Penyakit ini disebabkan oleh simple virus yang menyebabkan diare. BVD pertama
kaliditemukan sebagai penyebab aborsi pada ternak (Arthur, 2001). Virus BVD/MD adalah
virusyang menginfeksi sapi maupun biri-biri. Virus ini merupakan RNA virus kecil beramplop
yangdiklasifikasikan sebagai Pestiviruses. Ada dua spesies berbeda dari virus BVD/MD yang
telahditemukan; BVD-1 dan BVD-2. BVD-1 terdistribusi di seluruh dunia dan memiliki
subspesiesyang beragam. BVD-2 telah dilaporkan ditemukan di Eropa, walaupun sangat
jarangditemukan di luar Amerika Utara. Penyakit yang disebabkan oleh BVD-1 cenderung
tidak parah, sedangkan infeksi BVD-2 biasanya menyebabkan outbreaks penyakit yang lebih
parahmenyebabkan diare haemorhagic akut serta kematian. Virus ini masuk tubuh hewan via
ruteoronasal. (Quinn, 2002).
Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya
adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada
tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006)
1. Aspergillosis
Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia
yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah
Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun,
akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus
bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).
PEMBAHASAN
Penyakit IBR merupakan penyakit pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh
virus dari golongan Herpes. Penyakit ini pada hewan yang peka dapat bersifat laten,
seperti kebanyakan penyakit kausa herpesvirus lainnya. Oleh sebab itu, pendekatan
penanggulangan penyakit ini perlu diselaraskan dengan sifat agen penyakit dan perlu
penanganan khusus untuk itu (WITTMANN et al., 1984).
Penyakit IBR pertama kali dilaporkan di Colorado, Amerika Serikat pada tahun
1950 (MILLER 1955). Kini penyakit tersebut telah menyebar di seluruh Amerika
Serikat (di 24 negara bagian), bahkan sampai di Canada. Penyakit ini, pada awalnya
bermanifestasi pada saluran pernafasan, sesuai dengan namanya yang disebut penyakit
“Infectious Laryngotracheitis” (LUDWIG dan GREGERSEN, 1986).
Penularan penyakit ini dapat secara vertikal maupun horizontal. Secara vertical
dapat melalui infeksi intra uterine, sedangkan secara horizontal dapat melalui inhalasi
dari cairan hidung dan melalui semen yang mengandung virus.
Masa inkubasi virus ini berkisar antara 4-6 hari. Infeksi virus ini menyebabkan
lepuh-lepuh pada mukosa vulva dan vagina, yaitu dimulai dengan bintik-bintik merah
sebesar jarum pentul yang dalam waktu 2-3 hari akan membesar. Lepuh-lepuh ini
berdinding tipis dan berisi cairan. Sapi yang terinfeksi mengalami demam yang disertai
radang vagina. Dari vulva akan keluar cairan yang mula-mula bening kemudian bersifat
nanah. Infeksi virus ini juga menyebabkan lepuh-lepuh pada fetus.dan nekrosis pada
bagian korteks ginjal fetus (Hardjopronjoto, 1995).
Masa inkubasi secara alami berlangsung selam 21 hari. Virus masuk ke dalam
aliran darah setelah terjadinya penularan (viremia), kemudian diikuti dengan timbulnya
kerusakan-kerusakan sel epitel pada mukosa saluran pencernaan. Pada hewan yang
buting virus ini menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh infeksi pada fetus, kemudian
diikuti abortus atau kelahiran anak yang abnormal (Hardjopranjoto, 1995).
Diagnosanya sulit karena tidak ada lesi spesifik pada fetus. Uji serologik untuk
menentukan titer antibodi mungkin dapat membantu diagnosa. Pencegahan dengan
mengeleminir sapi terinfeksi dan melakukan vaksinasi (Prihatno, 2006).
Menurut McKercher (1969) yand disitasi oleh Toelihere (1985) penyakit ini
terutama menyerang fetus dan menyebabkan abortus pada umur kebuntingan 7, 8, dan
9 bulan. Beberapa fetus dilahirkan mati atau anak sapi lahir hidup tetapi lemah dan mati
beberapa waktu kemudian. Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan adanya kerusakan
menyolok pada fetus yang diabortuskan pada placenta ada bercak-bercak (Partodiharjo,
1987).
Melihat ganasnya penyakit ini, maka diperkirakan penyebaran yang cepat dan
antibodi yang terbentuk cukup kuat dalam tubuh sapi, dapat diperkirakan vaksin akan
mudah didapat. Tetapi kenyataannya sampai sekarang belum ada vaksinnya
(Partodiharjo, 1987). Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan mengisolasi dan
mengobati hewan yang terinfeksi disamping pemberian vaksinasi tetapi belum ada
vaksinnya (Prihatno, 1994)
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak Oleh. Airlangga University Press
Kurniadhi. P. 2003. Teknik pembuatan biakan sel Primer Ginjal Janin Sapi Untuk
MenumbuhkanVirus Infectious Bovine Rhinotracheitis. Bogor
Quinn, PJ; Markey, BK; Carter, ME; Donnelly, WJ; Leonard, FC. 2002. Veterinary
Microbiologyand Microbial Disease. Blackwell Science, Dublin
Toelihere, Kozes R. 1985. Ilmu Kebidanan Pada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta,
Universitas Indonesia (UI-Press).
McKercher, D.G. 1969. Cause and Prevention of Epizotic Bovine Abortion. J.A.V.M.A.,
WITTMANN, G., R.M. GASKELL and H.J. RZIHA. 1984. Latent herpes virus infections
in veterinary medicine. Martinus Nijhoff Publishers. For the Commission of the European
Communities. Boston, The Hague, Dordrecht, Lancaster.
Prihatno, A. 2006. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta