ABSTRAK
Infectious larywgotracheitis (ILT) merupakan penyakit pernafasan akut dan sangat menular pada syam ditandai dengan
kesulitan bernafas dan batuk yang disertai pengeluaran eksudat berdarah . Penyakit ini disebabkan oleh virus Herpes yang
masuk dalam famili Herpesviridae, subfamili Alphaherpesvirinae dan dikarakterisasi sebagai Gallid herpesvirus-1. ILT
tersebar luas di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun informasi tentang ILT di Indonesia masih sangat terbatas. Penularan
ELT dari syam sakit ke ayam sehat dapat terjadi melalui saluran pencernaan dan pernafasan . ILT tidak ditularkan secara
vertikal dari induk kepada anaknya melalui telur . Penyebaran ELT di antara kelompok ayam sangat cepat, dengan tingkat
morbiditas 90-100% dengan angka kematian (mortalitas) bervariasi antara 10-70% . Selain menimbulkan gangguan pernafasan,
ELT juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bobot badan dan penurunan produksi telur, sehingga penyakit ini
merugikan pads peternakan ayam pedaging, petelur maupun pembibitan . Diagnosis terhadap penyakit ini dilakukan dengan
isolasi dan identifrkasi virus dengan menggunakan telur syam berembrio. Karena penyakit ini tidak ads obatnya, maka
pengendalian penyakit hanya dilakukan dengan vaksinasi . Untuk menjamin keberhasilan vaksinasi, perlu dilakukan dengan
pemantauan titer antibodi secara reguler dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Kata kunci : ILT, epidemiologi, diagnosis, kontrol, syam
ABSTRACT
Infectious laryngotracheitis (ILT) is an acute, highly contagious respiratory disease of poultry characterized by respiratory
disorder such as coughing with blood exudate from the trachea. The disease is caused by Herpesvirus of the family
Herpesviridae and subfamily of Alphaherpesvirinae. The virus has been characterized as Gallid herpesvirus-1. ILT is
worldwide distribution and has been reported to be present in Indonesia. However, the information on the disease in this
country is limited. Spread of the ILT among chickens can be by inhalation or digestion, but ELT virus is not transmitted
vertically by eggs . The morbidity rate of the disease is about 90-100% with mortality rate between 10-70% . ILT may reduce
body weight gain and reduce egg production, so it causes lost in layers, broilers as well as breeders . Diagnosis of the disease
can be based on the isolation and identification of the virus using embryonated chicken eggs. There is no treatment available
for ILT, so the control of the disease is mainly by vaccination . To ensure the results of vaccination program, monitoring
antibody titres following vaccination is essentially required. The most widely used serological test for antibody monitoring is
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
20
WARTAZOA Vol. 8No. 1 Th. 1999
21
MuHARAM SAEPuLLoH dan DARMwTo : Epidemiologi, Diagnosis dan Kontrol Penyakit Infectious Laryngotracheitispada Ayam
getah radang dari trakhea dalam keadaan segar untuk (CEK) (CLARKE et al., 1980) . HUGHEST dan JONES
diuji secara Fluorescent Antibody Technique (FAT) (1988) telah membandingkan antara isolasi
dan isolasi virus. Pengiriman trakhea untuk menggumakan . CAM, CEL dan CK, ternyata isolasi
pemeriksaan histopatologi hares disertakan pula getah dengan biakan jaringan CELT lebih sensitif bila
radang yang ada, dan yang tidak dibersihkan atau dibandingkan dengan menggunakan CAM dan CK.
dicuci terlebih daltulu (AKOSO, 1993). Karena itu, pemakaian biakan jaringan CELT
Selain cara di atas, MANGUNWIRYO (1995) merupakan alternatif yang baik dalam upaya
menyarankan bahwa selain dari gejala klinis, pengisolasian virus ILT.
patologik, dan histopatologik juga akan lebih Setelah virus ILT berhasil diisolasi, kemudian
meyakinkan bila ditambah dengan sejarah penyakit, diidentifikasi dengan serum positif standar anti virus
pemeriksaan serologik, uji tular dan isolasi virus yang ILT dengan menggunakan uji AGID atau SN.
didukung dengan uji virus netralisasi, dan bila Sedangkan diagnosis cepat untuk mendeteksi
memungkinkan dilakukan secara elektron virus ILT dengan sampel eksudat trakhea dapat
mikroskopik . digunakan uji Fluorescent Antibody Technique (FAT)
Pemeriksaan serologik terhadap ILT dapat (BRAUNE dan GENTRY, 1965) ; Innuunoperoxidase (IP)
dilakukan dengan uji serum neutralisasi (SN) (YORK et (GUY et al., 1991) ; mikroskop elektron (MCNULTY et
al., 1983; WILLIAMS et al., 1992; ABBAS et al., 1996) ; al., 1985) ; dan ELISA yang menggunakan antibodi
enzyme linked-immunosorbent assay (ELISA) monoklonal (VAN KAMMEN dan SPADBROW, 1976;
(MEULEMANS dan HALEN, 1982 ; YORK dan FAHEY, YORK dan FAHEY, 1988) .
1988); indirect fluorescent antibody (IFA)(HITCHNER et Diagnosis ILT dengan cara yang lebih canggilt
al., 1977; YORK dan FAHEY, 1988; ABBAS et al., 1996; lagi dapat dilakukan dengan teknologi biologi
BAGUST dan Guy, 1997) ; dan agar-gel imtnuno- molekuler seperti teknik hybridisasi DNA (KEAM et
diffusion (AGID) (YORK et al., 1983; BAGUST dan al., 1991 ; KEY et al., 1994) ; dan teknik polymerise
GUY, 1997). Akan tetapi menurut BAGUST dan Guy chain reaction (PCR) (SHIRLEY et al., 1990; WILLIAMS
(1997) uji serologik dengan AGID kurang sensitif bila et al., 1992) .
dibandingkan terhadap uji serologik dengan VN, IFA
dan ELISA . ELISA merupakan uji yang paling sensitif, PENGENDALIAN
selain itu dapat menguji serum dalam jumlah banyak .
Untuk mengisolasi virus ILT dilakukan dengan Dalam upaya pengendalian penyakit ILT tidak
cara menginokulasikan bahan pemeriksaan berupa terlepas dari tiga faktor penting yang pedu
eksudat trakhea, larynx dan suspensi paru ke dalam diperhatikan, yaitu imnrunitas, vaksinasi dan
telur ayam berembrio (sebaiknya telur Spesific monitoring terhadap kekebalan ayam, sehingga ayam
Pathogenic Free, SPF) yang berumur 9-12 hari ke akin terhindar dari bahaya penyakit ILT yang sangat
bagian membran korio alantoik (CAM) . Bahan merugikan .
pemeriksaan eksudat dapat diambil dengan
Imunitas
menggunakan kapas bertangkai yang diulaskan pada
bagian eksudat trakhea. Pengambilan harus sedini Infeksi alami dan vaksinasi dapat menyebabkan
mungkin setelah hewan terinfeksi oleh virus ILT dan unggas akin tahan (resisten) terhadap penyakit ILT.
jugs hares dalam keadaan segar, karena virus ILT Resistensi unggas terhadap infeksi virus ILT akin
tidak dapat terdeteksi bila pengambilan spesimen timbul setelah satu tathun atau lebih bila terjadi infeksi
melebihi waktu 6 hari dari munculnya gejala klinis alami (HANSON dan BAGUST, 1991) . Selama terjadinya
penyakit (BAGUST, 1986) . infeksi alami, virus ILT pada unggas akan bersifat
Adanya virus ILT pada CAM dicirikan dengan laten, sehingga ditemukan unggas penibawa virus
munculnya benjolan berupa poks atau proliferasi focal (karier) tapi tanpa adanya gejala klinik (infeksi sub-
pada CAM setelah 3-6 hari sesudah inokulasi . Bentuk klinik) (TURNER, 1972) .
poks atau benjolan bervariasi, . mulai dari beberapa Imunitas yang ditimbulkan nielalui vaksinasi
benjolan kecil hingga bentuk menyebar dan menebal . dapat terdeteksi lebili awal karena imunitas yang
Intranuclear inclusion bodies dapat terliliat pada CAM ditimbulkan oleh adanya infeksi alami, yaitu berkisar
tersebut secara histopatologik (MANGUNWIRYO, 1995) . antara 8-15 hari pasca vaksinasi (HANSON dan
Selain menggunakan telur ayam berembrio, BAGUST, 1991) .
isolasi virus ILT dapat pula menggunakan biakan Antibodi-netralisasi sebagai produk tanggap kebal
jaringan yaitu biakan jaringan hati embrio ayam merupakan akibat adanya infeksi virus ILT. Antibodi
(CELT), ginjal ayam (CK) (WILLIAMS et al., 1992; ini dapat terdeteksi dalam serum daralt ayam setelah 5- .
BAGUST dan Guy, 1997), dan ginjal embrio ayam 7 hari pasca infeksi dan akan inencapai puncaknya
22
WARTAZOA Vol. 8 No. 1 Th. 1999
sekitar 21 hari pasta infeksi, kemudian titer antibodi untuk ayam yang berumur lebih dari 1 minggu dan
akan turun dengan tajam setelah beberapa bulan vaksinasi ulang dapat dilakukan setiap tiga bulan .
(BAGUST dan GUY, 1997). Vaksin yang virulen sebaiknya tidak digunakan
Antibodi maternal (maternal antibody) terhadap karena ayam yang divaksin dapat menjadi sumber
virus ILT dapat diturunkan dari induk kepada anak penularan dengan periode penyebaran selama 15 bulan
melalui telur (HANSON dan BAGUST, 1991). Antibodi (HANSON, 1984; MUTALIB, 1992) .
maternal pada anak ayam masih dapat terdeteksi Vaksinasi sebaiknya tidak dilakukan pada ayam
hingga ayam berumur tiga minggu (RUSSELL dan yang masih muda, karena ayam muda kurang memiliki
EDINGTON, 1985). Akan tetapi antibodi yang terdapat kemampuan dalam pembentukan antibodi terhadap
pada anak ayam tersebut tidak dapat melindungi dari vaksinasi . Oleh karena itu, vaksinasi sebaiknya
infeksi virus ILT (SINKOVIC, 1974). Hal ini didukung menunggu sampai ayam berumur sekarang-kurangnya
oleh penel;tian SETO (1981) yang melaporkan bahwa enam bulan, sedangkan pengobatan untuk penyakit
anak ayam berumur kurang dari dua hari tidak ILT hingga sekarang belum ada (BAGUST dan GUY,
memberikan respon kekebalan sebaik vaksinasi yang 1997) .
dilakukan pada ayam dewasa. Selanjutnya HITCHNER
(1975) menyatakan bahwa timbulnya imunitas pada Monitoring kekebalan
anak ayam berumur lebih dua minggu sangat cepat dan
Untuk mendukung keberhasilan dalam
dapat menimbulkan proteksi parsial sekitar 3-4 hari
pengendalian penyakit ILT dan untuk memberikan
dan proteksi penuh setelah 6-8 hari pasta vaksinasi .
jaminan akan kekebalan suatu peternakan ayam maka
SINKOVIC (1974) dan FAHEY et al. (1983)
perlu dilakukan monitoring kekebalan terhadap ILT
melaporkan bahwa kecenderungan unggas terinfeksi
melalui pemeriksaan serum untuk deteksi titer antibodi
virus ILT dan kematian akibat infeksi, akan menurun
setelah melakukan vaksinasi .
tergantung pada umur ayam . Kasus kematian tertinggi
Monitoring kekebalan terhadap ILT baik pada
pada ayam jantan daripada ayam betina pada tipe ayam
ayam yang telah divaksinasi maupun yang belum
pedaging. Selain itu, temperatur lingkungan (35°C)
divaksinasi, banyak dilaporkan oleh para peneliti.
dan kepadatan populasi ternak akan memicu infeksi
MEULEMANS dan HALEN (1982) melaporkan
virus ILT, sehingga dapat menyebabkan tingkat
monitoring kekebalan terhadap ayam Spesific
kematian yang lebih tinggi.
fatogenic free (SPF) umur 25 minggu yang divaksinasi
dengan vaksin ILT (Laryngo-Vac, Intervet) dengan
Vaksinasi
dosis 10 2 .5 Egg infected dose 50 (EID5a) melalui tetes
Tindakan vaksinasi merupakan salah satu cars mats. Setelah 9 minggu ditantang dengan virus ILT
yang sangat efektif untuk meningkatkan daya tahan galur U 76/1035 dengan dosis 10 2-' Tissue culture
unggas terhadap infeksi virus ILT . Akan tetapi infected dose 50 (TCID5o), dan deteksi antibodi yang
perlakuan vaksinasi dapat menimbulkan karier pada dilakukan dengan ELISA menunjukkan bahwa titer
unggas (MUTALIB, 1992), sehingga disarankan antibodi pada minggu ke-2 hingga minggu ke-9 pasta
program vaksinasi hanya untuk peternakan yang sudah vaksinasi melebihi nilai cut- off nya (0,151) . Nilai rata-
tertular oleh penykit ILT saja. Selain itu, tatacara rata Optical density (OD) di atas 0,151 dianggap
pemakaian vilcsin harus besar-benar diikuti sesuai positif antibodi (reaktor), sedangkan _!_0,151
petunjuk dari produsen vaksin . dinyatakan negatif antibodi (non reaktor). Kemudian
Untuk memperoleh daya imunitas yang tinggi setelah dilakukan uji tantang ternyata titer antibodi
serta mencegah terjadinya penularan barn, maka dalam lebih meningkat lagi (Gambar 1).
pemakaian vaksin ILT sebaiknya digunakan vaksin Sementara itu monitoring kekebalan terhadap
yang telah dilemahkan (attenuated vaccine) (HANSON ayam ras maupun buras yang belum pernah divaksinasi
dan BAGUS, 1991). Adapun cars pemberian vaksin dilaporkan oleh MANGUNWIRYo et al. (1995), yang
dapat dilakukan melalui intra kloaka ; tetes hidung ; menyatakan bahwa dari hasil studi lapangan di
tetes mata; dan melalui air minum (BAGUST dan GUY, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, dan
1997). Menurut COVER (1996) timbulnya kekebalan Kabupaten Karawang, terdapat sebaran titer antibodi
setelah dilakukan vaksinasi bervariasi, melalui tetes dari serum pada ayam buras lebih besar dari ayam ras
hidung dicapai pada 3-4 hari pasta vaksinasi, tetes (Gambar 2a, 2b dan 2c), sehingga besar kemungkinan
mata dicapai pada 4-5 hari pasta vaksinasi dan lama ayam buras dapat bertindak sebagai reservoir atau
proteksinya sekitar 20-25 minggu . Sementara itu, karier yang potensial perlu diteliti lebih lanjut.
BAGUST (1982) melaporkan bahwa vaksinasi dengan Selanjutnya, melalui kegiatan penelitian yang
cara tetes mata merupakan cara yang relatif lebih aman melibatkan uji tantang, akan dapat diketahui titer
antibodi protektif terhadap ILT .
23
MUHARAM SAEPULLOH dan DARMINTO : Epidemiologi, Diagnosis dan Kontrol Penyakit Infectious Laryngotracheltls pada Ayam
--8OD rata-rata
1- SD
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu (minggu)
Vaksinasi
Gambar 1. Respon tanggap kebal pada ayam SPF umur 25 minggu setelah mengalami vaksinasi ILT (Laryngo-Vac, Intervet) melalui tetes mata
dengan dosis 102 '5 EIDso dan diuji tantang melalui intratrakhea dengan virus galur U76/1 .035 dosis 10 2'' TCID50 (MEULEMANS dan
HALEN,1982)
12
10
E 8
rA 6
4
E0
2
0
,Gambar 2a. Sebaran titer antibodi terhadap ILT asal ayam ras dan burns yang belum pemah divaksinasi di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
(MANGUNWIRYO et al., 1995)
Ras
E
H " Buras
L
E Buras
Gambar 26. Sebaran titer antibodi terhadap ILT asal ayam ras dan buras yang belum pemah divaksinasi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
(MANGUNwiRyo et al., 1995)
24
WARTAZOA Vol. 8No. 1 Th . 1999
ma
14
12
E 10
eQ
N s
t 6
_ea
4 Buras
E
7 2
0
Untuk keberhasilan kontrol penyakit, selain ketiga AKoso, B .T . 1993 . Manual Kesehatan Unggas : Panduan
cars pengendalian di atas, maka tidak kalah bagi Petugas Teknis, Penjnuluh dan Peternak . Cetakan
pentingnya tatalaksana (manajernen) peternakan, di pertama. Kanisius, Yogyakarta . pp . 87-89
antaranya kebersilian kandang (sanitasi), mencegah BAGUST, T. J. 1982 . Herpesviruses in poultry. htfectious
keluar masuknya penyebab sumber kontaminan Laryngotracheitis (ILT) herpesvirus. Refresher course
(pekerja kandang, kendaman, makanan, peralatan, on advances . Dalam : Virology . Proceedings No .60.
ltewan) ke areal peternakan, mencegah bercampurnya The University of Sydney, Australia. pp .461469.
ltewan yang telah divaksinasi atau telah sentbuh
BAGUST, T. J. 1986 . Laryngotracheitis (Gallid-1) herpesvirus
dengan hewan yang rentan .
infection in chicken. 4. Latency established by wild
and vaccine strains of ELT virus. Avian Pathol.
KESIMPULAN 15 :581-595 .
BAGUST, T. J. dan J.S . Guy . 1997 . Laryngotracheitis. Dalam
Penyakit ILT menupakan penyakit pernafasan
B.W CALNEK, H. J. BARNES, C. W. BEARD, L. R.
yang sangat infeksius dan dapat menyebabkan
MCDOUGALD, dan Y. M. SAIF (ed.) . Diseases of
kentatian. Penyakit ini menyerang ayam ras maupun Pottltry . 10th edition. Iowa State University Press,
ayam buras pada segala unmr . Pencegallan dapat Ames, Iowa, USA. pp . 527-539.
dilakukan dengan vaksinasi pada ayam unnrr 6 bulan
BRAuNE, M. O. dan R. F. GENTRY . 1965 . Standardization of
atau lebih, tenutama di daerah yang pernah terkena
the fluorescent antibody technique for the detection of
wabah. Pemakaian vaksin sebaiknya dari jenis vaksin
avian respiratory viruses. Avian Dis. 9 :535-545 .
yang telah dilemaltkan dan bukan galur yang gangs.
Vaksinasi pads ayam berumur kurang dari 6 bulan CLARKE, J . K., G. M. ROBERTSON, dan D. A. PURCELL. 1980 .
kurang memberikan respon tanggap kebal. Untuk Spray vaccination of chickens using infections
mengetalmi status kekebalan peternakan ayam setelah laryngotracheitis virus. Aust. Vet. 56 :424428.
vaksinasi, perlu dilakukan monitoring kekebalan COVER, M. S. 1996 . The early history of infectious
dengan menguji titer antibodi ILT pads serum darah laryngotracheitis . Avian. Dis. 40 :494-500 .
ayam .
FAHEY, K. T., T. J. BAGUST, dan J. J. YORK . 1983 .
Laryngotracheiti s herpesvirts infection in the chicken:
DAFTAR PUSTAKA The role of humoral antibody to iumnunity to a graded
challenges infection. Avian Pathol . 12 : 505-514.
ABBAS, F., J. R. ANDERSEN, B. J. JR . BAKER, D. E. MATTSON,
and J. S. Guy. 1996 . Characterization of monoclonal GILCHRIST, P. 1992 . Report of suspected oscular form of
antibodies against infectious laryngotracheitis virus. infectious latyttgitracheitis (ILT) in Bekasi . Report for
Avian Dis. 40 :49-55 . Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
25
MuHARAM SAEPuLLoH dan DARMINTO : Epidemiologi, DiagnosisdanKonbol Penyakit Infectious Laryngotracheitis pads Ayam
Guy, J. S., H. J. BARNES, dan L. M. MORGAN . 1990. Maret 1994 . Balai Penelitian Veteriner, Bogor.
Virulenc e of infectious laryngotracheitis viruses: pp . 140-147.
Comparison of modified-live vaccine viruses and
Mc . NULTY, M. S., G. M. ALLAN, dan R. M. MC CRACKEN.
North Caroline field isolates . Avian Dis. 34 :106-113 .
1985 . Infectious laryngotracheitis in Ireland. Irish Per.
Guy, J. S., H. J. BARNEs, dan L.G . SIvuTH. 1991 . Increased J. 39 :124-125 .
virulence of modified-live infectious laryngotracheitis
MEuLEMANs, G. dan P. HALEN. 1978 . Some physico-
vaccine virus following bird-to-bird passage . Avian
chemical and biological properties of a Belgian strain
Dis. 35 :384-355 .
'U 76/1035) of infectious laryngotracheitis in Ireland.
HANsoN, L. E. 1984. Laryngotracheitis. Dalam: M. S. Ir. Vet. J. 39 : 124-125.
HODFSTAD et al., (Eds.).
Disease of Poultry, 8th
MEULEMANS, G. dan P. HALEN. 1982 . Enzyme linked
'edition. Iowa State University Press., Ames, Iowa, immunosorbent assay (ELISA) for detection infectious
USA . p.444451. laryngotracheitis viral antibodies in chicken serum.
HANsoN, L. E. dan T. J. BAGUST . 1991 . Laryngotracheitis. Avian Pathol. 11 :361-368
Dalam: B. W. CALNEK et al. (Eds). Diseases of
MuTALIB, A. 1992 . Studies on transmissibility of a tissue-
Poultry. 9th editions . Iowa State University Press,
culture-modified laryngotracheitis virus. J. Vet.
Ames, Iowa, USA. p. 485-495 .
Diagn. Invest. 4:412-415 .
HrrcHNER, S. B. 1975 . Infectious laryngotracheitis: The virus
PARTADIREDJA, M., R. D. SOEDJOEDONO, dan S.
and the immune response . Am. J. Vet. Res. 36:518-
HARDJOSWORO. 1982 . Kasus infections laryngo-
519.
tracheitis di daerah Bogor (Isolasi dan identifikasi
HITCHNER, S.B ., J. FABRICANT, dan T.J. BAGUST. 1977. A virus denga cara pewarnaan) . Proceedings Seminar
fluorescent-antibody study of the pathogenesis of Penelitian Peternakan . Pusat Penelitian dan
infectious laryngotracheitis. Avian Dis. 21 :185-269 . Pengembangan Peternakan . pp . 522-525.
HUGHES, C. S., R. C . JoNEs, R. M. GAsKELL, F. T. W. RoizmAN, B. 1982 . The family Herpesviridae : General
.JORDAN, dan J. M. BRADBURY, 1987 . Demonstration description, taxonomy and classification . Dalam : B.
in live chickens of the carrier state in infectious ROIzmAN (ed.) . The Herpesviruses, vol. 1 . Plenum
laryngotracheitis virus from latency infected carrier Press, New York. pp. 1-23 .
birds. Res. Per. Sci. 42 :4071310 .
RUSSELL, P.H . dan N. EDINGTON . 1985 . Veterinary viruses.
HUGHES, C. S. dan R. C. JoNEs. 1988 . Comparison of 1st edition. The Burlington Press (Cambridge) Ltd.,
cultural methods for primery isolation of infectious Foxton, Cambridge. pp . 247-249.
laryngotracheitis virus from field materials. Avian
SETO, F. 1981 . Early development of the avian inunun
Pathol. 17 :295-303 .
system . Poultry Sci. 60 :1981-1985 .
KEAM, L., J. J. YORK, M. SHEPARD, darn K. J. FAHEY. 1991 .
SHIRLEY, M. W., D. J. KEMP, M. SHEPPARD, dan K. J. FAHEY,
Detectio n of infectious laryngotracheitis virus in infectious
1990. Detection of DNA from
chicken using a none-radioactive DNA probe. Avian
laryngotracheitis virus by colourimetric analysis of
Dis. 35 :257-262 .
polymerase chain reactions. J. Virol. Methods 30 :251-
KEY, D. W., B. C. GOUGH, J. B. DERBYSHIRE, dan E. NAGY . 260.
1994 . Development and evaluation of a non-
SINKovic, B. S. 1974. Studies on the Control of ILT in
isotopically labeled DNA probe for the diagnosis of Australia. Ph .D . disertation. Univ . ofSidney, Aust .
infectious laryngotracheitis. Avian Dis. 38 :467474.
TANENo, A., T. HONDA, E. SAKAI, Y. ToKuyAMA, T. HANAKI,
KoTrw, M., C. R. WILKs, dan J. T. MAY. 1982 . dan M. ETo. 1988 . Studies on a live ELT virus cell-
Differentiatio n of infectious laryngotracheitis virus associated vaccine. Proceedings of the Sixth
strains using restriction endonucleases. Avian Dis. Conggress Federation of Asian Vet. Association
26 :718-731 . (FAVA), Denpasar, Bali . pp. 333-337 .
MANGUNwIRYO, H. 1995 . Infectious Laryngotracheitis (ILT).
TURNER, A.J . 1972 . Persistence of vines in respiratory
Dalam: Petunjuk Teknis Penyakit Hewan, Balai
infections of chickens . Aust. Vet. J. 48 :361-363 .
Penelitian Veteriner, Bogor. 102-106.
vArl KANIEN, A. dan P. B. SPADBROW . 1976 . Rapid diagnosis
MANGuNwmyo, H., DARMINTo dan ZULKIFLi . 1995 . Survai of some avian virus disease. Avian Dis. 20 :748-751 .
serologik terhadap infectious laryngotracheitis (ILT)
pada ayam buras dan ras di Jawa Barat. Prosiding WJLLJAMS, R. A., M. BENNETT, J. M. BRADBURY, R. M.
Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk GASKELL, R. C. JoNEs, dan F. T. W. JORDAN . 1992 .
Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Demonstratio n of sites of latency of infectious
Bahan Pangan Asal Ternak. Cisarua, Bogor 22-24 larytngotracheitis vials using the polymerase chain
reaction . J. Gen. Virol. 73 : 2415-2430.
26
WARTAZOA Vol. 8No. I Th. 1999
WiYoNo, A., MuHARAM S., ANToNius S., dan DARmiwo, YORK, J. J., K. J. FAiwy, dan T. J. BAGusT . 1983 .
1996 . Sebaran titer antibodi infectious Development and evaluation of an ELISA for the
laryngotracheitis (ELT) pads ayam ras dan buras di detection of antibody to infectious laryngotracheitis
Kabupaten Cianjur, Tangerang dan Karawang . virus in chicken. Avian Dis. 27 :409-421 .
Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner,
Bogor 12-13 Maret 1996 . Balai Penelitian Veteriner,
Bogor. pp 88-95 .
York ; J. J. dan K. J. FAHEY. 1988 . Diagnosi s of infectious
laryngotracheitis using a monoclonal antibody ELISA.
Avian Pathol. 17 : 173-182.