Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

INFEKSI NOSOKOMIAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Dosen Pengampu: Aida Sri Rachmawati, M.Kep

Oleh:
Dita Puspitasari E2114401013
Dudung Rusdiana As Sidik E2114401046
Fadila Sri Ramadhani E2114401029
Kaila Bina Enjelina E2114401024
Teguh Budiman E2114401002

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
serta karunianya kami dapat menuntaskan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tema dari makalah Manajemen Pasien Safety tentang Infeksi Nosokomial.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
pada dosen mata kuliah Manajemen Pasien Safety yang telah memberi tugas kepada
kami. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada asal-sumber yang
membantu pada pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik asal
segi susunan kalimat juga rapikan bahasanya. oleh sebab itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran serta kritik dari pembaca supaya kami dapat
memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah Manajemen
Pasien Safety tentang “Infeksi Nosokomial” ini dapat memberikan manfaat juga ide
terhadap pembaca.

Tasikmalaya, 27 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
MM

NISMS

JAKSMS

JAKAKA
DAFTAR GAMBAR
MNJSAKSBS

KAHJSKS

KAJSLSA

KSHAKSA
DAFTAR TABEL
MMM

MMM

MMM
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi Nosokomial atau juga dikenal dengan nama Health Care Associated
Infections yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana
ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi
dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan
pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan
di fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Menkes RI, 2017).
Infeksi nosokomial merupakan masalah besar bagi pasien khususnya pasien
yang telah dirawat lebih dari 48 jam di fasilitas kesehatan, 3 hari setelah pulang dari
rumah sakit, ataupun 30 hari setelah operasi. Hal ini merupakan permasalahan
fasilitas kesehatan di seluruh dunia.
Dari data surveilans WHO dinyatakan bahwa angka kejadiannya sebesar 5%
pertahun. Menurut perkiraan, 1,4 juta pasien menderita infeksi nosokomial di
negara berkembang maupun negara maju. Penelitian prevalensi yang dilakukan
oleh WHO di 55 rumah sakit di 14 negara berdasarkan regionalisasi WHO (Eropa,
Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat) menunjukan rata-rata 8,7%
pasien rumah sakit terken ainfeksi nosokomial. Rumah sakit di Asia Tenggara
menempati urutan kedua kejadian tertinggi dengan persentase 1,3% diatas rata-rata.
Di Indonesia sendiri, penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI
Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8% (dengan rentang 6-16%) pasien rawat
inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Manajemen Pasien Safety
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui Jenis Organisme Parasite
2) Untuk mengetahui Kembang biang mikroorganisme
3) Untuk mengetahui Proses Penularan Penyakit
4) Untuk mengetahui Proses Infeksi Nosocomial
5) Untuk mengetahui Manejemen Infeksi Nosocomial
1.3. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memperluas wawasan
pengetahuan bagi pembaca dan juga khususnya bagi mahasiswa akademi
keperawatan terutama dalam memahami materi tentang Infeksi nosocomial.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Infeksi Nosocomial


Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan ini disebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari Bahasa
Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat.
Nosokomion berarti tempat untuk untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi
nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah
sakit (Darmadi, 2008).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang berkenaan atau berasal dari rumah sakit,
digunakan untuk infeksi yang tidak mengalami masa inkubasi sebelum dirawat di
rumah sakit, tetapi terjadi 72 jam setelah perawatan di rumah sakit. Secara umum,
pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 3
x 24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien
masuk rumah sakit.
2.2. Jenis Organisme Parasite
Menurut tempat hidupnya di tubuh manusia, parasit dibedakan menjadi
endoparasit dan ektoparasit.
1) Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh manusia, misalnya:
di dalam darah, otot dan usus, contohnya Plasmodium sp.
2) Ektoparasit adalah parasit yang hidup menempel pada bagian luar kulit dan
kadang-kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit, misalnya Sarcoptes
scabei.
Menurut derajad parasitisme, parasit dibagi menjadi:
1) Komensalisme adalah hubungan dimana suatu organisme mendapat
keuntungan dari jasad lain akan tetapi organisme tersebut tidak dirugikan.
2) Mutualisme adalah hubungan dua jenis organisme yang keduanya mendapat
keuntungan.
3) Simbiosis adalah hubungan permanen antara dua organisme dan tidak dapat
hidup terpisah.
4) Pemangsa (predator) adalah parasit yang membunuh terlebih dahulu
mangsanya dan kemudian memakannya.
Jenis Parasit yang bisa menyebabkan Infeksi:
1) Protozoa
Protozoa adalah organisme bersel tunggal yang dapat hidup dan
berkembang biak di dalam tubuh. Salah satu infeksi yang disebabkan oleh
protozoa termasuk giardiasis. Giardiasis adalah infeksi serius yang biasanya
muncul setelah minum air yang terkontaminasi protozoa Flagellata.
2) Cacing
Cacing adalah organisme multisel yang dapat hidup di dalam atau di luar
tubuh Anda. Kebanyakan cacing hidup di usus, antara lain seperti:
a. Cacing pipih
b. Cacing pita
c. Cacing kremi
d. Cacing gelang
e. Cacing tambang
3) Ektoparasit
Ektoparasit adalah organisme bersel banyak yang disebarkan oleh serangga
atau arachnida, seperti nyamuk, kutu, dan tungau yang bertindak sebagai inang
pembawa penyakit.
Contoh kasus ektoparasit adalah malaria yang disebarkan oleh nyamuk
Anopheles pembawa parasit Plasmodium. Ektoparasit ini dapat berpindah ke
manusia saat nyamuk tersebut menggigit kulit untuk mengisap darah.
2.3. Kembang-biak mikroorganisme
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa
zat suatu organisme, misalnya untuk makhluk makro dikatakan tumbuh ketika
bertambah tinggi, bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel
satu pertumbuhan lebih diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan
jumlah koloni, ukuran koloni yang semakin besar atau subtansi atau masssa
mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak. Pertumbuhan pada mikroba
diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri. Ada dua macam tipe
pertumbuhan yaitu pembelahan inti tanpa diikuti pembelahan sel sehingga
dihasilkan peningkatan ukuran sel dan pembelahan inti yang diikuti pembelahan
sel.
Ciri khas reproduksi bakteri adalah pembelahan biner, dimana dari satu sel
bakteri dapat dihasilkan dua sel anakan yang sama besar, maka populasi bakteri
bertambah secara geometrik. Interval waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk
membelah diri atau untuk populasi menjadi dua kali lipat dikenal sebagai waktu
generasi. Mayoritas bakteri memiliki waktu generasi berkisar satu sampai tiga jam,
Eshericia coli memiliki waktu generasi yang cukup singkat berkisar 15-20 menit,
sedangkan bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki waktu generasi sekitar 20
jam. Waktu generasi ini sangat bergantung pada cukup tidaknya nutrisi di dalam
media pertumbuhan, serta kondisi fisik pertumbuhan mikroorganisme.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme Faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dibedakan menjadi dua
faktor, yaitu faktor fisik dan faktor kimia, termasuk nutrisi dalam media kultur.
a. Faktor fisik meliputi temperatur, pH, tekanan osmotik, dan cahaya, sedangkan
faktor kimia meliputi nutrisi dan media pembiakan.
1) Temperatur
Temperatur menentukan aktifitas enzim yang terlibat dalam aktifitas kimia.
Peningkatan suhu 10⸰C mampu meningkatkan aktifitas sebesar 2 kali lipat. Pada
temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein yang tidak dapat
kembali (irreversible), sebaliknya pada temperatur yang sangat rendah aktifitas
enzim akan berhenti. Bakteri dapat tumbuh pada berbagai suhu dari mendekati
pembekuan sampai mendekati ke titik didih air.
Bakteri yang tumbuh paling baik di tengah kisaran ini disebut sebagai
mesophiles, yang mencakup semua patogen manusia dan oportunis. Ada tiga
jenis bakteri berdasarkan tingkat toleransinya terhadap suhu lingkungan, yaitu:
a) psikrofil, yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu dingin, dapat 12
tumbuh paling baik pada suhu optimum di bawah 20⸰C
b) mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara maksimal pada suhu
sedang, mempunyai suhu optimum di antara 20-50⸰C
c) termofil, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal atau suka pada suhu
tinggi, mikroorganisme ini sering tumbuh pada suhu di atas 40⸰C.
Bakteri jenis ini dapat hidup di tempat-tempat yang panas bahkan di
sumbersumber mata air panas. Bakteri tipe ini pernah ditemukan pada tahun
1967 di yellow stone park, bakteri ini hidup dalam sumber air panas bersuhu
93-94⸰C.
2) pH
Peningkatan dan penurunan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan
ionisasi gugus dalam protein, amino, dan karboksilat, yang dapat menyebabkan
denaturasi protein yang mengganggu pertumbuhan sel Mikroorganisme
asidofil, tumbuh pada kisaran pH optimal 1,0-5,3, mikroorganisme neutrofil,
tumbuh pada kisaran pH optimal 5,5-8,0, mikroorganisme alkalofil, tumbuh
pada kisaran pH optimal 8,5- 11,5, sedangkan mikroorganisme alkalofil eksterm
tumbuh pada kisaran pH optimal > 10.
3) Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan
hipotonik, air akan masuk ke sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan
hipertonik, air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme, berakibat membran
plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), sel secara metabolik
tidak aktif. Mikroorganisme yang mampu tumbuh pada lingkungan hipertonik
dengan kadar natrium tinggi dikenal dengan halofil, contohnya bakteri dalam
laut. Mikroorganisme yang mapu tumbuh pada konsentrasi garam yang sangat
tinggi ( > 33% NaCl) disebut halofil ekstrem, misalnya Halobacterium
halobium.
4) Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen, dikenal dengan mikroorganisme aerob dan
anaerob. Mikroorganisme aerob memerlukan oksigen untuk bernapas,
sedangkan mikroorganisme anaerob tidak memerlukan oksigen untuk bernapas,
justru adanya oksigen akan menghambat pertumbuhannya. Mikroorganisme
anaerob fakultatif, menggunakan oksigen sebagai pernapasan dan fermentasi
sebagai alternatif tetapi dengan laju pertumbuhan rendah. Mikroorganisme
mikroaerofilik dapat tumbuh baik dengan oksigen kurang dari 20%.
5) Radiasi
Sumber radiasi dibumi adalah sinar matahari yang mencakup cahaya
tampak, radiasi ultraviolet, sinar infra merah, dan gelombang radio. Radiasi
yang berbahaya bagi mikroorganisme adalah radiasi pengionisasi, yaitu radiasi
dari gelombang panjang yang sangat pendek dan berenergi yang menyebabkan
atom kehilangan elektron (ionisasi). Pada level rendah radiasi pengionisasi
dapat mengakibatkan mutasi yang mengarah ke kematian, sedangkan pada
radiasi tinggi bersifat lethal.
6) Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan
pembentukan energi. Ada dua jenis nutrisi mikroorganisme, yaitu makrolemen
dan mikroelemen. Makroelemen adalah elemen-elemen nutrisi yang diperlukan
dalam jumlah banyak (gram). Makroelemen meliputi karbon (C), oksigen(O),
hidrogen (H), nitrogen (N), sulfur (S), 14 pospor (P), kalium (K), magnesium
(Mg), kalsium (Ca), dan besi (Fe). C, H, O, N, dan P diperlukan untuk
pembentukan karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat. K diperlukan oleh
sejumlah enzim untuk mensintesis protei, dan Ca+ berperan dalam resistensi
endospora bakteri terhadap panas. Mikroelemen yaitu elemen- elemen nutrisi
yang diperlukan dalam jumlah sedikit (dalam takaran mg hingga ppm), meliputi
mangan (Mn), zinc (Zn), kobalt (Co), Nikel (Ni), dan tembaga (Cu).
Mikroelemen kadang merupakan bagian enzim atau kofaktor yang membantu
katalisis dan membentuk protein.
7) Media kultur
Bahan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme di
laboratorium disebut media kultur. Pengetahuan tentang habitat normal
mikroorganisme sangat membantu dalam pemilihan media yang cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme di laboratorium. Berdasarkan konsistensinya,
media kultur dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu media cair (liquid
media), media padat (solid media), dan semisolid.
b. Fase pertumbuhan mikroorganisme
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase log,
fase stasioner, dan fase kematian.
1) Fase lag merupakan fase adaptasi yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan
jumlah sel, hanya peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada
kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan.
2) Fase log merupakan fase di mana mikroorganisme tumbuh dan membelah
pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat
media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan
dan masa yang bertambah secara eksponensial, oleh karena itu fase log
disebut juga fase eksponensial.
3) Fase stasioner adalah pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi
keseimbangan antara sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada
fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar
kasus pergantian sel terjadi pada fase stasioner.
4) Fase kematian merupakan keadaan dimana jumlah sel yang mati meningkat,
dan faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi
produk buangan yang toksik.
2.4. Proses Penularan Penyakit
1. Penularan langsung
Cara penularan penyakit ini membutuhkan kontak fisik langsung dengan
orang yang terinfeksi atau mikroorganisme penyebab.
a. Dari orang yang terinfeksi. Berisiko tertular penyakit jika melakukan kontak
fisik dengan penderita, misalnya melalui sentuhan, berciuman, atau
berhubungan seksual. Contoh penyakit: HIV/AIDS, sifilis, gonore,
hepatitis, dan infeksi menular seksual lainnya.
b. Dari Ibu ke bayi. Penularan dapat terjadi saat kehamilan, proses persalinan,
atau menyusui.
c. Dari hewan ke manusia, penularan terjadi ketika tergigit oleh hewan
tersebut, menyentuh kotoran/urine hewan, ataupun mengonsumsi daging
hewan yang belum matang sempurna. Contoh penyakit dari hewan yang
rentan menular dengan kontak langsung, yaitu toksoplasmosis, penyakit
pes, leptospirosis, dan rabies.
2. Penularan tidak langsung
Terjadi ketika menyentuh benda yang terkontaminasi virus atau
bakteri, mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi (contoh
: Infeksi, antraks, flu), ataupun digigit oleh serangga (misalnya DBD,
Filariasis, virus Zika).
3. Melalui air
Penyakit yang ditularkan melalui air disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme, biotoksin, dan kontaminan beracun. Gejala penularan
penyakit meliputi diare, muntah, masalah kulit, gangguan pernapasan, dan
gangguan mata atau telinga. (Contoh : adalah kolera, schistosomiasis, dan
masalah pencernaan lainnya)
4. Melalui droplet
Droplet adalah percikan air ludah atau lendir yang dihasilkan ketika
seseorang batuk, bersin, atau berbicara. Penyakit yang menular melalui
droplet, diantaranya campak, SARS, dan COVID-19.
5. Melalui udara (airborne disease)
Penularan ini terjadi melalui percikan air ludah atau lendir yang
berukuran sangat kecil dan bisa bertahan di udara untuk waktu yang lama
(beberapa menit hingga jam). Cara penularan ini memungkinkan organisme
untuk masuk ke saluran pernapasan atas dan bawah.
6. Melalui tinja
Contoh penyakit dari penularan melalui feses adalah tipes dan
hepatitis A. Penyebaran penyakit melalui tinja dapat terjadi melalui tiga
cara, yaitu:
1) Langsung, misalnya dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang
terkontaminasi
2) Tidak langsung, misalnya melalui media air, tanah, dan serangga
3) Kontaminasi pada bagian tubuh (misalnya, tangan)
7. Melalui vektor
Vektor adalah hewan yang mampu menularkan penyakit, seperti
nyamuk, lalat, tungau, kutu, tikus, dan anjing. Penularan penyakit bisa
terjadi saat vektor menggigit manusia atau mengonsumsi
makanan/minuman yang terkontaminasi kotoran/urine vektor
tersebut. Penyakit yang menular melalui vektor, meliputi disentri, kolera,
demam tifoid, dan paratifoid.
2.5. Proses Infeksi Nosokomial
a. Penularan secara kontak (Contact transmision)
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, dan droplet.Kontak
langsung terjadi apabila sumber infeksi berhubungan langsung dengan
penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis
A secara fecal oral. Kontak langsung terjadi apabila penularan membtuhkan
objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati
tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan
medis oleh mokroorganisme.
b. Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman, dan
dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-
jenis common vehicleadalah darah/produk darah, cairan intravena, obat-
obatan, dan sebagainya.
c. Penularan melalui udara, dan inhalasi
Penularan terjadi karena mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat
kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh, dan
melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam
sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus), dan tuberculosis.
d. Penularan dengan perantara vektor
Terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara mekanis
dari mokroorganisme yang menempel pada tubuh vector, missal shigella,
dan salmonella oleh lalat.
2.6. Manajemen Infeksi Nosokomial
Salah satu strategi yang terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi
nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode
Universal precaution atau Kewaspadaan standar yaitu suatu cara penanganan
baru untuk 11 meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien
tanpa memperdulikan status infeksi.
Dalam pengendalian infeksi penerapan kewaspadaan standar merupakan hal
yang sangat mendasar dalam asuhan keperawatan bagi setiap orang tanpa
memandang status infeksinya Kewaspadaan standar harus merupakan kegiatan
rutin. Perlu dilakukan penyediaan bahan dan alat yang cukup, pengawasan serta
pemantauan untuk memastikan penerapan kewaspadaan standar tersebut. Setiap
perawat secara pribadi harus menjaga higiene perorangan, selalu mencuci
tangan dengan benar sebelum dan setelah melakukan tindakan. Selain itu perlu
diperhatikan peralatan kesehatan telah melalui proses dekontaminasi, pencucian
dan disinfeksi dengan baik dan benar. Limbah dipilah dan dikelola sesuai
peraturan. Hindari kontak dengan darah dan cairan tubuh lain, cuci tangan
segera setelah menangani benda yang tercemar. Semua perawat dan tim medis
harus memahami dan menerapkan kewaspadaan standar bagi semua pasien,
setiap saat dan dimana saja tanpa memandang status infeksi pasien.
Pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab seluruh orang
yang berada di rumah sakit, termasuk pasien, pengunjung, serta petugas
kesehatan, seperti dokter dan perawat. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyebaran infeksi ini adalah:
1. Mencuci tangan
2. Kebersihan lingkungan RS
3. Gunakan alat sesuai prosedur
4. Tempatkan pasien beresiko di ruang isolasi
5. Gunakan APD sesuai SOP
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang berkenaan atau berasal dari rumah
sakit, digunakan untuk infeksi yang tidak mengalami masa inkubasi sebelum
dirawat di rumah sakit, tetapi terjadi 72 jam setelah perawatan di rumah sakit.
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi
yang kurang dari 3 x 24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah
terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit.
Setiap perawat secara pribadi harus menjaga higiene perorangan, selalu
mencuci tangan dengan benar sebelum dan setelah melakukan tindakan. Selain
itu perlu diperhatikan peralatan kesehatan telah melalui proses dekontaminasi,
pencucian dan disinfeksi dengan baik dan benar.
3.2. Saran
1. Bagi Penulis
Dengan adanya Makalah ini penulis dapat mengembangkan pengetahuan serta
wawasan khususnya tentang Infeksi nosokomial. Dan dapat menjadi acuan bagi
perawat dalam menjaga personal hygiene perorang.
2. Bagi Institut Pendidikan
Diharapkan dapat menambahkan keluasan ilmu keprawatan ddengan
prmbahasan Infeksi nosokomial dan menjadi bahan pembadingan dalam melakukan
penelitian
DAFTAR PUSTAKA.
Rachma, Futia (2015). FAKTOR RISIKO INFEKSI NOSOKOMIAL PADA
PASIEN ANAK DI RUANG HCU DAN PICU RSUP DR KARIADI
SEMARANG. SEMARANG.
http://eprints.undip.ac.id/46298/3/Futia_Rachma_22010111140189_Lap.KTI_Bab
_2.pdf

Mikrobiologi dan Parasitologi Keperawatan.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Mikrobiologi-dan-Parasitologi-Komprehensif.pdf

PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN KEWASPADAAN


UMUM DI RUMAH SAKIT.
http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/15016/1/Pengendalian%20infeksi%20nosokomial%20dengan
%20kewaspadaan%20umum%20di%20rumah%20sakit%20.pdf

Anda mungkin juga menyukai