OLEH :
KELOMPOK 1
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus adalah mikroorganisme terkecil diantara mikroorganisme
lain (bakteri, parasit, klamedia, riketsia). Ukuran virus sangat kecil
(ukuran virus 20-30 nm) sehingga tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang, tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Virus hanya bisa
dilihat dengan mikroskop elektron. Namun demikian virus dapat diketahui
berdasarkan atas sifat biologinya. (Kencana, 2017)
Virus yang paling sederhana terdiri dari genom DNA atau RNA
(sering disebut inti) serta diselubungi oleh protein yang disebut dengan
kapsid. Virus yang paling sederhana adalah Sirkovirus dengan kapsid yang
hanya disusun oleh 9 dua protein saja, sedangkan virus pox sebagai contoh
virus kompleks tersusun atas puluhan protein. Protein kapsid dengan
genom membentuk nukleokapsid, bentuknya bermacam-macam, ada
berbentuk ikosahedral, heliks, dan komplek.
Virus disebut sebagai parasit obligat karena virus mutlak
memerlukan sel hidup untuk menunjuang keperluannya hidupnya, untuk
memperbanyak diri atau yang disebut bereplikasi. Virus hanya mampu
bereplikasi pada sel hidup yang disukainya, virus tidak bisa hidup dan
bereplikasi pada benda mati. Oleh karena itu perbanyakan virus hanya
dapat dilakukan dengan cara diisolasikan pada media hidup, misalnya:
telur ayam bertunas (telur berembrio), pada biakan sel atau kultur jaringan,
atau diisolasikan pada hewan percobaan atau menggunakan hospes alami.
Adapun manfaat melakukan isolasi virus diantaranya adalah untuk
menemukan agen penyebab penyakit. Disamping itu isolasi virus dapat
dilakukan untuk memperbanyak virus (misalnya untuk bahan pembuatan
vaksin).
Sampel untuk bahan pembuatan inokulum diambil dari organ-
organ yang mengalami perubahan menciri. Biasanya semakin menciri
perubahan patologi anatominya maka semakin tinggi pula titer virus hasil
dipanen. Sampel organ diambil dalam keadaan segar, dan usahakan
pengambilan organ seseteril mungkin. Organ ditempatkan di dalam tabung
kaca steril selanjutnya dibuat inokulum untuk diinokulasikan pada media
isolasi virus.
Pada hewan yang masih hidup, sampel pemeriksaan dapat diambil
dengan menggunakan swab. Pada unggas diambil dari swab trakea, swab
kloaka. Pada mamalia juga dapat diambil dari swab kerongkongan, swab
vagina, swab preputium.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan inoculum untuk kultur virus?
2. Bagaimana cara penyiapan inoculum untuk kultur virus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan inoculum untuk kultur virus?
2. Untuk mengetahui cara penyiapan inoculum untuk kultur virus?
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Dapat menambah pengembangan ilmu pengetahuan mengenai
kultur virus serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian
sejenis, dan menambah pengetahuan penulis mengenai kultur virus.
2. Manfaat praktis
Diharapkan mampu melakukan teknik pembuatan dan penyiapan
inoculum untuk kultur virus serta mempunyai pengetahuan dan
wawasan mengenai materi dan media pembelajaran yang sesuai.
BAB II
METODE PENULISAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inokulum
Bahan untuk isolasi virus yang baik adalah jika sampel diambil dalam
keadaan segar, diambil saat infeksi pada fase akut. Penyakit ND dan AI
mempunyai gejala klisis yang sangat mirip, yakni: kelainan sistema respirasi
yang ditandai ngorok, keluar leleran hidung, batuk. Gejala lain berupa
gangguan sistim pencernaan yang ditandai: diare, bulu kusam karena
dehidrasi akibat diare profus. Ada pula gejala syaraf yang disebut tremor,
ataxia, tortikolis (tandanya sayap terkulai dan leher terpuntir ke belakang).
Perubahan patologi anatomi dari organ yang diakibatkan oleh kedua penyakit
tersebut juga hampir sama. Perubahan patologi anatomi ditandai dengan
perdarahan ringan sampai berat yang dijumpai pada trakea, paru-paru, usus,
provektrikulus, ventrikulus, dan otak. Perdarahan bentuk ptekie (perdarahan
bintik) maupun eksimosa (perdarahan yang meluas) seringkali ditemukan
pada organ-organ tersebut. Pada kasus AI perdarahan bintik juga ditemukan
pada pankreas, juga pada kaki. Sampel untuk bahan pembuatan inokulum
diambil dari organ-organ yang mengalami perubahan menciri. Biasanya
semakin menciri perubahan patologi anatominya maka semakin tinggi pula
titer virus hasil dipanen. Sampel organ diambil dalam keadaan segar, dan
usahakan pengambilan organ seseteril mungkin. Organ ditempatkan di dalam
tabung kaca steril selanjutnya dibuat inokulum untuk diinokulasikan pada
media isolasi virus. Pada hewan yang masih hidup, sampel pemeriksaan dapat
diambil dengan menggunakan swab. Pada unggas diambil dari swab trakea,
swab kloaka. Pada mamalia juga dapat diambil dari swab kerongkongan,
swab vagina, swab preputium.
2. In Vitro
Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus
pada kultur jaringan. Kultur jaringan virus dimulai dengan kultivasi embrio
anak ayam cincang didalam serum atau larutan-larutan garam. Ini menuntun ke
arah penggunaan kultur jaringan murni sel-sel hewan yang dapat ditumbuhi
virus. Kini sel hewan dapat ditumbuhkan dengan cara yang serupa seperti yang
digunakan untuk sel bakteri. Bila sel-sel hewan dikulturkan di wadah-wadah
plastik atau kaca, maka sel-sel tersebut akan melekatkan dirinya pada
permukan wadah itu dan terus-menerus membelah diri sampai seluruh daerah
permukaan yang tertutupi medium terisi. Terbentuklah suatu lapisan tunggal
sel dan dipergunakan untuk mengembangkan virus. Sel-sel jaringan yang
berbeda-beda lebih efektif untuk kultivasi beberapa virus ketimbang yang lain.
Pendekatan ini telah memungkinkan kultivasi banyak virus sebagai biakan
murni dalam jumlah besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara
komersial. Juga luas penggunaannya untuk isolasi dan perbanyakan virus dari
bahan klinis. Vaksin yang disiapkan dari kultur jaringan mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan yang disiapkan dari telur ayam berembrio
dalam hal mengurangi kemungkinan seorang pasien untuk mengembangkan
hipersensitivitas atau alergi terhadap albumin telur (Merchant and Packer,
1956).
3. In Vivo
Dengan cara ini, virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang
peka. Metode ini merupakan metode yang pertama kali dalam menanam virus.
Metode ini dapat digunakan untuk membedakan virus yang dapat
menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP atau Vesikular
Stomatitis pada sapi. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain mencit,
tikus putih, kelinci ataupun marmut (Merchant and Packer, 1956).
BAB IV
KESIMPULAN
Fenner FJ, Gibbs EPJ., Murphy FA. Rott R Studdert MJ., 1993. Veterinay
Virology, San Diego: Academic Press.
Herrington CS, Coates PJ, Dupex WP. 2015. Viruses and Disease: Emerging
Concepts for Prevention, diagnosis and treatment. J Pathol 235: 149-152.
Knipe DM, Howley PM., editors (2001). Folds Virology. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins
Mac Lachlan NJ, Dubovi EJ, editor, 2011. Fenner’s . Veterinary Virology. 4 th
ed. London. Academic Press.
OIE 2008. Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris:
Office international des Epizooties