Anda di halaman 1dari 32

ISOLASI, KULTUR DAN

DETEKSI VIRUS AVIAN


INFLUENZA (AI)
Oleh :
Rudy (B9404212157)
Angel Veronica (B9404212115) PPDH Periode II |
Amelia Pratama Putri (B9404212110) Lab.Diagnostik
Dibawah Bimbingan :
Prof. Dr. drh. Retno D Soejoedono, MS
ISOLASI VIRUS

PPDH Periode II |
Lab.Diagnostik
OVERVIEW
• Merupakan virus dari family
Orthomyxoviridae.
• Dibagi menjadi beberapa kategori 16
hemagglutinin (H1-H16) dan 9 neuraminidase
(N1-N9) subtipe.
• Patogenitas tinggi: strain H5 and H7.
• Masa inkubasi 1-7 hari.
• Gejala klinis LPAI: penurunan produksi telur,
peningkatan mortalitas, diarea, masalah
pernapasan, dan pada beberapa kasus
ditemukan urates pada ginjal
• Gejala klinis HPAI: edema regio kepala,
hemoragi serosa dan mukosa organ, hingga
peritonitis.
KOLEKSI SAMPEL
Sampel dari nekropsi:
• Sampel feses dari usus, swab kloaka,
swab orofaring, swab trakhea.
• Organ: Trakhea, paru-paru, kantung
hawa, usus, limpa, tonsil sekal, ginjal,
otak, hati, dan jantung.
Sampel dari hewan hidup:
• Swab orofaring
• Swab trakhea, dan
• Swab kloaka.
TRANSPORT SAMPEL
Swab terkoleksi diletakan di dalam 2-3,5 mL media transport
steril (tryptose, nutrient, peptone broth, PBS isotonik, atau
media kultur 1% bovine serum albumin)
Penambahan antibiotik (contoh: 200 pg/ml gentamicin sulfate
dan 5 pg/ml amphotericin B) dapat ditambahkan pada media
transport untuk menghindari kontaminasi bakterial dan mikal.
Sampel swab dapat disimpan pada 40 C sampai 48 jam, atau
Sampel beku (disimpan pada suhu -700 C) untuk masa
penyimpanan lebih lama
ISOLASI VIRUS
•Kultur virus AI dengan metode inokulasi telur embrio tertunas (TET) spesific
pathogen free (SPF)
•Suspensi sampel disentrifugasi (1000G 10 menit), suhu 25°C.
•Supernatan diambil .
Inokulasi suspensi virus dilakukan melalui rute kantung alantois pada TET berumur
9-11 hari, kemudian telur diinkubasi pada suhu 37°C selama 2-7 hari. 
•Telur yang mati selama masa inkubasi ataupun bertahan hingga masa akhir inkubasi
didinginkan  pada suhu 4°C
•Cairan alantois dipanen.
•Selanjutnya dapat dilakukan screening test seperti uji HA; tes spesifik Influenza A
seperti Agar Gel Immunodiffusion Test (AGID); uji ELISA; Uji subtipe spesifik
seperti uji HI dan NI; ataupun uji molekuler seperti RT-PCR.
KULTUR SEL PADA
VIRUS

PPDH Periode II |
Lab.Diagnostik
KULTUR SEL (CELL CULTURE)
Virus dapat tumbuh secara in vivo (didalam organisme hidup) atau in vitro (diluar
organisme hidup  dalam sel di lingkungan buatan seperti tabung reaksi, labu kultur
sel atau pelat agar)
Kultur sel  Suatu proses saat sel hidup ditempatkan ke dalam suatu media yang
dapat membuat sel tersebut berkembang biak atau tumbuh secara in vitro (Ma’at
2011)
Sel hewan memiliki kebutuhan nutrisi yang lebih kompleks dan biasanya
membutuhkan kondisi yang lebih ketat untuk pertumbuhan dan pemeliharaan
Sel mikroba dan tanaman membutuhkan kondisi yang tidak terlalu ketat dan tumbuh
secara efektif dengan kebutuhan minimum
Tipe kultur sel : Kultur sel primer, Kultur sel sekunder atau semi-continuous cells,
dan Continuous cell line
KULTUR SEL PRIMER
Merupakan kultur yang berasal dari sel, jaringan, organ yang diperoleh langsung dari
organisme asalnya
Tumbuh dan berkembang biak  mengkonsumsi nutrisi pada media
Secara berkala memindahkan sebagian sel ke wadah baru + media pertumbuhan baru
 mencegah mitosis sel berhenti  lebih banyak ruang untuk berkembang biak dan
nutrient untuk mempertahankan pertumbuhan sel  disebut Sel kultur sekunder
Sel pada kultur primer hanya dapat di pasase (subkultur) sekali atau dua kali
Setelah 1-2 sel di subkultur  sel menua  tidak dapat berkembang biak
Suspensi sel ditempatkan
Menghancurkan jaringan dalam gelas atau wadah
Tripsin atau kolagenase
dan memisahkan sel plastik alas datar bersama
media cair yang sesuai

Sel menempel dan Biarkan mengendap


Inkubasi dibawah 5%
menyebar di bagian dipermukaan gelas atau
CO2 dan sekitar 37C
bawah wadah wadah

Membentuk kultur
Membelah
primer
KULTUR SEKUNDER/SEMI-
CONTINUOUS CELLS
Kromosom diploid (mempertahankan jumlah kromosom yang sama dengan sel-sel
dari mana mereka berasal)
Dapat di phasase (subkultur) beberapa kali

KULTUR SEL KONTINU


(CONTINUOUS CELL
Didapat dari sel yang terlah bertansformasi/ sel tumor
LINE)
Dapat di pasase (subkultur) berkali-kali tanpa batas bahkan tumbuh tidak terhingga
(sehingga dapat disebut sel immortal). 
KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN KULTUR SEL
KELEBIHAN
Tidak memerlukan ruang yang besar untuk penyimpanan
Sel mudah dirawat dan tumbuh dengan cepat pada kepadatan yang tinggi
Mudah digunakan saat identifikasi
Sel kontinuous dapat tumbuh dalam waktu yang tak terhingga (sel imortal)

KEKURANGAN
Relatif mahal
INOKULASI VIRUS PADA SEL
KULTUR
Inokulum ditambahkan ke tabung berisi sel kultur 0,2-0,3 ml ke setiap tabung dengan cara
Inokulasi adsorbsi
Inokulasi adsorbsi :
Medium sel kultur dikeluarkan, sampel dituangkan langsung ke sel kultur monolayer. Setelah
30-90 menit inkubasi pada suhu 35-37oC, inokulum berlebih dibuang, kemudian medium sel
kultur yang segar ditambahkan.
Tabung sel kultur virus diinkubasikan dan diletakkan pada rak pada suhu 35-37 oC dalam
beberapa hari atau minggu (tergantung)
Dilakukan pengamatan mikroskopik pada sel monolayer setiap hari pada minggu pertama
inkubasi untuk melihat perkembangan virus.
Pengamatan mikroskopik pada sel kultur yang belum diwarnai merupakan pendekatan
standar untuk mendeteksi proliferasi virus.
Perubahan degenerative pada sel monolayer merupakan bukti terjadinya proliferasi virus.
DETEKSI PERTUMBUHAN
VIRUS PADA KULTUR SEL
CPE (sitopatik efek): perubahan morfologi sel kultur
Efek metabolisme sel: ditunjukkan oleh perubahan warna medium, pH
Hemaglutinasi
Hemadsorbsi
Fenomena interferensi (virus non-CPE)
Transformasi sel (virus onkogenik)
PENGAMATAN CPE
(CYTOPATHIC EFFECT)
Cytopathic effect merupakan abnormalitas sel yang dapat diobservasi karena adanya
infeksi virus.
Perubahan yang dapat terjadi diantaranya  membesar, mengecil, sel-sel menjadi
berkelompok, pembentukan sinsitium (sel raksasa berinti banyak), dan pada
beberapa kasus terjadi kerusakan total pada sel monolayer, badan inklusi (apabila
dengan pewarnaan)
PENGAMATAN CPE
(CYTOPATHIC EFFECT)

Tingkat efek sitopatik yang diamati pada


berbagai sel; sel yang tidak terinfeksi (kolom
kiri) versus sel yang terinfeksi virus avian
influenza (H9N2) (panel kanan).
Terjadi kerusakan sel akibat Avian Influenza virus
(Babar et al. 2013).
HEMADSORBTION (HAD) TEST
HAD untuk mengidentifikasi virus yang mengekspresikan
protein haemaglutininnya pada membrane plasma dari sel
yang terinfeksi virus, seperti virus influenza, virus
parainfluenza, dan virus mumps.
Protein ini tidak teridentifikasi oleh mikroskop cahaya, tapi
dapat dideteksi afinitasnya terhadap eritrosit.
HAD test dilakukan pada akhir masa inkubasi pada kultur sel
yang tidak menunjukkan CPE pada periode awal inkubasi.
Caranya: medium kultur sel dikeluarkan dan diganti suspensi
eritrosit marmot, diinkubasi suhu 4oC selama 30 menit.
Tabung kemudian diamati secara mikroskopik.
Hasil Positif hemadsorption pada
Jika virus hemadsorbing ada: eritrosit akan menempel, sel RhMK yang terinfeksi
membentuk gumpalan pada sel terinfeksi, dan tidak akan parainfluenza virus
menempel pada sel monolayer yang tidak terinfeksi.
KULTUR SEL AVIAN
INFLUENZA VIRUS (AI)
Identifikasi dan karakterisasi virus AI terdapat beberapa cara  secara konvensional
dan metode diagnosis secara molekuler.
Penggunaan mikroskop elektron, kultur jaringan, isolasi virus pada telur ayam bertunas
yang specific pathogen free (SPF) dan pemeriksaan secara serologis (Alexander 2008).
Virus Avian Influenza hanya dapat bereplikasi pada kultur sel tertentu
Chicken Embryo Fibroblasts (CEF)  Kultur sel primer paling sering digunakan
(Shankar et al. 2009)
Kultur sel lainnya yang digunakan yaitu Madin Darby Canine Kidney (MDCK) dan
Primary Rhesus Monkey (PMK) culture (Shankar et al. 2009)
Menurut Moresco et al. (2012), African Green Monkey Kidney (Vero) cells juga dapat
digunakan sebagai kultur sel bagi virus Avian Influenza
CHICKEN EMBRYO
FIBROBLASTS (CEF)
Untuk menumbuhkan berbagai virus yang menyerang pada unggas salah satunya
adalah virus AI (Avian Influenza) (Sari et al. 2018).
Persiapan Sel CEF
1. Sel CEF dipreparasi dari 2 embrio ayam umur 10 hari
2. Embrio ayam berasal dari telur ayam berembrio bebas pathogen spesifik (SPF)
3. Sel CEF ditumbuhkan kedalam flask 25cm2 dengan media tumbuh 7%
4. Hari kedua sel CEF tumbuh homogen (sel monolayer)
5. Sel di split pada mikroplate tissue culture 24 well + media tumbuh 7%
Inokulasi Virus AI pada Sel CEF
1. Isolat virus AI diencerkan bertingkat dari 10 -2 sampai 10-5 dan diinokulasikan pada
sel CEF di mikroplate 24 well
2. 4 well untuk kontrol negative dan 4 well untuk control sel
3. Sel diinkubasi menggunakan incubator CO2 selama 4 hari dengan suhu 37c
4. Pengamatan dilakukan selama 4 hari dengan melihat perubahan pada sel dengan
terbentuknya Cytopathic effect (CPE)
Cytopathic effect (CPE) pada sel
CEF hari ke 1 post inokulasi dan hari
ke 2 post inokulasi  terlihat sel
CEF mulai mengalami kerusakan
MADIN DARBY CANINE
KIDNEY (MDCK) CELL
Morfologi dari Madin Darby Canine Kidney
(MDCK)  sel epitel
Sel MDCK positif untuk keratin dengan
pewarnaan imunoperoksida
Sel MDCK (Madin-Darby canine ginjal) biasanya
dijadikan model umum untuk mempelajari regulasi
pertumbuhan sel, metabolisme, dan mekanisme
transportasi di epitel ginjal distal (Irvine et al.
1998).
DETEKSI VIRUS

PPDH Periode II |
Lab.Diagnostik
CARA MENDETEKSI VIRUS AI
Virus Influenza dapat dideteksi dengan beragam cara yang secara
garis besar dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu Cara
Konvensional dan Cara Molekuler.
CARA KONVENSIONAL
a. Isolasi Virus
b. Test Serologi

Akan tetapi cara ini tidak praktis dan membutuhkan waktu cukup
lama untuk mengetahui hasilnya yaitu sekitar dua hari sampai dua
minggu. Di samping itu, kurang efektif untuk segera melakukan
terapi dan tindakan untuk mengatasi infeksi.
CARA MOLEKULER
a. PCR (Polymerase Chain Reaction)
b. Deteksi Cepat Kit Antigen
RT-PCR (REVERSE TRANSCRIPTION-
POLYMERASE CHAIN REACTION)
- Reverse Trancription-PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah metode invitro
untuk amplifikasi sekuen RNA sehingga menghasilkan DNA secara enzimatis.
- RT-PCR merupakan kombinasi dari sintesis cDNA dengan PCR sehingga mampu
mensintesis DNA dari RNA.
- Kegunaan lain dari RT -PCR adalah mampu mendeteksi virus dengan genom RNA,
menganalisis ekspresi gen, dan menyeleksi gen tanpa perlu mengkonstruksi pustaka
cDNA juga dapat diperoleh dengan RT-PCR.
TAHAPAN DALAM RT-PCR :
- Tahap pertama dari RT-PCR adalah transkripsi balik sampel RNA menjadi cDNA
(tahap sintesis cDNA) dengan bantuan enzim reverse transcriptase.
- Tahap kedua yaitu pemisahan fase larutan menjadi fase air dan fase organik dengan
penambahan kloroform. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan protein dan asam
nukleat (RNA/DNA).
- Tahap ketiga yaitu presipitasi RNA, dengan penambahan iso propanol (2-metil
propanol).
- Tahap keempat, merupakan tahap pemurnian (purifikasi) yaitu dengan penambahan
etanol 75%, yang dimaksudkan untuk mencuci endapan RNA yang terbentuk,
dengan menghilangkan sisa-sisa pengotor organik yang ada.
Tahapan reaksi RT-PCR
(Sambrook & Russels 2001)
DETEKSI CEPAT SAMPEL
DENGAN KIT ANTIGEN
Anigen® merupakan kit yang dapat mendeteksi virus AI hidup maupun yang
telah diinaktifkan (contoh vaksin AI, antigen AI).
Bahan yang diperlukan untuk deteksi cepat virus AI adalah kit Rapid Avian
Influenza virus (Anigen®, Korea). Kit ini terdiri atas tabung penampung
sampel mengandung 1 ml assay diluent, swab untuk mengambil sampel dari
lubang kloaka rektum dan disposable droppers untuk meneteskan cairan
sampel ke tabung diluent.
TAHAPAN DETEKSI CEPAT
DENGAN KIT ANTIGEN
pengambilan feses ataupun melalui kloaka menggunakan kapas bertangkai kanan.
Kapas bertangkai dimasukkan ke dalam lubang kloaka rektum unggas. Kemudian swab
spesimen diputar di dalam kloaka beberapa kali, selanjutnya swab spesimen ditarik keluar.
Untuk prosedur tes, swab spesimen yang telah mengandung feses dimasukkan ke dalam tabung
spesimen yang mengandung assay diluent,
kemudian swab spesimen diaduk sehingga seluruh sampel spesimen larut didalam assay diluent.
Kemudian diambil larutan supernatan dari dalam tabung dengan disposable dropper yang
tersedia.
Sebagai langkah terakhir, diteteskan larutan supernatan sebanyak 4-5 tetes ke dalam lubang
sampel pada kit tes dengan disposable dropper.
Pembacaan hasil diamati dengan munculnya pita pada kit tes yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Moresco KA, Stallknecht DE, Swayne DE. 2012. Evaluation of different embryonating bird eggs and cell
cultures for isolation efficiency of avian Influenza A Virus and Avian paramyxovirus serotype 1 from real-
time reverse transcription polymerase chain reaction–positive wild bird surveillance samples. J Vet Diagn
Invest. 24(3):563-567.
Babar MM, Riaz MS, Zaidi NSS, Afzal F, Farooq MS. 2013. Production of avian influenza virus vaccine
using primary cell cultures generated from host organs. Journal of Industrial Microbiology and
Biotechnology.40(6):625–632.
Baydoun AR. 2010. Principles and Techniques of Biochemistry and Molecular Biology.
England(UK):Cambridge University Press.
Shankar BP, Gowda RNS, Pattnaik B, Prabhu BHM, Kamal RP, Screenivas BK, Madhusudhan HS, Ranjith
D, Pradhan HK. 2009. Assessment of pathogenic potential of Avian Influenza Viruses by MDCK cell
culture. International Journal of Poultry Science. 8(5):462-464
Sari DP, Irianingsih SH, Darul MA. 2018. Isolasi virus avian influenza pada sel primer chicken embryo
fibroblast (cef) dan sel kultur mardin-darby bovine kidney (MDBK). [Prosiding]. Penyidikan Penyakit
Hewan Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah (RATEKPIL) dan Surveilans Kesehatan Hewan Tahun 2018.
Irvine JD, Takahashi L, Lockhart K, Chfong J, Tolan JW, Selick HE, Grove JR. 1998. MDCK (Madin-
Darby Canine Kidney) Cells: A tool for membrane permeability screening. Journal of Pharmaceutical
Sciences. 88(1):28-33

Anda mungkin juga menyukai