Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

PERCOBAAN II

INOKULASI DAN ISOLASI VIRUS PADA MEDIA KULTUR

OLEH

NAMA : NURHALISA

NIM : A201901047

KELAS : E2

KELOMPOK : II (DUA)

DOSEN : TAUFIK WALHIDAYAH, S.Si, M.Biomed. Sc

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bidang mikrobiologi mencakup bakteri (bakteriologi), protozoa, virus(virology), algae


dan jamur (mikologi) terutama meliputi jamur-jamur rendah seperti Phycomycetes,
Ascomycetes dan Deuteromycetes. Pembagian mikrobiologi ini tergantung dari habitatnya.
Mikrobiologi ini sangat erat dengan kehidupan manusia, baik menguntungkan maupun
merugikan bagi manusia. Beberapa diantara mikroorganisme yang merugikan bagi manusia
diantaranya bersifat pathogen sehingga menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit.
Isolasi mikroorganisme adalah memisahkan mikroba yang berasal dari lingkungan dan
membuahkannya sebagai kultur murni dalam suatu medium. Proses pemindahan mikroba
dari medium lama ke medium baru harus dilaksanakan secara teliti. Terlebih dahulu harus
diusahakan agar semua alat-alat yang berhubungan dengan medium dan pekerjaan inokulasi
(penanaman) itu benar-benar steril, hal ini untuk menghindari kontaminasi dengan
mikroorganisme yang tidak diinginkan.

inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium
yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri
(inokulasi) terlebih dahulu diusakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan
medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi. Isolasi merupakan
proses yang dapat dilakukan untuk mendapatkan berbagai jenis mikroorganisme dari habitat
aslinya. Secara alami, mikroorganisme sangat banyak terdapat pada alam seperti tanah, air,
udara, permukaan kayu, daun, dan masih banyak tempat menjadi rumah bagi
mikroorganisme. Oleh sebab itu, dengan mengambil sebagian kecil habitat alami
mikroorganisme tersebut dapat diperoleh berbagai jenis mikroorganisme melalui proses
isolasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum percobaan inokulasi adalah, untuk mengetahui tata cara
pembuatan kultur pertumbuhan virus dan manfaat inokulasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit avian influenza (AI) di Indonesia lebih dikenal dengan istilah flu burung. Agen
penyebabnya adalah virus avian influenza subtipe H5N1 (VAI-H5N1). Hewan yang terserang
pada umumnya adalah bangsa unggas namun demikian virus AI-H5N1 dapat pula menyerang
mamalia termasuk pula manusia serta dapat menyebabkan kematian baik pada hewan maupun
pada manusia yang terinfeksi. Oleh karena itu penyakit AI dikategorikan sebagai penyakit
zoonosis yang sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kematian sangat tinggi pada inang
yang terserang. Penyakit AI berdampak multikompleks, mulai dari pengaruh kerugian
ekonomi, ketahanan dan keamanan pangan, kesehatan masyarakat, sosial budaya, politik, serta
dampak psikologi (Arindayani, 2009). Wabah AI terjadi di berbagai negara dan telah
menimbulkan kepanikan pada industri perunggasan karena menyebabkan kematian unggas
yang sangat tinggi dan kerugian ekonomi bagi peternak (Wibowo dkk, 2015).

Masa inkubasi dan gejala klinis penyakit ND pada ayam bervariasi, tergantung pada
strain virus dan status kebal ayam saat terinfeksi. Pada infeksi virus strain lentogenik,
penyakit bersifat subklinis, atau ditandai dengan gangguan respirasi yang bersifat ringan
seperti bersin dan keluar leleran dari hidung. Infeksi virus strain mesogenik bersifat akut
ditandai dengan gangguan respirasi dan kelainan saraf. Gejala klinis pada ayam ditandai
dengan penurunan nafsu makan, jengger dan pial sianosis, pembengkakan di daerah kepala,
bersin, batuk, ngorok, dan diare putih kehijauan. Infeksi virus strain velogenik bersifat fatal,
seringkali diikuti dengan angka kematian yang tinggi. Gejala tersebut sangat bervariasi,
diawali dengan konjungtivitis, diare serta dikuti dengan gejala saraf seperti tremor, tortikolis,
atau kelumpuhan pada leher dan sayap (Gusti dkk, 2012)

Berdasarkan laporan dari WHO (2012) wabah virus flu burung subtipe H5N1 pertama
kali dilaporkan di Provinsi Guangdong,Cina Selatan pada tahun 1996.Wabah virusini
kemudian menyebar dan menyebabkan kematian unggas di beberapa Negara. Pada tahun 1996
virus flu burung yang lemah patogenitasnya beradaptasi menjadi strain yang lebih pathogen
yang kemudian menyebabkan kematian burung-burung dalam waktu 48 jam. Virus ini
menyebar ke seluruh Asia dan menginfeksi berbagai spesies unggas baik domestik dan liar di
Indonesia, Cina, Jepang, Laos, Korea Selatan dan negara-negara lain. Wabah virus flu burung
di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi pada bulan Agustus 2003 di beberapa kabupaten
di Jawa Tengah. Data terakhir menunjukkan bahwa virus H5N1 dinyatakan endemik di 31
dari 33 provinsi di Indonesia. Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia terus terjadi
sejak pertengahan tahun 2005 sampai sekarang. Jumlah kasus kematian akibat H5N1 di
Indonesia hingga 2012 saja tercatat paling tinggi didunia yaitu dengan jumlah kematian
mencapai 151 dari 183 orang yang positif terinfeksi (Janovie dkk, 2014)
Di antara penyakit-penyakit ayam, penyakit tetelo merupakan penyakit yang sangat
penting di Indonesia, karena telah menyebar di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian
besar Penyakit ini menimbulkan kerugian sosio-ekonomi yang sangat besar karena memiliki
tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Keberadaan virus penyakit tetelo pada suatu
wilayah dapat dideteksi dengan isolasi virus dari sampel feses (swab kloaka) atau swab
nasofaring dan deteksi antibodi dari serum (serologis). Adanya virus penyakit tetelo dapat
dideteksi dengan uji Hemaglutinasi dan Hemaglutinasi Inhibisi (Syukron dkk, 2013).

Vaksin yang baik adalah vaksin yang memiliki homologi genetik dan antigenik yang
mendekati sempurna dengan virus yang beredar di wilayah yang bersangkutan. Beberapa
faktor yang memengaruhi potensi vaksin di antaranya adalah kandungan virus vaksin serta
media yang digunakan untuk memperbanyak virus. Untuk perbanyakan virus AI dibutuhkan
media yang peka terhadap pertumbuhan virusnya sehingga hasil yang didapatkan menjadi
maksimal. Kepekaan media tersebut sangatlah penting dalam perbanyakan virus, begitu pula
halnya dengan perbanyakan virus AI-H5N1(Kencana dkk, 2014).

Ayam adalah sel B yang dihasilkan oleh Bursa Fabrisius, karena sel B mempunyai
immunoglobulin Ig-M pada permukaan yang merupakan tempat spesifik infeksi virus IBD.
Virus IBD mempunyai sasaran utama pada sel-sel yang aktif berproliferasi dan dilaporkan
bahwa afinitas virus IBD lebih besar pada sel muda atau calon limfosit-B dibandingkan
dengan limfosit-B dewasa. Setelah 13 jam pasca inokulasi folikel bursa positif mengandung
virus IBD dan viremia terjadi setelah 16 jam pasca infeksi, yang ditandai dengan replikasi
sekunder di berbagai organ lain. Kondisi tersebut akan menyebabkan ayam sakit dan akhirnya
mati Infeksi virus IBD menyebabkan terjadi hambatan diferensiasi stem cell dalam
pembentukan sel B dan prekursor sel B secara drastis melaporkan bahwa kerusakan sel B
mengakibatkan penurunan reaksi terhadap vaksinasi. Di samping itu, ayam yang terinfeksi
virus IBD pada umur dini akan mengalami penurunan respon antibodi yang dapat
mengakibatkan ayam lebih rentan terhadap berbagai penyakit (Michael dkk, 2015)

Pertumbuhan virus memerlukan hewan percobaan atau media pertumbuhan yang peka
terhadap virus yang akan ditumbuhkan. Hal tersebut disebabkan karena virus merupakan
parasit obligat intraseluler yang hanya dapat memperbanyak diri dalam sel hidup. Beberapa
virus yang secara alami tidak tumbuh pada ayam, tetapi dapat tumbuh dan memperbanyak diri
pada telur ayam berembrio, misalnya virus distemper anjing dan kucing, virus campak dan
virus herpes. Virus pada ayam juga dapat ditumbuhkan pada telur ayam berembrio antara lain:
virus tetelo (Newcastle disease virus), virus flu burung, virus penyakit Marek, virus bronchitis
(Infectious Bronchitis) walaupun dalam pertumbuhan harus dilakukan pasase terlebih dulu
supaya dapat tumbuh (Kristianingrum dkk, 2015)

Perkembangan embrio ayam dimulai dari fertilisasi, blastulasi, gastrulasi, neurolasi dan
organogenesis. Fertilisasi merupakanpenggabungan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina
membentuk zigot. Tahap selanjutnya adalah pembelahan secara mitosis pada zigot. Blastula
merupakan lanjutan dari stadium pembelahanberupa massa blastomer membentuk dasar calon
tubuh ayam, pada tahap ini terbentuk blastoselom. Gastrula adalah proses kelanjutan stadium
blastula, tahap akhir proses gastrulasi ditandai dengan terbentuknya gastroselum dan sumbu
embriosehingga embrio mulai tumbuh memanjang Tubulasi merupakan kelanjutan dari proses
stadium gastrula. Embrio pada stadium ini disebut neurula karena pada tahap ini terjadi
neurulasi yaitu pembentukan bumbung neural. Organogensis merupakan tahap selanjutnya
yaitu perkembangan dari bentuk primitif embrio menjadi bentuk definitif yang memiliki
bentuk dan rupa yang spesifik dalam satu spesies (Kusumawati dkk, 2016).

Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi kematian embrio dan titer hemaglutinasi
adalah usia telur SAN yang digunakan pada saat inokulasi virus AI. Namun demikian, belum
banyak penelitian yang mengungkap tentang usia telur SAN yang digunakan saat inokulasi
virus AI terhadap kematian embrio ayam dan titer hemaglutinasi. Mengingat bahwa telur SAN
memiliki harga yang cukup mahal maka diperlukan efisiensi dan efektifitas dalam
menggunakan telur SAN di laboratorium, terutama berkaitan dengan usia telur SAN yang
digunakan untuk inokulasi virus AI. (Rahmat dkk, 2022).

Virus dapat di biakkan dalam media kultur jaringan atau dalam telur berembrio dengan
kondisi lingkungan yang dikendalikan. Virus akan melakukan replikasi menggunakan
komponen makromolekular untuk mengambil energi sel hospes sehingga fungsi sel hospes
terganggu. Telur berembrio seperti telur ayam berembrio (TAB) telah lama digunakan sebagai
media isolasi virus. Metode pengujian in ovo merupakan salah satu media penumbuh berbagai
macam virus yang memiliki keunggulan dibandingkan pengujian in vitro dengan
menggunakan kultur sel karena tidak membutuhkan media dan kondisi laboratorium yang
sulit (Aziz, 2019).

Pertumbuhan virus memerlukan hewan percobaan atau media pertumbuhan yang peka
terhadap virus yang akan ditumbuhkan. Hal tersebut disebabkan karena virus merupakan
parasit obligat intraseluler yang hanya dapat memperbanyak diri dalam sel hidup. Beberapa
virus yang secara alami tidak tumbuh pada ayam, tetapi dapat tumbuh dan memperbanyak diri
pada telur ayam berembrio, misalnya virus distemper anjing dan kucing, virus campak dan
virus herpes. Virus pada ayam juga dapat ditumbuhkan pada telur ayam berembrio antara lain:
virus tetelo (Newcastle disease virus), virus flu burung, virus penyakit Marek, virus bronchitis
(Infectious Bronchitis) walaupun dalam pertumbuhan harus dilakukan pasase terlebih dulu
supaya dapat tumbuh (Purwandari dkk, 2015)

Pertumbuhan virus memerlukan hewan percobaan atau media pertumbuhan yang peka
terhadap virus yang akan ditumbuhkan. Hal tersebut disebabkan karena virus merupakan
parasit obligat intraseluler yang hanya dapat memperbanyak diri dalam sel hidup. Beberapa
virus yang secara alami tidak tumbuh pada ayam, tetapi dapat tumbuh dan memperbanyak diri
pada telur ayam berembrio, misalnya virus distemper anjing dan kucing, virus campak dan
virus herpes ((Purwandari dkk, 2015).
Secara umum morfologi embrio ayam yang berumur 11 hari sudah terlihat seperti ayam
dewasa, pada fase ini ukuran embrio menjadi lebih besar sehingga menyebabkan yolk
menyusut. sistem pencernaan embrio ayam berdiferensiasi mendekati sempurna yakni pada
hari ke 11 pasca inkubasi. Pada hari ke 10 sistem pernafasan, bursa fabrisius, limpa dan timus
sudah terbentuk sempurna (Elisabeth dkk, 2017).

Kultur in-vitro adalah suatu Teknik mengisolasi bagian tanaman seperti protoplas,
sel,jaringan dan organ, yang kemudiamenumbuhkannya dalam media buatan dengankondisi
aseptik dan terkendali. Teknik ini pada awalnya digunakan dalam usaha perbanyakan
tanaman secara cepat, namun saat ini telah berkembang menjadi saranapendukung program
perbaikan sifat tanaman. Teknik ini dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang besar tanpa
memerlukanjumlah induk yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Kulturin vitro selain
digunakan untuk perbanyakan tanaman, juga digunakan untukmengeliminasi virus (Basri,
2016).

Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi kematian embrio dan titer hemaglutinasi
adalah usia telur SAN yang digunakan pada saat inokulasi virus AI. Namun demikian, belum
banyak penelitian yang mengungkap tentang usia telur SAN yang digunakan saat inokulasi
virus AI terhadap kematian embrio ayam dan titer hemaglutinasi. Mengingat bahwa telur SAN
memiliki harga yang cukup mahal maka diperlukan efisiensi dan efektifitas dalam
menggunakan telur SAN di laboratorium, terutama berkaitan dengan usia telur SAN yang
digunakan untuk inokulasi virus AI. (Rahmat dkk, 2022).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum percobaan IIInokulasi dan isolasi virus pada media kultur, dilaksanakan pada
hari selasa tanggal 05 juli 2022. Pukul 09.00-selesai yang bertempat dilaboratorium
mikrobiologi. Program studi D-IV Teknologi Laboratorium Medis. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Mandala Waluya Kendari.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Tabung efendorf
2. Tabung EDTA
3. Spuit steril
4. Alat peneropong posisi embrio
5. Pencil
6. Incubator
7. Cawan petri
8. Jarum pentul
b. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Desinfektan (alcohol 70% atau yodium)
2. Telur ayam yang telah dierami
3. Senter
4. Kapas
5. Selotip atau kutek
6. Serum ND
7. Antibiotik streptomycin dan penicilin
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dilihat telur ayam berembrio, apakah masih hidup atau sudah mati dengan menggunakan
senter.
3. Dilihat bagian kosong pada telur, kemudian dibuat lingkaran mengikuti ruang kosong
tersebut.
4. Dibuat lubang kecil pada telur ayam bertelur atau menggunakan jarum pentul secara hati-
hati
5. Dibuat larutan dengan menggunakan antibiotik streptomycilin sulfate dan penicilin
masing-masing 0’01 gr dengan aqudes sebanyak 1 ml.
6. Divortex larutan antibiotik hingga larut.
7. Dilakukan swab kloaka dan nosfaring pada ayam dan swabnya disimpan dalam ytm
8. Dimasukan larutan antibiotik 0,01 ml kedalam telur berembrio
9. Dimasukan swab kloaka dan nosfaring ayam sebanyak 0,1 ml kedalam telur ayam
berembrio
10. Ditutup lubang pada telur dengan menggunakan kuteks
11. Diinkubasi dalam suhu ruang
12. Diamati selama 24 jam dalam 5 hari, untuk melihat apakah embrionya masih bergerak
atau sudah tidak
13. Dimasukkan kedalam kulkas pada hari terakhir agar embrionya tidak mati.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pegamatan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di proleh hasil sebagai berikut:
Tabel I. Hasil pengamatan sampel organ hati ayam pada inokulasi dan isolasi telur embrio

No. Gambar Hasil


1. Inokulasi telur embrio
pada hari pertama pada
tanggal 6 juli 2022

2. Inokulasi telur embrio


pada hari ke dua pada
tanggal 7 juli 2022

3. Inokulasi telur embrio


pada hari ke tiga pada
tanggal 8 juli 2022

4. Inokulasi telur embrio


pada hari ke empat pada
tanggal 9 juli 2022
5. Inokulasi telur embrio
pada hari kelima pada
tanggal 10 juli 2022

Hasil inkubasi selama 5 hari : Tidak didapatkan hasil karena telur ayam
yang di inokulasi membusuk dan rusak dan tidak terbentuk embrio.

Tabel II. Hasil pengamatan sampel Darah ayam pada inokulasi dan isolasi telur embrio.

No. Gambar Hasil


1. Inokulasi telur embrio
pada hari pertama pada
tanggal 6 juli 2022

2. Inokulasi telur embrio


pada hari kedua pada
tanggal 7 juli 2022

3. Inokulasi telur embrio


pada hari tiga pada
tanggal 8 juli 2022
4. Inokulasi telur embrio
pada hari keempat pada
tanggal 9 juli 2022

5. Inokulasi telur embrio


pada hari kelima pada
tanggal 10 juli 2022

6. Tidak di dapatkan hasil


karena embrio pada telur
ayam dan embrio mati.

Tabek III. Hasil pengamatan sampel swab kloaka pada inokulasi dan isolasi telur embrio.

No. Gambar Hasil


1. Inokulasi telur embrio
pada hari pertama pada
tanggal 6 juli 2022

2. Inokulasi telur embrio


pada hari kedua pada
tanggal 7 juli 2022
3. Inokulasi telur embrio
pada hari ketiga pada
tanggal 8 juli 2022

4. Inokulasi telur embrio


pada hari keempat pada
tanggal 9 juli 2022

5. Inokulasi telur embrio


pada hari kelima pada
tanggal 10 juli 2022

6. Didapatkan hasil dari


embrio telah mati pada
hari ke dua sampai ke
lima dengan embrio yang
sudah terbentuk.

Tabel IV. Hasil pengamatan sampel swab nasofaring pada inokulasi dan isolasi telur embrio

No. Gambar Hasil


1. Inokulasi telur embrio
pada hari pertama pada
tanggal 9 juli 2022
2. Inokulasi telur embrio
pada hari kedua pada
tanggal 9 juli 2020

3. Inokulasi telur embrio


pada hari kedua pada
tanggal 9 juli 2020

4. Inokulasi telur embrio


pada hari keempat pada
tanggal 9 juli 2022

5. Inokulasi telur embrio


pada hari kelima pada
tanggal 9 juli 2022

6. Didapatkan hasil dari


embrio telah mati.
4.2 Pembahasan

Virus adalah parasit intraselular, berukuran sangat kecil yang dapatmenginfeksi sel
organisme hidup. Ukuran virus sangat bervariasi, namun ukuranvirus jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan bakteri. Virus hanya dapat dilihatdibawah mikroskop elektron dan
tidak dapat dilihat dengan mikroskrop cahaya biasa,kecuali pox virus. Awal tahun penelitian
virus, menggunakan binatangatau hewan percobaan harus dilakukan untuk dapat mengenal
virus dan hasil-hasil yang kuantitatif serta cepat, sering sulit diperoleh. Saat ini, banyak virus
telah dapatdibiakan dalam biakan jaringan atau dalam telur berembrio dengan
keadaanlingkungan yang dapat dikendalikan secara ketat. Walaupun demikian pertumbuhan
virus pada hewan percobaan masih tetap digunakan untuk isolasi primer virus tertentu dan
untuk penelitian patogenesis virus. Virus adalah penyebab infeksiterkecil berdiameter 20-300
nm. Genom virus hanya mengandung satu macam asamnukleat yaitu RNA/DNA. Asam
nukleat virus terbungkus dalam suatu kulit proteinyang dapat dikelilingi oleh selaput yang
mengandung lemak. Seluruh unit infektifdisebut virion. Virus hanya bereplikasi dalam sel
hidup. Replikasinya dapatintranuklear atau intrasitoplasmik.

Virus tidak dapat melakukan sintesis sendiri komponen genetik dan struktural sel virus
karena sangat tergantung pada perangkat replikasi selnya. Proses replikasi virus
menggunakan komponen makro molekular dan energi sel hospes sehingga mengganggu
fungsi sel hospes yang mengakibatkan kerusakan sel hospes dan penyakit infeksi. Efek
sitopatogenik merupakan salah satu kelainan sel hospes yang disebabkan oleh terjadinya
replikasi virus. Efek patogenis yaitu perubahan bentuk sel dan pelepasan dari sel-sel yang
berdekatan atau dari tempat perkembang biakannya.

Newcastledisease (ND) di kenal dengan sampar ayam atau tetelo. Newcastle disease
(ND) biasanya berbentuk bola, meski tidak selalu (pleomorf) dengan diameter 100 -300 nm.
Genome virus ND ini adalah suatu rantai tunggal RNA. Virus ini menyerang alat pernapasan,
susunan jaringan syaraf, serta alat-alat reproduksi telur dan menyebar dengan cepat serta
menular pada banyak spesies unggas yang bersifat akut, epidemik (mewabah) dan sangat
patogen. Virus ND dibagi dua tipe yakni tipe Amerika dan tipe Asia. Pembagian ini
berdasarkan keganasannya dimana tipe Asia lebih ganas dan biasanya terjadi pada musim
hujan atau musin peralihan, dimana saat tersebut stamina ayam menurun sehingga penyakit
mudah masuk.

Gejala Klinis Penyakit Newcastle Disease beragam dalam hal keganasan klinis dan
kemampuan menyebarnya. Sejumlah wabah khususnya pada ayam dewasa, gejala klinis
mungkin ringan. Gejala ringan ini tidak diikuti gangguan syaraf. Virus yang menyebabkan
bentuk penyakit ini disebut lentogenik. Wabah lain, penyakit ini dapat mempunyai angka
mortalitas sampai 25%, seringkali lebih tinggi pada unggas muda; virus yang demikian ini
disebut mesogenik. Tipe mesogenik menimbulkan gangguan pernapasan antara lain sesak
nafas, megap-megap, batuk dan bersin serta penurunan produksi telur dan penurunan daya
tetas. Wabah lainnya lagi terdapat angka kematian yang sangat tinggi kadang-kadang
mencapai 100% yang disebabkan oleh virus velogenik. Infeksi velogenik menyebabkan ayam
kehilangan nafsu makan, diare kehijauan, lesu, sesak nafas, megap-megap ngorok dan bersin.
Ayam juga bias mengalami kelumpuhan pada sebagian atau total. Kemampuan menyibak
virus F merupakanan faktor utama yang mempengaruhi virulensi.

Telur ayam berembrio merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk isolasi.
Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan
untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di
bawah kerabang. Membran membatasi seluruh permukaan dalam telur dan membentuk
rongga udara pada sisi tumpul telur. Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur
membantu mempertahankan intregitas mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi
gas kedalam dan keluar telur. Distribusi gas di dalam telur dibantu dengan pembentukan
CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi sebagai organ respirasi embrio.

Macam macam cara menginokulasi virus ke embrio ayam yaitu in ovo, invivo, dan in
vitro. Metode in ovo merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio. Metode
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain inokulasi pada ruang choriolantois dan
inokulasi pada membrane choriolantois. Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-
12 hari. Jarum dimasukkan ¾ inci dengan sudut 45º dan diinjeksikan 0,1-0,2 cc virus yang
akan diinokulasikan. Setelah 40-48 jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat diuji untuk
hemaglutinasi dengan membuat lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara.
Cairan alantois yang terinfeksi dipanen setelah 1-4 hari inokulasi.

Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur diletakkan
horizontal di atas tempat telur. Desinfektan disekitar ruang udara dan daerah lain di atas
embrio telur. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi hingga mencari membran
kerabang. Virus diinokulasikan pada membran korioalantois dan lubang ditutup dengan lilin
dan diinkubasi. Setelah 3-6 hari korioalantois membran yang terinfeksi dapat di panen
dengan mengeluarkan yolk sac dan embrio secara hati-hati tanpa membuat membran lepas
dari kerabang. Area inokulasi dapat di lihat dengan adanya lesi pada CAM sebelum dilepas
dari kerabang.

Berdasarkan hasil praktikum inokulasi virus dilakukan pada telur berembrio berumur 7-9
hari. Digunakan telur ayam berembrio umur 7-9 hari karena, pada saat itu ruang dan cairan
korioalantoisnya sedang berkembang sehingga daerahnya menjadi luas, maka inokulasi pada
ruang alantois ini akan lebih mudah dan mengurangi resiko. Antibiotik Streptomisin
(streptomycin) merupakan obat untuk menangani infeksi bakteri tingkat sedang hingga parah
yang menyerang berbagai bagian tubuh. Salah satu penyakit yang ditangani dengan obat ini
ialah tuberkulosis. Cara kerja streptomycin yaitu membunuh bakteri penyebab TBC.
Streptomisin termasuk ke dalam golongan antibiotik aminoglikosida. Obat-obatan dalam
kelompok ini bekerja dengan mematikan bakteri atau mencegah pertumbuhannya. Penisilin
adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Penyakit yang bisa diatasi
dengan penisilin antara lain infeksi saluran pernapasan, infeksi telinga tengah, atau demam
reumatik. Penisilin membunuh bakteri dengan cara menghambat pembentukan dinding sel
bakteri.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sampel yang digunakan yaitu telur ayam yang dierami pembuatan kultur pertumbuhan
virus dengan penyuntikan intra alantois, memanen spesimen dari telur terinfeksi.
2. Inokulasi pada kelompok tiga embrio telah menunjukkan perubahan warna pada kaki
dan ujung mulut dan badan pada embrio telah berbentuk serta disebagian badan
menunjukkan bulu halus pada embrio
3. Cara pembiakan virus pada telur berembrio dapat melalui penyuntikkan pada lapisan
luar selaput koriolantois dan kantung telur. Dari hasil inokulasi pada sampel telur yang
berembrio kelompok 1,2,4 tidak menunjukkan perubahan warna.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai