat di seluruh dunia. Sebagian besar
(95%) dari berbagai jenis lalat yang dijumpai di sekitar rumah dan kandang, adalah
lalat jenis ini. Di bidang kesehatan M. domestica dianggap sebagai serangga
pengganggu karena merupakan vektor mekanis beberapa penyakit dan penyebab
myiasis pada manusia dan hewan Lalat ini juga mengganggu dari segi kebersihan dan
ketenangan. Organisme yang disebarkan M. domestica kurang lebih ada 100 jenis
yang bersifat patogen terhadap manusia dan hewan. Lalat ini membawa agen
penyakit yang diperoleh dari sampah, limbah buangan rumah tangga dan sumber
kotoran lainnya. Agen penyakit ditularkan dari mulut melalui vomit drops, feses dan
bagian tubuh lainnya yang terkontaminasi dan dipindahkan pada makanan manusia
atau pakan hewan/ternak. Lalat rumah (Musca domestica) merupakan insecta yang
unik bila dibanding dengan jenis insecta lain. Salah satu ciri yang membedakannya
adalah cara makan lalat yang meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan
tersebut cair. Setelah cair, makanan disedot masuk ke dalam perut. Hal ini disinyalir
dapat memudahkan bakteri dan virus ikut masuk ke dalam saluran pencernaannya dan
berkembang biak di dalamnya (Putra et al., 2013).
Lalat rumah, Musca domestica, merupakan serangga urban yang mengganggu
estetika, merusak makanan, dan berperan sebagai vector penyakit pada manusia dan
hewan ternak. Lalat rumah (Musca domestica) berperan dalam penularan penyakit
secara mekanis pada manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaannya
berkembang biak dan perilaku makan lalat yang sangat luas sebarannya. Lalat rumah
berkembang biak pada media berupa tinja, karkas, sampah, kotoran hewan dan
limbah buangan yang banyak mengandung agen penyakit. Dcngan demikian lalat
dengan mudah tercemari oleh agen terse but baik di dalam perut, bagian mulut dan
tungkainya. Patogen ini kemudian ditularkan ke manusia dan memuntahkan
makanannya (regurgitasi yang secara alami dilakukan sebelum menelan makanan).
M. domestica umumnya berkembang dalam jumlah besar pada tempat-tempat kotor
dan sekitar kandang. Hal ini merupakan permasalahan serius yang memerlukan
pengendalian. Pengendalian M. domestica sangat penting bagi kesehatan baik untuk
manusia maupun ternak (Astuti & Pradani, 2010).
Berbagai upaya menurunkan populasi Musca domestica sebagai hama telah
dilakukan, salah satunya adalah dengan cara pengendalian vektor. Pengendalian
meliputi pengendalian secara fisik, kimia dan biologi yang dilakukan secara
komprehensif dengan meningkatkan kebersihan lingkungan baik di pemukiman
maupun di sekitar peternakan (Hastutiek & Fitri, 2007).
Walaupun insektisida dapat digunakan sebagai metode paling mudah untuk
menurunkan populasi lalat rumah, hal ini sangat tidak disarankan karena berkaitan
dengan masalah toleransi insektisida (Scott et al. 2000) dan efek merugikan pada
manusia, hewan ternak, dan organisme non target (Siriwattanarungsee et al. 2008).
Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mengendalikan populasi M.
domestica pada area pertanian tanpa membahayakan lingkungan (Widiastuti, 2008).
C. megacephala (lalat hijau) merupakan lalat yang memiliki ukuran tubuh
lebih kurang 1.5 kali lalat rumah, warna tubuh hijau metalik dengan banyak bulubulu
pendek menutupi tubuh yang diselingi bulu kasar (Hadi dan Soviana 2010). Lalat
jantan memiliki sepasang mata yang cenderung bersatu (holoptik) sedangkan lalat
betina memiliki sepasang mata yang sedikit terpisah antara satu dan lainnya (dioptik)
(Putra et al., 2013).
C. megacephala juga mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur, larva,
pupa, dan dewasa. Lalat dewasa betina menyebabkan miasis fakultatif yang
meletakkan telurnya pada tepi luka yang terbuka sejumlah 95-245 butir dalam satu
kelompok. Telur C. megacephala berwarna putih transparan dengan panjang 1.25 mm
dan diameter 0.26 mm, berbentuk silindris serta tumpul pada kedua ujungnya. Telur
akan menetas menjadi larva dalam waktu sepuluh jam pada suhu 30°C dan masuk ke
dalam jaringan serta memakan jaringan tersebut. Pada fase ini larva banyak makan
dengan tujuan mengumpulkan energi (Putra et al., 2013).
Stadium larva terdiri atas tiga stadium yaitu stadium larva instar I (L1),
stadium larva instar II (L2), dan stadium larva instar III (L3). Perkembangan L1
sampai dengan L3 memerlukan waktu enam hingga tujuh hari, selanjutnya L3 akan
membentuk pupa dalam waktu tujuh sampai delapan hari. Pupa kemudian menjadi
lalat yang akan bertelur setelah enam hingga tujuh hari (Spradbery 2002). Ketiga
instar dapat dibedakan dari panjang tubuh dan warnanya. Panjang L1 adalah 1.6 mm
dengan diameter 0.25 mm dan berwarna putih, L2 mempunyai panjang 3.5-5.5 mm
dengan diameter 0.5-0.75 mm dan berwarna putih sampai krem, L3 mempunyai
panjang sekitar 6.1-15.7 mm dengan diameter 1.1-3.6 mm dan berwarna krem atau
merah muda. Larva kemudian menjatuhkan diri dari jaringan dan berkembang
menjadi pupa dalam waktu 24 jam pada suhu 28°C (Esser 1990). Pupa akan menetas
menjadi lalat dewasa dalam waktu seminggu pada suhu 25- 30°C, sedangkan pada
suhu yang lebih rendah akan lebih lama (Putra et al., 2013).
The old world screwworm fly (OWSWF) atau Chrysomya bezziana, adalah
lalat penyebab utama penyakit myiasis (belatungan) yang bersifat parasite obligat dan
menyerang semua jenis hewan dan manusia. Kasus myasis di Indonesia banyak
ditemukan di daerah kantung ternak seperti Makassar, Sumba Timur, Yogyakarta dan
Kediri. (Analisis & Mitokondria, 2015)

Sejauh ini berbagai upaya pengendalian dan pemberantasan C. bezziana telah


banyak dilakukan. Penggunaan insektisida atau pestisida dilaporkan kurang efektif
untuk mengurangi populasi lalat ini. Pembuatan vaksin rekombinan yang
diekspresikan ke dalam Escherichia coli juga tidak mampu memberikan tanggap
kebal yang protektif. (Analisis & Mitokondria, 2015)

Lalat C. bezziana berwarna biru metalik, biru keunguan atau biru kehijauan.
Kepala lalat ini berwarna oranye dengan mata berwarna merah gelap . Perbedaan
antara lalat betina dan jantan terletak pada matanya . Lalat betina memiliki celah yang
memisahkan mata kanan dan kiri lebih lebar dibandingkan lalat jantan . Ukuran lalat
ini bervariasi tergantung pada ukuran larvanya. Panjang tubuhnya rata-rata 10 mm
dengan lebar kepala berkisar rata-rata 4,1 mm. Tidak ada tanda-tanda makroskopik
yang khas untuk dapat mengenalinya dengan kasat mata sehingga identifikasi hanya
dapat dilakukan melal u pemeriksaan mikroskopik. (Wardhana, 2006)

Telur C. bezziana berwarna putih transparan dengan panjang 1,25 mm dan


berdiameter 0,26 mm, berbentuk silindris serta tumpul pada kedua ujungnya. Larva
C. bezziana terbagi menjadi tiga instar, yaitu instar I, II dan III (L1, L2 dan L3) .
Larva ini mempunyai dua belas segmen, yaitu satu segmen kepala, tiga segmen torak
dan delapan segmen abdominal. Ketiga instar tersebut dapat dibedakan dari panjang
tubuh dan warnanya . Panjang L1 adalah 1,6 mm dengan diameter 0,25 mm dan
berwarna putih, sedangkan L2 mempunyai panjang 3,5 - 5,5 mm dengan diameter 0,5
- 0,75 mm dan berwarna putih sampai krem. Adapun panjang L3 mencapai 6,1 - 15,7
mm dengan diameter 1,1 - 3,6 mm. Larva instar III muda berwarna krem namun jika
telah dewasa berwarna merah muda. Tubuh larva dilengkapi bentukan duri dengan
arah condong ke belakang. Spirakel anterior mempunyai empat sampai enam papila
sedangkan spirakel posterior dilengkapi tiga celah dengan peritreme yang kuat dan
berwarna kehitaman . Saat akan menjadi pupa, L3 berubah warna menjadi coklat
hingga hitam dengan panjang rata-rata 10,1 mm yang berdiameter 3,6 mm.
(Wardhana, 2006)

Siklus hidup lalat C. bezziana terbagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva,
pupa dan lalat. Pada tahapan larva, perkembangan L1 sampai dengan L3 memerlukan
waktu enam hingga tuj uh hari, selanjutnya L3 akan membentuk pupa dalam waktu
tujuh sampai delapan hari, kemudian menjadi lalat yang akan bertelur setelah enam
hingga tujuh hari. Lalat betina akan meletakkan kumpulan telurnya di tepi luka pada
sore hari atau menjelang petang dalam waktu sekitar 4,1 menit. Jumlah telur yang
dikeluarkan oleh lalat betina berkisar antara 95 sampai 245 (rata-rata 180 telur). Telur
akan menetas menjadi L1 dalam waktu 12 - 24 jam atau sepuluh jam pada suhu 30°C,
selanjutnya LI menuju ke daerah luka yang basah. Sehari kemudian, LI akan berubah
menjadi L2 dan muiai membuat terowongan yang lebih dalam di daerah luka tersebut
dengan cara masuk ke dalam jaringan inang. Larva instar II (L2) akan berkembang
menjadi L3 pada hari keempat bermigrasi keluar dari daerah luka tersebut dan jatuh
ke tanah. Larva tersebut akan membuat terowongan sepanjang 2 - 3 cm untuk
menghindari. sinar matahari secara langsung. Larva akan membentuk pupa dalam
waktu 24 jam pada suhu 28°C. (Wardhana, 2006)
Patogenesis myiasis pada hewan dan manusia tidak berbeda . Awal terjadinya
myiasis adalah apabila ternak mengalami luka akibat berkelahi, tersayat benda tajam
atau pascapartus . Bau darah segar yang mengalir akan menarik lalat betina untuk
meletakkan telurnya ke luka tersebut. Dalam waktu 12 - 24 jam, telur akan menetas
menjadi larva dan bergerak masuk ke dalam jaringan . Aktivitas larva di dalam
jaringan tubuh WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th. 2006 mengakibatkan luka semakin
besar dan kerusakan jaringan semakin parah. Kondisi ini menyebabkan bau yang
menyengat dan mengundang lalat yang lain untuk hinggap (Sarcophaga sp .,
Chrysomya megachepalla, Musca sp.) dan memicu terjadinya infeksi sekunder oleh
bakteri. (Wardhana, 2006)

Infestasi larva myiasis tidak menimbulkan gejala klinis yang spesifik dan
sangat bervariasi tergantung pada lokasi luka. Gejala klinis pada hewan antara lain
berupa demam, radang, peningkatan suhu tubuh, kurang nafsu makan, tidak tenang
sehingga mengakibatkan ternak mengalami penurunan bobot badan dan produksi
susu, kerusakan jaringan, infertilitas, hipereosinofilia serta anemia . Apabila tidak
diobati, myiasis dapat menyebabkan kematian ternak sebagai akibat keracunan kronis
ammonia. (Wardhana, 2006)
Gejala umum yang terjadi pada myiasis manusia antara lain demam, gatal-
gatal, sakit kepala, vertigo, eritrema, radang (inflamasi), pendarahan serta memicu
terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri . Gambaran darah penderita myiasis akan
menunjukkan gejala hipereosinofilia dan meningkatnya jumlah neutrophil.
Berdasarkan gejala klinis yang timbul, MANGUNKUSUMO dan UTAMA (1999)
mengelompokkan myiasis manusia sebagai berikut :

a. Myiasis luka.

Myiasis jenis ini sering terjadi karena adanya luka yang meradang dan berbau
atau luka karena penyakit spesifik, seperti sifilis, lepra dan penyakit lainnya.
Luka tersebut merupakan tempat yang menarik untuk bertelur .

b. Myiasis hidung .

Terjadi karena lalat meletakkan telurnya pada membran mukosa yang luka di
rongga hidung. Penderita sering mengatakan bahwa hidungnya kemasukan lalat.
Infestasi larva menyebabkan hidung dan muka membengkak. Apabila tidak
diobati maka larva dapat bergerak ke atas dan masuk ke salunan air mata,
selanjutnya merusak tulang rawan dan tulang septum, menghancurkan os nasal
dan osfrontal . Selain itu, larva dapat masuk ke dalam paranasa! Bahkan
menembus dasar tengkorak dan menyebabkan meningitis sampai kematian.

c. Myiasis telinga .

Myiasis jenis ini sering terjadi sebagai komplikasi myiasis hidung dan mulut.
Larva dapat masuk ke dalam telinga melalui tuba Eustachius. Myiasis telinga
juga dapat terjadi secara primer, umumnya terdapat luka atau nanah di liang
telinga yang menarik lalat untuk bertelu-. Larva mampu menembus gendang
telinga dan masuk ke telinga tengah. Kondisi ini akan menimbulkan iritasi dan
rasa sakit yang hebat di telinga bahkan menyebabkan tinnitus dan vertigo.

d. Myiasis mata.
Umumnya timbul sebagai komplikasi dari myiasis hidung dan mulut, tetapi dapat
juga terjadi secara sendiri . Oftalmomiasis eksterna bila bola mata yang tidak
terkena sedangkan oftalmomiasis interna anterior bila larva menginfestasi bilik
mata depan dan oftalmomiasis posterior bila larva sampai ke bilik mata belakang
. Jika myiasis mata tidak diobati maka larva mampu menghancurkan seluruh bola
mata .

e. Myiasis kulit.

Lalat bertelur di permukaan kulit. Larva akan masuk ke dalam kulit yang sehat
melalui folikel rambut atau melalui luka akibat traumatika atau sebab lainnya.
Larva mungkin akan berdiam di tempat masuknya pada kulit dan menimbulkan
sebuah bisul di tempat tersebut.

f. Myiasis saluran cerna.

Myiasis jenis ini terjadi karena termakan makanan yang mengandung telur atau
larva lalat. Keadaan tersebut dapat disertai dengan gastroenteritis akut.

Disamping jenis-jenis myiasis di atas, beberapa jenis lainnya juga dilaporkan


seperti myiasis anus, vagina, saluran dan kandung kemih, mulut, faring dan laring .
Kasus-kasus di atas pernah terjadi dilaporkan baik di Indonesia maupun di luar
negeri. (Wardhana, 2006)
XI. KESIMPULAN
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan, yaitu pemeriksaan lalat atau diptera
secara Mikroskopis didapatkan hasil jenis lalat rumah yaitu Musca Domestica
dimana dengan ciri-ciri berwarna hitam, terbangnya sangat cepat, memiliki mulut
dengan tipe penjilat dan penghisap, mempunyai proboscis pendek. Sedangkan
pada praktikum II didapatkan hasil jenis lalat hijau Chrysomya bezziana dengan
ciri-ciri berwarns hijau metalik atau mengkilat, ukuran ±1,5 kali lalat rumah,
sayap jernih dengan guratan urat-urat yang jelas, permukaan tubuh tertutup
dengan bulu-bulu pendek diselingi dengan sederetan bulu yang keras dan jarang
letaknya, mulutnya tipe penjilat dan tiap-tiap batas ruas terdapat duri keras dan
pendek yang melingkar. Pada praktikum III didapatkan hasil sama seperti hasil
pada praktikum I jenis lalat rumah yaitu Musca Domestica. Masing lalat tersebut
memiliki karakteristik masing – masing serta sifat sesuai dengan individu lalat
tersebut.
LAMPIRAN GAMBAR

Dibius lalat menggunakan Diletakkan lalat pada petri Dilakukan pengamatan lalat
kapas yang sudah berisi disk untuk dilakukan dengan menggunakan
kloroform pengamatan dibawah mikroskop discetting
mikroskop

Hasil pengamatan pada Lalat Hasil pengamatan pada Lalat


Rumah ( Musca Domestica ) Daging ( Chrysomya
bezziana )
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I., Susanti, S., Kustiati, K., Yusmalinar, S., Rahayu, R., & Hariani, N.
(2015). Resistensi lalat rumah, Musca domestica Linnaeus (Diptera: Muscidae)
dari empat kota di Indonesia terhadap permetrin dan propoksur. Jurnal
Entomologi Indonesia, 12(3), 123–128. https://doi.org/10.5994/jei.12.3.123

Analisis, B., & Mitokondria, D. N. A. (2015). Keragaman Genetik Populasi Lalat


Myiasis Chrysomya bezziana di Indonesia Berdasarkan Analisis DNA
Mitokondria, 1950(October), 108–114.

Astuti, E. P., & Pradani, F. Y. (2010). Pertumbuhan dan Reproduksi Lalat Musca
domestica pada Berbagai Media Perkembangbiakan. Aspirator, 2(1), 11–16.

Safitri, Venti., Hastutiek, Poedji., A. (2017). Identifikasi Bakteri pada Eksoskeleton


Lalat di Beberapa Pasar di Surabaya Identification of Bacteria on the Fly
Exoskeleton in Some Markets in Surabaya Pendahuluan. Journal of
Parasitology Science, 1(1), 1–6.

Putri, Y. P. (2015). KEANEKARAGAMAN SPESIES LALAT (DIPTERA) DAN


BAKTERI PADA TUBUH LALAT DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR.
Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 12(2), 79–89.

Santi, D. N. (2001). Manajemen pengendalian lalat. Fakultas Kedokteran Universitas


Sumatera Utara, 1–5. Retrieved from http://library.usu.ac.id/download/fk/fk-
Devi.pdf

Hastutiek, Poedji., Fitri, L. E. (2007). POTENSI Musca domestica Linn. SEBAGAI


VEKTOR BEBERAPA PENYAKIT (POTENCY OF M. domestica Linn. AS A
VECTOR FOR SEVERAL DISEASES). Jurnal Kedokteran Brawijaya, 23(3),
125–137.

Siwi, Sri Suharni., Hidayat, Purnama., S. (2006). Taksonomi dan Bioekologi Lalat
(Diptera).
Hastutiek, P., & Fitri, L. E. (2007). POTENSI Musca domestica Linn. SEBAGAI
VEKTOR BEBERAPA PENYAKIT. Jurnal Kedokteran Brawijaya, XXIII, 125–
136.

Putra, R., Rosyad, A., & Kinasih, I. (2013). Pertumbuhan dan perkembangan larva
Musca domestica Linnaeus (Diptera: Muscidae) dalam beberapa jenis kotoran
ternak. Jurnal Entomologi Indonesia, 10(1), 31–38.
https://doi.org/10.5994/jei.10.1.31

Wardhana, A. H. (2006). Chrysomya bezziana Penyebab Myiasis pada hewan dan


Manusia: permasalahan dan penanggulangannya. Wartazoa, 16(3), 146–159.

Widiastuti, D. dan S. (2008). Uji Efikasi Ekstrak Daun Babadotan sebagai Insektisida
Nabati terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) di Laboratorium, 7, 7–10.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 10 Mei 2018

Mengetahui ,

Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing,

(I Wayan Merta, SKM.,M.Si) (Nyoman Mastra, SKM.,S.Pd.,M.Si)

Dosen Pembimbing, Dosen Pembimbing,

(I Nyoman Jirna, SKM.,M.Si) (Heri Setiyo Bekti ,SST)

Mahasiswa ,

(Kelompok 6)

Anda mungkin juga menyukai