Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Viral Penyebab Abortus

1. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)

Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus yang dapat menyerang alat pernafasan bagian atas dan alatreproduksi
ternak sapi. Biasanya penyakit ini menyerang ternak sapi yang ditandai dengan gejala demam
tinggi 40,5-42 °C, nafsu makan menurun dan dijumpai leleran hidung,hipersalivasi, produksi
air susu menurun disertai dengan kekurusan (Kurniadhi, 2003).

2. Bovine Virus Diarrhea Mucosal Disease (BVD-MD)

Penyakit ini disebabkan oleh simple virus yang menyebabkan diare. BVD pertama
kaliditemukan sebagai penyebab aborsi pada ternak (Arthur, 2001). Virus BVD/MD adalah
virusyang menginfeksi sapi maupun biri-biri. Virus ini merupakan RNA virus kecil beramplop
yangdiklasifikasikan sebagai Pestiviruses. Ada dua spesies berbeda dari virus BVD/MD yang
telahditemukan; BVD-1 dan BVD-2. BVD-1 terdistribusi di seluruh dunia dan memiliki
subspesiesyang beragam. BVD-2 telah dilaporkan ditemukan di Eropa, walaupun sangat
jarangditemukan di luar Amerika Utara. Penyakit yang disebabkan oleh BVD-1 cenderung
tidak parah, sedangkan infeksi BVD-2 biasanya menyebabkan outbreaks penyakit yang lebih
parahmenyebabkan diare haemorhagic akut serta kematian. Virus ini masuk tubuh hewan via
ruteoronasal. (Quinn, 2002).

3. Epizootic Bovine Abortion (EBA)

Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya
adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada
tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006)

Abortus Karena Jamur

1. Aspergillosis

Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia
yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah
Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun,
akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus
bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).

PEMBAHASAN

Penyakit Viral Penyebab Abortus

1. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)

Penyakit IBR merupakan penyakit pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh
virus dari golongan Herpes. Penyakit ini pada hewan yang peka dapat bersifat laten,
seperti kebanyakan penyakit kausa herpesvirus lainnya. Oleh sebab itu, pendekatan
penanggulangan penyakit ini perlu diselaraskan dengan sifat agen penyakit dan perlu
penanganan khusus untuk itu (WITTMANN et al., 1984).

Penyakit IBR pertama kali dilaporkan di Colorado, Amerika Serikat pada tahun
1950 (MILLER 1955). Kini penyakit tersebut telah menyebar di seluruh Amerika
Serikat (di 24 negara bagian), bahkan sampai di Canada. Penyakit ini, pada awalnya
bermanifestasi pada saluran pernafasan, sesuai dengan namanya yang disebut penyakit
“Infectious Laryngotracheitis” (LUDWIG dan GREGERSEN, 1986).

Di Indonesia, dengan berkembangnya peternakan, ternyata perkembangan


penyebaran penyakit ikut juga mencuat. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jenis
penyakit yang ditemukan pada dekade terakhir ini. Demikian pula IBR, telah disidik
secara serologik dan reaksi positif tidak hanya terdapat pada hewan impor, tetapi juga
ada pada ternak asli Indonesia. Penyakit ini secara serologik telah ada pada sapi perah,
sapi potong dan kerbau dari beberapa propinsi di Indonesia (SAROSA, 1985).

Penularan penyakit ini dapat secara vertikal maupun horizontal. Secara vertical
dapat melalui infeksi intra uterine, sedangkan secara horizontal dapat melalui inhalasi
dari cairan hidung dan melalui semen yang mengandung virus.

Masa inkubasi virus ini berkisar antara 4-6 hari. Infeksi virus ini menyebabkan
lepuh-lepuh pada mukosa vulva dan vagina, yaitu dimulai dengan bintik-bintik merah
sebesar jarum pentul yang dalam waktu 2-3 hari akan membesar. Lepuh-lepuh ini
berdinding tipis dan berisi cairan. Sapi yang terinfeksi mengalami demam yang disertai
radang vagina. Dari vulva akan keluar cairan yang mula-mula bening kemudian bersifat
nanah. Infeksi virus ini juga menyebabkan lepuh-lepuh pada fetus.dan nekrosis pada
bagian korteks ginjal fetus (Hardjopronjoto, 1995).

Vaksinasi terhadap sapi-sapi yang tidak bunting dengan kombinasi IBR-IPV


dan BVD-MD pada usia 6-8 bulan dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Sapi
yang terkena diisolasi dan diistirahatkan kelamin selama kurang lebih 1 bulan kemudian
untuk mencegah infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik (Prihatno, 1994).

2. Bovine Virus Diarrhea Mucosal Disease (BVD-MD)

Umumnya menyerang sapi dan menyebabkan infertilitas. Pada sapi bunting


yang terinfeksi dapat menyebabkan abortus.abortus dapat terjadi pada usia kebuntingan
2-9 bulan dan sangat menular. Penularan dapat lewat oral atau parenteral, urin atau
feses. Infeksi pada fetus antara hari ke 45 dan 125 kebuntingan dan mungkin
menyebabkan kematian fetus, abortus, resorbsi, fetal immunotoleran, dan infeksi
persisten. Gejala yang nampak adalah demam tinggi, depresi, anoreksia, diare, dan
produksi susu turun.

Masa inkubasi secara alami berlangsung selam 21 hari. Virus masuk ke dalam
aliran darah setelah terjadinya penularan (viremia), kemudian diikuti dengan timbulnya
kerusakan-kerusakan sel epitel pada mukosa saluran pencernaan. Pada hewan yang
buting virus ini menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh infeksi pada fetus, kemudian
diikuti abortus atau kelahiran anak yang abnormal (Hardjopranjoto, 1995).

Diagnosanya sulit karena tidak ada lesi spesifik pada fetus. Uji serologik untuk
menentukan titer antibodi mungkin dapat membantu diagnosa. Pencegahan dengan
mengeleminir sapi terinfeksi dan melakukan vaksinasi (Prihatno, 2006).

3. Epizootic Bovine Abortion (EBA)

Menurut McKercher (1969) yand disitasi oleh Toelihere (1985) penyakit ini
terutama menyerang fetus dan menyebabkan abortus pada umur kebuntingan 7, 8, dan
9 bulan. Beberapa fetus dilahirkan mati atau anak sapi lahir hidup tetapi lemah dan mati
beberapa waktu kemudian. Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan adanya kerusakan
menyolok pada fetus yang diabortuskan pada placenta ada bercak-bercak (Partodiharjo,
1987).

Virus ini terutama menyerang fetus, ditandai adanya haemorrhagia petechial


pada mukosa konjungtiva, mulut dan kulit fetus. Terdapat cairan berwarna jerami
umumnya terdapat di dalam rongga tubuh. Infeksi virus ini pada fetus menyebabkan
hati membengkak, berbungkul kasar dan berwarna kuning dan hampir semua kelenjar
limfa membengkak dan oedematous (Toelihere, 1985).

Melihat ganasnya penyakit ini, maka diperkirakan penyebaran yang cepat dan
antibodi yang terbentuk cukup kuat dalam tubuh sapi, dapat diperkirakan vaksin akan
mudah didapat. Tetapi kenyataannya sampai sekarang belum ada vaksinnya
(Partodiharjo, 1987). Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan mengisolasi dan
mengobati hewan yang terinfeksi disamping pemberian vaksinasi tetapi belum ada
vaksinnya (Prihatno, 1994)

Abortus Karena Penularan Jamur


1. Aspergillosis
Hampir semua abortus pad sapi disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan
Mucorales. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan ke-5 sampai ke-7 masa kebuntingan,
tetapi dapat berlangsung dari bulan ke-4 sampai waktu partus. Fetus umumnya
dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi beberapa kasus terjadi kelahiran prematur
(Toelihere, 1985).
Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru-paru, spora akan mengikuti aliran
darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan
abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk
rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan
menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus (Prihatno, 2006).
Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara antara lain :
menyingkirkan hewan penderita, menghindari pemberian makanan bercendawan,
memusnahkan sumber cendawan Aspergillus, memberikan perawatan dan makanan
hewan untuk mempertinggi daya tahan tubuh, bekas tempat sapi yang terinfeksi
didesinfeksi. Pengobatannya dengan griseofulvin untuk hewan besar memberikan hasil
yang memuaskan tetapi biaya cukup mahal.
Daftar Pustaka

Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak Oleh. Airlangga University Press

Kurniadhi. P. 2003. Teknik pembuatan biakan sel Primer Ginjal Janin Sapi Untuk
MenumbuhkanVirus Infectious Bovine Rhinotracheitis. Bogor

Quinn, PJ; Markey, BK; Carter, ME; Donnelly, WJ; Leonard, FC. 2002. Veterinary
Microbiologyand Microbial Disease. Blackwell Science, Dublin

Toelihere, Kozes R. 1985. Ilmu Kebidanan Pada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta,
Universitas Indonesia (UI-Press).

McKercher, D.G. 1969. Cause and Prevention of Epizotic Bovine Abortion. J.A.V.M.A.,

Partodiharjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.


Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Cetakan ke-3. Penerbit Mutiara.

WITTMANN, G., R.M. GASKELL and H.J. RZIHA. 1984. Latent herpes virus infections
in veterinary medicine. Martinus Nijhoff Publishers. For the Commission of the European
Communities. Boston, The Hague, Dordrecht, Lancaster.

SAROSA, A. 1985. Kajian Prevalensi Serologi Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis


pada Sapi dan Kerbau di Beberapa Daerah di Indonesia. Thesis. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Prihatno, A. 2006. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta

LUDWIG, H. and J.P. GREGERSEN. 1986. Infectious bovine rhinotracheitis/infectious


pustular vulvovaginitis: BHV−1 infections. Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 5 (4): 869–878.

Anda mungkin juga menyukai