Anda di halaman 1dari 11

BAHAN PRAKTIKUM I

Konsep Dasar Epidemiologi – S-1


MA. EPIDEMIOLOGI dan EKONOMI VETERINER

Oleh:
Kelompok 2 paralel 2:
Maharani B04160059
Fadhil Arifwal B04160060
Vivi Sulastri B04160061
Inke Maria Bangalino B04160062
Kirana Rahmada Safitri B04160063
Muhammad Azka Mubarok B04160064
Soal!
1. Tentukan hal-hal berikut untuk masing-masing penyakit :

a) Mata Rantai Infeksi


b) Riwayat alamiah penyakit
c) Determinan penyakit (faktor risiko)

Pembagian tugas per kelompok

No nama penyakit kelompok


1. Avian Influenza 1 dan 6
2. Hog Cholera 2 dan 7
3. Rabies 3 dan 8
4. Trypanosomiasis 4 dan 9
5. Fasciolosis 5 dan10

Penyelesaian :
a) Mata rantai infeksi
1. Agen etiologis Hog Cholera adalah salah satu
penyakit virus yang serius pada
babi. Penyakit ini disebabkan oleh
Virus Hog Cholera (VHC) yang
termasuk dalam famili Flaviviridae,
genus Pestivirus (Gilles 2007).
Penyakit virus ini sangat infektif
dengan morbiditas (banyak yang
tertular), mortalitas (kematian)
tinggi dan menyerang alat
pernafasan dan pencernaan
(Sihombing, 2006). VHC memiliki
ukuran 40-50 nm, dengan
nukleokapsid berukuran 29 nm.
VHC merupakan virus RNA yang
sifatnya single-stranded bersifat
infeksius, dan memiliki dua macam
glikoprotein yang terletak pada
selubung virus (Subronto, 2003)
2. Sumber/reservoir VHC dapat masuk ke suatu
peternakan bersama masuknya
hewan muda yang secara klinis
tampak sehat, namun sesungguhnya
sedang dalam stadium inkubasi
penyakit atau bersama babi bunting
yang terinfeksi VHC (Dharma dan
Putra, 1997). Penularan secara
mekanis juga dapat terjadi karena
kunjungan seseorang yang
sebelumnya membawa virus dari
kandang lain, sepatu, truck, atau
alat-alat lain yang tercemar. Babi
liar di hutan dekat peternakan,
daerah lalu lintas ternak, hewan
piaraan atau liar dan burung atau
serangga juga dapat menularkan
virus ke kandang yang semula bebas
VHC (Subronto, 2003). Penularan
penyakit telah dapat terjadi sebelum
munculnya gejala klinis (Dharma
dan Putra, 1997).
3. Cara keluar Virus disebarkan lewat cairan
mulut, hidung, mata, kemih dan
tinja. Babi yang sembuh, akan tetapi
belum membentuk antibodi protektif
cukup, masih akan menjadi sumber
penyakit bagi hewan lain (Subronto,
2003).

4. Cara transmisi Penularan alami terjadi melalui


kontak langsung sesama babi
5. Cara masuk kontak langsung lewat cairan
mulut, hidung, mata, kemih dan
tinja dan Infeksi virus in-utero atau
kongenital, oleh induk yang bunting
dan tertular menyebabkan embrio
atau janin yang dilahirkan mati,
lemah atau cacat. Yang dilahirkan
sehat akan bertindak sebagai sumber
penularan selama berbulan-bulan,
sampai babi itu sendiri menjadi sakit
(Subronto, 2003).
6. Inang rentan Species babi adalah satu-satunya
species yang rentan terhadap VHC,
dan babi yang terinfeksi akan
menulari babi lainnya.

b) Riwayat alamiah penyakit

 Tingkat kerentanan

Semua jenis atau ras babi rentan terhadap Hog cholera. Pada babi peliharaan
hampir 50% kasus ini terjadi pada babi penggemukan, 15% babi pembibitan dan lebih
dari 20% kelompok babi campuran. Telah dilaporkan pula bahwa faktor keturunan
tampaknya berpengaruh terhadap tingkat infeksi virus Hog cholera. Babi dari semua
umur rentan terhadap Hog cholera. Anak-anak babi yang berumur 4-5 minggu dan
berasal dari induk yang sebelumnya pernah divaksinasi dengan virus ganas ternyata
relatif lebih kebal dibandingkan dengan anak-anak babi yang lahir dari induk yang telah
divaksinasi dengan virus vaksin yang telah dilemahkan. Hal ini kemungkinan kerena
antibodi maternal dari anak babi setelah umur tersebut sangat rendah dan tidak cukup
untuk melindungi dari infeksi virus HC ganas berikutnya. Babi landrace kelompok
umur kurang dari 2 bulan yang terserang virus HC. menunjukkan prevalensi yang
sangat lebih tinggi (88,2%) dibandingkan kelompok umur 2-5 bulan dan lebih dari 8
bulan (Santhia, 2009).

 Tahap Subklinis

Tahap subklinis biasanya tidak menujukan gejala yang nyata, biasanya babi masih
terlihat sehat. Masa inkubasi HC biasanya berkisar antara 2-6 hari. Masa inkubasi hog
cholera akut hingga muncul gejala klinis 2-4 hari, sebaliknya gejala hog cholera kronis
umumnya sama dengan hog cholera akut namun bersifat lebih lemah dan terjadi
dalam waktu inkubasi yang lebih lama mencapai 2-4 minggu bahkan hitungan bulan
(OIE 2008).

 Tahap Klinis

Berdasarkan gejala klinis yang muncul, hog cholera dibagi menjadi 2 bentuk yaitu
akut dan kronis. Infeksi hog cholera akut umumnya menyebabkan mortalitas dan
morbiditas kasus tinggi. Gejala klinis hog cholera akut yaitu demam (39.5-42.0
°C), hiperemi atau cyanosis pada ekstremitas, terutama daerah telinga dan hidung,
kehilangan nafsu makan, konvulsi sehingga tidak ada keinginan untuk berdiri,
inkoordinasi ektremitas, kesusahan dalam bernafas dan batuk, disentri atau diare,
konjunctivitis, discharge hidung, muntah, aborsi, mumifikasi, keabnormalan fetus,
leukopenia parah, dengan masa inkubasi 2-4 hari. Case fatality rate dapat mencapai
100% dan babi biasanya mati dalam selang hari ke-10 hingga 20 (AHA 2012).
Sedangkan, gejala klinis hog cholera kronis yaitu umumnya hampir sama dengan
gejala akut, namun lebih ringan dan terjadi dalam periode yang lebih lama (2-4
minggu). Demam (>40.4 °C) yang terjadi secara tidak teratur, pneumoni (batuk, nafas
berat), kehilangan nafsu makan, diare, alopecia dan dermatitis, kematian akibat infeksi
sekunder, dan tingkat kematian lebih rendah dibandingkan hog cholera akut (AHA
2012).

 Tahap Akhir

Hewan yang terinfeksi hog cholera tidak dapat sembuh namun dapat menjadi
carrier hog cholera bagi babi lainnya. Tingkat kematian berbeda pada hog cholera
yang bersifat akut dan kronis. Infeksi akut menyebabkan tingkat kematian tinggi hingga
mencapai 100%, sebaliknya infeksi kronis dapat menyebabkan kematian dengan nilai
lebih rendah dibandingkan infeksi akut.

c) Determinan penyakit
 Host : Tingkah laku dan kebiasaan
 Agen : Infektifitas tinggi
 Lingkungan : Kepadatan hewan

2. Jumlah wabah dari tiga penyakit tertentu yang dicatat selama 20 tahun adalah sbb

Jumlah wabah
Tahun
Penyakit A Penyakit B Penyakit C
1991 1 19 30
1992 0 20 28
1993 0 21 29
1994 0 21 31
1995 0 18 35
1996 7 21 39
1997 1 22 51
1998 0 20 55
1999 0 19 47
2000 2 22 40
2001 0 21 37
2002 0 20 35
2003 2 19 29
2004 7 21 32
2005 0 20 31
2006 0 21 28
2007 4 22 29
2008 5 20 31
2009 3 22 30
2010 0 21 32
Pertanyaan :
a) Gambarkan jumlah wabah dari penyakit-penyakit tersebut terhadap waktu
(tahun)
b) Tetapkan pola masing-masing penyakit secara tersendiri sebagai endemic,
sporadic atau endemic?
Penyelesaian:
a) Grafik jumlah wabah dari penyakit-penyakit tersebut terhadap waktu (tahun)

Jumlah Wabah dari 3 Penyakit tertentu Selama 20 Tahun


60

50

40
a)
30

20

10

0
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Penyakit A Penyakit B Penyakit C

b) Pola masing-masing penyakit:


 Penyakit A timbul dengan pola sporadik ; Kasus penyakit dalam periode
waktu tertentu (musim, tahun dan bisa lebih lama) sangat jarang
kejadiannya atau frekuensinya tidak teratur sehingga kejadiannya tidak
bisa diramalkan.
 Penyakit B timbul dengan pola endemik ; Kejadian penyakit yang biasa
terjadi dalam jumlah yang relatif sama atau sedikit sekali terjadi
penyimpangan dari keadaan biasanya sehingga kejadiannya dapat
diperkirakan.
 Penyakit C timbul dengan pola epidemik menyebar (propagated) ;
Kejadian kenaikan kasus dan frekuensi penyakit dalam periode waktu
tertentu secara bertahap dan memerlukan waktu relatif panjang.

3. Pada tahun 2010 satu rangkaian survai untuk menilai prevalensi penyakit PMK
pada sapi dilaksanakan pada sejumlah propinsi di Indonesia. Hasil survai dapat
dilihat sbb:

Propinsi Jumlah sapi yg diperiksa Jumlah sapi yg positif


Aceh 13.000 1.000
Sumba 1.000 160
Lampung 15.000 800
Sulawesi Selatan 30.000 2.000
Sulawesi Utara 10.000 2.000
Timor 20.000 1.500
Kalimantan 10.000 200
Jawa Tengah 8.000 300
Jawa Barat 40.000 4.500
Irian Jaya 5.000 100
Sumatera Selatan 4.000 3.000
Bali 4.000 920
NTB 15.000 3.225

Pertanyaan :
a) Pada peta yang disediakan (cari peta Indonesia di internet) , gambarkan hasil
survai menurut ukuran yang tepat.
b) Kesimpulan apakah yang dapat Saudara tarik mengenai distribusi penyakit ini?

Penyelesaian:
a) Peta Indonesia

Keterangan
Merah :0 ≤ p ≤ 0.05
Ungu :0.05 < p ≤ 0.1
Hijau :0.1 < p ≤ 0.2
Kuning :0.2 < p ≤ 0.5
Biru :0.5 < p ≤ 1
p :adalah annual prevalence

b) Provinsi dengan pravelensi terrendah terhadap PMK yakni Irian Jaya dan Kalim
antan. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tinggi terhadap PMK yakni Sumat
era Selatan. Pola distribusi penyakitnya yakni spatial contagious
Provinsi Annual Keterangan
prevalence
Aceh 0.0769 Ungu
Sumba 0.16 Hijau
Lampung 0.0533 Ungu
Sulawesi 0.0667 Ungu
Selatan
Sulawesi Utara 0.2 Hijau
Timor 0.075 Ungu
Kalimantan 0.02 Merah
Jawa Tengah 0.0375 Merah
Jawa Barat 0.1125 Hijau
Irian 0.02 Merah
Sumatera 0.75 Biru
selatan
Bali 0.23 Kuning
NTB 0.215 Kuning
4. Distribusi temporal penyakit : Rabies di Jawa Tengah
Selama tahun 2005/2006 terjadi epidemic rabies di Jawa Tengah. Jumlah kasus
penyakit yang dilaporkan setiap minggu dapat dilihat pada tabel di bawah.
Kasus dicatat dari semua spesies, sebagian besar dari anjing.

Minggu Jumlah kasus Minggu Jumlah kasus


1 0 18 8
2 0 19 6
3 0 20 3
4 0 21 1
5 0 22 2
6 1 23 3
7 2 24 0
8 0 25 0
9 0 26 0
10 3 27 0
11 3 28 1
12 2 29 1
13 2 30 2
14 2 31 0
15 5 32 0
16 5 33 0
17 8 34 0
18 8 35 0

Pertanyaan :
a) Gambarkan sebuah kurva epidemic. Lukiskan pola ini secara tepat dan ringkas.
b) Setelah diadakan pengumuman resmi pada masyarakat mengenai adanya
kejadian penyakit yang penting dan luar biasa, apakah bahaya dari interpretasi
peningkatan insidensi penyakit sebagai peningkatan insidensi yang
sesungguhnya?

Penyelesaian :
a) Grafik 1. Kurva Epidemic Penyakit Rabies di Jawa Tengah Selama tahun
2005/2006

Rabies
9
8
7
6
5
4
Rabies
3
2
1
0

b) Bahaya dari rabies :


Hasil intepretasi Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaan
yang biasanya pada waktu & daerah tertentu dapat menimbulkan masalah. Kondisi
ini dapat menyebabkan kepanikan terutama dari kesehatan, sehingga kondisi
demikian harus segera diatasi. Keberadaan kasus Rabies yang masuk ke Jawa
Tengah sesuai data di atas pada tahun 2005/2006, terlihat kasus meningkat pada
minggu ke-15 hingga minggu ke-19. Peningkatan kasus yang terjadi akibat
keawaman masyarakat Jawa Tengah tentang virus rabies. Namun, pada minggu ke-
19 hingga minggu ke-35 memperihatkan penurunan kurva yang menurun,
menandakan adanya upaya pemerintahan hingga lapisan masyarakat untuk
menghadapi penyakit tersebut.
Berdasarkan Surata Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementrian Pertanian Republik Indonesia tanggal 19 juni 2013 Nomor:
14009/PR520/F/06/2013 peihal Resiko Penularan Rabies kedaerah Bebas, Provinsi
Jawa Tengah merupakan salah satu rovinsi yang mempunyai status bebas rabies,
namun memiliki ncaman resiko tertular rabies dari provinsi lain, terutama provinsi
Jawa barat, Banten dan Bali.
Adanya peningkatan bukan disebabkan adanya interpretasi data ataupun
pengumuman data tentang penyakit yang luar biasa ini, namun keadaan yang
sebenernya Jawa Tengah termasuk provinsi yang bebas rabies sehingga ketika
adanya informasi tentang masuknya rabies, masyarakat perlu persiapan untuk
memerangi rabies. Dapat digambarkan pada kurva yang meningkat dan naik turun
masyarakat mulai bersiap melawan rabies. Pada saat kurva mulai menurun minggu
ke-19 hingga minggu ke-35 menunjukkan keberhasilan Jateng melawan rabies
dengan 0 kasus pada minggu-minggu akhir di data. Di Indonesia, rabies pada
hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, dan kasus rabies pada manusia pertama
kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Jadi, sebenarnya penyakit rabies ini
sudah ada di Indonesia sejak lama. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya rabies
Jawa Tengah dapat digambarkan pada kurva di atas. Rabies merupakan penyakit
yang disebabkan karena virus, yang mempengaruhi sistem syaraf pusat. Rabies
dapat menginfeksi semua hewan-berdarah-panas.Tidak ada pengobatan untuk
rabies, dan hampir selalu berakhir fatal. Sekali ditemukan gejala klinis, kebanyakan
hewan terinfeksi akan mati dalam lima hari.
Berdasarkan fakta di atas, penyebaran virus rabies dapat dengan mudah melalui
hewan kesayangan terutama anjing. Kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan
bahayanya penyakit ini sangat penting untuk disebarkan untuk mendukung
keinginan Indonesia yang bebas rabies 2020.

5. Distribusi spasial penyakit : Rabies di Jawa Tengah


Sejak September 2005 sampai Maret 2006 terjadi epidemic rabies di Jawa Tengah.
Distribusi kasus dapat dilihat sbb :

Jumlah kasus yang


Daerah Estimasi populasi
dipastikan anjing
Wonogiri 21 20000
Tegal 1 1200
Sukoharjo 14 25000
Karanganyar 5 9570
Cilacap 4 8000
Banyumas 3 12750
Klaten 1 20000
Semarang 1 22000
Pertanyaan :
a) Petakan distribusi kasus selama epidemic (dalam peta Jawa Tengah).
b) Berikan ulasan mengenai distribusi ini.
Penyelesaian:
a)

Sukoharjo

b) Pola distribusi spasial secara umum terbagi menjadi tiga (Briggs, 2007):
•Mengelompok (Clustered) yaitu beberapa titik terkonsentrasi berdekatan satu sama
lain dan ada area besar yang berisi sedikit titik yang sepertinya ada jarak yang tidak
bermakna.
•Menyebar (Dispersed) yaitu setiap titik berjauhan satu sama lain atau secara jarak
tidak dekat secara bermakna
•Acak (Random) yaitu titik-titik muncul pada lokasi yang acak dan posisi satu titik
titik lainnya tidak saling terkait.
Pola penyebaran penyakit penyakit rabies di Jawa Tengah sejak September 2005
sampai Maret 2006, menunjukkan acak (random) karena titik-tiik penyebaran
penyakit muncul pada lokasi yang acak dan tidak ada kaitan Antara satu titik
dengan titik yang lain.

Anda mungkin juga menyukai