Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KOASISTENSI VIROLOGI

STUDI PUSTAKA PENYAKIT HEWAN


“HOG CHOLERA (CLASSICAL SWINE FEVER”

OLEH

AURELIA YULIARTY CARMILA DASOR, S.K.H


2209022007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
BAB I

PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang


Peternakan babi yang merupakan bagian dalam kebudayaan kehidupan masyarakat di
beberapa daerah untuk memenuhi kebutuhan daging sebagian masyarakat di Indonesia.
Semakin meningkatnya populasi babi maka semakin besar pula peranan babi bagi
masyarakat, sehingga kesehatan ternak babi harus tetap dijaga dari infeksi virus, bakteri,
maupun parasit. Penyakit menyebabkan kerugian ekonomis dalam pengertian mortalitas dan
morbiditas laju pertumbuhan dan konversi makanan yang buruk, biaya pengobatan
meningkat dan gangguan kontinuitas produksi. Salah satu penyakit yang sangat ditakuti dan
banyak menimbulkan kerugian pada peternak babi yaitu penyakit Hog Cholera atau Classical
Swine Fever (CSF) (Herawati, 2014).
Hog Cholera merupakan penyakit virus yang sangat menular dari babi. Penyakit ini
dikenal sebagai penyakit yang paling merugikan pada babi sehingga sangat ditakuti terutama
oleh peternak babi karena mortalitas dan morbiditasnya sangat tinggi berkisar antara 90 –
100 %. Di Indonesia, CSF dilaporkan pertama kali tahun 1994 terjadi di pulau Sumatra dan
secara bertahap menyebar ke Jawa pada awal tahun 1995, Bali dan Kalimantan pada akhir
tahun 1995 dan Papua tahun 2004 (Herawati, 2014).
Hog Cholera menjadi salah satu penyebab utama kegagalan produksi dan reproduksi
ternak babi adalah serangan penyakit infeksi maupun non infeksi. Penyakit mengakibatkan
kerugian ekonomis dalam pengertian mortalitas, morbilitas, laju pertumbuhan, konservasi
pakan buruk, biaya pengobatan meningkat dan gangguan keberlangsungan reproduksi.
Penyakit ini cepat menyebar dan sulit dikendalikan karena virus persistensi di dalam limfosit
dalam periode yang sangat lama. Di samping itu, hog cholera menyebabkan imunosupresif
yaitu kondisi di mana sistem kekebalan tubuh terdepres sehingga memudahkan masuknya
agen-agen patogen lainnya (Jayanti, 2014).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hog Cholera?
2. Jelaskan etiologic dari penyakit Hog Cholera!
3. Jelaskan epidemiologi penyakit Hog Cholera!
4. Jelaskan Sifat alami agen Hog Cholera!
5. Sebutkan spesies rentan yang terkena penyakit Hog Cholera
6. Jelaskan cara penularan penyakit Hog Cholera!
7. Jelaskan patogenesis serta gejala klinis penyakit Hog Cholera!
8. Bagaimana patologi anatomi dari penyakit Hog Cholera?
9. Sebutkan tenik diagnosa dan diagnosa banding Hog Cholera!
10. Jelaskan pencegahan serta pengendalian penyakit Hog Cholera!
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui etiologi, sifat alami agen, spesies
rentan, cara penularan, patogenesis, patologi anatomi, teknik diagnosa, diagnosa banding ,
pencegahan dan pengendalian penyakit Hog Cholera.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Defenisi dan Etiologi

Hog Cholera salah satu penyakit viral menular pada babi yang disebabkan oleh virus
yang termasuk dalam genus Pestivirus dan Family Flaviviridae. Hanya ada satu serotipe virus
Hog Cholera namun gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung strain yang
menginfeksi (Geering et al., 1995).

Penyakit Hog cholera disebabkan oleh virus dari familia Flaviviridae, genus Pestivirus,
dalam genus ini virus Hog cholera bergabung bersama virus penyebab diare pada sapi (bovine
viral diarrhea). Kedua virus ini juga mempunyai hubungan antigenik (OIE, 2008). Virus ini
berbentuk bundar dengan diameter berkisar 40-50 nm, memiliki nukleocapsid yang berbentuk
heksagonal dengan ukuran sekitar 29 nm dan mengandung material genetik RNA berbentuk
single stranded dan polarity positif

Virus ini termasuk virus RNA, berdiameter 38-44 nm, berbentuk bulat beramplop,
Nukleokapsid berbentuk simetri kubik. Virus memiliki ukuran 40 -50 nm, dengan nukleocapsid
berukuran 29 nm. Virus RNA yang sifatnya singlestranded bersifat infeksius, dan memiliki dua
macam gliko-protein dengan berat molekul masing-masing 55 dan 46 kD. Kedua glikoprotein
tersebut terletak pada selubung (envelope) virus, dan protein nucleokapsid memiliki berat
molekul 36 kD (Tarigan et al., 1997).

Virus mengalami inaktivasi secara fisis, yang tergantung pada media tempat
berkembangnya virus. Di dalam cairan biakan sel virus Hog Cholera menjadi inaktif selama 10
menit pada suhu 60°C, sedangkan di dalam darah tanpa fibrin virus stabil setelah selama 30
menit dengan suhu 68°C. Pada derajat keasaman (pH) larutan 5-10 virus tetap stabil. Secara
kimiawi virus jadi inaktif dengan pelarut lemak eter, kloroform dan deoxycholat. Larutan NaOH
2% sangat infektif untuk tujuan desinfeksi alat dan kandang babi. Di kandang maupun feses,
virus jadi inaktif dalam beberapa hari, sedangkan di dalam daging atau produk olahan daging,
virus tetap aktif sampai beberapa bulan (Tarigan et al., 1997).
Didalam biakan sel virus menyebar ke sel dekatnya melalui jembatan sitoplasma, dan
dari sel induk ke sel turunannya. Virus Hog Cholera menjadi dewasa di dalam membran
intrasitoplasma hingga antigen virus tidak dapat dikenali dari permukaan sel yang terinfeksi.
Sifat antigenik virus ternyata sangat bervariasi di antara galur-galur virus Hog Cholera, bahkan
dari satu macam galur virus pun terdapat variasi antigenik tersebut. Variasi antigenik tidak
mencerminkan variasi virulensi virus. Terbukti virus Hog Cholera yang dengan mudah
dinetralkan oleh antibodi BVD, yang lebih mudah dari antibodi Hog Cholera, sifat virulensinya
rendah atau berkurang (Sihombing, 1997; Tarigan et al., 1997).

2.2. Epidemiologi

Infeksi virus Hog Cholera dapat terjadi melalui peroral atau hidung. Periode inkubasi
penyakit bervariasi berkisar antara 6-11 hari meskipun OIE menetapkan periode inkubasi 40 hari
sebagai batas waktu maksimum. Virus mengadakan replikasi dalam tonsil kemudian menyebar
ke kelenjer limfe terus keseluruh tubuh. Pada penyakit bentuk akut kebanyakan babi akan mati
dalam waktu 10-20 hari, meskipun demikian, ada respon terhadap infeksi penyakit lain. Babi-
babi yang terinfeksi virus Hog Cholera dapat mengeluarkan virus sampai menjadi kebal, tetapi
babi-babi yang terinfeksi kronis dapat mengeluarkan virus yang terus menerus, demikian pula
hewan yang memiliki level antibodi rendah (Wulandary, 2021).

Virus dikeluarkan lewat sekresi mulut atau hidung, sekresi mata, urin dan tinja. Virus Hog
Cholera juga dikeluarkan dalam jumlah besar dari induk dalam cairan uterus dan juga
dikeluarkan pada anak babi yang digugurkan atau lahir dini terinfeksi kongenital. Pada infeksi
kronis diproduksi antibodi, jadi pengujian secara serologis sangat berguna dalam mendiagnosis
penyakit (Wulandary, 2021).

2.3. Sifat alami agen

Virus HC sangat peka terhadap panas. Infektivitas virus menurun pada pemanasan 56°C
selama 60 menit, 60°C selama 10 menit atau 710C selama 1 menit. Dalam daging beku dapat
bertahan selama 4,5 tahun, dalam organ yang telah membusuk tahan selama 3-4 hari, dari dalam
darah atau sumsum tulang yang telah membusuk tahan selama 15 hari (Wulandary, 2021).
Virus juga sangat peka terhadap pelarut lemak , seperti eter, kloroform atau deoksikolat.
Larutan NaOH 2% sangat efektif untuk tujuan desinfeksi alat dan kandang babi. Virus stabil
pada pH 5- 10. Dalam larutan 5% fenol dan HCl yang mengandung 1,66 % klorin dapat merusak
virus dalam waktu 15 menit (Wulandary, 2021).

Virus dapat dibiakkan pada kultur sel ginjal dan limfosit babi yang ditandai dengan
timbulnya cytopathogenic effect (CPE).Virus HC dapat ditumbuhkan secara in vitro pada biakan
sel. Berbagai jenis kultur sel pernah dicoba, seperti sel paru, testes babi, ginjal sapi, makrofag
alveolar babi atau sel fi broblas embrio ayam. Namun yang paling banyak digunakan adalah sel
ginjal babi. Virus HC juga dapat dibiakkan pada hewan coba.(Wulandary, 2021).

2.4. Spesies Rentan

Virus Hog Cholera bersifat sangat ganas dan menular bagi ternak babi di segala
umur, baik jantan maupun betina dan bersifat congenital yang dapat menurun dari induk kepada
anak yang dilahirkan. Hal ini dikarenakan, anak babi yang lahir tidak mendapatkan
imunitas dari induknya. Ternak yang paling rentan terhadap penularan virus ini adalah ternak
babi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ternak babi merupakan induk semang yang utama
terhadap infeksi virus ini (Pondung dan Adiani, 2018).

2.5.Cara Penularan

Babi adalah satu-satunya induk semang alami virus Hog Cholera, oleh karena itu babi
penderita merupakan sumber penularan yang terpenting. Cara penularan virus ini adalah melalui
kontak langsung dengan ternak yang terinfeksi atau secara tidak langsung melalui eksresi dan
sekresi babi yang terinfeksi. Masuknya penyakit Hog Cholera ke suatu daerah, karena adanya
babi pembawa virus (carrier), produk asal babi atau bahan dan makanan tercemar, limbah dari
tempat pemotongan hewan atau sisa hotel yang mengandung daging babi yang tidak dimasak.
Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui alat transportasi, sepatu dan pakaian petugas, serta
alat suntik yang dipakai berulang. Penularan vertical terjadi dari induk kepada anak babi.
Penularan transplasental terjadi pada kebuntingan 68 dan 88 hari, ditandai dengan viremia pada
anak babi yang dilahirkan dan mati setelah 1-8 minggu (Wulandary, 2021).
 Penularan Secara Langsung
Penularan dari babi yang sakit atau carrier ke babi yang sehat merupakan cara
penularan yang paling sering terjadi. Wabah penyakit sering diawali dengan pemasukan
babi baru dari daerah atau peternakan yang tertular Hog Cholera. Babi yang sakit
menyebarkan virus terutama melalui sekresi oronasal dan lakrimal (Ressang, 1973).
Jumlah atau konsentrasi virus dalam sekresi tersebut dan lamanya babi mengeluarkan
virus tergantung kepada virulensi virus. Babi yang terinfeksi oleh virus yang virulen akan
mengeluarkan virus kedalam lingkungan sebelum timbul gejala klinis sampai babi mati
atau sampai terbentuk antibodi bagi babi yang bertahan hidup. Babi yang terinfeksi oleh
virus yang virulensinya sedang ataupun rendah biasanya mengeluarkan virus dalam
jumlah yang lebih rendah dan dalam kurun waktu yang lebih pendek. Strain virus yang
virulen biasanya menyebar lebih cepat dan menimbulkan morbiditas yang jauh Iebih
tinggi dibandingkan dengan strain yang kurang virulen (Terpstra, 1991).
 Penularan Secara Tidak Langsung
Virus Hog Cholera cukup resisten terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan diluar induk semang, penularan dengan cara tidak langsung juga sering
terjadi. Virus Hog Cholera dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam daging babi dan
beberapa produk olahannya, terutama dalam keadaan dingin atau beku. Masuknya Hog
Cholera ke negara atau daerah yang bebas Hog Cholera sering akibat impor daging babi
atau produknya ke negara atau daerah tersebut. Wabah Hog Cholera bisa terjadi apabila
babi diberi makan dengan sisa dapur yang mengandung daging babi tercemar tersebut
tanpa dimasak terlebih dahulu. Cara penularan melalui sisa dapur ini sering terjadi. Hasil
survei menunjukkan bahwa sekitar 22% dari semua wabah yang terjadi di USA pada
tahun 1973 terjadi dengan cara seperti ini (Dunne, 1975), kejadian serupa juga terjadi di
Inggris. Setelah negara ini dinyatakan bebas dari Hog Cholera tahun 1966, terjadi dua
kali gelombang wabah, yakni tahun 1971 dan 1986. Kedua gelombang wabah tersebut
diketahui akibat impor produk daging babi yang tercemar virus Hog Cholera (Williams
dan Matthews, 1988). Wabah terjadi setelah babi diberi makan dengan sisa dapur yang
mengandung produk daging babi tercemar tersebut (Wulandary, 2021).
2.6. Patogenesis Hog Cholera

Virus yang masuk kedalam tubuh babi yang secara alamiah melalui rute oronasal,
mengalami proses absorbsi dan multiplikasi awal pada sel epitel tonsil, kemudian menyebar ke
bagian jaringan limforetikuler dari target organ primer ini. Virus dapat diisolasi dari organ ini
sekitar 7 jam setelah inokulasi peroral (Ressang, 1973). Setelah mengalami replikasi pada tonsil,
virus menyebar ke limfoglandula regional (limfoglandula mandibula, retrofaringeal, parotid dan
cervical). Virus dalam limfoglandula tersebut dapat diisolasi kembali sekitar 16 jam setelah
inokulasi peroral. Setelah mengalami replikasi di limfoglandula ini, virus masuk kedalam
peredaran darah yang mengakibatkan terjadinya viraemia awal. Virus tertahan dan mengalami
multiplikasi yang cepat pada limpa yang merupakan target organ sekunder. Multiplikasi virus
yang cepat ini berakibat viraemia bertambah hebat. Selanjutnya virus tertahan dan menginvasi
limfoglandula visceral dan superficial, sumsum tulang dan jaringan-jaringan limfoid lain di
mukosa usus. Virus mencapai seluruh tubuh 5-6 hari setelah inokulasi peroral. Pada akhir
stadium viramia, virus menetap dan menginvasi seluruh organ tubuh yang sering berakibat
kematian (Wood et al., 1988). Selain menginvasi sel limfold, virus ini juga menyebabkan
degenerasi dan nekrosa pada sel endotel pembuluh darah. Kerusakan pada pembuluh darah,
thrombocytopenia dan gangguan sintesa fibrinogen mengakibatkan perdarahan berupa petechiae
dan ecchymosa yang meluas, yang merupakan salah satu kelainan patologis yang menonjol pada
penyakit ini (Wulandary, 2021).

Babi bunting yang terkena Hog Cholera dapat menulari embrio atau fetus yang
dikandungnya. Virus Hog Cholera dapat menembus barier plasenta pada semua umur
kebuntingan. Virus menyebar secara hematogenous pada plasenta kemudian menyebar kesemua
fetus (Van Oirschot, 1979). Selanjutnya, perkembangan virus pada fetus ini sama dengan
perkembangan virus virulen pada infeksi post natal seperti diuraikan diatas. Akibat infeksi in
utero pada fetus tergantung pada saat terjadinya infeksi dan virulensi dari virus. Fetus yang
terinfeksi pada saat 45 hari pertama kebuntingan lebih mudah mengalami kematian prenatal
dibandingkan dengan fetus yang terinfeksi saat umur kebuntingan 65 hari atau lebih. Disamping
itu, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi sedang pada kehamilan 45 hari terakhir kebuntingan
berpeluang lebih besar untuk memperlihatkan gejala klinis Hog Cholera pada saat atau beberapa
saat setelah kelahiran. Fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi rendah pada saat kebuntingan
yang sama biasanya tidak berakibat buruk karena fetus dapat mengeliminasi virus tersebut (Van
Oirschot, 1979).

2.7. Gejala Klinis

Satu atau beberapa ekor babi yang mengalami infeksi terlihat lesu, tidak aktif, malas
bergerak, dan bila dipaksa berjalan punggungnya nampak ditinggikan, dan gemetar. Beberapa
penderita tampak menundukan kepala. Nafsu makan menurun sampai hilang sama sekali. Pada
saat tampak inaktif tersebut suhu tubuh naik sampai 41-42°C, berlangsung selama 6 hari. Pada
saat itu jumlah leukosit menurun, leukopenia dari 9000 turun menjadi 3000/ml darah
(Sihombing, 1997; Tarigan et al.,1997).

Pada awal sakit penderita mengalami konjungtivitas dengan air mata berlebihan. Leleran mata
berlebihan, bersifat mukus atau mukopurelen, menyebabkan kelopak-kelopak mata bertaut.
Demam tinggi diikuti dengan konstipasi, dan radang saluran gastrointestinal menyebabkan diare
encer, berlendir, warna abu-abu kekuningan.

Sebelum mati pada kulit daerah perut, muka, telinga, dan bagian dalam dari kaki terlihat bintik-
bintik warna jingga. Pada proses akut sejak nampak sakit sampai mati biasanya memakan waktu
10-20 hari. Pada yang berlangsung subakut proses berlangsung selama 1 bulan. Pada Hog
Cholera yang infeksinya terjadi di dalam kandungan, yang dikenal sebagai late-onset Hog
Cholera, kematian berkisar 2-11 bulan. Gejala klinis pada Hog Cholera late-onset meliputi
depresi dan anoreksia yang terjadi secara lambat, suhu tubuh normal, konjungtivitas, dermatis
dan gangguan saat berjalan. Virus disebarkan lewat cairan mulut, hidung, mata, urin, semen,
feses dan darah. Perubahan pasca mati pada penyakit ini terlihat hemoragi meluas terutama pada
subkutan dan permukaan serosa, hemoragi pada hampir semua limfoglandula, infark limpa dan
pembengkakan, focal colonic ulcer yaitu button ulcer pada mukosa kolon dengan diameter 0,5-
1,5 cm,hemoragi, ginjal,pneumonia, dan arthritis (Sihombing, 1997; Tarigan et al.,1997).
2.8. Patologi Anatomi

Kasus CSF umumnya menunjukkan lesi-lesi pembengkaan, edema, dan perdarahan


kelenjar limfe, infark pada ginjal, perdarahan ekimotik dan/atau titik pada jaringan serosa dan
mukosa, kulit, epiglotis, dan ginjal (Gregg, 2002; Fenner et al., 2003). Menurut Gregg (2002)
pada kasus kronik, perubahan dapat serupa dengan kasus akut, akan tetapi biasanya lebih ringan.
Lesilesi berbentuk kancing (button ulcer) sering ditemukan pada sekum dan usus besar.

Lesi-lesi patologi anatomi merupakan hal yang paling beragam pada CSF tergantung
pada virulensi virus dan galur, umur, serta kondisi babi. CSF virulen pada babi yang peka
bersifat pantropik, yaitu menginfeksi berbagai jaringan, terutama endotel, epitel, limfoid, dan
endokrin (Gregg, 2002).

2.9. Teknik Diagnosa Laboratorium

 Elisa
Teknik ELISA untuk diagnosis Hog Cholera telah banyak dikembangkan
karena test ini mampu memeriksa sampel dalam jumlah yang besar dalam waktu
yang singkat, sehingga ideal untuk screening (Holm Jensen, 1981 ; Have, 1984;
Leforban et al., 1987; Shannon et al., 1993). Untuk mendapatkan ELISA dengan
spesifitas tinggi diupayakan penggunaan antibodi monoklonal. Antibodi
monoklonal yang dapat membedakan virus Hog Cholera dengan virus BVD telah
banyak diproduksi (Houwers Dan Wensvoort, 1986; Wensvoort et al., 1986 ;
Zhou et al., 1989 ; Edwards et al., 1991). Akhir-akhir ini deteksi antigen Hog
Cholera dengan teknik ELISA (double antibody sandwich type) baik
menggunakan antibodi poliklonal monospesifik ataupun monoklonal telah
digunakan secara luas.
Kit ELISA komersial dikembangkan oleh laboratorium referensi telah
dilakukan evaluasi. ELISA kit yang dievaluasi adalah: SerELISA HOG
CHOLERAV-Ag (Rhone-Meriux), CVL-1 dan CVL2 (Central Veterinary
Laboratory, United Kingdom), Prugia ELISA (Instituto Zooprofilattico, Prugia,
Italy), CSFV EO-SADA (Tubingen, Germany) dan Han-1 dan Han-2
(Community Reference Laboratory, Germany). Semua ELISA kit diatas
merupakan ELISA tipe double antibody sandwich yang dapat dipakai untuk
mendeteksi antigen virus Hog Cholera dalam darah. Semua ELISA kit spesifik
untuk Pestivirus, tetapi hanya CVL-2 saja yang spesifik untuk virus Hog Cholera.
Sayangnya, ELISA kit yang terakhir ini tidak mampu mendeteksi semua strain
virus Hog Cholera. Walaupun sebagian besar kit diatas tidak spesifik untuk virus
Hog Cholera, persoalan cross reaksi dengan virus BVD tidak dianggap masalah
besar, karena semua kit dapat dipakai untuk mendeteksi antigen dalam darah.
Infeksi virus BVD pada babi jarang sekali menimbulkan viraemia (Depner et al.,
1995).

2.10. Diagosa Banding

Diagnosa banding antara lain African Swine Fever (ASF ). Salmonellosis Septik,
Pasteurellosis Septicemia Epizootica, Streptokokosis, Erysipelas dan infeksi Haemophilus
somnus. Untuk menentukan diagnosis definitif diperlukan konfirmasi laboratorik. Pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan meliputi deteksi antigen viral, isolasi virus atau adanya
antibodi virus Hog Cholera. Antigen viral dapat diketahui dengan teknik antibodi fluorescen
langsung (direct FAT).

2.11. Pencegahan dan Pengendalian

 Pencegahan
Di peternakan babi perusahaan dan babi rakyat, pencegahan penyakit ini
dilakukan dengan cara vaksinasi massal secara rutin. Vaksin yang digunakan
merupakan vaksin yang sudah dilemahkan melalui pasasi berulang pada kelinci,
yang dikenal sebagai galur C (China) atau dilemahkan melalui biakan sel secara
berulang-ulang, dan dikenal sebagai jalur Japanese GPE dan French Triverval.
Vaksin-vaksin tersebut, terutama vaksin galur C, memacu kekebalan sejak
1minggu pasca inokulasi dan berlangsung selama 2–3 tahun (Sihombing, 1997;
Tarigan et al., 1997).
 Pengendalian
Pengendalian penyakit Hog cholera dengan dapat dilakukan melalui
vaksinasi dan stamping out serta pengendalian lalu lintas keluar masuknya ternak,
kendaraan dan sarana lainnya (Joko dan Indah, 2000).
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hog Cholera merupakan penyakit virus yang sangat menular dari babi. Penyakit ini
dikenal sebagai penyakit yang paling merugikan pada babi sehingga sangat ditakuti terutama
oleh peternak babi karena mortalitas dan morbiditasnya sangat tinggi berkisar antara 90 – 100 %.
Di Indonesia. Penularan Hoccholera bisa secara langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan
sampel hogcholera dilakukan dengan uji ELISA.
DAFTAR PUSTAKA

Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993. Veterinary Virology.
2nd Ed. San Diego, California. Academic Press.

Geering, W.A., Forman, A.J., Nunn, M.J., 1995, Exotic Disease of Animals, Bureau of resource
sciences, Departemen of primary Industries and energy, Australian government publishing
service, Canberra.

Gregg D. 2002. Update on classical swine fever (hog cholera). J Swine Health Prod 10(1) : 33-37

Herawati, Ammalia. 2014. Prevalensi Seropositif Hog cholera Pascavaksinasi Pada Babi Di
Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.

Jayanti, P. D. 2014. Perbandingan Vaksin Hog Cholera Terhadap Protektivitas Titer Antibodi
Anak Babi [Skripsi]. Universitas Udayana. Denpasar.

Joko S., dan Indah, S. 2000. Penanggulangan dan Pengendalian Penyakit Sampar Babi. Dinas
Peternakan Provinsi Kalimantan Barat.

OIE, 2008. Classical swine fever (hog cholera) dalam OIE Terrestrial Manual. www.oie.int. hal.
1092-1106.

Podung. A.J., Adiani. S., 2018. Upaya Peningkatan Pengetahuan Peternak Babi Terhadap
Penyakit Hog Cholera Di Kelurahan Kalasey Satu Kecamatan Mandolang Kabupaten
Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi. 5(2).

Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor

Tarigan, S., Bahm, S., Sarosa, A. 1997. Hog Cholera pada Babi. Balai Penelitian Veteriner.
Wartazoa. Vol. 6 No. 1.

Terpstra, C. 1991 . Hog Cholera : an update of present knowledge. British Vet. J. 147: 397- 406.

Van Oirschot, J. T. 1979. Experimental production of congenital persistent swine fever infections
. II . Effect on functions of the immune system. Vet. Microbiogi 4: 133.

Anda mungkin juga menyukai